You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang - Undang No 21 Tahun2008
Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal19 UUPS menyebutkan, bahwa
salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankansyari’ah adalah akad mudharabah.
Selain itu bank Indonesia juga mengeluarkanPeraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor,
10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ahDalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan
Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah adalah
salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari’ah.

Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal, dengan
ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Didalam
pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha
tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha (Mudharib). Pada prinsipnya
akad mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk saling membantu antara
pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak
pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu banyak
pula para pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena
itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam memberikan kesempatan untuk saling berkerja
sama antara pemilik modal dengan orang yang terampil dalam mengelola dan
memproduktifkan modal itu. Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada
pada perbankan pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada
umumya menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian
modal yang telah digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad mudharabah
tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan
mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang
diperoleh mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha
tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba
membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi akad mudhrabah itu?


2. Sebutkan landasan hukum akad mudharabah?
3. Bagaimana bentuk skema dari akad mudharabah?
4. Sebutkan contoh kasus pada akad mudharabah!
5. Buatlah akuntansi sederhana dari akad mudharabah!

C. TUJUAN

1. Menjelaskan pengertian Mudharabah.


2. Menjelaskan landasan hukum Mudharabah
3. Membuat skema pada kegiatan akad mudharabah
4. Memberikan contoh kasus pada akad mudharabah
5. Membuat contoh akuntansi sederhana pada akad mudharabah

2
BAB II

ISI

A. Pengertian Akad Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata adhdharaby fil ardhi yaitu berpergian untuk urusan
dagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqarrdhu yang bearati potongan, karena
pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungan.

Pengertian Mudharabah Menurut 4 Imam :

1. Mudharabah menurut Imam Hanafi, mudharabah adalah "Akad syirkah dalam


keuntungan, satu pihak pemilik modal dan satu pihak lagi pemilik jasa."
2. Mudharabah menurut Imam Maliki, mudharabah adalah "Akad perwakilan, dimana
pemilik harta mengeluarkan sebagian hartanya untuk dijadikan modal kepada orang
lain agar modal tersebut diperdagangkan dengan pembayaran yang telah ditentukan
(mas dan perak).
3. Mudharabah menurut Mazhab Hanabilah, mudharabah adalah "Pemilik harta
mengeluarkan sebagian hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang lain untuk
diperdagangkan dengan bagian dari keuntungan yang telah diketahui."
4. Mudharabah menurut Mazhab Syafi'i, mudharabah adalah "Akad yang menentukan
seseorang menyerahkan hartanya kepada orang lain untuk diperdagangkan."

Jadi, dapat disimpulkan Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak
di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan
kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Transaksi jenis
ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai
orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian
yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan,
shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba
yang optimal.

3
Pengertian mudharabah menurut QS. An-Nisa’ ayat 101 :

Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk
bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yaitu meminta kelebihan atau imbalan tanpa
ada faktor penyeimbang (iwad) yang diperbolehkan syariah. Misalnya, ia akan memberi modal
sebesar Rp. 100 juta dan ia menyatakan setiap bulan mendapat Rp. 5 juta. Dalam mudharabah,
pembagian keuntungan harus dalam bentuk persentase/nisbah, misalnya 70:30, 70% untuk
pengelola dana dan 30% untuk pemilik dana. Sehingga besarnya keuntungan yang diterima
tergantung pada laba yang dihasilkan. Keuntungan yang dibagikan pun tidak boleh
menggunakan nilai proyeksi (predictive value) akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi
keuntungan, yang mengacu pada laporan hasil usaha yang secara periodik disusun oleh
pengelola dana dan diserahkan pada pemilik dana. Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak
boleh ada jaminan atas modal, namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan
penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga.
Tentu saja jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah
disepakati bersama dalam akad. Dari penjelasan di atas dengan diberikan kewenangan
sepenuhnya pengelolaan usaha pada pengelola dana, dapat dikatakan akad mudharabah
merupakan jenis investasi yang mempunyai resiko tinggi. Resiko terhadap penggunaan modal
mengenai kesesuaian penggunaannya dengan tujuan atau ketetapan yang telah disepakati yaitu
untuk memaksimalkan keuntungan kedua belah pihak. Terlebih lagi informasi usaha dipegang
oleh pengelola dana dan pemilik dana hanya mengetaui informasi lagi informasi secara
terbatas. Sehingga sangat penting bagi pemilik dana untuk mencari pengelola dana yang
berakhlak mulia, dapat dipercaya, jujur, kompenten dan benar.

4
B. Landasan Hukum

Ulama fiqh sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan Al-Qur’an,
Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.

a. Al-Qur’an

Dalam ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah, antara lain :

b. As-Sunnah

Diantara hadits yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibn
Majah dari Shuhaib bahwa Nabi Saw bersabda: ”tiga perkara yang mengandung berkah adalah
jual beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberikan modal kepada orang lain), dan
yang mencampuri gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjual belikan”.
(HR.Ibn Majah dari Shuhaib)

c. Ijma’

Diantara Ijma’ dalam mudharabah adanya riwayat yang menyatakan bahwa jamaah dari
sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditantang
oleh sahabat lainnya.

d. Qiyas

Mudharabah diqiyaskan kepada Al-Musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun).


Selain diantara manusia, ada yang miskin dana dan ada pula yang kaya. Disatu sisi, banyak
orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di satu sisi lain, tidak sedikit orang yang
miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah
ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan diatas, yakni untuk
kemashalatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.

e. Standar Akuntansi

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105: Akuntansi Mudharabah (PSAK 105)


pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
5
(DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan
keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei
2002. Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013
maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI
dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI. PSAK 105
mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah.
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai
pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).

Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah
(sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan
pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah
pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana. Dana yang
diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer
sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi,
dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.

C. Skema akad mudharabah

Skema antara pendiri usaha/nasabah dan bank syariah

6
Skema antara pemilik modal dan pengelola usaha

D. Contoh kasus pada akad Mudharabah

Shahibul maal yang bermitra dengan mudharib untuk usaha percetakan selama 6 bulan.
Shahibul maal memberikan uang untuk modal usaha sebesar 30 juta rupiah. Dan kedua belah
pihak sepakat dengan nisbah bagi hasil 40:60 (40% keuntungan untuk shahibul maal).

Setelah menjalankan usaha selama 6 bulan, modal usaha telah berkembang menjadi 50 juta
rupiah, sehingga mudharib memperoleh keuntungan sebesar 20 juta rupiah ( 50 juta – 30 juta).
Maka, sesuai perjanjian yang telah dibuat diawal shahibul maal berhak mendapatkan
keuntungan sebesar 8 juta rupiah (40% x 20 juta rupiah) dan sisanya sebesar 12 juta rupiah
menjadi hak mudharib.

E. Akuntansi sederhana akad mudharib

Contoh soal akad mudhrabah antara nasabah dan perbankan syariah :

Bank Jayen Syariah (BJS) melakukan kerjasama bisnis dengan Bapak Irfa, seorang
pedagang buku di Pasar Shoping Yogyakarta menggunakan akad mudharabah (BJS sebagai
pemilik dana dan Irfa sebagai pengelola dana). BJS memberikan modal kepada Irfa sebesar Rp
10.000.000 sebagai modal usaha pada Tanggal 1 Januari 2009 dengan nisbah bagi hasil BJS :

7
Irfa = 30% : 70%. Pada tanggal 31 pebruari 2009, Irfa memberikan Laporan Laba Rugi
penjualan buku sebagai berikut:
Penjualan Rp. 1.000.000
Harga Pokok Penjualan (Rp. 700.000)
Laba Kotor Rp. 300.000
Biaya-biaya (Rp 100.000)
Laba bersih Rp 200.000
Hitunglah pendapatan yang diperoleh BJS dan Irfa dari kerjasama bisnis tersebut pada tanggal
31 Pebruari 2009 bila kesepakan pembagian bagi hasil tersebut menggunakan metode
a. Profit sharing
b. Revenue sharing
Jawab:
a. Profit sharing
Bank Syariah = 30% x Rp 200.000 (Laba bersih) = Rp 60.000
Irfa = 70% x Rp 200.000 = Rp 140.000
b. Revenue sharing
Bank Syariah = 30% x Rp 300.000 (Laba Kotor) = Rp 90.000
Irfa = 70% x Rp 300.000 = Rp 210.000

Contoh akuntansi sederhana antar penanam modal dan yang menjalankan usaha :

Bapak A menginvestasikan uang sebesar Rp 2 juta untuk usaha siomay yang dimiliki
oleh Bapak B dengan akad mudharabah. Nisbah yang disepakati oleh Bapak A dan Bapak B
adalah 1:3. Setelah usaha berjalan,ternyata dibutuhkan tambahan dana, maka atas persetujuan
Bapak A,Bapak B ikut menginvestasikan uangnya sebesar Rp 500.000. Dengan demikian
bentuk akadnya adalah akad mudharabah musyarakah. Laba yang diperoleh untuk bulan
Januari 2008 adalah sebesar Rp 1.000.000.

Pertama hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana
sesuai dengan porsi modal masing-masing,

Bagian A : Rp 2.000.000/Rp 2.500.000 x Rp 1.000.000 = Rp 800.000

Bagian B : Rp 2.000.000/Rp 2.500.000 x Rp 1.000.000 = Rp 200.000

8
Kemudian bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik)
sebesar Rp 800.000 (Rp 1.000.000-Rp 200.000) tersebut dibagi antara pengelola dana dengan
pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.

Bagian A:1/4 x Rp 800.000 = 200.000

Bagian B:3/4 x Rp 800.000 = 600.000

Sehingga B sebagai pengelola dana akan memperoleh Rp 200.000+Rp 600.000 = Rp 800.000,


dan A sebagai pemilik dana akan memperoleh Rp 200.000 Jika terjadi kerugian atas investasi,
maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik. Misal terjadi kerugian sebesar
Rp 1.000.000 maka :

A akan menaggung rugi sebesar: Rp 2.000.000/Rp2.500.000xRp 1.000.000=Rp 800.000

B akan menaggung rugi sebesar: Rp 2.000.000/Rp2.500.000xRp 1.000.000=Rp 200.000

9
BAB III

PENUTUP

Jadi, hikmah dari sistem mudharabah adalah dapat memberi keringanan kepada
manusia. Terkadang ada sebagian orang yang memiliki harga, tetapi tidak mampu untuk
membuatnya menjadi produktif. Terkadang pula, ada orang yang tidak memiliki harta tetapi ia
mempunyai kemampuan untuk memproduktifkannya. Sehingga dengan akad mudharabah
kedua belah pihak dapat mengambil manfaat dari kerja sama yang terbentuk. Pemilik dana
mendapatkan manfaat dengan pengalaman pengelola dana , sedangkan pengelola dana dapat
memperoleh manfaat dengan harta sebagai modal. Dengan demikian, dapat tercipta kerja sama
antara modal dan kerja, sehingga dapat tercipta kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Agar
tidak terjadi perselisihan di kemudian hari maka akad/kontrak/perjanjian sebaiknya dituangkan
secara tertulis dan dihadiri para saksi. Dalam perjanjian harus mencakup berbagai aspek antara
lain tujuan mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan,
biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari pendapatan, ketentuan pengembalian modal, hal-hal
yang dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan sebagainya. Sehingga apabila terjadi hal
yang tidak diinginkan atau terjadi persengketaan, kedua belah pihak dapat merujuk pada
kontrak yang telah disepakati bersama.

10
BAB IV

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/35170482/_RESUME_AKUNTANSI_SYARIAH

https://id.wikipedia.org/wiki/Mudharabah

http://doweer.blogspot.com/2017/12/pengertian-mudharabah-dan-landasan.html

https://www.google.com/search?q=skema+akad+mudharabah&safe=strict&tbm=isch&source
=iu&ictx=1&fir=oCIuxTfosP8I8M%253A%252CKfkUZ8mvJLTRhM%252C_&usg=AI4_-
kT6dfKokGnArAQ9RCD5XY4hcmw1dQ&sa=X&ved=2ahUKEwjE6NC8scrgAhWSbisKH
TPgCO8Q9QEwAHoECAAQBA&cshid=1550668295972849#imgdii=yJ1Wb2cTQ7C7UM:
&imgrc=oCIuxTfosP8I8M:

https://www.syariahbank.com/contoh-akad-mudharabah/

https://datakata.wordpress.com/2014/12/07/akuntansi-transaksi-mudharabah-akuntansi-
syariah/

11

You might also like