You are on page 1of 13

AGAMA DAN KEBUDAYAAN

A. Definisi Agama dan Kebudayaan


Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia
dan manusia serta lingkungannya.

Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti


"tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang
berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang
berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat
dirinya kepada Tuhan.1

Dalam buku kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan karangan


Koentjaraningrat (1984), dijelaskan bahwa kata “kebudayaan” berasal dari
kaata Sansekerta Buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti
“budi” atau “akal”. Demikian, kebudayaan itu dapat diartikan “hal-hal yang
bersangkutan dengan budi dan akal”.

Kebudayaan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi adalah


semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan
teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah
(kebudayaan material) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan pada keperluan
masyarakat.2

1
Sumber Ilmu, 2011, Pengertian Agama, diakses dari http://mughits-
sumberilmu.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-agama.html, pada tanggal 14 Mei 2018
2
Abdulsyani , Sosiologi-Skematika, Teori, dan Terapan, PT Bumi aksara: Jakarta, 2012. hlm 45-
46

1|Agama dan Kebudayaan


B. Hubungan Agama dan Budaya dan Proses Penyebarannya

Dalam proses penyebaran agama, masyarakat biasanya menerima minimal


tiga bentuk penilaian terhadap agama. Pertama, agama diterima sepenuhnya.
Kedua, agama diterima sebagian-sebagian yang disesuaikan dengan kebutuhan
seseorang atau sekelompok orang. Ketiga, agama itu ditolak sama sekali.

Agama diterima secara sepenuhnya, maksudnya, agama menjadi sesuatu


yang sangat dominan dalam kehidupan manusia. Karena diterima dengan
senang hati, nilai-nilai agama tidak dicampur-adukan antara tradisi yang
sinkretisme dan ajaran-ajaran substansional agama. Ini berbeda dengan
pengertian agama diterima sebagian. Dalam hal ini, ada percampur-adukan
dalam pelaksanaan rutinitas kehidupan antara ajaran agama dan kebiasaan
tradisi lokal yang selama ini berlaku. Sikap yang lebih keras diperlihatkan
oleh sebaggian warga masyarakat yang menolak ajaran agama sama sekali
karena mereka lebih mencintai tradisi lokal yang telah berurat-berakar dalam
kehidupannya.3

Agama dan budaya menurut Kuntowijoyo (1991) adalah dua hal yang
saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Pertama, agama mempengaruhi
kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya adalah agama, tetapi simbolnya
adalah kebudayaan. Kedua, budaya dapat mempengaruhi simbol agama, dan
yang ketiga, kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol agama.
Agama dan kebudayaan mempunyai dua persamaan yaitu, keduanya
adalah sistem nilai dan sistem simbol dan keduanya mudah sekali terancam
setiap kali ada perubahan. Baik agama ataupun budaya pada dasarnya
memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi kehidupan agar
sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaan dan menciptakan suatu
tatanan masyarakat yang teratur dan terarah.4

3
Silfia Hanani, Interelasi Sosiologi dan Agama. Humaniora: Bandung, 2011. hlm. 77
4
Fadila Syechbu,2011, Hubungan antara Agama dan Budaya, diakses dari http://fadlia-
syechbu.blogspot.co.id/2011/04/hubungan-antara-agama-dan-budaya.html, pada tanggal 14 Mei
2018

2|Agama dan Kebudayaan


C. Agama sebagai sistem budaya

Kebudayaan di suatu masyarakat, pada dasarnya merupakan gambaran


gambaran dari pola pikir, tingkah laku, dan nilai yang dianut oleh masyarakat
yang bersangkutan. Dari sudut pandang ini, agama disatu sisi memberikan
kontribusi terhadap nilai-nilai budaya yang ada, sehingga agama pun bisa
berjalan bahkan akomondatif dengan nilai-nilai budaya yang sedang
dianutnya. Pada sisi lain, karena agama sebagai wahyu dan memiliki
kebenaran yang mutlak, maka agama tidak bisa disejajarkan dengan nilai-nilai
budaya setempat, bahkan agama harus menjadi sumber nilai bagi
kelangsungan nilai-nilai budaya itu. Di sinilah terjadi hubungan timbal balik
antara agama dengan budaya. Personalnya adalah, apakah nilai-nilai agama
lebih dominan dalam mempengaruhi budaya setempat atau sebaliknya.

Kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem


gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudaaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudannya adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, religi, seni, dan lain-lain, yang ditujukan
untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Hubungan kebudayaan dan agama, dalam konteks ini agama dipandang


sebagai realitas dan fakta sosial sekaligus juga sebagai sumber nilai dalam
tindakan-tindakan sosial maupun budaya. Agama, dan juga sistem
kepercayaan lainnya, seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama tidak
hanya dapat didekati melalui ajaran-ajaran atau lembaga-lembaganya, tetapi
juga dapat didekati sebagai suatu sistem sosial, suatu realitas sosial di antara
realitas sosial yang lain. 5

5
Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama-Upaya memahami keragaman kepercayaan,
keyakinan, dan Agama. Alfabeta: Bandung, 2011, hlm. 31-33

3|Agama dan Kebudayaan


D. Peranan Agama di Bidang Sosial Budaya

Agama, dalam kaitannya dengan masyarakat, mempunyai dampak positif


berupa daya penyatu (sentripetal), dan dampak negatif berupa daya pemecah
(sentrifugal).6

Dalam pengertian harfiahnya bahwa agama sebagai daya penyatu adalah


agama menciptakan suatu ikatan masyarakat maupun dalam kewajiban-
kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai
yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama
dalam masyarakat. Agamanya juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial.7

Pemecah timbul manakala timbul penolakan terhadap pandangan hidup


lama atau yang berbeda dengan agama serta disebabkan oleh klaim agama
akan kemutlakan agamanya, dan sering diekspresikan dalam bentuk-bentuk
yang keras dan tanpa kompromi.

Dalam kajian ilmu sosial, tentang daya pemecah agama ini berkaitan
dengan akronim SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Artinya
mensejajarkan persoalan agama dengan suku, ras, dan golongan politik
tertentu, atau hal-hal yang rawan, peka, dan tabu untuk dibicarakan.

Keberadaan agama tetap harus dilihat peranan positifnya dalam


membangun masyarakat, sebab agama dihadirkan kepada umat manusia untuk
petunjuk, dan kalau konflik itu ada, jadikanlah rahmat bagi penganutnya.8

6
M. Munandar Soelaeman : “Ilmu Sosial Dasar -Teori dan Konsep Ilmu Sosial”, PT Refika
Aditama: Bandung, 2009, hlm. 288
7
Elizabeth K. Nottingham. Agama dan Masyarakat-Suatu Pengantar Sosiologi Agama, PT Raja
Grafindo Persada: Jakarta.1996, hlm. 42
8
M. Munandar Soelaeman, Op. Cit., hlm. 289-290.

4|Agama dan Kebudayaan


E. Pengaruh agama terhadap kebudayaan Indonesia

Akulturasi dalam lapangan agama dapat memepengaruhi isi iman dan budi
yang tinggi. Akulturasi dala lapangan agama tersebut dinamai “syncrotisme”
(perpaduan antara 2 kepercayaan), misalnya agama jawa terdiri dari Islam
bercampur dengan Budha.

Menurut prof. Koesoemandi,SH. Pengaruh kebudayaan Hindu terhadap


kebudayaan Indoneia itu besifat “penetration pasifique ef suggestive”, artinya
bersifat damai dadan mendorong. Sebab datangnya kebudayuaan Hindu
bersifat menggiatkan dan meningkatikan kebudayaan Indonesia kuno dengan
tiada melepakan kepribadian, dan setelah kebudayaan Hindu hilang,
kebudayaan Indonesia tetap kaya dan tetap tinggal dalam kepribadiannya.

Menurut Yosselin de Yong pengaruh islam terhadap kebudayaan


Indonesia bersifat penetration pasique dan tolerante et constructive (damai dan
membangun). Jadi tidk hanya damai dan mendorong saja, tetapi juga
membangun. Seperti pengaruh-pengaruh agama Islam dalam perkawinan,
warisan, hak-hak wanita dan lain-lain.

Selain itu kita dapat sepakat dengan pendapat Yong ini sebab ternyata
pengaruh islam tidak hanya pada kepercayaan dan adat istiadat sehari-hari ,
bahkan sampai pada bidang hukum dan upacara-upacaranya seperti: ahri besar
Islam, upacara kematian, selamatan-selamatan, mengubur mayat, do’a, waqaf,
warisan, letak mesjid dan sebagainya. Semua ini hasil walisanga, kecuali
Syeikh Siti Jenar (yang membuat asimilasi atau integrasi sehingga
menghilangkan prinsip-prinsip Islam). Dan kami sependapat dengan istilah
adaptasi, sehingga Islm adalah satu-satunya agama yang lengkap dan sebagai
sumber kebudayaan.9

9
Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, PT Rineka Cipta: Jakarta.2011, hlm. 49-50

5|Agama dan Kebudayaan


F. Fungsi Agama terkait dengan manusia sebagai pelaku kebudayaan

Secara lebih rinci, beberapa fungsi agama adalah sebagai berikut:

1. Agama mendasar perhatiannya pada suatu yang ada di luar jangkauan


manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan. Terhadap dunia di luar
jangkauannya, manusia membutuhkan dukungan moral saat menghadapi
ketidakpastian dan membutuhkan rekonsiliasi dengan masyarakat bila
diasingkan dari tujuan dan norma-normanya. Dalam memberi
dukungannya, agama menopang nilai-nilai dan tujuan yang telah
terbentuk, memperkuat moral, dan membantu mengurangi kebencian.
2. Agama menawarkan suatu hubungan transdental melalui pemujaan dan
upacara ibadat, sehingga memberikan dasar emosiaonal bagi rasa aman
baru dan identitas yang lebih kuat di tengah ketidakpastian dan ketidak
berdayaan kondisi manusia dari arus perubahan sejarah. Fungsi agama
yang bersifat kependetaan ini menyumbang stabilitas, ketertiban, dan
sering kali mendukung pemeliharaan status quo.
3. Agama menyucikan norma-norma dan nilai-nilai yang ada di suatu
masyarakat. Memepertahankan dominasi tujuan kelompok di atas
keinginan individu, dan disiplin kelompok di atas dorongan hati keinginan
individu. Dengan demikian, agama memperkuat legitimasi pembagian
fungsi, fasilitas, dan ganjaran yang meupakan ciri khas suatu masyarakat.
Agama juga menangani keterasingan dan kesalahan individu yang
menyimpang.
4. Agama juga melakukan fungsi yang bisa bertentangan dengan fungsi
sebelumnya. Agama dapat memberikan standarisasi nilai dalam arti
dimana norma-norma yang telah terlembaga dapat dikaji kembali secara
kritis dan kebetulan masyarakat memang sedang membutuhkannya.
5. Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting.10

10
J. Dwi Narko dan Bagong Suyanto, Sosiologi-Teks Pengantar dan Terapan, Kencana: Jakarta
cetakan ke-3. 2007, hlm. 255-256

6|Agama dan Kebudayaan


G. Agama sebagai Pengkajian Gejala Budaya

Jika agama dikaji sebagai fenomena budaya, paling tidak, ada lima bentuk
gejala agama yang perlu diperhatikan.

1. Scripture, atau naskah-naskah atau sumber ajaran dan simbol


agama.
2. Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap,
perilaku, dan penghayatan para penganutnya.
3. Ritus-ritus, lembaga-lembaga, dan ibadat-ibadat, seperti shalat,
haji, puasa, perkawinan dan waris.
4. Alat-alat seperti mesjid, gereja, lonceng, peci, dan semacamnya.
5. Organisasi-organisasi keagamaan tempat para penganut berkumpul
dan berperan..

Dengan meletakan agama sebagai sasaran penelitian bukan berarti bahwa


agama yang diteliti adalah bersumber dari manusia, karena sebagian agama
tetap diyakini sebagai wahyu dari Tuhan. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian budaya.

Adapun penelitian budaya adalah penelitian tentang nasklah-naskah


(filologi), alat-alat ritus keagamaan, sejarah agama, nilai-nilai dari mitos-
mitos yang dianut para pemeluk agama dan sebagainya.11

11
Ramdani wahyu, Ilmu Budaya Dasar, CV Pustaka Setia: Bandung.2008, hlm 69-72

7|Agama dan Kebudayaan


H. Manusia Pancasilais dan Agamis di Indonesia

Dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan bangsa


Indonesia, kita harus selalu berpedoman kepada Pancasila, karena pancasila
adalah dasar moral dan politik bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan kelima
sila dari Pancasila merupakan sistem yang bulat dan utuh dari nilai-nilai asasi
hidup bernegara yang harus mendasari dan mewarnai kehidupan kenegaraan
dan kemasyarakatan kita dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya.

Sebagai warga negara kita dituntut dan diwajibkan untuk dapat memahami
serta menghayati Pancasila agar kita dapat menjadi warganegara Indonesia
yang baik, yang benar-benar mengerti akan hak dan kewajiban kita.

Bilamana seluruh warganegara Indonesia dapat mengamalkan pancasila,


maka akan terwujudlah masyarakat pancasila. Masyarakat pancasila adalah
masyarakat yang berkesinambungan, yang menempatkan manusia sebagai
subyek, sumber dan tujuan dari setiap kebijaksanaan dan pembangunan untuk
kemajuan kebendaan. Dalam pancasila, manusia dilihat dan dihargai sebagai
makhluk yang utuh menghendaki pertumbuhan fisik, mental, moral, dan
spiritual yang seimbang dan juga menghendaki pertumbuhan individu dan
sosial yang sangat berkaitan dan saling mendukung satu sama lain. Hal ini
berarti bahwa pengamalan pancasila dalam kehidupan individu dan
masyarakat merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dipisahkan
satu dengan yang lainnya.12

Sebagai umat beragama kita dituntut untuk memahami dan menghayati


setrta mengamalkan Pancasila seiring dengan pedoman agama kita. Sehingga
kita dapat menerapkan sila pancasila terutama sila pertama. Yang mana,
mengandung makna menumbuhkan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.

12
Okta Diputhera, Cornelis Wowor dan Puriati, Kuliah Agama Budha untuk Perguruan Tinggi,
Yayasan Sanata Dharma Indonesia: Jakarta. 1996, hlm. 1-2

8|Agama dan Kebudayaan


I. Kebutuhan Agama bagi Manusia

Dalam hal ini banyak sekali para ahli Ilmu Jiwa Agama memberikan
batasan tentang kebutuhan agama bagi manusia, tetapi di sini kita dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa agama yang diberikan para ahli, namun
bagi kita yang terpenting adalah agama yang dirasakan dengan hati, pikiran,
dan dilaksanakan dalam tindakan serta memantul dalam sikap dan cara
menghadapi hidup pada umumnya (Dzakiah Daradjiat, 1970:30)

Karena agama menyangkut masalah yang berkaitan dengan batin yang


sangat mendalam, maka masalah agama ini memang tidak mudah untuk
mendefinisikan, sebab menurut berbagai agama yang ada selalu menyatakan
bahwa agamanyalah yang paling benar dan sempurna, oleh sebab itu agama
adalah suatu keyakinan bagi setiap manusia sebagai kebutuhan yang penting
bagi kepentingan jiwa yang ditandai dengan kegelisahan.

Kebutuhan manusia akan agama disebabkan oleh beberapa hal seperti:

1. Kebutuhan akan rasa kasih sayang.


2. Kebutuhan akan rasa harga diri.
3. Kebutuhan akan rasa bebas.
4. Kebutuhan akan rasa sukses.
5. Kebutuhan akan rasa ingin tahu. (Zakiah Drazat,1970:27-28)

Dari kebutuhan itulah menyebabkan orang merlukan agama. Melalui


agama, kebutuhan-kebutuhan tersebut akan disalurkan dengan melaksanakan
ajaran agama secara baik maka kebutuhan yang diinginkan akan tercapai.13

13
Akmal Hawi, Seluk Beluk Ilmu Jiwa Agama, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta,2014, hlm.
104-106

9|Agama dan Kebudayaan


J. Agama dan Kebudayaan dalam Perstektif Islam

Islam mengandung dua aspek yakni segi agama dan segi kebudayaan.
Dengan demikian ada yang dinamakan sebagai agama Islam dan Juga ada
kebudayaan Islam. Dengan pandangan ilmiah antara keduanya memang dapat
dibedakan, tetapi dengan pandangan Islam sendiri tidak dapat di pisahkan.

Tiap gerak dalam kehidupan agama selalu berawal dari keyakinan akan
Tuhan Yang Maha Esa (Tauhid), melalui ibadat, berujung pada mu’amalat.
Jadi arus gerak itu berpangkal pada Iman, melalui aktivitas agama, berujung
pada kebudayaan.

Maka integrasi antara Iman, agama, dan kebudayaan itu dapat dirajahkan
sebagai berikut:

keyakinan
(Iman/Tauhid)

agama

Kebudayaan

Contoh kasus nya adalah pernikahan. Iman kepada Allah akan membawa
seseorang taat kepada perintah dan laranganNya. Maka dilakukanlah
perkawinan sesuai dengan hukum dan ridha Allah. Ini adalah tindakan agama.
Perkawinan itu membentuk keluarga, yang merupakan unit terkecil
masyarakat. Kehidupan keluarga sebagai muara perkawinan adalah
kebudayaan.14

14
Sidi Gazalba, Masyarakat Islam-Pengantar Sosiologi dan Sosiograi, Bulan Bintang:
Jakarta.1976, hlm. 110-112

10 | A g a m a d a n K e b u d a y a a n
K. Perwujudan Agama di Kepulauan Indonesia

Agama yang ada di masyarakat Indonesia sangat banyak, tidak hany


meliputi agama-agama yang diakui secara formal saja, tetapi juga bentuk
agama yang secara antropologis dapat dikategorikan sebagai agama. Agama
formal adalah agama yang diakui secara hukum di Indonesia, yakni: Islam,
Protestan, Katholik, Hindu, dan Budha. Agama antropologis adalah semua
fenomena kepercayaan yang ada pada masyarakat yang memenuhi kriteria
atau ciri sebuah agama menurut ilmu antropologi. Berikut adalah secara garis
besar kepercayaan yang ada di kepulauan di Indonesia.

a. Agama masyarakat daerah; yaitu agama-agama yang dianut oleh


penduduk suatu daerah tertentu di Indonesia dan menjadi ciri khasnya.
Contohnya, agama masyarakat Tengger di Jawa Timur, Sunda Wiwitan
di Jawa Barat, dan lain-lain.
b. Agama Hindu dan Budha dan aliran-alirannya. Baik agama Hindu
maupun Budha memiliki mazhab seperti. Hindu: Dharma, Mahzab
Shiwa, Mahzab Whisnu, Mahzab Sakta.
Budha: aliran Mahayana, Hinaya, Tervada, Tantrayana, dan lain-lain.
c. Agama Islam serta aliran-aliran mahzabnya. Agama Islam di Indonesia
terdiri dari berbagai aliran berdasarkan aliran teologis, fikih, tasawuf.
Aliran dalam bidang teologis: Sunny, Syi’ah, Asy’ariyah, Mu’tazilah,
dan Maturidiyah. Dalam bidang Fikih: Mahzab Syafi’i, Maliki, Hambali,
Hanafi. Dalam bidang tasawuf: Qodariyyah, Naqsabandiyyah, Idrisiyyah,
Hakmaliyyah, Tijaniyyah, Khalwatiyyah, Satariyyah, dan tarekat lainnya.
d. Agama Kristen: Katolik Roma dan Kristem Protestan
e. Taoisme dan Kung Fu-Tze.
f. Agama campuran: agama yang dipeluk suatu masyarakat yang di
dalamnya terdapat penggabungan kepercayaan agama yang bermacam-
macam. Contoh agama Madraisme di kabupaten Kuningan.15

15
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2006, hlm. 93-96

11 | A g a m a d a n K e b u d a y a a n
L. Daftar Pustaka

Sumber Ilmu, 2011, Pengertian Agama, diakses dari http://mughits-


sumberilmu.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-agama.html, pada tanggal 14
Mei 2018
Abdulsyani. Sosiologi-Skematika, Teori, dan Terapan, Jakarta: PT Bumi
aksara, 2012.
Silfia Hanani, Interelasi Sosiologi dan Agama, Bandung:Humaniora, 2011.
Fadila Syechbu,2011, Hubungan antara Agama dan Budaya, diakses dari
http://fadlia-syechbu.blogspot.co.id/2011/04/hubungan-antara-agama-dan-
budaya.html, pada tanggal 14 Mei 2018
Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama-Upaya memahami keragaman
kepercayaan, keyakinan, dan Agama. Bandung: Alfabeta 2011.

M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar-Teori dan Konsep Ilmu Sosial,


Jakarta: PT Refika Aditama. 2009.

Elizabeth K. Nottingham. Agama dan Masyarakat-Suatu Pengantar Sosiologi


Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1996.

Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: PT Rineka Cipta.2011

J. Dwi Narko dan Bagong Suyanto, Sosiologi-Teks Pengantar dan Terapan,


Jakarta: Kencana. 2007.

Ramdani wahyu, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: CV Pustaka Setia. 2008.

Okta Diputhera, Cornelis Wowor dan Puriati, Kuliah Agama Budha untuk
Perguruan Tinggi, Jakarta: Yayasan Sanata Dharma Indonesia. 1996.

Akmal Hawi, Seluk Beluk Ilmu Jiwa Agama, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta,2014

Sidi Gazalba, Masyarakat Islam-Pengantar Sosiologi dan Sosiograi, Jakarta:


Bulan Bintang.1976

12 | A g a m a d a n K e b u d a y a a n
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006

13 | A g a m a d a n K e b u d a y a a n

You might also like