You are on page 1of 16

69

Aliansi Jaringan dalam Proses Komunikasi Politik


Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Perempuan

Umaimah Wahid
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta
Jl. Ciledug Raya Petukangan Utara 12260 telp. 021 5853753 fax. 021 7371164
email : nyakmah@yahoo.com

Abstract

This research is primarily based on critical paradigm with Gramscian model analysis,
theories and concepts of political communication regarding quality of political communication,
mass media, and based on Antonio Gramsci’s hegemony theory of organizational network alli-
ance, hegemony-counter hegemony, radical feminist, and the mass media with the basis of re-
gional autonomy. This research purpose to analysis the capacity of female in political communi-
cation in West Java and Banten Province parliamentary is properly performed among female as
individuals, however, it is found that averages of female members in parliament is away from
ideal. This situation that shows the lack of political experiences and knowledge among female
political representative members implies the predicament of political party in boosting its fe-
male members as political and party cadres. This limitation has consequences to the ongoing
political communication, patriarchal culture influences, and it shows a reluctant political party
in encouraging of female forces. They have problems with the high cost of media publications.
In relation with the role of media, it does not mean that the media can be fully counted on of
counter hegemony movement. This situation is fundamentally crucial to women as it needs
serious concerns to keep struggling for a substantial change.

Abstrak

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dengan model analisis Gramscian, teori dan konsep
komunikasi politik tentang kualitas komunikasi politik, media massa, dan berdasarkan teori hegemoni
Antonio Gramsci atas aliansi jaringan organisasi, hegemoni-counter hegemoni, feminis radikal, dan
media massa dengan dasar otonomi daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis kapasitas perempuan
dalam komunikasi politik parlemen di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Ditemukan bahwa rata-rata
dari anggota perempuan di parlemen jauh dari ideal. Situasi menunjukkan kurangnya pengalaman politik,
kaderisasi, dan pengetahuan di antara perempuan anggota parlemen. Keterbatasan ini memiliki
konsekuensi terhadap komunikasi politik yang sedang berlangsung karena pengaruh budaya patriarki,
dan hal itu menunjukkan keengganan partai politik dalam memberdayakan perempuan. Mereka memiliki
masalah dengan tingginya biaya publikasi media. Di sisi lain, media tidak sepenuhnya melakukan gerakan
counter hegemoni. Situasi ini secara fundamental krusial bagi perempuan karena tingginya kebutuhan
untuk melakukan perubahan besar.

Kata kunci : jaringan aliansi, komunikasi politik dan perempuan, parlemen


70 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 69-84

Pendahuluan lam masyarakat dengan cara mengeluarkan ke-


bijakan yang menyangkut pemberdayaan pe-
Jaringan kerjasama sangat diperlukan oleh rempuan.
kaum perempuan dalam perjuangan menjadi politisi Perempuan menurut konsep Antonio
dan anggota legislatif (parlemen). Kerjasama Gramsci adalah masyarakat sipil yang tidak mung-
dengan berbagai pihak dipandang akan lebih kin melakukan perjuangan hanya oleh salah satu
memudahkan kaum perempuan aktif di politik. kelompok perempuan semata, akan tetapi, per-
Kerjasama tersebut juga dibutuhkan dalam per- juangan mendobrak hegemoni laki-laki di politik
juangan perempuan berkaitan dengan penerapan sangat baik jika dilakukan secara bersama-sama.
otonomi daerah di mana satu sisi penerapan oto- Pendobrakan terhadap kekuatan dominan laki-laki
nomi daerah membuka kesempatan lebih besar dalam wilayah politik merupakan perjuangan yang
kepada perempuan untuk aktif dan terlibat dalam dilakukan secara bersama-sama, yang kemudian
politik. Di sisi lain kesempatan yang besar tersebut mampu menciptakan kekuatan masyarakat sipil.
tetap tidak terlalu signifikan hasilnya bagi kuantitas Kekuatan masyarakat sipil yang terdiri atas
keterwakilan perempuan di panggung politik dan berbagai elemen masyarakat inilah yang mampu
sebagai anggota parlemen disebabkan kualitas dan memunculkan ketentuan kuota 30 persen dalam
pengalaman politik perempuan yang masih minim. undang-undang (UU) Parpol Tahun 2008. Keku-
Penerapan otonomi daerah, sejak tahun atan bersama terhadap isu perjuangan sebagai
1999 belum membawa hasil yang positif bagi kekuatan bersama kelompok perempuan yang
pengembangan daerah, termasuk di dalamnya selama ini terpinggirkan dari dunia politik yang
pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pe- dikuasai oleh politisi laki-laki. Hal tersebut menjadi
rempuan sebagai salah satu stakeholders dalam alasan kuat, bahwa aliansi jaringan organisasi
pembangunan daerah, justru dalam pelaksanaan- perempuan dan organisasi lainnya yang memiliki
nya membawa dampak terhadap kaum perempuan ‘ruh’ perjuangan yang sama yaitu melakukan
itu sendiri. Setidaknya ada tiga catatan yang perlu perjuangan untuk meningkatkan kesadaran dan
kita cermati. Pertama, kecenderungan menguat- keterwakilan perempuan di politik, wilayah publik,
nya politik identitas, politisasi agama, dan revi- khususnya di parlemen.
talisasi adat yang bernuansa pembatasan terhadap Alasan lainnya adalah budaya patriarki
peran publik perempuan. Kedua, otonomi daerah yang sangat merugikan kaum perempuan. Sistem
tidak serta-merta meningkatkan kesejahteraan budaya patriarki adalah sistem yang memiliki nilai-
masyarakat. Ketiga, partisipasi perempuan dalam nilai dominan berpihak kepada kaum laki-laki.
pembuatan kebijakan masih minim, keterwakilan Sistem patriarki semakin kuat berakar, meng-
perempuan dalam institusi pengambilan keputusan hegemoni, dan seakan memiliki legalitas kebenaran
turun signifikan, dan kepemimpinan perempuan ketika negara sebagai struktur dominan dalam
sebagai pemimpinan daerah di tingkat lokal jum- masyarakat; ikut memelihara dan melakukan pem-
lahnya nyaris tidak ada. (Kompas, Swara, Sabtu biasan terhadap nilai-nilai yang terjadi dan meru-
29 Juli 2006). gikan kaum perempuan. Sistem patriarki yang
Poin ketiga di atas menjadi sangat penting, mendukung dominasi dan memandang bahwa laki-
karena dengan partisipasi perempuan dalam laki dengan maskulinitasnya sebagai kekuatan yang
pengambilan keputusan akan sangat menentukan lebih dari kaum perempuan, yang pandangan
bagi pemberdayaan perempuan itu sendiri. Keter- tersebut memberi implikasi terhadap semua sektor
libatan perempuan dalam pengambilan keputusan kehidupan berdasarkan relasi antara perempuan
dapat dicapai, salah satunya adalah dengan ma- dan laki-laki. Semua itu, alasan demokrasi menjadi
suknya perempuan ke institusi politik, yakni partai alasan yang melandasi perjuangan affirmative
politik (Parpol) yang kemudian dapat mengan- action, kuota 30 persen.
tarkan perempuan masuk ke institusi legislatif Fenomena ini kemudian diiringi dengan
(parlemen). Keterlibatan perempuan dalam badan berbondong-bondongnya para artis maupun
legislatif tersebut, akan memberikan warna dan selebritas perempuan yang mencoba peruntungan
bargaining positions bagi posisi perempuan da- di ranah politik. Beberapa memang terbukti
Wahid, Aliansi Jaringan dalam Proses Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat... 71

mampu menunjukkan kualitasnya, namun sele- penelitian. Anggota DPRD perempuan kedua
bihnya banyak yang tidak memiliki latar belakang provinsi mempunyai karakteristik tersendiri
politik maupun pendidikan yang meyakinkan untuk disebabkan kedua provinsi tersebut sebelumnya
maju sebagai kandidat anggota parlemen. Maka bergabung dalam provinsi Jawa Barat. Di sisi lain
tak heran partai besar seperti Golkar, PDI-P, PKB, perempuan Jawa Barat mempunyai karakteristik
PAN, Demokrat, dan PPP cukup mampu meman- yang berbeda dengan karakteristik perempuan
faatkan kondisi ini untuk memenuhi ketentuan Banten. Sebagaimana disampaikan oleh Kusnaka,
kuota 30 persen dibanding partai gurem lainnya, Dosen Antropologi Komunikasi Program Doktor
di samping memanfaatkan popularitas mereka Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung
untuk mendulang suara pemilih di tengah per- (2010) pada penulis, bahwa perempuan Jawa
saingan yang ketat. Dan sialnya strategi yang Barat jika dilihat dari karakteristik sosial budaya
digunakan pun bukan lagi menggunakan individu merupakan individu yang memilih tidak berkonflik
yang telah dikenal oleh masyarakat, namun kian dengan pihak lain dibandingkan lebih menuruti
mendekati “pasar” sehingga siapa saja yang ‘mau’ aturan keluarga, suami dan nilai-nilai sosial serta
mencalon diri menjadi kandidat partai dalam rangka cenderung memilih peran-peran sosial diban-
memenuhi tuntutan UU Pemilu. Sebagian besar dingkan peran politik. Sedangkan perempuan
para kandidat instan ini sudah barang tentu tanpa Banten cenderung lebih berani, terbuka dan apa
melewati proses kaderisasi di Parpol maupun adanya dalam menyatakan pendapat di muka
kiprah yang dapat dipertanggungjawabkan di umum. Perempuan Banten karenanya dapat lebih
tengah masyarakat. Sehingga sangatlah wajar jika menerima peran di wilayah publik dan lingkungan
kemunculan kandidat instan dari kalangan sosial termasuk di wilayah politik.
selebritas cenderung terkesan tidak memiliki Dalam kaitannya dengan keberadaan me-
konsep atau platform yang jelas yang mereka dia, media massa dengan segenap perangkatnya
usung sebagai bargaining politik dengan rakyat, juga memiliki kepentingan dan ideologi sendiri.
melainkan transaksi elit politik semata. Dalam Konsep Gramcsi, media massa diinter-
Dilihat dari kondisi tersebut, maka pretasikan sebagai instrumen untuk meyebar-
perempuan dalam tataran kebijakan, dapat luaskan dan memperkuat hegemoni dominan, akan
dikatakan telah berhasil melawan tirani yang tetapi media sekaligus dapat juga digunakan untuk
selama ini secara struktural dan kultural telah menyebarluaskan dan memperkuat ide-ide dan
sangat memarjinalkan kaum perempuan dalam gerakan counter hegemoni (Stillo, 1999:10). Da-
politik. Namun dalam taraf yang substansial, lam realitas ideologi kapitalisme, hegemoni dan
masalah di level subjektivitas individu maupun dominasi laki-laki juga berlangsung di media. Me-
komunal pada dasarnya belumlah terbongkar atau dia tidak mungkin melepaskan diri dari kepen-
terselesaikan. Bahkan di tataran ideal dari tingan-kepentingan institusi pengelola media itu
perjuangan dasar perempuan itu sendiri, sistem sendiri. Akibat kecenderungan media dikelola
yang ada dapat saja memperkuat peran dominasi sebagai industri adalah munculnya kapitalisme
ekonomi terhadap proses penentuan calon legislatif media. Kondisi tersebut diperkuat oleh cara ber-
(caleg), yang sejak awal justru merupakan salah pikir pengelola media yang dibentuk oleh pema-
satu bagian yang mereka lawan sehingga memun- haman budaya patriarki mengakibatkan tayangan-
culkan perjuangan kuota 30 persen keterwakilan tayangan mengenai perempuan hanya teks
perempuan di parlemen. seputar rumah tangga dan busana. Hal ini terjadi
Dalam konteks perjuangan perempuan bukan hanya pada tayangan yang besifat hiburan
berkaitan dengan ketentuan kuota 30 persen tapi juga pada tayangan berita yang semestinya
keterwakilan perempuan dan dihubungakan lebih netral. Gambaran atau prototipe perempuan
dengan kebijakan otonomi daerah serta kemam- pada umumnya lebih kepada apa yang disukai dan
puan komunikasi politik, maka peneliti memilih laku dijual (marketable) oleh media massa yang
perempuan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat lalu memengaruhi tulisan dan persepsi tentang
dan Provinsi Banten sebagai objek kajian atau perempuan dan aktivitas mereka di politik.
72 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 69-84

Media massa merupakan salah satu pe- Apakah kebijakan otonomi daerah berdasarkan
rangkat di antara beberapa perangkat komunikasi UU Otonomi Daerah tahun 2003 memberi ruang
politik lainnya menurut Brian McNair (1997), di yang lebih luas bagi pengembangan kaum
samping perangkat-perangkat lainnya seperti perempuan sebagai masyarakat sipil dan apakah
Parpol, pressure group dan warga negara atau kebijakan itu sesuai dalam upaya peningkatan
masyarakat. Semua komponen tersebut sangat keterwakilan perempuan di parlemen dalam
diperlukan dalam perjuangan kaum perempuan pelaksanaan otonomi daerah di Provinsi Jawa
aktif di politik. Media yang menjadikan perhelatan Barat dan Banten? (3) Bagaimana kualitas
politik menjadi gegap gempita, yang membuat komunikasi politik caleg perempuan dalam pemilu
peristiwa politik, baik kandidat, proses kampanye, legeslatif Daerah Pemilihan (DAPIL) Provinsi
dan propaganda simbol politik diketahui dengan Jawa Barat dan Banten? (4) Bagaimana posisi me-
sangat terbuka oleh masyarakat. Masyarakat de- dia massa dalam proses perjuangan keterwakilan
ngan sangat mudah dapat mengetahui siapa kan- perempuan di parlemen dan karakteristik media
didat Pemilu yang diusung Parpol. seperti apa yang sesuai bagi perjuangan kaum
Atas dasar beragam pandangan tersebut perempuan? (5) Bagaimana dukungan partai politik
di atas, maka ketentuan affirmative action, kuota di Provinsi Jawa Barat dan Banten terhadap
30 persen dapat dipahami sebagai kebijakan yang kebijakan ketentuan kuota 30 persen? (6) Apakah
penting dalam mendorong keterwakilan perem- perjuangan perempuan berkaitan dengan ke-
puan di legislatif. Namun kuota 30 persen yang tentuan kuota dan otonomi daerah memiliki ide-
telah dicanangkan dan memiliki kekuatan ologi yang menggerakkan dan menyatukan sebagai
‘memaksa’ Parpol untuk mencantumkan 30 persen gerakan counter hegemoni perempuan sebagai
atau lebih caleg perempuan dinilai beberapa ka- masyarakat sipil?
langan berbenturan dengan tuntutan terhadap Signifikansi akademis penelitian ini adalah
kualitas caleg perempuan yang selama ini banyak mampu mengungkap landasan pemikiran kritis
diperdebatkan. Perdebatan tersebut secara yaitu pemikiran Antonio Gramsci tentang
rasional muncul karena alasan filosofis affirma- hegemoni-conter hegemoni, ideologi, yang dapat
tive action, kuota 30 persen, telah memaksa Par- menjelaskan interaksi dinamis antara keberadaan
pol untuk memenuhi kuota yang diharuskan dapat dan sekaligus kekuatan aliansi organisasi perem-
mengikuti Pemilu, sehingga proses penyaringan puan, subjektivitas otonomi perempuan, media
terhadap caleg perempuan menjadi dinomor- massa sebagai masyarakat sipil dengan pemerintah
duakan. Di sisi lain perubahan dinamika masya- daerah dalam konsep otonomi daerah dalam
rakat yang terjadi sekarang ini telah menciptakan rangka pengembangan dan dukungan kebijakan
ruang publik yang dianggap cukup bagi perem- affirmative action, kuota 30 persen keterwakilan
puan untuk berkiprah di ranah publik atau politik perempuan dan anggota Parlemen 2009–2014
tanpa terkendala oleh sebuah sistem. Hal itu DPRD Provinsi Jawa Barat dan DPRD Provinsi
memunculkan kesan affirmative action kuota 30 Banten. Signifikansi akademis lainnya adalah
persen bagi kaum perempuan tidak lagi diper- pengkayaan pemahaman teori kelompok kritikal
lukan. Menarik dicermati banyaknya perempuan yang selama ini masih sangat jarang menggunakan
berkualitas yang tidak dapat bermain di ranah analisis Gramscian dalam kajian komunikasi di
politik karena alasan mereka sebagai PNS ataupun Indonesia sebagai alternatif pendekatan yang
jabatan lainnya, sehingga kesempatan bagi Parpol menurut penulis justru akan mampu menjelaskan
untuk merekrut kader perempuan terbaik menjadi lebih mendalam dan subtansial ketika menelaah
semakin terbatas. masalah-masalah komunikasi, politik, dan sosial
Berdasarkan dasar permasalahan di atas, budaya.
maka fokus penelitian ini adalah (1) Bagaimana Pada tataran praktis penelitian ini berman-
aliansi jaringan organisai berperan dalam proses faat bagi (1) Perempuan sebagai sebagai masya-
perjuangan perempuan menjadii anggota DPRD rakat sipil dan anggota DPR atau DPRD dalam
Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten? (2) memahami pentingnya aliansi jaringan organisasi
Wahid, Aliansi Jaringan dalam Proses Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat... 73

dalam proses dan aktivitas politik yang dilakukan; takan bahwa tesis-tesis Gramcsi memiliki kaitan
(2) Parpol sebagai organisasi formal yang sangat dengan tradisi Marxist (Mouffe, 1979:2).
menentukan kebijakan politik kaum perempuan Teori dan konsep-konsep yang diper-
untuk lebih memiliki konsep, program dan tindakan gunakan dalam penelitian ini berkaitan kebijakan
nyata terhadap pengembangan dan kaderisasi atau Undang-undang Otonomi Daerah 2003
partai; (3) Media massa yang merupakan me- bertujuan untuk mengubah hubungan antara
dium transformasi seharusnya lebih mempunyai pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
tanggung jawab sosial dari pada hanya keber- Pemerintahan pusat yang menjadi ordinat selama
pihakan pada sistem kapitalisme (4) Perempuan, ini dengan sistem sentralisasi menjadi pusat
organisasi perempuan dan lain-lain sebagai ma- kekuasaan dan kewenangan, sehingga banyak
syarakat sipil. kepentingan daerah dipahami dan ditentukan oleh
Hasil penelitian ini memberi konstribusi pemerintahan pusat. Sistem hubungan sentralisasi
bagi pengembanganIilmu Komunikasi khususnya telah mengakibatkan otoritas yang berlebihan dan
dalam bidnag komunikasi politik berkaitan realitas cenderung memunculkan otokrasi di pemerintahan
media yang belum dapat menjadi pendukung da- pusat, artinya pemerintah daerah hampir tidak
lam perjuangan kaum perempuan dalam politik. memiliki kewenangan untuk memikirkan apa yang
Padahal media merupakan alat propaganda yang paling baik untuk daerahnya, namun yang berhak
paling ampuh dalam politik dan perjuangan isu-isu memilirkannya adalah pemerintahan pusat. Sistem
perempuan di dalamnya. Kajian ini sekaligus dapat ini yang kemudian dipercaya telah membunuh
menjadi alternatif pemahaman mengenai realitas kreativitas dan daya juang daerah tenggelam dalam
perempuan sebagai civil society (masyarakat sipil) kewenangan pemerintahan pusat. Beragam alasan
dengan konsep-konsep politik Antonio Gramsci. inilah yang kemudian melahirkan UU Otonomi
Paradigma yang dipakai dalam penelitian Daerah No. 32 Tahun 2003.
ini adalah “paradigma kritis” atau critical theory, Teori lainnya adalah komunikasi politik.
yaitu paradigma yang bercirikan ideologically Everett Roger dalam bukunya Communication
oriented inquiry seperti pendekatan neo-Marx- Yearbook (2001:87), serta Alan M. Rubin dan
ism, materialism, feminism, participatory in- paul M. Haridakis dalam Mass Media Commu-
quiry dan beragam teori lainnya yang termasuk nication Research at The Down of 21st Cen-
teori kritis (Guba, 1990:23). Paradigma kritis tury, menyatakan bahwa hubungan antara media
adalah paradigma yang sangat menaruh perhatian dengan sistem politik merupakan hal yang integral
terhadap upaya pembongkaran aspek-aspek yang dalam sejarah, pengembangan dan operasional
tersembunyi di balik realitas yang tampak guna media. Artinya politik tidak mungkin lepas dari
dilakukan sebuah kritik dan perubahan (critiqeu media massa, juga sebaliknya. Dengan kata lain
and transformation) terhadap struktur sosial dapat dikatakan bahwa peristiwa politik semakin
(Guba and Lincoln, 1994:109). Asumsi-asumsi gegap gempita dikarenakan keterlibatan media
teori kritis terkandung pada pemikiran Antonio massa yang sudah tidak mungkin dihindari.
Gramsci yang dipergunakan penulis, untuk melihat, Medialah yang menghantarkan secara gamblang
mengkritisi, dan sekaligus menjelaskan fenomena dan terbuka kepada masyarakat setiap hari dengan
yang terjadi. Hal ini sebagaimana juga dijelaskan sangat cepat beragam aktivis politik, kandidat
Chantal Mouffe (1979:9) yang menyatakan bahwa politik dan anggota parlemen perempuan.
analisis Gramscian membahas persoalan-persoalan Komunikasi politik adalah suatu kemestian
mengenai kelas pekerja (working class), super- bagi anggota DPRD atau politisi perempuan dalam
structure, civil society, collective will, class of proses politik yang dalam konteks ini adalah kan-
struggle, political praxis, hegemony-counter didat politik perempuan yang mencalonkan diri
hegemony dan lain-lain, sehingga menempatkan sebagai calon anggota parlemen. Komunikasi
pemikiran dan analisis Gramsci sebagai pemikir politik karananya sangat diperlukan dalam aktivitas
Marxist, tepatnya humanist Marxist. Pemahaman politik dan mustahil bagi para kandidat menga-
senada dinyatakan Nabento Boobio yang menya- baikan peran media dalam proses politik yang
74 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 69-84

berlangsung. Media yang diketahui memiliki partisipan untuk memahami. Proses tersebut yang
kekuatan untuk menjangkau dan mempengaruhi kemudian membawa pengalaman individu seca-
massa politik dalam jumlah yang luas, juga bersifat ra internal berbagi dengan orang lain atau men-
ekonomis, meluas dan serempak. Menurut Brian transformasikan informasi dari satu orang atau
McNair dalam bukunya An Introduction to Po- kelompok kepada pihak lain (Dan Nimmo,
litical Communication (1997:11) menyatakan 1978:30).
bahwa media massa berfungsi sebagai trans- Proses transformasi tersebut saat ini lebih
formitter komunikasi politik yang berasal dari luar disukai dengan menggunakan media massa
organisasi media itu sendiri, dan sender pesan- berdasarkan pertimbangan berbagai kelebihan
pesan politik yang dikonstruksikan oleh pekerja yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu,
media atau jurnalis (1997:11). tindakan politik selalu berkaitan dengan media
Berkomunikasi berarti melakukan trans- massa, hubungan antara proses politik, dan tek-
formasi informasi untuk memperoleh respon, ko- nologi komunikasi menjadi krusial. Hubungan
ordinasi makna antara orang-orang, dan khalayak; media massa dan aktivitas politik dinyatakan krusial
saling berbagi informasi, ideal atau sikap berbagai karena memiliki konsekuensi penting bagi individu,
elemen-elemen perilaku gaya hidup melalui se- lembaga, masyarakat, dan budaya (Doris A. Gra-
rangkaian aturan, yaitu pertemuan pikiran menge- ber, 1990:33). Atas dasar pertimbangan tersebut,
nai kesamaan simbol-simbol dalam pikiran media massa digunakan dalam arti yang se-

Collective will Aliance of


women network
Lemah Super Structure
way of Position Class of Kuat
Struggle

Aliansi Perempuan
Negara/Pemerintah ( Anggota DPRD Perempuan,
Political Party/Borjuis Class Working class, Women
Intelectual)

Spread and reinforcing


counter hegemony
Spread and reinforcing
Ideology
Masyarakat Politik Komunikasi Politik dan
(Political Siciety) konsep Feminist Radikal
(Feminist Resescrh) (Parpol, Masyarakat Sipil
media, pressure group dan (Civil Society)
D lemahMasyarakat)
Kuat

Lemah

Hegemony-State Power-
Commonsense-Dominasi Control
Otonomi Daerah

Gambar 1. Dialectical Gramscian


Wahid, Aliansi Jaringan dalam Proses Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat... 75

sungguhnya secara maksimal untuk mengarahkan, gunakan oleh kelompok elite untuk mengabadikan
memiliki dan menggunakan media untuk me- kekuasaan, kesejahteraan dan status melalui
nyampaikan pesan politik yang direncanakan. penciptaan popularisasi filosofi, budaya dan moral
Media massa memiliki kemampuan ko- mereka. Dengan kata lain media mampu men-
munikasi media yang bersifat massal dan seringkali ciptakan, memperkuat, mendukung atau bahkan
mengandung unsur ‘doctrin information’ yaitu meruntuhkan sebuah hegemoni berdasarkan
informasi satu arah yang membuat media menjadi kecenderungan institusi media yang juga memiliki
leluasa untuk mengkonstruksi informasi. Media ideologi sendiri. Sekaligus media juga dapat
massa juga dipandang sebagai alat yang memiliki dipergunakan untuk menyebarluaskan dan
kekuatan sentral (powerfull) dan sangat di- memperkuat ide-ide civil society. (Stillo, 1998:
pengaruhi oleh ideologi dominan seperti sistem 5). Tetapi sangat tergantung pada kekuatan civil
politik, ekonomi dan budaya perusahaan. Pengaruh society itu sendiri untuk memenangkan media
ideologi dan sistem kepercayaan media mem- sehingga mendukung aktivitas dan kerja counter
pengaruhi proses produksi, skala produksi dan di- hegemony.
fusi komunikasi. Skala produksi dan difusi komu- Hegemoni kelas penguasa dan ideologi
nikasi adalah aktivitas yang selalu dilakukan me- dominan dijalankan dalam masyarakat sipil de-
dia dengan segala perangkat di dalamnya yang ngan mengajak kelas-kelas yang berada di ba-
berakibat pada ketergantungan media terhadap wahnya (subordinate classes) untuk menerima
khalayak mereka dan sebaliknya ketergantungan nilai-nilai dan gagasan-gagasan yang telah diambil
khalayak terhadap media massa. oleh kelas yang dominan itu sendiri dengan cara
Antonio Gramsci memandang media bu- membangun jaringan kerjasama yang didasarkan
kan hanya alat yang dapat digunakan penguasa atas nilai-nilai tersebut. Langkah-langkah sosi-
atau pengelola media dengan nilai-nilai mereka dan alisme dilakukan dengan membangun hegemoni
mendukung nilai tersebut (determinictic ap- tandingan (hegemoni-counter-hegemoni) oleh
proach). Menurut Gramsci (Stillo, 1988:8), me- perempuan sebagai civil society. Langkah ini me-
dia juga ‘dapat’ dimanfaatkan oleh civil society, merlukan proses reformasi moral dan ideologi yang
yang dalam kasus ini, kaum pejuang perempuan panjang. Gramcsi menyebutnya sebagai ’perang
untuk menyebarkan dan memperkuat ide-ide posisi’ (war of position) (Stillo, 1999:4-8).
pembebasan. Semuanya tergantung pada kerja Perang posisi menurut Gramsci (Stillo,
perempuan, bagaimana media menjadi bagian dari 1999:8) merupakan salah satu cara yang dapat
perjuangan yang dilakukan, sehingga isi teks me- dipergunakan oleh civil society dalam memper-
dia tidak hanya sebagaimana kecenderungan se- juangkan hegemoni civil society dengan cara-cara
lama ini, yaitu dalam bentuk yang dipengaruhi oleh rasional dan lemah lembut atas dasar kekuatan
konstruksi budaya patriarki dan idealogi kapitalis, intelektual dan kepemimpinan moral dan itu hanya
tetapi juga dapat muncul alternatif isi dan tayangan tepat dan dapat dilakukan dalam masyarakat yang
media dengan beragam perspektif sehingga me- telah maju dan demokratis. Kelompok civil soci-
mungkinkan perdebatan ‘publik’ tentang ide, ety dihasilkan dari aliansi atau hubungan yang di
konsep, dan bahkan ideologi tentang apa yang dalamnya terjadi perdebatan ide untuk mem-
sesuai di masyarakat. Antonio Gramsci meman- peroleh kekuasaan dan digunakan untuk melawan
dang media bukan hanya alat yang dapat digu- tirani kekuasaan masyarakat politik yaitu negara
nakan oleh penguasa atau pengelola media dengan dan partai politik. Perlawanan terhadap hegemoni
nilai-nilai mereka dan mendukung nilai tersebut dan ideologi dominan dapat dilakukan dengan
(determinictic approach). menguasai sistem konseptual yaitu supersruktur
Menurut Gramsci (Stillo, 1988:8), media dan kekuatan politik.
juga ‘dapat’ dimanfaatkan oleh civil society, yang Alur pikir yang digunakan untuk
dalam kasus ini, kaum pejuang perempuan untuk menganalisis keadaan perempuan adalah teori
menyebarkan dan memperkuat ide-ide pembe- feminisme radikal (2004:127-128). Tokoh feminis
basan. Artinya berdasarkan teori hegemoni radikal seperti Alison Jaggar dan Paula Rothenberg
Gramsci, media massa adalah alat yang diper- mengatakan bahwa perempuan berada di tempat
76 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 69-84

paling bawah. Feminis radikal sebagaimana dilengkapi dengan melakukan observasi langsung,
dijelaskan oleh Littlejohn (1996:234) percaya serta melakukan observasi perilaku secara men-
bahwa tekanan atas perempuan adalah masalah dalam (Robert Bogdan and Steven J. Taylor,
inti yang melingkupi kehidupan mereka sepanjang 1985:4). Penelitian ini juga menggunakan
pengalaman hidup mereka, baik di wilayah pandangan dari feminist research, yaitu penelitian
domestik maupun publik. Perubahan harus segera yang menggunakan perspektif feminis. W. Law-
dilakukan dengan perdebatan terbuka guna rence Newman dan Allyn dan Bacon (1997: 80)
menggugat realitas ketidakadilan tersebut di segala menyatakan bahwa metodologi feminis berusaha
bidang, terutama bidang politik, dan bukan hanya untuk memberikan suara pada perempuan dan
perubahan hukum untuk memberikan kesamaan mempertanyakan ulang perspektif yang
hak pada perempuan tetapi juga pada struktur berorientasi laki-laki, di mana hal itu telah
sosial yaitu sistem patriatikal. menentukan arah pengembangan ilmu sosial.
Penelitian ini menggunakan konsep-
Metode Penelitian konsep penelitian berikut ini; (1) Aliansi jaringan
adalah Hubungan dan kerja sama jaringan
Berdasarkan rujukan teori, paradigma dan organisasi perempuan anggota DPRD Propinsi
pendekatan terhadap realitas sosial, jenis kajian Jawa Barat dan Provinsi Banten dalam rangka
dan tujuan penelitian, maka tipe penelitian yang menciptakan kemauan bersama (collective will)
sesuai adalah “kualitatif’. Metodologi adalah istilah yang mempunyai kekuasaan hubungan (power
yang merujuk pada proses, prinsip dan prosedur relations); (2) Otonomi Daerah adalah Undang-
dalam mencoba mendekati masalah dan mene- Undang Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2002 yang
mukan jawabannya. Metode kualitatif merujuk membuka peluang daerah untuk mengatur
pada prosedur penelitian yang menghasilkan pemerintahannya sendiri atau sistem desentralisasi;
deskripsi data; tulisan-tulisan yang dimiliki (3) Kualitas komunikasi politik adalah kemampuan
seseorang atau percakapan yang menghasilkan dan kualitas komunikasi politik anggota DPRD
kata-kata, peristiwa-peristiwa dan suasana, yang perempuan Propinsi Jawa Barat dan Propinsi

Aktivis, organisasi

perempuan, Pressures

group, Masyarakat
 Dept-Interview
 Observasi pemilih dalam Pemilu
 DokumentasiFe
minist Reserch 2009
Aliansi
Masyarakat
Sipil

Teori Kritis-
Gramsci Pemahaman perempuan

atas media berkaitan


 Analisis
Media politik praktis anggota Interteks Aliansi, Otda dan
Gramcian
Massa (Peran dan  Studi Kasus Kompol Anggo ta
pemahaman  Observasi DPRD tual DPRD Jawa
media)
Barat dan Banten

Otonomi Daerah
(UU Otda)

Parpol, DPRD Jawa


Masyarakat
Politik
Barat dan Banten dan
(Parpol)

Indepth- -
Deptahun pemerintah Daerah
UU Otonomi
Daerah Intervew
Observasi
literature

Gambar 2. Kerangka Penelitian


Wahid, Aliansi Jaringan dalam Proses Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat... 77

Banten sebagai komunikator politik yang me- proses penelitian, peneliti tidak terlalu mengontrol
nyampaikan pesan-pesan politik melalui medium peristiwa yang diteliti, fokusnya atas fenomena
tertentu; (4) Masyarakat sipil yaitu perempuan kontemporer dalam beberapa konteks kehidupan.
anggota DPRD yang menjadi subyek penelitian Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Robert K.
untuk melihat keterwakilan dan aktivitas politik Yin dalam bukunya Case Study; Design and
mereka selama menjadi anggota DPRD Provinsi Methode (1989:13) bahwa strategi penelitian case
Jawa Barat dan Provinsi Banten; (5) Media massa study dipakai untuk menguji peristiwa kontem-
yaitu medium yang menjadi sarana transformasi porer, yang berkaitan dengan perilaku yang tidak
informasi mengenai kegiatan politik anggota DPRD dapat dimanipulasi.
berkaitan dengan perjuangan 30 persen ke- Strategi case study adalah sebuah impe-
terwakilan perempuan di parlemen, sekaligus rial inquiry yang mensyaratkan tiga hal, yaitu;
melihat dan mengkritisi posisi media massa dalam (1) Meneliti fenomena kontemporer dalam kon-
konstalasi politik tersebut. Media memposisikan teks kehidupan sosial; (2) Terdapan batasan-
diri sebagai bagian dari masyarakat sipil, yaitu batasan yang jelas antara fenomena dan konteks
perempuan, atau memposisikan diri sebagai bagi- bukti yang diperoleh; (3) Case study memiliki
an dari masyarakat politik yang dominan meng- beragam sumber (multiple sources) yang dapat
konstruksi realitas perempuan atau politisi digunakan (Yin, 1989:23).
perempuan; (6) Partai politik adalah organisasi Dalam upaya memperkuat temuan yang
politik yang diamanatkan oleh undang-undang menfokuskan pada perempuan anggota DPRD,
sebagai aturan yang menentukan aktivitas politik maka penelitian ini juga menggunakan pendekatan
perempuan, perempuan seringkali lemah dan tidak feminist research. Pendekatanan feminsis yang
mempunyai posisi tawar antara masyarakat sipil digunakan adalah pendekatan feminis radikal yang
dengan masyarakat Negara; (7) Counter he- mempunyai asumsi bahwa perempuan mengalami
gemony yaitu konsep Antonio Gramsci berka- ketidakadilan dalam proses politik di Indonesia
itan dengan gerakan perjuangan yang digerakkan yang berimplikasi pada kedua provinsi yang
oleh masyarakat sipil untuk merebut posisi menjadi obyek penelitian. Feminist research
hegemoni yang selama ini dikuasai oleh masyarakat merupakan pandangan dan pemahaman dalam
politik yang tirani, tidak adil dan diskriminatif. penelitian yang mengkaji dan membongkar serta
Masyarakat sipil harus mampu mengkritisi ke- megkritisi realitas kaum perempuan dalam proses
adaan, berjuang dan memperebutkan atau menu- politik yang mereka lakukan.
karkan posisi masyarakat politik untuk tujuan Berdasarkan paparan di atas, maka penulis
mencapai kesejahteraan masyarakat. menjelaskan kembali secara singkat dan lugas pe-
Subyek penelitian ini adalah kaum mahaman teroti dan masalah penelitian dalam ke-
perempuan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat rangka penelitian (research framework) gam-
dan Provinsi Banten Periode 2009–2014. Obyek bar 2.
penelitian adalah aliansi jaringan organisasi
perempuan yang mendukung perjuangan, otono- Hasil Penelitian dan Pembahasan
mi daerah dan perjuangan affirmative action
sebagai gerakan “hegemony counter hege- Aliansi jaringan organisasi mempunyai
mony”. peranan penting dalam aktivitas politik perempuan
Penelitian ini menggunakan metode karena dapat menciptakan kesadaran kerja sama
penelitiann “case study dan feminist research” dan membangun collective will (kemauan
dengan menggunakan metode pengumpulan bersama). Kemauan bersama menjadi sangat
data observasi, wawancara mendalam dan do- urgen dalam perjuangan perempuan untuk
kumentasi. Data-data yang diperoleh kemudian menciptakan kekuatan bersama perempuan
dianalisis secara reflektif atas dasar analisis (power relation) yang dibutuhkan oleh perem-
Gramcsian. Case study adalah sebuah strategi puan dalam melakukan perjuangan politik. Pe-
penelitian yang mengacu pada bentuk-bentuk rempuan membutuhkan aliansi jaringan organisa-
pertanyaan; mengapa, atau bagaimana. Dalam si sebagai akibat dari kekuatan perempuan di
78 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 69-84

tengah beragam masalah yang meliputi kondisi puan. Pada fase ini Gramsci menyebutnya sebagai
politik perempuan yang mengalami dominasi dan gerakan ‘counter hegemony’, di mana kaum pe-
hegemoni. Hal tersebut karena perempuan me- rempuan mampu tampil dan melahirkan hegemoni
ngalami majinalisasi secara budaya dan struktural baru setelah memenangkan pertarungan ide
yang berlangsung sepanjang sejarah kehidupan melawan hegemoni lama. Artinya ‘gerakan coun-
manusia. ter hegemony’ akan lebih mudah dilakukan de-
Jaringan organisasi adalah organisasi yang ngan dukungan aliansi jaringan dibandingkan
mendukung upaya perjuangan keterwakilan sendiri-sendiri.
perempuan di parlemen. Perempuan tidak mung- Perjuangan counter hegemony kaum
kin melakukan perjuangan sendiri tanpa bantuan perempuan sangat sulit dilakukan jika perjuangan
pihak lain. Justru dukungan dari aliansi organisasi dilakukan secara parsial atau terpecah. Sejarah
merupakan harmonisasi dari perjuangan yang Indonesia mencatat bahwa spirit individual Karti-
dilakukan. Aliansi merupakan wujud dari kekuatan ni maupun ‘fighting movement’ seorang Dewi
perjuangan perempuan. Aliansi yang diciptakan Sartika ternyata tidak memiliki posisi tawar
akan mampu menjadi kekuatan yang luar bisaa signifikan untuk mengubah nilai budaya, bahkan
dalam proses politik. Kebutuhan terhadap aliansi di tataran ‘melintas tembok’ sekalipun. Pada
jaringan sebenarnya bukan hanya pada saat konsep ini jelas bahwa ‘ideologi pembebasan’
pemilihan umum (pemilihan legislatif), namun ju- ternyata tidak cukup ampuh untuk menambah daya
ga pada masa menjabat sebagai anggota DPRD. gerakan melainkan sebuah kebersamaan visi dan
Aliansi jaringan organisasi sangat penting misi dari seluruh elemen perjuangan yang akan
bagi perempuan dalam politik dan aktivitas sebagai mampu melahirkan energi besar kaum perempuan
anggota legislatif. Jaringan organisasi membantu untuk mencapai tujuan. Energi besar itu adalah
memudahkan aktivitas politik kaum perempuan di ‘collective will’ kaum perempuan itu sendiri. Dari
tengah beragam persoalan dan tantangan yang sini jelas bahwa menjadikan ‘collective will’
harus dihadapi. Gramsci menjelaskan bahwa salah sebagai sebuah ideologi perjuangan merupakan
satu yang diperlukan dalam perjuangan masyarakat sebuah keharusan agar ide perjuangan kaum
sipil adalah aliansi kerja sama yang terbangun di perempuan memiliki energi yang konstan dan
antara masyarakat sipil, yang dalam konteks ini signifikan. Kesadaran inilah yang hendak di-
khususnya kaum perempuan. Aliansi organisasilah munculkan kepada kaum perempuan, bahwa
yang menggerakkan perjuangan untuk melakukan perjuangan akan mempunyai kekuatan besar jika
counter hegemoni terhadap masyarakat politik dilakukan secara bersama-sama dibandingkan
yang selama ini mengakibatkan ketidakadilan dilakukan secara parsial. Atas dasar pemahaman
secara sosial politik bahkan budaya terhadap tersebut, maka perempuan harus mempunyai
realitas politik perempuan. aliansi jaringan organisasi dalam perjuangan po-
Aliansi jaringan diperlukan oleh kaum litik mereka.
perempuan dalam aktivitas politik untuk membuat Perjuangan perempuan dimulai dengan
proses politik menjadi lebih kuat. Kekuatan politik munculnya gerakan perjuangan ‘affirmative ac-
dipercaya oleh anggota parlemen lebih kuat jika tion’ kuota 30 persen yang mencuat bersamaan
didukung oleh aliansi jaringan organisasi, baik dengan lahirnya UU No. 12 Tahun 2003, tentang
organisasi perempuan maupun organisasi ma- Pemilihan Umum, yang menyebut, “Setiap Parpol
syarakat, bahkan partai politik dimana anggota Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota
DPRD tersebut berasal. Kekuatan politik perem- DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau
puan yang dimunculkan karena kekuatan jaringan Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan mem-
dapat memperkuat posisi tawar kaum perempuan perhatikan keterwakilan perempuan sekurang-
terhadap realitas politik yang selama ini didominais kurangnya 30 persen” (Pasal 65 ayat 1). Meski
oleh kaum laki-laki. Hegemoni negara bisa saja sifat rumusan yang sukarela, dicerminkan lewat kata
kalah dan pertarungan ide dapat dimenangkan oleh ‘dapat’ dan tidak adasanksi, namun pasal ini
kaum perempuan sehingga akan muncul nilai ni-lai berimplikasi padajaminan keterwakilan perem-
baru yang lebih berpihak kepada kaum perem- puan sebagai kebutuhan nyata meningkatkan
Wahid, Aliansi Jaringan dalam Proses Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat... 79

representasi perempuan. Kuota 30 persen untuk perhatikan. UUD 1945 tidak mengatur secara
perempuan artinya 30 persen menjadi batas mini- tegas tentang aksi afirmatif. Namun, UU No. 7
mal persentase keterwakilan perempuan dalam Tahun 1984 yang merupakan ratifikasi Conven-
lembaga pengambil keputusan. tion on The Elimination of Discrimination
Kuota merupakan salah satu bentuk dari Against Women (CEDAW), dengan tegas di pasal
tindakan afirmatif (affirmative action), yaitu 4, yang menyebutkan: “Pengambilan oleh para
tindakan khusus sementara yang perlu diambil negara peserta tindakan-tindakan khusus
untuk mempercepat persamaan kesempatan dan sementara yang ditujukan pada peningkatan
manfaat guna mencapai persamaan dan keadilan. persamaan de facto antara laki-laki dan perem-
Adalah fakta bahwa kebanyakan perempuan saat puan tidak akan dianggap sebagai diskriminasi
ini terjerembab dalam kemiskinan dan tidak ter- seperti yang didefinisikan dalam konvensi apa-
penuhinya hak-hak mereka sebagai manusia. pun, tetapi dalam cara apa pun tidak dianggap
Sementara itu, nilai-nilai sosial budaya dan watak sebagai konsekuensi dipertahankannya standar
patriarki negara menghambat dan menutup ke- yang tidak sama atau terpisah; tindakan-tindakan
sempatan perempuan untuk menjadi pengambil ini tidak akan dilanjutkan apabila tujuan-tujuan
keputusan. Umumnya laki-laki masih sangat sulit persamaan kesempatan dan perlakuan telah
menerima kehadiran perempuan di lembaga tercapai” (ayat 1).
pengambilan kebijakan. Akibatnya, jumlah pe- Dalam perjuangan mencapai keterwakilan
rempuan di lembaga pengambil kebijakan atau perempuan secara memadai dalam politik dan
keputusan sangat kecil, sehingga perencanaan dan anggota DPRD, anggota parlemen Jawab Barat
pelaksanaan kebijakan pemerintah cenderung dan Banten ternyata membutuhkan dukungan dan
mengabaikan kepentingan dan hak-hak pe- peran pihak-pihak lain, terutama organisasi-
rempuan. Kuota menjadi penting agar jumlah organisasi jaringan yang mereka miliki. Kekuatan
perempuan di tingkat perumus kebijakan dan jaringan organisasi sebagaimana yang dinyatakan
pengambilan keputusan dapat meningkat secara oleh semua informan (anggota DPRD yang diwa-
lebih seimbang agar perempuan dapat meme- wancarai) dan berdasarkan pengamatan yang
ngaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh peneliti nyatanya hampir tidak
memuat kepentingan perempuan. mungkin melakukan proses dan aktivitas politik
Pengertian awal affirmative action adalah tanpa melibatkan organisasi jaringan. Oleh
hukum dan kebijakan yang mensyaratkan dike- karenanya, para anggota DPRD perempuan mela-
nakannya kepada kelompok tertentu pemberian kukan beragam upaya untuk memelihara organisasi
kompensasi dan keistimewaan dalam kasus-kasus jaringan yang mereka miliki, baik dari organisasi
tertentu guna mencapai representasi yang lebih pendukung partai politik maupun organisasi ke-
proporsional dalam beragam institusi dan okupasi. masyarakatan, bahkan media massa dan LSM.
Ia merupakan diskriminasi positif (positive dis- Pentingnya aliansi kerja sama diantara
crimination) yang dilakukan untuk mempercepat organisasi perempuan diakui oleh ’hampir’ seluruh
tercapainya keadilan dan kesetaraan. Salah satu anggota DPRD yang dipilih menjadi sumber data
sarana terpenting untuk menerapkannya adalah dalam penelitian di DPRD Provinsi Jawa Barat dan
hukum, di mana jaminan pelaksanaannya harus ada Provinsi Banten. Bahkan pentingnya aliansi bagi
dalam konstitusi dan UU. perjuangan dan aktivitas politik kaum perempuan
UU Dasar Sementara Republik Indonesia juga diakui oleh anggota partai politik yang di-
(UUDS RI) telah mengatur secara tegas per- wawancarai oleh peneliti. Akan tetapi terdapat juga
lindungan dan pengakuan terhadap golongan nara sumber yaitu dua dari 16 orang yang menya-
rakyat tertentu sebagaimana disebutkan dalam takan bahwa mereka sama sekali tidak me-
Bab V tentang Hak-hak dan Kebebasan Dasar merlukan organisasi dan aktivitas politik selama
Manusia, pasal 25 ayat (2) menyebutkan bahwa ini tidak ada organisasi yang mendukung mereka,
perbedaan dalam kebutuhan masyarakat dan mereka melakukannya secara individual. Ke-
kebutuhan hukum golongan rakyat akan di- duanya menyatakan bahwa mereka tidak mem-
80 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 69-84

butuhkan aliansi jaringan untuk mendukung ak- permudah perjuangan politik perempuan pada
tivitas politik mereka, baik sebelum maupun proses internal DPRD. Aliansi jaringan mendukung
sesudah menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa penguatan informasi dan data eksternal yaitu data
Barat dan Banten, dan mereka menyatakan tidak berkaitan dengan masyarakat konstituen dan
membutuhkannnya. Justru keberadaan aliansi perkembangan umumnya sehingga ketersedian
jaringan organisasi mengakibatkan banyak per- data dan informasi mampu menjadi nilai tambah
soalan baru. bagi anggota DPRD tersebut, yang sekaligus
Peranan organisasi aliansi jaringan dalam menjadi kekuatan plus bagi bargaining position
aktivitas politik kaum perempuan, khususnya dengan anggota-anggota lainnya. Ketersedian data
anggota DPRD tidak mungkin terbantahkan. dan informasi sekaligus sebagai kekuatan bagi
Umumnya anggota parlemen perempuan yang anggota perempuan dalam menjalankan fungsi
diwawancarai menyatakan bahwa hampir tidak mereka sebagai anggota DPRD.
mungkin dalam proses dan aktivitas politik berjalan Berkaitan dengan otonomi daerah dan
atau dilakukan sendiri oleh anggota DPRD. Artinya peran politik perempuan dapat dikatakan sebagai
siapapun yang terjun ke politik, maka dalam sebuah pintu masuk bagi kaum perempuan ke
aktivitas yang dilakukan keterlibatan pihak-pihak politik, terutama di daerah itu sendiri. Provinsi Jawa
atau organisasi pendukung. Organisasi aliansi Barat dan Banten merupakan Provinsi yang me-
jaringan merupakan kemestian dalam proses politik laksanakan dan memaknai UU otonomi daerah dan
karena proses politik melibatkan banyak faktor ketentuan affirmative action dengan baik dan
seperti politisi, masyarakat sebagai khalayak atau terbuka. Hal itu dapat dilihat dari keterbukaan di
konstituen politik, organisasi, program kerja, pe- wilayah politik kepada kaum perempuan dan di-
merintah dan lain-lain. Oleh karena itu dalam upaya buktikan dengan meningkatnya keterlibatan
memenuhi kepentingan para pihak maka politisi perempuan sebagai anggota DPRD Jawa Barat.
memerlukan dukungan dari jaringan organinasi Pada periode DPRD 199-2004, anggota DPRD
yang dimiliki. Tanpa organisasi jaringan, mustahil Provinsi Jawa Barat hanya 15 orang, namun jum-
seorang politisi mampu menjangkau secara lah tersebut melonjok secara signifikan, yaitu men-
menyeluruh konstituen mereka. jadi 25 orang atau 25 persen dari 100 orang ang-
Dalam pandangan Gramsci, perjuangan gota DPRD Jabar dan Provinsi Banten menjadi
mengkonstruksi kekuatan masyarakat sipil kaum 15 anggota DPRD Perempuan dari sebelumnya
perempuan yang dalam realitas sosial politik me- hanya tujuh orang.
rupakan kelompok marjinal dibandingkan Ketentuan kuota 30 persen pada dasarnya
kekuatan sosial politik kaum laki-laki tidak mungkin bukan hanya sebagai instrumen praktis politik bagi
melakukan gerakan counter hegemoni tanpa ke- peningkatan keterwakilan perempuan, melainkan
kuatan aliansi jaringan organisasi. Jaringan tersebut secara substansi ketentuan affirmative action
bukan hanya bersifat sementara, melainkan tersebut mampu menjadi instrumen dalam upaya
berkesinambungan. Oleh karenanya dalam proses perjuangan mensejajarkan kaum laki-laki dengan
politik selajutnya dituntut pemeliharan kontinyu kaum perempuan. Selama ini khususnya dalam
agar aliansi tidak berkurang bahkan hilang. politik, kaum perempuan tertinggal jauh diban-
Pemeliharaan jaringan nyatanya dilakukan oleh dingkan kiprah politik kaum laki-laki. Kondisi
semua anggota DPRD Provinsi Jabar dan banten tersebut terlihat dari keterlibatan kaum perempuan
yang sepakat dengan pentingnya aliansi jaringan dalam politik yang berfungsi sebagai pemangku
organisasi dalam proses aktivitas politik mereka. kebijakan, baik dalam kepengurusan partai politik,
Pada dasarnya jaringan oraganisasi dalam proses maupun keterwakilan di parlemen yang masih
politik kaum perempuan sebagai politisi sangat minim. Atas dasar realitas tersebut, maka ke-
memerlukannya. tentuan kuota ini jika dikaitkan dengan UU Oto-
Aliansi jaringan organisasi bukan hanya nomi Daerah mampu membuka cakarawala dan
membantu dalam aktivitas pada proses pen- memunculkan perubahan cara berpikir masyarakat
calonan, melainkan juga mendukung dan mem- umum dan khususnya pelaku politik yang selama
Wahid, Aliansi Jaringan dalam Proses Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat... 81

ini didominasi oleh kaum laki-laki terhadap per- politik. Dukungan partai politik sebagaimana
juangan peningkatan keterwakilan perempuan di diamanatkan oleh UU Partai politik dalam pe-
politik. nentuan calon legislatif. Dengan kata lain hanya
Pandangan mengenai kebijakan affirma- melalui partai politiklah, calon legislatif dapat
tive action yang memberi peluang besar bagi pe- mendaftarkan diri untuk mengikuti pemilu. Partai
rempuan dalam pemilu berkaitan dengan otonomi politik adalah pintu masuk bagi para politisi untuk
daerah. Kebijakan kuota 30 persen telah mem- menjadi anggota legislatif. Partai politik adalah
buka kesempatan besar bagi kaum perempuan wadah dimana para politisi, baik laki-laki maupun
untuk terlibat di politik. Walau kondisi tersebut perempuan untuk berkiprah dalam politik praktis.
diperoleh melalui perjuangan yang panjang dan Partai politik memiliki peranan yang sangat kuat
tidak serta merta menggerakkan kaum perempuan berkaitan dengan pemilu dan calon legislatif. Hal
partisipasi di politik dan calon legislatif. Terdapat ini juga menjelaskan bahwa para kandidat harus
dua sisi dari perbincangan tentang gender dan mengenal dan menjadi bagian dari partai politik
otonomi daerah. Penerapan otonomi daerah dan sebagai instrument dan sekaligus sistem per-
diberlakukannya kuota 30 persen perempuan di politikan di Indonesia.
legislatif, di satu sisi kedua sistem dan aturan (UU) Besarnya kekuasaan partai politik dalam
tersebut memang telah memberi peluang kepada menentukan calon legislatif, bagi kalangan pe-
perempuan untuk berpatisispasi di wilayah publik rempuan menjadi kendala tersendiri. Perempuan
atau politik yang kemudian dii-kuti oleh yang realitasnya sangat sedikit menjadi pengurus
kesempatan mereka menjadi calon legis-latif. partai dan aktif dalam aktivitas partai secara
Perdebatan mengenai kualitas perempuan kontinyu, memungkinkan kesempatannya kecil
yang terjun ke politik sudah mulai menjadi polemik bagi kaum perempuan jika penentuan calon
semenjak isu affirmative action kuota 30 persen legislatif hanya dilakukan oleh partai politik.
diperjuangkan. Banyak pihak, terutama partai Sebagaimana diamanatkan oleh UU Partai politik,
politik, politisi laki-laki, pemerintah dan beragam pada dasarnya memang penentuan calon legislatif
kalangan masyarakat yang mempertanyakan ku- sepenuhnya hal partai politik, akan tetapi dengan
alitas perempuan sehingga pantas untuk ber- adanya ketentuan kuota 30 persen yang men-
partisipasi aktif di kancah politik. Kualitas memang syaratkan partai politik mencalonkan 30 persen
unsur yang sangat penting bagi kapabilitas sumber perempuan sebagai calon legislatif, terbuka ke-
daya manusia, terlebih di era yang menuntut sempatan bagi kaum perempuan untuk ber-
profesionalisme sekarang ini. partisipasi aktif di politik dan menjadi calon ang-
Dalam realitas praktisnya, anggota pe- gota legislatif.
rempuan kurang berani mengembangkan diri di- Dukungan partai politik seharusnya dalam
bandingkan anggota laki-laki. Kemampuan adap- program-program yang berkesinambungan dan
tasi sosial perempuan yang lambat. Perempuan nyata berdasarkan pengalaman selama ini, yang
membuuthkan waktu yang lama untuk saling mana partai politik cenderung enggan mendukung
mengenal dan percaya kepada pihak lain sehingga partisipasi partai politik jika tidak terpaksa dengan
terkadang kondisi tersebut berdampak pada adanya sanksi moral dari masyarakat dan tekanan
hubungan dan komunikasi mereka dengan pihak media massa. Jika dukungan partai politik selama
lain termasuk kompetitor politik. Perempuan ini serius dan terencana maka ketika waktu pe-
cederung malu-malu dalam aktivitas politik untnuk nentuan calon legislatif dan harus memenuhi 30
menyatakan pendapat, ide, dan kritik terhadap persen keterwakilan perempuan, maka partai
proses politik yang berlangsung. Kondisi ini yang politik terutama partai politik lama dan besar tidak
kemudian menyebabkan keterlibatan perempuan sulit melakukannya karena tidak mencukupinya
kurang dominan dibandingkan kaum laki-laki. kandidat perempuan. Realitas tersebut men-
Berbicara mengenai keterwakilan perem- jelaskan memang selama ini pendidikan politik
puan di politik dan legislatif berkaitan dengan af- tidak secara kontinyu dilaksanakan oleh partai
firmative action, kuota 30 persen, maka hal ter- politik, sehingga partisipan atau anggota partai
sebut sangat tergantung kepada kebijakan partai belum siap mengahadpi pemilu legislatif.
82 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 69-84

Media massa memegang peranan yang menjadi kebijakan publik dari negara dalam
sangat penting untuk membangun opini publik dan undang-undang. Tidak adanya affirmative action
pencitraan terkait dengan kandidat atau calon terhadap peran politik perempuan dalam konteks
legislatif dalam perebutan kursi di parlemen. otonomi daerah menunjukkan bahwa meng-
Dengan peranan yang sangat penting tersebut, hegemoninya dominasi negara. Pelaksanaan dan
media massa menjadi perebutan para politisi laki- penerapan otonomi daerah yang diatur dalam
laki maupun perempuan untuk mendapatkan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang
tempat atau diberitakan terkait dengan pencalonan Pemerintahan Daerah tidak mengatur tentang
mereka di media massa. Namun bagi kandidat peran perempuan. Namun pelaksanaan otonomi
legislatif, khususnya kandidat perempuan tidaklah daerah sebanarnya membuka peluang bagi pe-
mudah untuk mendapatkan tempat atau diberitakan rempuan untuk bersaing menduduki posisi politik
terkait dengan pencalonannya di media massa. dalam proses pembanguna daerah.
Media massa memang mempunyai peranan Keberhasilan perjuangan kebijakan kuota
yang kuat dalam politik termasuk proses politik 30 persen telah mampu membuka kungkungan
perempuan, namun sampai saat ini media massa yang dialami kaum perempuan di poliitk, terutama
meng-cover aktivitas politik perempuan masih jika dikaitkan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh
sangat terbatas. Media dalam hal ini maih jarang partai politik. Ketentuan ini ‘memaksa’ banyak
memberitakan liputan-lipuatan khusus sebagai pihak yang selama ini dominan di wilayah politik
wujud keberpihakan terhadap masyarakat sipil. unttk memberikan kesempatan kepada perempuan
Media masih memuat berita berdasarkan pesanan sebagai warga Negara dalam politik yang sebe-
dan kepentingan tertentu.. lumnya didominasi oleh laki-laki. Perubahan yang
Peranan media massa dalam konstalasi sangat penting adalah munculnya kesadaran kaum
politik memang tidak mungkin dihindarkan, terlebih perempuan sebagai masyarakat sipil terhadap
di era teknologi komunikasi saat ini. Media massa pentingnya keterwakilan mereka di politik dan
menjadi sangat berperan dalam proses politik. parlemen. Setelah selama ini, kaum perempuan
Media massa menciptakan gairah politik semkain mengalami beragam ketidakadilan karena le-
kuat. Dalam aktivitas politik Provinsi Jawa Barat mahnya posisi mereka sebagai warga negara
dan Banten, media lokal lebih dominan di- karena keterbatasan-keterbatasan yang melekat
bandingkan media nasional. Media lokal menjadi secara budaya pada diri perempuan.
primadona karena paling banyak dimanfaatkan Berbagai upaya para politisi perempuan
oleh anggota DPRD baik dalam masa pencalonan dan aktivis baik yang berada di dalam parlemen
maupun pada masa menjabat sebagai anggota maupuan di luar parlemen, semuanya merupakan
DPRD. Media lokal merupakan media yang pal- langkah-langkah yang sangat membutuhkan
ing dekat dengan masyarakat Jawa barat sendiri dukungan lebih kuat. Setidaknya dengan adanya
sehingga pemanafataan media local sangat efektif kaukus anggota parlemen perempuan mereka
dan efisien dalam proses dan aktivitas politik yang menjadi tidak sendiri melawan sistem patriakal.
dijalankan selama ini. Pemanfatan media lokal Kadang mereka merasakan, tapi sulit menjelaskan
dalam perkembangan politik masyarakat khu- karena kuatnya kungkungan sistem dan kultur.
susnya kaum perempuan harus diperluas. Media Ketika sengaja atau tidak sengaja mereka mem-
lokal sepatutnya mempunyai keberpihakan kepada bahas dan membicarakan isu tersebut, mereka
konsep-konsep lokal dalam pengembangan dae- mereasa klop dan ketemu karena sama-sama
rah. dalam pengalaman dan inti persoalan yang sulit
Perjuangan affirmative action yang dijelaskan.
merupakan upaya dan isu global bekerja ber- Kaukus politisi perempuan akan memiliki
dasarkan asumsi menuntut dan mencapai per- peran yang baik dalam counter hegemony bagi
samaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam pemuhan hak politik dan kesejahteraan perem-
bidang politik dan bidang kehidupannya. Per- puan. Upaya yang harus dilakukan adalah me-
samaan hak menjadi isu penting, dan untuk men- munculkan keberanian perempuan itu sendiri.
capai hal itu ditentukan kuota yang diusahakan Persoalan kualitas perempuan salah satunya adalah
Wahid, Aliansi Jaringan dalam Proses Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat... 83

menumbuhkan keberanian perempuan untuk berdiam diri dengan keadaan yang ada tanpa
bersuara dan mengemukakan pendapat. Kebe- usaha.
ranian perempuan berkomunikasi dalam proses
politik akan memberikan ruang diskusi yang sa- Simpulan
ngat baik dan diperlukan dalam upaya mencapai
kekuatan perempuan dalam politik itu sendiri, Temuan yang dapat disimpulkan dari
Tanpa kemampuan komunikasi politik yang baik, penelitian ini adalah bahwa aliansi jaringan
maka cenderung perempuan akan menjadi ‘muted organisasi sangat penting dalam proses dan
group’ semata, yang keberadaannya tidak terlalu aktivitas politik kaum perempuan dikarenakan
berarati bagi proses politik itu sendiri. Tentu kondisi mampu menciptakan kemauan bersama (collec-
ini bukan yang implikasi dari substansi perjuangan tive will) yang mempunyai kekuasaan bersama
‘affirmative action, kuota 30 persen’ keter- (power relations) dan hal tersebut sangat di-
wakilan perempuan di parlemen. perlukan dalam perjuangan peningkatan
Dari berbagai informasi dan pendapat di keterwakilan perempuan di parlemen atau DPRD
atas, dapat ditarik beberapa pendekatan dalam Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.
meningkatkan akses bagi perempuan untuk turur Ketentuan affirmative action, kuota 30 persen
mendapatkan hak mereka bagi kesejahteraan dan ternyata harus lebih berkembang dengan di-
keterwakilan di ruang publik dan politik. Pen- berlakukannya UU Otonomi Daerah dan keten-
dekatan edukasi dan penyadaran individu perem- tuan kuota membuka peluang yang luas bagi ka-
puan sebagai kampanye publik adalah pendekatan um perempuan untuk aktif dan berkarya serta
yang dapat dilakukan untuk peningkatak kesadaran berjuang dalam politik untuk menghilangkan
individu dan kolektif. Selain itu mobilisasi sosial marjinalisasi perempuan.
sebagai upaya pencerahan untuk lingkungan yang Ketentuan affirmative action sangat
mengitari individu setiap perempuan, seperti penting diimplementasikan di Provinsi Jawa Ba-
keluarga, kelompok masyarakat dan lingkungan rat yang merupakan wilayah yang luas dan mem-
sekitarnya, merupakan upaya yang dapat me- punyai jumlah pemilih perempuan nomor satu
ningkatkan kemitraan, aliansi dan jaringan di Indonesia. Apalagi, keterwakilan perempuan
perjuangan. Selain itu advokasi kebijakan yang di politik dan sebagai anggota DPRD baru men-
lebih kondusif dengan penegakan hukum bagi capai 25 persen yaitu 25 orang dari 100 orang
peraturan yang mendukung perjuangan untuk anggota DPRD Jabar. Walau masih belum me-
melawan hegemoni, penghisapan, pendindasan menuhi ketentuan kuota 30 persen, namun
bagi hak-hak politik dan kesejahteraan bagi perubahan tersebut sangat signifikan yaitu 65
perempuan. persen dari periode sebelumnya yang hanya 15
Berdasarkan pandangan-pandangan orang dari 100 orang anggota DPRD Provinsi
diatas, maka dapat dinyatakan bahwa gerakan Jawa Barat.
perjuangan kuota 30 persen merupakan gerakan Begitu juga dengan Provinsi Banten yang
“counter hegemoni”. Bahwa perjuangan dapat mengalami perkembangan cukup baik, walau
dilakukan dengan gerakan yang sesuai untuk masih belum memadai keterwakilan perempuan
meningkatkan Jabar sendiri dan untuk me- disebabkan nilai-nilai budaya yang sangat kuat di
ningkatkan aktifitas politik bagi kaum perempuan tengah masyarakat. Keterwakilan perempuan
maupun di dunia publik. Perjuangan dapat hanya 15 orang dari 85 orang anggota DPRD. Ar-
dilakukan dengan melakukan perubahan pada di- tinya ketentuan kuota sudah diadopsi walau belum
ri perempuan sendiri seperti perempuan harus maksimal, dan ternyata minim pengaruhnya di
membuka diri dengan perubahan-perubahan yang Provinsi Banten yang mempunyai pimpinan (gu-
terjadi, namun tetap berpegang teguh pada nilai- bernur) perempuan Simpulan lainnya adalah ku-
nilai etika, memperkaya diri dengan informasi. alitas komunikasi politik perempuan masih belum
Artinya perempuan harus berusaha, berjuangan memadai berdasarkan fenomena anggota DPRD
untuk perubahan yang diinginkan, bukan hanya Jawa Barat dan Banten karena pengalaman politik
84 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 69-84

perempuan yang masih sangat kurang di kancah Gamsci, Antonio, 1997, Selection From Political
politik dan perjuangan kaum perempuan belum Writing (1910-1920).
selesai. Kuota 30 persen hanya merupakan af- Halford, Susan dan Leonard, Pauline, 2001, Gen-
firmative action menuju situasi yang lebih ideal der, Power and Organization: An Intro-
bagi kaum perempuan. Gerakan counter hegemo- duction.
ni kaum perempuan Indonesia baru berada pada Haugaard, Mark, 2002, Power: A Reader, New
fase awal. York.
Laclau, Ernesto dan Mouffe, Chantal, 1985, He-
Ucapan Terima Kasih gemony and Socaliat Strategy, Toward
a Radical Democratic and Politic.
Penulis menyampaikan penghargaan dan Lena, Devy,& Tien, Charles & Aved Rachelle,
ucapan terima kasih kepada DP2M Dikti Ke- 2001, Do Differences Matter?, Women
menterian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Members of Congress and Hyde Amen-
Indonesia yang telah membantu pembiayaan pe- dement, Jurnal Women and Politics,
nelitian ini pada tahun 2010. Terima kasih juga Volume 23, Number 12.
penulis sampaikan kepada Universitas Sahid yang Littlejohn, Stephen, L., 1996, The Theories of
sudah menfasilitasi sehingga bantuan dapat Human Communication.
terealisasi. Tidak lupa penulis sampaikan terima Lorimer, Rowland, 1994, Mass Communication,
kasih kepada semua pihak, termasuk semua nara A Comparative Introduction.
sumber anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dan Kellner, Douglas, 1989, Critical Theory, Marx-
Propinsi Banten, pengurus partai politik kedua ism ang Modernity.
propinsi, dan tokoh-tokoh jaringan perempuan McNair, Brian, 1995, An Introduction to Po-
serta semua pihak yang telah mendukung sehingga litical Communication.
penelitian ini selesai dilaksanakan. Mouffe, Chantal, 1979, Gramcsi & Marxist
Theory.
Daftar Pustaka Murniati, P, Nunuk, 2004, Getar Gender;
Perempuan Indonesia dalam Perspektif
Baran, J. Stanley and Davis K. Dennis, 1995, Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan
Mass Communication Theory, HAM.
Berger, Asa, Althur, Media Analysis Tchniques, Nimmo, Dan, Political Communication and
2000, Second Eds., Alih Bahasa oleh Budi, opinion in America, 1978.
MH, Setio. Patria, Nezar dan Arief, Andi, 2003, Antonio
Berger, Peter, L. and Luckman Thomas, 1976, Gramcsi, Negara dan Hegemoni, cet.
The Sosial Contruction of Reality : A ke 2.
Treatise in the Sociology of Knowledge, Perry, K. David, 2002, Theory and Research in
New York. Mass Communication: Contacts and
Boqdan, Robert and Taylor, Steven, 1985, Intro- Consequences.
duction to Qualitative Research Me- Salami, Leonardo, 1981, The Sociology of Po-
thodes, New York. litical Praxis: an introduction to
Bryman, Allah, 2001, Sosial Research Methods. Gramsci’s Theory, London & Boston.
Curran, James, Gurrevich (edt.), 1992, Mass Simon, Roger, 1999, Gramcsi’s Political
Media and Society. Thought, alih bahasa oleh Kamdani dan
Denzim, Norman dan Lincoln, S. Yvonna, 1994, Baehaqi, Imam.
Handbook of Qualitative Research. Sugiono, Muhadi, 1999, Kritik Antonio Gramsci
Dowding, Keith, 1996, Power. terhadap Pembangunan dunia ketiga.
Duke, Lois, Whitaker, eds, 1999, Women in Poli- Yin, K, Robert, 1989, Case Study Research,
tics, Outsider or Insider: A Collection Design and Method.
of Reading.

You might also like