You are on page 1of 5

ANALISIS EKUALISASI SPT

A. Pendahuluan
Sesuai dengan system self assessment, Wajib Pajak berkewajiban untuk menghitung
sendiri, menyetor pajak yang terhutang dan menyampaikan SPTnya ke Kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempatnya terdaftar. Selain self assessment, system perpajakan di Indo-
nesia juga mengenal withholding system, yaitu memberikan kewajiban kepada Wajib Pa-
jak untuk melaksanakan pemotongan dan/atau pemungutan pajak atas penghasilan yang
diberikan kepada Wajib Pajak Lainnya. Dengan demikian, selain menyampaikan SPT
Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi, Wajib Pajak juga berkewajiban untuk menyam- paikan
SPT Masa PPh atas kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh yang telah dlakukan.
Ketika Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, maka Wajib Pajak juga berkewajiban menyampaikan SPT Masa PPN atas
pelaksanaan kewajiban PPNnya.
Beberapa data dari berbagai SPT sebenarnya berasal dari sumber yang sama, misalnya
Wajib Pajak membayar gaji pegawai, atas pembayaran gaji pegawai tersebut Wajib Pa-
jak wajib memotong PPh Ps. 21, menyetor dan melaporkan dalam SPT masa PPh Ps.
21. Pembayaran gaji pegawai tersebut meupakan pengurang penghasilan bruto di SPT
PPh Badan/Orang Pribadi Wajib Pajak
Ketika Wajib Pajak membayar sewa, Wajib Pajak berkewajiban memotong PPh Ps. 23,
menyetor dan melaporkan. Beban sewa tersebut merupakan pengurang penghasilan
Bruto dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak.
Dengan demikian, antara SPT-SPT yang menjadi kewajiban dari Wajib Pajak dapat dil-
akukan pengujian dengan melakukan ekualisasi antara objek-objek pajak yang terdapat
pada masing-masing SPT. Analisis Ekualisasi adalah proses analisis dengan cara
membandingkan data serupa dari berbagai jenis SPT sehingga dapat dipastikan Wajib
Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya.

B. SPT Tahunan PPh dibandingkan dengan SPT Masa PPN.

1) Pos peredaran usaha ditambah pos penghasilan lain-lain menurut SPT Tahunan PPh
dibandingkan dengan jumlah Penyerahan Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN
selama setahun.
Jika terdapati perbedaan angka, fiskus harus meneliti penyebab perbedaanya, bisa
jadi perbedaan-perbedaan tersebut tidak menyebabkan timbulnya pajak terutang..
Perbedaan yang tidak menimbulkan pajak terutang antara lain:
- Pos penghasilan lain-lain bukan objek PPN, misalnya penghasilan bunga deposi-
to;
- Terdapat uang muka penjualan yang sudah wajib dipungut PPN tetapi belum di-
akui sebagai penjualan;

DFD\Analisis Laporan Keuangan dan SPT 32


- Perbedaan waktu antara pengakuan penjualan dengan tanggal penerbitan faktur
pajak (jika faktur pajak terlambat diterbitkan, maka hanya diterbitkan STP
pengenaan sanksi)
Apabila perbedaan-perbedaan yang tidak menimbulkan pajak terutang sudah dielim-
inir namun masih terdapat perbedaan, maka fiskus patut menduga:

- PPN kurang dipungut, jika terjadi kondisi pos peredaran usaha ditambah pos
penghasilan lain menurut SPT Tahunan PPh lebih besar dari jumlah Penyerahan
Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN selama setahun.
- Peredaran usaha kurang dilaporkan, , jika terjadi kondisi pos peredaran usaha +
pos penghasilan lain menurut SPT Tahunan PPh lebih kecil dari jumlah Penye-
rahan Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN selama setahun

2) Kenaikan pos asset tetap berupa bangunan dalam neraca Wajib Pajak dengan PPN
terutang atas kegiatan membangun sendiri (PPN pasal 16C) menurut SPT Masa PPN
selama setahun.
Perbedaan yang tidak menimbulkan pajak terutang dapat terjadi antara lain:
- Wajib Pajak menggunakan revaluation model dalam menilai asset tetapnya, se-
hingga kenaikan bangunan bukan disebabkan adanya pertambahan fisik
bangunan;

- Wajib pajak menggunakan jasa kontraktor untuk membuat bangunan, jika demikian
fiskus harus meneliti apakah terdapat pajak masukan dari kontraktor;

- Bangunan diperoleh dengan cara membeli, jika demikian fiskus harus meneliti
apakah terdapat pajak masukan atas pembelian bangunan.

Apabila perbedaan-perbedaan yang tidak menimbulkan pajak terutang sudah dielim-


inir namun masih terdapat perbedaan, maka fiskus patut menduga bahwa penamba-
han asset bangunan diperoleh dengan cara membangun sendiri dan belum disetor
PPNnya.

3) Penurunan pos asset tetap dalam neraca Wajib Pajak dengan Pajak Keluaran menurut
SPT Masa PPN selama setahun.

Apabila terdapat penurunan asset tetap dalam neraca, fiskus harus meneliti apakah
dalam Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam negeri terdapat faktur pajak
keluaran dengan kode transaksi “x9” untuk penyerahan Aktiva pasal 16 D kepada
Selain Pemungut PPN. Jika tidak terdapat faktur pajak dengan kode ”x9”, fiskus
melanjutkan meneliti apakah terdapat penjualan/pengalihan aset tetap ke pemungut
PPN dengan kode ”x1” dan ”x2”.

Perbedaan yang tidak menimbulkan pajak terutang dapat terjadi antara lain:
- Aset tetap yang dialihkan merupakan asset tetap yang pada saat perolehannya
pajak masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (8) huruf b (yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
usaha) dan huruf c (sedan dan station wagon). Atas pengalihan asset tetap ini tidak
wajib memungut PPN.

DFD\Analisis Laporan Keuangan dan SPT 33


- Penurunan asset disebabkan force majeur, misalnya kebakaran, bencana alam,
pencurian atau kerusakan berat yang menyebabkan asset tidak dapat digunakan
lagi dan dikeluarkan dari pembukuan.
Apabila perbedaan-perbedaan yang tidak menimbulkan pajak terutang sudah dielim-
inir namun masih terdapat perbedaan, maka fiskus patut menduga bahwa atas pen-
galihan asset tetap belum dipungut PPN pasal 16D

4) Pos pembelian persediaan, pos-pos biaya yang diduga merupakan objek PPN dalam
laporan laba rugi, kenaikan asset tetap dalam neraca Wajib Pajak dengan Pajak Ma-
sukan menurut SPT Masa PPN selama setahun.
Ekualisasi ini agak sulit dilakukan karena banyaknya jenis pos-pos biaya dalam laporan
laba rugi dan sulit menduga apakah suatu pos biaya didalamnya berisi pengeluaran-
pengeluaran untuk memperoleh BKP dan JKP, belum lagi kemungkinan biaya
dikeluarkan kepada non PKP yang tidak menerbitkan faktur pajak.
Walaupun sulit, analisis ekualisasi ini dapat dilakukan dan bermanfaat bagi fiskus un-
tuk:
- Apabila jumlah pembelian persediaan ditambah pos-pos biaya yang diduga
merupakan objek PPN lebih besar dibandingkan pajak masukan, fiskus terutama
pemeriksa pajak harus berhati-hati pada saat menguji keterjadian (eksistensi) dan
kesahihan (validitas) suatu transaksi untuk memastikan bahwa WP tidak
menggelembungkan biaya.
- Sebaliknya apabila jumlah pembelian persediaan ditambah pos-pos biaya yang
diduga merupakan objek PPN lebih kecil dibandingkan pajak masukan, maka
fiskus harus memastikan bahwa faktur pajak yang dikreditkan bukan faktur pajak
yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau faktur pajak fiktif.

C. SPT Tahunan PPh dengan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
Ekualisasi dilakukan dengan membandingkan antara pos gaji, upah bonus, gratifikasi,
honorarium dan sebagainya ditambah Biaya Sehubungan Dengan Jasa pada SPT Ta-
hunan Badan lampiran 1771-II atau pos-pos biaya yang diduga objek PPh pasal 21
dan/atau pasal 26 pada Laporan Laba Rugi dengan objek SPT Masa PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 selama setahun.

Perbedaan yang tidak menimbulkan pajak terutang dapat terjadi antara lain:
- Terdapat pembebanan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam pos biaya yang
bukan objek PPh Ps. 21
- Terdapat perbedaan waktu antara pengakuan pembebanan dalam laporan laba rugi
dengan saat pemotongan pajak.
- Biaya-biaya dalam laporan laba rugi yang diduga objek PPh pasal 21 dan/atau pasal
26 telah dipotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dan dilaporkan dalam SPT Masa
PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26.
- Di dalam pos-pos biaya laporan laba rugi yang diduga objek PPh pasal 21 dan/atau
pasal 26 juga terdapat pembebanan yang bukan objek PPh potput. Misalnya, dalam
biaya perbaikan dan reparasi didalam terdapat pembelian suku cadang.

DFD\Analisis Laporan Keuangan dan SPT 34


- Objek PPh Pasal 21 dan/atau pasal 26 tidak dibebankan sebagai biaya tetapi
dikapitalisir dalam asset. Misalnya upah buruh, fee arsitek, dikapitalisir ke dalam har-
ga bangunan; biaya jasa instalasi mesin dikapitalisir ke dalam nilai mesin.
- Objek PPh pasal 23 dan/atau pasal 26 tersebar didalam pos-pos biaya yang tidak
diduga terdapat pengeluaran objek PPh pasal 23 dan/atau pasal 26.

D. SPT Tahunan PPh dengan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26.
Ekualisasi dilakukan dengan membandingkan antara pos Biaya Jasa, Biaya Sehubungan
Dengan Jasa dan Biaya Jasa pada SPT Tahunan Badan lampiran 1771-II atau pos-pos
biaya yang diduga merupakan objek PPh pasal 23 dan/atau pasal 26 dan dividen yang
dibayar pada Laporan Laba Rugi dengan objek SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal
26 selama setahun.

Perbedaan yang tidak menimbulkan pajak terutang dapat terjadi antara lain:
- Terdapat perbedaan waktu antara pengakuan pembebanan dalam laporan laba rugi
dengan saat pemotongan pajak.
- Biaya-biaya dalam laporan laba rugi yang diduga objek PPh pasal 23 dan/atau pasal
26 telah dipotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan dilaporkan dalam SPT Masa
PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
- Di dalam pos-pos biaya laporan laba rugi yang diduga objek PPh pasal 23 dan/atau
pasal 26 juga terdapat pembebanan yang bukan objek PPh potput. Misalnya, dalam
biaya perbaikan dan reparasi didalam terdapat pembelian suku cadang.
- Objek PPh Pasal 23 dan/atau pasal 26 tidak dibebankan sebagai biaya tetapi
dikapitalisir dalam asset. Misalnya upah buruh, fee arsitek, dikapitalisir ke dalam har-
ga bangunan; biaya jasa instalasi mesin dikapitalisir ke dalam nilai mesin.
- Objek PPh pasal 23 dan/atau pasal 26 tersebar didalam pos-pos biaya yang tidak
diduga terdapat pengeluaran objek PPh pasal 23 dan/atau pasal 26.

E. SPT Tahunan PPh dengan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
SPT masa PPh Pasal 4 ayat (2) berbeda dengan SPT Masa PPh Potput lainnya, karena
kewajiban PPh psal 4 (2) bukan hanya sebagai pemotong, akan tetapi juga sebagai
penyetor. Oleh karena itu pos-pos dalam SPT Tahunan PPh atau pos-pos dalam laporan
keuangan yang akan dibandingkan dengan SPT Masa PPh pasal 4 ayat (2) bukan hanya
dari sisi pengeluaran atau biaya dan penambahan asset, tetapi juga dari sisi penerimaan
atau penghasilan dan penurunan asset.

Fiskus dapat membandingkan pos-pos antara lain sebagai berikut:

- Laba atau rugi lain-lain yang berasal dari penjualan sekuritas saham dan penurunan
atau kenaikan investasi pada sekuritas saham di laporan keuangan dengan objek
menurut SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

- Penghasilan dan Biaya Sewa bangunan atau penghasilan penjualan tanah dan
bangunan dan penurunan asset tanah dan bangunan dengan objek menurut SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

DFD\Analisis Laporan Keuangan dan SPT 35


- Penghasilan bunga deposito, diskonto SBI dan jasa giro di
laporan keuangan untuk usaha bank dengan objek menurut SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

F. Ekualisasi Lainnya.

Analisis ekualisasi juga dapat dilakukan terhadap SPT Masa PPh


Potput dengan SPT Masa PPN, karena dalam satu transaksi bisa
melibatkan lebih dari satu kewajiban pajak. Suatu transaksi dapat
dilaporkan dalam lebih satu SPT masa, misalnya pengeluaran sewa
selain tanah dan bangunan, apabila disewa dari PKP maka atas biaya
sewa dilaporkan sebagai pajak masukan dalam SPT Masa PPN dan
dilaporkan sebagai objek dalam dalam SPT PPh Potput.

DFD\Analisis Laporan Keuangan dan SPT 36

You might also like