You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN CONGESTIVE HEART FAILURE


(CHF)

A. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi yang
dibutuhkan oleh jaringan (Smeltzert & Bare, 2013).
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari ungsi struktural
jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai
dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian
normal atau adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc Murray et al., 2012).

B. Etiologi
Menurut Alldredge et al. (2013), penyebab CHF terdiri atas :
1. Output rendah, disfungsi sistolik (dilatasi kardiomipati) dapat disebabkan
iskemik koroner, Infark miokard, regurgitasi, konsumsi alkohol, kekurangan
gizi, kekurangan kalsium dan kalium, induksi obat, 8 idiopatik. Juga dapat
disebabkan hipertensi, stenosis aorta dan volume overload.
2. Disfungsi diastolik dapat disebabkan iskemik koroner, infark miokard,
hipertensi, stenosis aorta dan regurgitasi, perikarditis, pembesaran septum
ventrikel kiri.
3. High-output failure disebabkan oleh anemia dan hipertiroid.

C. Insiden
Angka kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar
tetapi tetap stabil selama beberapa dekade terakhir yaitu >650.000 pada kasus baru
setiap tahunnya. Meskipun angka bertahan hidup telah mengalami peningkatan,
sekitar 50% pasien gagal jantung dalam waktu 5 tahun memiliki angka kematian
yang mutlak (Yancy et al., 2013).

D. Faktor Resiko
1. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada LV,
infark miokard, obesitas, diabetes.
2. Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal ronik,
albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.
3. Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.
4. Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.
5. Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin,
siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine kinase
inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.
6. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga. (Ford et al., 2015)

E. Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi dari
gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut :
1. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi
belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya
tanda dan gejala (symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa
gagal jantung stage A umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit
jantung koroner, diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada
jantungnya (cardiotoxins).
2. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya
kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala
dari gagal jantung tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien
dengan infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit
valvular asimptomatik.
3. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung
bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan.
Gejala yang timbul dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan
aktivitas berat.
4. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan ataupun
intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan istirahat,
serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat

The New York Heart Association (Yancy et al., 2013) mengklasifikasikan gagal
jantung dalam empat kelas, meliputi :
1. Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak
menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
2. Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild CHF).
3. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu
menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
4. Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun,
bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat (severe
CHF).
F. Patofisiologi

G. Tanda dan Gejala


Menurut NHFA (2011) gejala Congestive Heart Failure (CHF) sebagai berikut :
1. Sesak nafas saat beraktifitas muncul pada sebagian besar pasien, awalnya sesak
dengan aktifitas berat, tetapi kemudian berkembang pada tingkat berjalan dan
akhirnya saat istirahat.
2. Ortopnea, pasien menopang diri dengan sejumlah bantal untuk tidur. Hal ini
menunjukkan bahwa gejala lebih cenderung disebabkan oleh Congestive Heart
Failure (CHF), tetapi terjadi pada tahap berikutnya.
3. Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) juga menunjukkan bahwa gejala lebih
cenderung disebabkan oleh Congestive Heart Failure (CHF), tetapi sebagian
besar pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) tidak memiliki PND.
4. Batuk kering dapat terjadi, terutama pada malam hari. Pasien mendapatkan
kesalahan terapi untuk asma, bronkitis atau batuk yang diinduksi ACEi.
5. Kelelahan dan kelemahan mungkin jelas terlihat, tetapi umum pada kondisi
yang lain.
6. Pusing atau palpitasi dapat menginduksi aritmia.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang antara lain:
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukkan adanya aneurisme ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas. (Udjianti, 2010).

I. Penatalaksanaan Medis
Dasar penatalaksanaan pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) adalah:
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan bahan
farmakologis.
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet
dan istirahat (Mansjoer, 2010).

Penatalaksanaan pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) antara lain:


1. Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti:
diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi
stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
2. Terapi farmakologi
a. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala
volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga
menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
b. Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
Obat inotropik Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
c. Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.
d. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah
vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena.
e. Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyebabkan peningkatan curah jantung.

J. Komplikasi
Komplikasi Congestive Heart Failure (CHF) antara lain:
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam
atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik
tinggi, terutama pada Congestive Heart Failure (CHF) berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada Congestive Heart Failure (CHF)
yang bisa menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan
dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi,
amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai
peranan.

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Pengkajian Primer
1) Airways
Sumbatan atau penumpukan sekret, wheezing atau krekles
2) Breathing
Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat, RR lebih dari 24 kali/menit,
irama ireguler dangkal, ronchi, krekles, ekspansi dada tidak penuh ,
penggunaan otot bantu nafas
3) Circulation
Nadi lemah , tidak teratur, takikardi, TD meningkat / menurun , edema,
akral dingin, kulit pucat, sianosis, output urine menurun
c. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat atau aktifitas.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya letargi, tanda-tanda
vital berubah pada aktivitas.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : TD : mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan nadi :
mungkin sempit, menunjukan penurunan volume sekuncup, irama
jantung : disritmia, misal fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel
prematur/takikardia, blok jantung, frekuensi jantung : takikardia, nadi
apikal : PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke
kiri, bunyi jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah, murmur sistolik dan diastolik dapat
menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi, nadi : nadi perifer
berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi nadi
sentral mungkin kuat, misal nadi jugularis, karotis, abdominal terlihat,
warna : kebiruan, pucat, atau sianotik, punggung kuku pucat atau
sianotik dengan pengisian kapiler lambat, hepar : pembesaran/dapat
teraba, refleks hepatojugularis, bunyi napas : krekels, ronkhi, edema
mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas.
3) Integritas Ego
Gejala : Ansietas, khawatir dan takut, stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis).
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
4) Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam
hari (nokturia), diare/konstipasi.
Tanda : Abdomen keras, asites.
5) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuretik.
Tanda : Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
6) Hygiene
Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan
diri.
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7) Neurosensori
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah
tersinggung.
8) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan
atas, sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri),
perilaku melindungi diri.
9) Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan bantal,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen.
Tanda: Pernapasan : takipnea, napas dangkal, penggunaan otot
aksesori pernapasan, batuk : kering/nyaring/non produktif atau mungkin
batuk terus menerus dengan/tanpa pembentukan sputum, sputum :
mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal), bunyi
napas : mungkin tidak terdengar, fungsi mental : mungkin menurun,
kegelisahan, letargi, warna kulit : pucat atau sianosis.
10) Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus
otot, kulit lecet
Tanda : Kehilangan keseimbangan.
11) Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
Tanda : Tidak mau bergaul, mengurung diri di rumah.
12) Pembelajaran/pengajaran
Gejala : Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya:
penyekat saluran kalsium.
Tanda: Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis otot
jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi
sekuncup
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan berkurangnya curah jantung,
retensi cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan
hipertensi pulmonal
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
4) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
NO Rsional
Keperawatan Hasil Keperawatan
1 Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Auskultasi nadi apikal, 1. biasanya terjadi takikardi
jantung tindakan keperawatan kaji frekuensi dan (meskipun pada saat
berhubungan selama...diharapkan irama jantung istirahat) untuk
dengan respon penurunan curah 2. Catat bunyi jantung. mengkompensasi penurunan
fisiologis otot jantung tidak terjadi 3. Palpasi nadi perifer kontraktilitas ventrikel
jantung, Kriteria hasil: 4. Pantau tekanan darah 2. S1 dan S2 mungkin lemah
peningkatan Tanda vital dalam batas 5. Kaji kulit terhadap karena menurunnya kerja
frekuensi, dilatasi, yang dapat diterima pucat dan sianosis pompa. Irama Gallop umum
hipertrofi atau (disritmia terkontrol 6. Berikan oksigen (S3 dan S4) dihasilkan
peningkatan isi atau hilang) dan bebas tambahan dengan sebagai aliran darah ke
sekuncup gejala gagal kanula nasal/masker serambi yang distensi.
jantung, melaporkan dan obat sesuai Murmur dapat menunjukkan
penurunan episode indikasi (kolaborasi). inkompetensi/ stenosis
dispnea, angina, ikut 7. Berikan obat sesuai katup.
serta dalam aktivitas indikasi : diuretik, 3. penurunan curah jantung
yang mengurangi beban vasodilator, dapat menunjukkan
kerja jantung. antikoagulan. menurunnya nadi radial,
8. Pemberian cairan IV. popliteal, dorsalis, pedis dan
9. Pantau seri EKG dan posttibial.
perubahan foto dada 4. pada GJK dini, sedang atau
10. Pantau pemeriksaan kronis tekanan darah dapat
laboratorium, contoh meningkat. Pada CHF lanjut
BUN, kreatinin tubuh tidak mampu lagi
. mengkompensasi dan
hipotensi tidak dapat normal
lagi.
5. pucat menunjukkan
menurunnya perfusi perifer
sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung,
vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi
sebagai refraktori GJK.
6. meningkatkan sediaan
oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia.
7. untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
8. karena adanya peningkatan
tekanan ventrikel kiri, pasien
tidak dapat mentoleransi
peningkatan volume cairan
(preload). Pasien GJK juga
mengeluarkan sedikit
natrium yang menyebabkan
retensi cairan dan
meningkatkan kerja
miokard.
9. depresi segmen ST dan
datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan
kebutuhan oksigen miokard,
meskipun tak ada penyakit
arteri koroner. Foto dada
dapat menunjukan
pembesaran jantung.
10. peningkatan
BUN/Kreatinin
menunjukan
hipoperfusi/gagal ginjal.

2 Kelebihan volume Setelah dilakukan 1. Pantau pengeluaran 1. pengeluaran urine mungkin


cairan tindakan keperawatan urine, catat jumlah sedikit dan pekat karena
berhubungan selama...diharapkan dan warna saat hari penurunan perfusi ginjal.
dengan kelebihan volume cairan dimana diuresis Posisi terlentang membantu
berkurangnya tidak terjadi terjadi. diuresis sehingga
curah jantung, Kriteria hasil: 2. Pantau/hitung pengeluaran urine dapat
retensi cairan dan Klien akan keseimbangan ditingkatkan selama tirah
natrium oleh mendemonstrasikan pemasukan dan baring.
ginjal, hipoperfusi volume cairan stabil pengeluaran selama 2. terapi diuretik dapat
ke jaringan perifer dengan keseimbangan 24 jam. disebabkan oleh kehilangan
dan hipertensi masukan dan 3. Pertahakan duduk atau cairan tiba-tiba/berlebihan
pulmonal pengeluaran, bunyi tirah baring dengan (hipovolemia) meskipun
nafas bersih/jelas, tanda posisi semifowler edema/asites masih ada.
vital dalam rentang selama fase akut. 3. posisi tersebut
yang dapat diterima, 4. Pantau TD dan CVP meningkatkan filtrasi ginjal
berat badan stabil dan (bila ada). dan menurunkan produksi
tidak ada edema, 5. Kolaborasi dengan ADH sehingga
menyatakan pemberian obat sesuai meningkatkan diuresis
pemahaman tentang indikasi: diuretik, 4. hipertensi dan peningkatan
pembatasan cairan tiazid. CVP menunjukkan
individual. 6. Kolaborasi dengan kelebihan cairan dan dapat
ahli gizi tentang menunjukkan terjadinya
pemberian diet peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.
5. diuretik meningkatkan laju
aliran urine dan dapat
menghambat reabsorpsi
natrium/klorida pada
tubulus ginjal. Tiazid
meningkatkan diuresis tanpa
kehilangan kalium
berlebihan.
6. perlu memberikan diet yang
dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.
3 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Periksa tanda vital 1. hipotensi ortostatik dapat
aktivitas tindakan keperawatan sebelum dan segera terjadi dengan aktivitas
berhubungan selama...diharapkan setelah aktivitas, karena efek obat
dengan masalah keperawatan khususnya bila klien (vasodilasi), perpindahan
ketidakseimbangan dapat teratasi menggunakan cairan (diuretik) atau
antar suplai Kriteria hasil: vasodilator, diuretik pengaruh fungsi jantung.
oksigen, Berpartisipasi pada dan penyekat beta. 2. penurunan/ketidakmampuan
kelemahan umum, aktivitas yang di 2. Catat respons miokardium untuk
tirah baring inginkan, memenuhi kardiopulmonal meningkatkan volume
lama/immobilisasi. perawatan diri sendiri, terhadap aktivitas, sekuncup selama aktivitas
mencapai peningkatan catat takikardi, dapat menyebabkan
toleransi aktivitas yang disritmia, dispnea peningkatan segera
dapat diukur, dibuktikan berkeringat dan pucat. frekuensi jantung dan
oleh menurunnya 3. Evaluasi peningkatan kebutuhan oksigen juga
kelemahan dan intoleran aktivitas. peningkatan kelelahan dan
kelelahan 4. Kolaborasi program kelemahan.
rehabilitasi 3. dapat menunjukkan
jantung/aktivitas peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan
aktivitas.
4. peningkatan bertahap pada
aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila fungsi
jantung tidak dapat
membaik kembali.

4 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pantau bunyi nafas, 1. menyatakan adanya


gangguan tindakan keperawatan catat krekles. kongesti paru/pengumpulan
pertukaran gas selama...diharapkan 2. Dorong perubahan secret menunjukkan
berhubungan masalah keperawatan posisi. kebutuhan untuk intervensi
dengan perubahan dapat teratasi 3. Kolaborasi dalam lanjut.
membran kapiler- Kriteria hasil: Pantau/gambarkan seri 2. membantu mencegah
alveolus. Klien akan AGD, nadi oksimetri. atelektasis dan pneumonia.
mendemonstrasikan 4. Berikan obat/oksigen 3. hipoksemia dapat terjadi
ventilasi dan tambahan sesuai berat selama oedem paru.
oksigenisasi adekuat indikasi 4. meningkatkan konsentrasi
pada jaringan oksigen alveolar, yang dapat
ditunjukkan oleh memperbaiki/ menurunkan
oksimetri dalam rentang hipoksemia jaringan.
normal dan bebas gejala
distress pernapasan,
berpartisipasi dalam
program pengobatan
dalam batas
kemampuan/situasi.
4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
keperawatan mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan berdasarkan hasil keputusan bersama
dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi
keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan intervensi keperawatan
yang telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan
keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi yang
digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut juga
evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan
terus menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi
keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.
DAFTAR PUSTAKA

Aldredge., et al. 2013. Koda-Kimble & Youngs: Applied Theurapeutics The clincal Use
of Drugs. USA: Philadelphia

Doengoes. M.E. 2010. Nursing Care Plans Guidelines for Planing and Documenting
Patient Care. Jakarta: EGC

Ford., et al. 2015. Top ten risk factor of morbidity and mortality in patients with chronic
systolic heart failure and elevate heart rate. IJC

Mansjoer Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

McMurray et al. 2012. ESC Guidelines for the diagnosis an treatmentof acute dan
cronic heart failure. European Heart Journal

National Heart Foundation of Australia. 2011. Guideline for the Prevention, Detection
and Management of Chronic Heart Failure. NHFA Guideline.

Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Medikal Bedah Bruner & Suddarth edisi 8. Jakarta:
EGC.

Yancy., et al. 2013. Management of Heart Failure: A Report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines.

You might also like