Professional Documents
Culture Documents
Mulailah dari hal-hal yang kecil dulu, kemudian secara bertahap ke tingkat
selanjutnya.
Awal dari disiplin adalah komunikasi yang baik dan sederhana.
Konsisten pada aturan disiplin yang telah dibuat.
Konsisten antara ayah-ibu supaya tidak menimbulkan kebingungan pada anak.
Buatlah kesepakatan tentang peraturan yang harus dijalankan di rumah.
Terapkan pemberian reward dan punishment (hukuman).
Pemberian perintah dan aturan yang disertai dengan penjelasan mengapa harus
begini, mengapa harus begitu.
Mendampingi anak mengerjakan apa yang diperintahkan untuk menciptakan
suasana yang menyenangkan, misalnya pada saat anak disuruh membereskan
mainannya.
Teknik disiplin yang digunakan, sebaiknya memakai dialog yang penuh kasih sayang
dan kehangatan.
Bahasa yang digunakan sebaiknya yang sederhana saja, apalagi si anak masih
tergolong balita. Gunakan juga bahasa anak ( berdasarkan pada pola pikir animisme
anak ) . Dengan demikian si anak akan lebih bisa menerimanya.
Aturan disiplin dibuat sedemikian rupa sehingga bahaya dari luar / sisi negatifnya
bisa diminimalkan.
Perhatikan usia anak. Aturan disiplin akan berbeda-beda pada tiap tingkatan tahap
perkembangan. Bila masih kecil (baru 1-2 tahun), kesabaran sangatlah mutlak
karena mereka cenderung egosentris. Jadi, maklumlah.
Hormati perasaan anak dan hargai juga waktunya.
Berikan pilihan / alternatif.
Kerahasiaan aturan disiplin supaya tidak menjatuhkan harga diri si anak.
Peringatkan lebih awal tentang apa-apa yang harus dilakukannya supaya ia bisa
bersiap-siap untuk aturan tersebut.
Berikan perintah dengan tegas dan lebih spesifik.
Tekankan pada hal-hal positif.
Ketidaksetujuan baiknya ditujukan pada perilaku si anak, bukan si anak itu sendiri.
Berikan contoh / teladan yang baik karena anak-anak bisa meniru perilaku orang
tuanya. Dengan demikian, oang tua bukan hanya sebagai penegak aturan tetapi juga
pelaksana aturan.
Sertakan rasa humor.
Terlalu sering memberi ancaman (lebih-lebih pada anak yang pandai) karena ia
malah akan balik menantang.
Mendisiplinkan anak dalam keadaan emosi.
Aturan disiplin yang memaksa, otoriter, keras dan sangat ketat.
Selalu mengatakan, “Aku ingin …” ( bagi orang tua ).
Orang tua itu sendiri tidak disiplin, sehingga si anak pun menirunya.
Hadiah diberikan dengan tujuan tertentu, sebagai dorongan pada anak untuk tetap
mempertahankan tingkah laku atau prestasinya yang baik.
Bila tujuannya ingin mengubah tingkah laku anak sebaiknya jangan memberikan
hadiah barang, kecuali untuk pertama kali dalam jangka waktu yang panjang,
misalnya saat anak masuk sekolah, belikan tas atau buku.
Bila anak sudah terlanjur menyukai hadiah barang, ubahlah dengan sikap yang
sabar, ulet, dan konsisten. Perubahan ke hadiah non-barang pun harus dilakukan
secara bertahap dan jangan memaksa.
Kekompakan antara ayah dan ibu dalam memberikan reward.
Bila akan memberikan hadiah non-barang, lakukan dengan sungguh-sungguh, dalma
arti ungkapan kasih sayang, seperti pelukan atau ciuman diberi dengan tulus.
Konsisten dalam memberi hadiah non-barang.
Hadiah non-barang harus proporsional, efisien, dan tepat waktu.
Adakan evaluasi seusai hadiah diberikan, apakah ada penguatan perilaku pada
anak.
Reward jangan diberikan secara berlebih-lebihan.
Reward baiknya berujung pada reinforcement positif.
Jangan berikan pada anak yang masih tergolong balita karena mereka belum
mengerti alasan mengapa mereka dihukum, akibatnya mereka bisa menjadi frustasi.
Hukuman harus bersifat mendidik.
Informasikan terlebih dahulu akan adanya sanksi tertentu dari perilakunya yang tidak
menyenangkan orang tuanya.
Adakan evaluasi seusai hukuman diberikan, apakah ada perubahan kesadaran
dalam diri si anak.
Jangan lakukan hukuman di bawah pengaruh emosi yang tak terkontrol.
Hindarkan hukuman fisik.
Berikan hukuman dengan tegas. Bila anak merengek jangan langsung lemah hati
dan nyerah.
Perhatikan korelasi antara hukuman dengan perilaku.
Hukuman badan hanyalah dipandang sebagai jalan terakhir.
Secara sederhana, asertif adalah suatu ciri kepribadian interpersonal di mana orang
yang memilikinya mampu menyatakan pendapatnya, idenya, kekritisannya,
perasaannya dengan cara-cara yang tidak menyakiti hati orang lain. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini disajikan perbedaan antara perilaku yang agresif, asertif dan non
asertif.
1. Mengabaikan hak diri sendiri, gagal untuk mempertahankan diri sendiri, dan
membiarkan orang lain mengabaikan hak diri sendiri.
2. Memaafkan atau `memadamkan` ide, perasaan, sikap, kepercayaan atau
informasi diri sendiri.
3. Menghindar dari pengekspresian perasaan atau kebutuhan diri sendiri pada
situasi di mana Anda justru diharapkan untuk itu.
Asertif yang efektif melibatkan apa yang disebut sebagai ‘I messages’ yaitu Anda
sendirilah yang harus bertanggung jawab terhadap perasaan Anda – Anda
menyatakan reaksi Anda daripada apa yang dilakukan orang lain. Misalnya:
daripada berkata, ‘Berani sekali Anda memotong pembicaraan saya...’, seorang
yang asertif akan berkata, ‘Saya merasa terganggu bila Anda memotong
pembicaraan saya...’
Konsekuensi positif:
1. Membuat Anda lebih mudah memberi dan menerima pujian. Hak Anda
dihargai karena Anda juga menghargai hak orang lain.
2. Dapat menghindarkan diri dari orang yang menginginkan pertolongan yang
tidak masuk akal dari Anda.
3. Dapat mengatasi gangguan yang kecil dan mencegahnya untuk menjadi
konflik.
4. Menjadi seseorang yang independen yang berperan dalam perasan, waktu
dan akal Anda sendiri.
5. Menjadi diri sendiri, percaya dalam menghadapi orang lain.
Konsekuensi negatif: