Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Nurul Jannatul Wahidah
NIM. 011724653011
0
BAB I
PENDAHULUAN
teknologi tersebut antara lain adalah inseminasi buatan (IB) yang telah
Sugiono, 1997) dan transfer embrio (TE) yang saat ini masih dikembangkan
embrio dibutuhkan embrio dalam jumlah yang banyak. Salah satu cara yang
Ovarium sapi yang berasal dari rumah potong hewan (RPH) sesaat setelah
pada beberapa faktor diantaranya jenis suplemen yang digunakan dalam media
(Lonergan et al., 2003; Anguita et al., 2007), serta resiko kontaminasi dan
kondisi kultur (Sagirkaya et al., 2007). Jenis suplemen, kualitas oosit serta
1
Optimalisasi maturasi in vitro oosit antara lain adalah pengklasifikasian
oosit, penambahan zat aditif berupa faktor pertumbuhan dan hormon (Shen et
al., 2008), maupun berbagai macam serum. Klasifikasi oosit yang didasarkan
Ksiazkiewicz et al., 2007). Penggunaan serum seperti fetal calf serum (FCS)
intraovarian dalam proses maturasi oosit (Mtango et al., 2003). Fetal calf
penggunaannya dan hasil yang diperoleh masih bervariasi (Abe et al., 2002;
Holm et al., 2002; Rizos et al., 2002). Penelitian tentang pengaruh suplemen
FCS terhadap kemampuan maturasi oosit sapi in vitro dilakukan dalam rangka
hasil IVF.
1.3 Tujuan
2
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
kemampuan maturasi in vitro pada oosit sapi sebagai bahan alternatif pada
medium IVF.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi fisiologi kucing betina berbeda dari banyak spesies yang lain.
Kucing betina biasanya mencapai pubertas diusia 4-12 bulan, waktu yang
tepat tergantung pada musim kawinnya dan berat badan kucing. Kucing betina
beberapa siklus estrous selama musim kawin tetapi berjalan melalui periode
anestrus yang panjang selama bulan gelap per tahun. Musim kawin biasanya
dimulai pada bulan Januari atau Februari dan berlanjut sampai akhir musim
panas atau awal musim gugur, jika tidak terjadi ovulasi. Kucing betina
sebagian besar pada kucing betina, tetapi telah dicatat bahwa ovulasi spontan
Siklus estrus
Siklus estrus di kucing betina terdiri dari beberapa fase, sering didefinisikan
dan digunakan berbeda oleh penulis yang berbeda. Hal ini umumnya dibagi
menjadi lima fase perilaku yaitu proestrus, estrus, interestrus, diestrus dan
anestrus.
4
Proestrus
Fase proestrus berlangsung selama rata-rata 1 atau 2 hari (kisaran antara 0,4-2
hari) di kucing betina dan akan sulit untuk dilihat, karena waktu singkat dan
penelitian yang dilakukan pada tahun 1979, proestrus hanya bisa diamati di 27
dari 168 siklus, dan di sisanya 141, betina melanjutkan langsung ke estrus dari
anestrus atau periode antar estrus. Fase proestrus terdiri dari pertumbuhan
folikel dan sintesis estrogen yang masuk sirkulasi dalam konsentrasi tinggi,
sering dua kali lebih tinggi dapat ditemukan di kucing betina selama anestrus
perilaku seperti bersuara, menggosok kepala dan leher terhadap benda dan
5
Estrus
Estrus adalah siklus perkawinan dan biasanya berlangsung selama rata-rata 7,2
hari. Tanda-tanda klinis estrus adalah sama seperti di proestrus, hanya saja
masuk ke posisi kawin jika kucing jantan datang, atau jika kucing jantan
sedang mengelus di bagian belakang di dasar ekor. Perilaku estrus terkait erat
dengan fase folikular yang didefinisikan sebagai periode waktu ketika folikel
berkisar selama 3-16 hari dengan rata-rata 7,4 hari, dan bahwa panjang fase
itu tidak berubah karena kopulasi atau ovulasi. Hanya 8% dari kucing betina
menunjukkan perilaku estrus pada hari pertama, sementara itu fase folikuler
bisa dilihat pada 100% dari kucing betina dihari ke 5, yang menunjukkan
dari fase folikular, dan kemudian dengan cepat menurun, meskipun sebagian
besar kucing betina terus jadi menunjukkan perilaku estrus untuk 1-4 hari
setelah fase folikular berakhir. Bahkan jika ovulasi diinduksi, yang mengarah
kucing betina akan dilanjutkan ke periode estrus akhir. Jika ovulasi tidak
diinduksi selama estrus, kucing betina akan masuk ke fase anovulasi, sering
setelah itu. Jika kucing betina berovulasi selama estrus, kucing betina akan
Interestrus
6
Kucing betina akan memasuki fase interestrus setelah periode estrus berakhir.
Ini adalah periode aktif reproduksi dan juga periode siklus estrus yang
lebih lama jika ovulasi diinduksi selama estrus. Estrogen dan kadar
Kucing betina kembali ke perilaku normal dan tidak menarik kucing jantan.
estrus yaitu fase anovulasi, kehamilan semu setelah ovulasi atau kehamilan.
Diestrus
fase setelah estrus jika ovulasi diinduksi. Seekor kucing betina diestrus dapat
berupa kehamilan atau kehamilan semu, yang berarti bahwa dia berovulasi
tapi tidak hamil. Corpora lutea berkembang 1-2 hari setelah ovulasi dan mulai
Pada akhir diestrus, kucing betina akan kembali ke fase proestrus atau
Anestrus
kedua estrogen dan progesteron tetap pada tingkat dasar. Betina tidak menarik
anestrus musiman biasanya dimulai pada akhir musim panas atau awal musim
7
gugur dan terakhir sampai awal musim semi. Kucing betina bergantung pada
musim estrusnya, jumlah hari yang lebih pendek dapat memicu timbulnya
bahwa suhu yang lebih tinggi mungkin memulai periode anestrus, seperti yang
dapat terjadi selama musim panas dengan suhu tinggi. Oleh karena itu, telah
terlihat bahwa musim kawin kadang-kadang dibagi menjadi dua periode, salah
satu di musim semi dan satu di awal musim gugur, dengan periode anestrus
selama bulan-bulan hangat musim panas. Anestrus adalah fase yang mirip
dengan interestrus dan mereka kadang-kadang disebut sebagai fase yang sama.
a. Meningkatnya Ovulasi
lainnya di estrus memicu ovulasi spontan pada frekuensi yang lebih tinggi.
oleh Concannon hanya 50% dari kucing betina yang ovulasi setelah kawin
tunggal dengan kucing jantan yang subur, hal ini menunjukkan variabilitas
8
yang signifikan antara individu dalam regulasi puncak LH. Setelah empat
dapat dilihat.
9
c. Ovulasi pada hari yang berbeda estrus
peningkatan kadar plasma estrogen yang terjadi selama fase folikular dan
harus siap untuk merilis jumlah GnRH yang cukup, dan sebagai respon
sedang dikawinkan beberapa kali, tapi kopulasi terus setelah itu tidak
tetapi menurun tak lama setelah itu dan tetap pada tingkat dasar sampai
konsentrasi dasar untuk 2-3 hari pertama setelah kopulasi dan kemudian
dengan cepat meningkat dan mencapai puncak pada hari ke-21, kemudian
e. Kehamilan
Jika kucing betina berhasil dikawinkan selama estrus dan hamil, corpora
lutea akan aktif untuk 40-50 hari sebelum memulai regresi luteal, yang
merupakan periode lebih lama dari yang diamati selama kehamilan semu..
10
2.2 Spermatozoa
tubuh dan dikultur secara in vitro (Gordon dkk., 1994). Adanya teknik in
jumlah besar dengan cara menanam telur yang belum diovulasikan dalam
normal dan sempurna sehigga menghasilkan sel telur yang siap untuk
dibuahi (Trounson, 1992). Oosit yang matang in vivo dan in vitro tidak ada
kemampuan pada oosit itu sendiri (Greve dkk., 1993). Prosedur koleksi
oosit ovarium dari rumah potong hewan (RPH) telah banyak dilakukan di
11
IVF merupakan teknologi produksi embrio pada media di luar tubuh
(Jaswandi dkk., 2001). Teknologi fertilisasi secara in vitro (IVF) pada ternak,
khususnya sapi merupakan salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari
induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong Hewan. Fertilisasi in vitro
menggunakan materi, baik dari sapi yang masih hidup maupun yang sudah
dipotong. Ovarium sapi yang berasal dari Rumah Potong Hewan merupakan
sumber oosit yang murah dan mampu menyediakan oosit dalam jumlah yang
karena daya hidup oosit yang terbatas dan medium yang digunakan dalam
vitro lebih rendah daripada secara in vivo. Maturasi oosit secara in vitro dapat
maturasi (Choi dkk., 2001). Oosit yang diperoleh dari folikel ovarium
merupakan oosit yang belum matur, artinya belum mencapai tingkat maturasi
12
Oosit matur merupakan produk dari pembelahan meiosis pertama yaitu oosit
sekunder dan first polar body (PB I), yang terletak di antara membran vitelina
oosit berubah dari status diploid (2n) ke haploid (n). Pembelahan meiosis
pertama sempurna sesaat sebelum ovulasi pada sapi, babi serta domba betina,
dan segera setelah ovulasi pada kuda betina. Maturasi oosit dipengaruhi oleh
maturasi nukleus dan kualitas fisiologis dari nukleus, sitoplasma, dan zona
vesicle break down (GVBD), ekstrusi polar body pertama (PB I), dan
sitoplasmik dan pematangan inti pada tahap metafase II, yang selanjutnya
hanya sedikit sekali dari jumlah oosit tersebut yang dimatangkan dan
lain yang berada disekitarnya yakni sel folikel, sel granulose dan zona
13
pelusida (Byskov dan Hoyer, 1988). Pada ovarium mamalia, setiap satu
satu oosit).
Sel-sel kumulus merupakan bagian dari folikel, pada saat ovulasi sel
ini selalu terbawa oleh oosit dan menempel pada oosit (Cole dkk., 1997).
Fungsi sel kumulus adalah sebagai agen komunikasi antar sel dan
kumulus terdapat banyak reseptor FSH dan LH, yang juga berfungsi
sebagai reseptor PMSG dan HCG. Sel kumulus juga berperan sebagai
pemasok nutrisi untuk oosit. Selain itu, sel kumulus mengalami ekspansi
14
- Expanded: terdapat sel-sel cumulus oophorus, sel-sel cumulus
- Nude: tidak ada kumpulan sel-sel yang mengelilingi oosit, oosit hanya
2009).
Ekspansi ini disebabkan oleh adanya asam hyaluronat yang dihasilkan oleh
1992).
15
Sel kumulus merupakan alat spesifik dalam mekanisme tranduksi untuk
transfer sinyal gonadotropin ke oosit melalui sistem gap juction. Hal ini
didukung oleh Boediono dan Suzuki (1996), bahwa gap junction tersebut
merupakan jalan lintas nutrisi untuk oosit. Selama proses pematangan oosit,
hubungan antara individu sel kumulus dan hubungan antara sel kumulus
dengan oosit akan terputus. Terputusnya hubungan ini dimulai dengan adanya
asam hyaluronat diantara sel-sel kumulus (Eppig 1980) dan ekspansi atau
aktivitas sel-sel kumulus dapat diamati secara mikroskopik. Oleh karena itu,
terjadinya ekspansi sel-sel kumulus dapat dijadikan sebagai indikasi yang kuat
untuk pematangan oosit sebab hanya oosit dengan sel-sel kumulus aktif yang
lebih tinggi pada kumulus yang lengkap dibanding dengan oosit tanpa
kumulus. Aktivitas glikolitik tidak ada yang teramati dalam oosit tanpa sel
16
medium pematangan oosit, yang ditandai dengan meningkatnya
hyaluronat. Hormon gonadotropin ini akan aktif dalam kondisi in vitro jika
ada serum dalam medium yang dapat merangsang asam hyaluronat dan
terjadinya pemekaran sel-sel kumulus yang optimal. Dalam hal ini serum
Fetal calf serum adalah suplemen serum yang paling banyak digunakan
untuk kultur sel in vitro sel eukariotik. Hal ini karena ia memiliki tingkat
serum janin sapi. Ragam protein yang kaya dalam fetal calf serum
bertahan hidup, tumbuh, dan membelah. FCS bukanlah komponen media yang
antar batch, akibatnya, serum yang bebas dan media yang ditentukan secara
17
Prinsip dasar albumin memberikan tekanan osmotik larutan, mencegah
in vitro sel telur. Selama pematangan secara in vitro keberadaan sel kumulus
yang mengelilingi sel telur sangat membantu pematangan sel telur sapi sampai
pada perkembangan embrio tahap blastosis (Hawk et al. 1992, Boediono dan
untuk sel telur salama perkembangan dan membantu sintesis protein untuk
pembentukan zona pelusida. Menurut Sirard and Blondin (1996) sel telur yang
berasal dari folikel dominan mempunyai potensi yang lebih besar untuk
nutrisi.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
control (before and after with control) dengan tujuan mengetahui pengaruh
sapi.
19
Perlakuan hewan coba dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan
Ovarium sapi lokal sebagai sumber oosit yang diperoleh dari RPH
Giwangan Yogyakarta.
(sapi PO, sapi SimPO, dan sapi LimPO) sebagai sumber oosit yang
diperoleh dari RPH Gwangan Yogyakarta dengan total 455 oosit yang
kelompok kontrol.
20
3.5.1 Kriteria Inklusi
1. Ovarium sapi lokal persilangan (sapi PO, sapi SimPO, dan sapi
LimPO)
21
pada media maturasi volume dan
oosit in vitro. konsentrasi
tertentu.
2 Maturasi oosit Tingkat kematangan Lapang - Ordinal
sapi oosit sapi dilihat dari pandang
lapisan sel cumulus
yang berada disekitar
oosit.
Ovarium sapi lokal hasil persilangan (sapi PO, sapi SimPO, dan sapi
NaCL fisiologis, Pen-Strep, FCS, minyak mineral dan aquabides steril. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi Inkubator CO2, cawan
petri disposibel berdiameter 35 mm, syringe disposibel 3 ml, alat- alat gelas:
pipet ukur, pipet pasteur, tabung reaksi, Erlenmeyer, gelas beker dan alat-alat
dengan larutan NaCl 0,9% yang telah diberi penisilin G dan streptomisin
sulfate, ditempatkan dalam termos yang berisi larutan (100 ml NaCl 0,9% +
22
100 IU/ml penisilin G + 10 mg/ml streptomisin sulfat) pada suhu 31-34ºC.
dan evaluasi oosit dilakukan dengan menuangkan cairan folikel pada cawan
diseleksi mengikuti Gordon (1994): kelas 1) lapisan sel kumulus utuh dan
kompak, ooplasma rata dan tidak bergranula, kelas 2) lapisan kumulus tidak
utuh (minimal setengah keliling oosit) dan ooplasma rata, kelas 3) oosit
gundul tanpa lapisan kumulus, kelas 4) oosit dikelilingi oleh fibrin yang
garam Earle’s) yang telah diberi antibiotik (Penisilin G 100 IU/ml dan
oosit diletakkan dalam media maturasi yang sama dan diberi tambahan 10%
23
menggunakan modifikasi inkubator CO2. Oosit yang diletakkan pada media
gas CO2 dari saluran pernapasan ditiupkan dalam aluminium tersebut hingga
memasukkan dalam inkubator pada suhu 39ºC dan kelembaban 99% selama
22 jam
3.8.6 Pengamatan
sel-sel kumulus, zona pelusida terlihat semakin jelas, dan munculnya polar
bodi pertama
24
4. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer
kemudian dicetak.
analisis data SPSS dengan Chi Square, karena jenis hipoteis pada
BAB IV
rumus jumlah oosit matur dibagi jumlah total oosit yang diinseminasi
25
Berdasarkan tabel tersebut diatas, pada kelompok perlakuan didapatkan
127 oosit matur dari total 230 oosit, sedangkan pada kelompok control
didapatkan 89 oosit matur dari total 222 oosit, dan setela setelah dilakukan
perhitungan analisis chi square pada kedua kelompok, dapat dilihat bahwa
kontrol (tanpa FCS) (c) sebelum maturasi dan (d) setelah maturasi
26
Dari gambar 1 dapat dilihat perbedaan antara oosit yang dimaturasi
perlakuan mem- punyai kualitas oosit matur lebih baik yang ditandai
4.2 Pembahasan
kelompok perlakuan. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Sagirkaya
dibandingkan dengan serum lain dan atau tanpa serum. Hal ini disebabkan
27
karena FCS merupakan serum fetus sapi yang banyak mengandung zat yang
dibutuhkan oleh oosit selama proses kultur in vitro. Mucci et al. (2006)
vitamin, growth factor dan antioksidan. Zat-zat tersebut merupakan zat yang
bermanfaat selama proses kultur in vitro. Fetal calf serum juga dapat bersifat
kontrol sebesar 40,09% (Tabel 1). Hasil ini hampir sama dengan yang diperoleh
Rutledge et al. (1986) yang mendapatkan tingginya angka maturasi oosit pada
penambahan 10% FCS dibandingkan dengan 20%, 5%, dan 1% secara berturut-
turut. Ciri yang paling menonjol dari oosit matur adalah ekspansi sel-sel
kumulus serta semakin terlihat jelas zona pelusida oosit. Secara in vitro ekspansi
2006), dan aktivitas berbagai komponen yang melibatkan enzim, dan hormon
al., 2008).
Oosit dengan sel- sel kumulus yang intak (grade 1) dan dimaturasi
dengan penambahan FCS akan menyebabkan kualitas maturasi yang lebih baik
dibanding dengan oosit yang hanya memiliki sebagian sel-sel kumulus (grade
2) atau tanpa penambahan FCS pada medium maturasinya. Hal ini berkaitan
28
dengan fungsi FCS yang dapat menyediakan protein bagi oosit selama proses
penelitian.
dalam kelompok kontrol dan perlakuan. Oosit pada kelompok perlakuan mem-
punyai kualitas oosit matur lebih baik yang ditandai dengan struktur sel-sel
kumulus dan nukleus yang lebih proporsional dibandingkan dengan oosit matur
pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan oleh komponen FCS yang tidak
terdapat pada kelompok kontrol. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Lorenzo
et al. (1994) bahwa besarnya pengaruh FCS yang ditambahkan dalam medium
maturasi in vitro pada kelompok oosit yang memiliki COCs, berkaitan dengan
peran FCS yang sangat dibutuhkan oleh FSH yang membuat terjadinya
oosit yang memiliki sel- sel kumulus sebagian. Hal ini disebabkan selain fungsi
FCS yang menginaktifkan radikal bebas dan logam berat selama kondisi kultur
yang melibatkan komunikasi intraseluler oosit dan sel somatis selama proses
matuasi oosit. Sama halnya dengan FCS yag dapat meningkatkan angka
29
maturasi (Koo et al.,1997). Oosit dengan sel-sel cumulus intak menyediakan
factor esensial selama proses maturasi, menaga oosit dan berperan selama
oosit sel cumulus intak dapat menurunkan penetrasi spermatozoa pada saat
matur dengan sel-sel cumulus intak sangat berpotensi untuk fertilisasi saat
inseminasi namun rendah fertilitasnya. Kualitas oosit yang tidak bagis seperti
(Widayati, 1998). Selain itu oosit yang memiliki sel-sel cumulus intak atau
vitro maturasi dan menyelamatkan oosit dari degradasi (Adiva, 2010). Oosit sel
cumulus sebagian akan menyebabkan mautrasi yang kurang sempurna. Hal ini
(germinal vesicle) yang ditandai oleh pemekaran sel sel cumulus dan
terputusnya membrane.
BAB V
PENUTUP
30
5.1 Kesimpulan
bahwa suplementasi fetal calf serum (FCS) dalam media maturasi dapat
5.2 Saran
Proses maturasi oosit secara in vitro dengan menggunakan FCS 10% dan
dan kultur embrio in vitro dengan kadar FCS 10% dan menggunakan
DAFTAR PUSTAKA
31
Alm, H., H. Torner, B. Lohrke, T. Viergutz, I. M. Ghoneim and W. Kanitz.
2005. Bovine blastocyst development rate in vitro is influence by selection
of oocytes by brilliant cresyl blue staining before IVM as indicator for
glucose-6-phosphate dehydrogenase activity. Theriogenology 63: 194-
205.
Koo, D. B., N. H. Kim, H. T. Lee and K. S. Chung. 1997. Effects of fetal calf
serum, amino acids, vitamins and insulin and blastocoel formation on
hatching of in vivo and IVM/IVF-derived porcine embrio developing in
vitro. Theriogenology 48: 791-802.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC
Jerome F. Strauss III, Robert Barbieri. 2014. Yen & Jaffe’s Reproductive
Endocrinology Physiology, Pathophysiology, and Clinical Management.
Philadelpia: Elsevier.
https://www.reproductivefacts.org/news-and-publications/patient-fact-sheets-
and-booklets/documents/fact-sheets-and-info-booklets/what-is-in-vitro-
maturation-ivm/ akses 19 okt 2018
32