Professional Documents
Culture Documents
Abstrac
The purpose of this study was to evaluate the geometry and complementary
conditions of the mine road at the research site. This type of research is quantitative,
namely research whose data relates to numbers both obtained from measurements and
from the value of a data obtained by changing the qualitative into quantitative data. In
addition, this study is also intended to provide a systematic, factual and accurate
description of the facts and phenomena investigated, so this research has a descriptive
method
Data collected by interviews, observations, document studies, and records.
Conclusions obtained Based on the results of data analysis and previous discussions
that are adjusted to the specifications of the conveyance, and based on the AASTHO
equation, the safe and appropriate haul road geometry is obtained, namely the width of
the road at straight road is 9 meters, road width on the bend is 11 meters, minimum
bend radius is 34 meters, meters, superelevation used is 4% as consideration of
planning which refers to the standard KSU road construction. Putra Mahakam Mandiri,
longitudinal slope based on observations in the field range from 0% - 11.1%, while the
slope of the road is a maximum of 12%, the cross-slope of the road for straight roads
must be 18 cm, bends must be 24 cm, and haul road safety aspects are vehicle stop
based on calculations i.e. 18 meters, embankment or safety bund made high of 0.32
meters, while the width of the bottom of the embankment is 0.64 meters.
A.Latar Belakang
Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana
infrastruktur yang vital di lokasi penambangan dan sekitarnya. KSU.Putra Mahakam
Mandiri merupakan salah satu perusahaan batubara yang berada di Kecamatan
Samarinda Utara Kota Samarinda Provensi Kalimantan Timur ini merupakan salah satu
daerah yang kaya akan Batubara. Jalan angkut merupakan factor terpenting dalam
operasi penambangan.jalan ini sebagai jalan masuk dari lokasi penambangan menuju
langsung ke konsumen. Alat angkut yang digunakan adalah Dump Truck HINO FM 260
JD.
Dalam mengoptimalkan kegiatan penambangan maka pengoperasian alat-alat
harus dimaksimalkan sehingga target produksi dapat tercapai. Dalam kegiatan
produksi, jalan tambang memegang peranan yang sangat penting, karena apabila
kondisi jalan tambang tidak sesuai dengan system penambangan dan spesifikasi alat
maka akan menghambat laju kegiatan produksi. Kondisi jalan sangat dipengaruhi oleh
tikungan, tanjakan, turuan, atau kombinasi ketiganya. Sesuai dengan analisis lapangan
tanjakan yang ideal adalah 12% dan tikungan maksimum dengan kecepatan sedang
(40 Km/jam).
Dengan kondisi tersebut, maka diperlukan adanya Rancangan geometri jalan
yang sesuai dengan kondisi lapangan serta sesuai dengan spesifikasi alat yang
digunakan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu :
1. Bagaimana geometri jalan tambang yang belum sesuai dengan persyaratan dengan
dimensi alat yang digunakan.?
2. Sejauhmana bagian jalan yang belum memiliki superelevasi, cross slope dan
tanjakan yang belum sesuai dengan kemampuan alat angkut yang melintasi
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pada penelitian ini adalah utuk mengevaluasi geometri dan
bangunan pelengkap jalan tambang dilokasi penelitian.
D.Batasan Penelitian
Untuk mengefektifkan hasil peneliti dari permasalahan yang ada, maka penulis
membatasi masalah dalam penelitian yaitu :
1. Lokasi penelitian dibatasi pada : front penambangan ke stock pile
2. Alat angkut yang menjadi patokan untuk menghitung geometri jalan angkut yaitu
damp Truck HINO 260 JD.
3. Geometri jalan tambang yang dievaluasi meliputi : Lebar jalan tambang ,jari-jari
tikungan,superelevasi,grade jalan,cross slope,dan jarak henti kendaraan.
4. Bangunan pelengkap jalan yang dievaluasi meliputi safety bumd
5. Standar yang digunakan adalah AASHTO Manual Rugal High Way Design.
6. Menggunakan program aplikasi autocad dan corel draw.
LANDASAN TEORI
Secara garis besar jalan tambang mempunyai persyaratan yang hampir sama
dengan jalan di kota dan desa. Satu-satunya perbedaan yang utama adalah pada
bagian permukaan jalan (road surface). Untuk jalan tambang, permukaan jalannya
jarang sekali ditutupi dengan aspal atau beton, sebab jalan tambang tersebut akan
sering dilalui peralatan mekanis yang memakai crawler track seperti : crawler rock drill,
bulldozer, track loader, dan lain-lain. Faktor-faktor yang secara langsung atau tidak
langsung berpengaruh terhadap pengoperasian alat angkut, antara lain :
a. Ketinggian tempat kerja dari permukaan laut (altitude) dan keadaan iklim.
b. Keadaan, macam dan ukuran alat muat.
c. Sifat fisik dan mekanik batuan.
d. Kondisi jalan angkut.
Fungsi utama jalan tambang secara umum adalah untuk menunjang kelancaran
operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Oleh karena itu
diperlukan suatu rancangan geometri jalan tambang yang setiap elemen geometrinya
memberikan rasa aman dan efisien pada saat traveling dengan kondisi pengoperasian
kecepatan normal.
Beberapa elemen geometri jalan angkut tambang yang perlu diperhatikan adalah
:
a. Lebar jalan angkut (width of haul road)
b. Jumlah jalur (number of lines)
c. Jari-jari tikungan (radius of curve)
d. Superelevasi (superelevation) dan superelevasi runout (superelevation runout)
e. Jarak pandang yang aman (safe sight distance)
f. Jarak henti yang aman (safe stopping distance)
g. Kemiringan jalan angkut (grade)
h. Rambu-rambu pada jalan angkut (haul road sign)
i. Lampu penerangan (lighting)
j. Damp Pengaman Jalan
k. Cross slope dari jalan angkut.
Jalan tambang memiliki karateristik khusus yang membedakan perlakuan terhadap
penanganannya dari pada jlan transfortasi umun. Karakteristik tersebut yaitu :
1. Jalan tanbang selalu dilewati oleh alat berat yang mempunyai crowler track (
roda rantai ) sehingga tidak memungkinkan untuk pengaspalan.
2. Jalan tambang yang berada pada daerah seam umumnya selalu mengalami
perubahan elevasi karena adanya penggalian jejang.
3. Lebar jalan tabang harus diperhatikan sesuai jalurnya, khususnya pada jalur
ganda atau lebih.
Trase jalan adalah alur jalan dari dimulainya titik awal pengamatan hingga titik
akhir pengamatan. Trase jalan untuk memudahkan dalam perencanaan dan
pelaksanaan dibuat stasion-stasion atau disingkat sta disepanjang trase jalan.
Penempatan station pada gambar perencanaan maupun pelaksanaannya
dilapangan tergantung pada kondisi topografi daerah. Penomoran stasion dimulai dari
awal perencanaan jalan bergerak maju sampai ke ujung rencana jalan. Cara
penempatan nomor stasion dilakukan dengan pembuatan patok-patok bernomor
dengan jaak sebagai berikut :
1. Untuk daerah datar, jarak antara patok adalah 100 meter
2. Untuk daerah berbukit, jarrak antara patok adlah 50 meter
3. Untuk daerah pegunungan, jarak antara patok adalah 25 meter.
Sumber : (Slide Share)
Gambar 2.4 Trase jalan
Perhitungan lebar jalan angkut harus mempertimbangkan jumlah jalur, yaitu lajur
tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah. Dalam
kenyataannya, semakin lebar jalan angkut maka akan semakin baik dimana lalu lintas
pengangkutan semakin aman dan lancar. Sebaliknya, semakin lebar jalan angkut, biaya
yang dibutuhkan untuk pembuatan dan perawatan juga akan semakin besar.
(Prodjosumarto dan Kramadibrata, 1998)
Untuk menentukan lebar pada jalan lurus diambil standar dengan
memperhitungkan lebar dari alat angkut terbesar yang digunakan. Lebar jalan angkut
minimum untuk jalur ganda atau lebih menurut “AASHTO (American Association of
State Highway and Transportation Official) Manual Rural High Way Design (1990),
jumlah lajur dikali dengan lebar dump truck ditambah setengah lebar truk untuk masing-
masing tepi kiri, kanan dan jarak Antara dua dump truck yang sedang bersilangan. Dari
ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan
angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan. Dengan
pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar jalur
Tabel 2.5 Lebar jalan minimum
JUMLAH LAJUR LEBAR MIN JALAN
PERHITUNGAN
TRUCK ANGKUT
1 1+(2X1/2) 2.00
2 2+(3X1/2) 3.50
3 3+(4X1/2) 5.00
4 4+(5X1/2) 6.50
Sumber :AASHTO
Dari kolom perhitungan pada tabel 2.5 dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut
minimum pada jalan lurus. Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur yang
direncanakan masing – masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut yang tertuang
pada Gambar 2.5 dapat dirumuskan sebagai berikut :
L (m) = n. Wt + (n+1) (1/2. Wt) …………………………..………..………(2.16)
Dimana : L (min) = lebar minimum pada jalur lurus (m)
n = jumlah jalur
Wt = lebar satu unit kendaraan rencana (m)
CATERPILLAR
778 778
Tanggul
Parit
L min
Dimana :
R = radius tikungan (m)
Wb = jarak poros roda depan dan belakang (m)
ß = sudut penyimpangan roda depan (o)
HASIL PENELITIAN
0 0–1 9,20
1 1–2 8,62
2 2–3 9,30
3 3–4 10
4 4–5 8,05
5 5–6 8,50
6 6–7 11,10
7 7-8 10,00
8 8-9 10,34
Lebar jalan tambang pada tikungan di KSU.Putra Mahakam Mandiri
berbeda-beda, berdasarkan pengamatan di lapangan, pada jalan tambang yang menuju
stock pile terdapat enam (6) buah tikungan.
Tabel 4.2Lebar Jalan tambang Pada Tikungan
No Lebar (m)
T1 11,00
T2 13.50
T3 14,05
T4 13,20
T5 10,25
T6 9,65
Jari – jari tikungan jalan tambang berhubungan dengan manuver alat angkut
di tikungan. Jika jari – jari tikungan sesuai dengan standar keamanan yang ada, maka
dengan kecepatan rencana berdasarkan spesifikasi alat angkut. Alat angkut dapat
bermanuver dengan aman di tikungan tanpa khawatir keluar dari jalur. Jari – jari
tikungan jalan angkut berhubungan dengan kecepatan rencana alat angkut yang
digunakan menurut standar AASHTO dengan konstanta emax = 10%. Dan berdasarkan
hasil pengamatan dilapangan, pada jalan angkut yang menuju stock pile terdapat enam
(6) buah tikungan.
Dari hasil perhitungan dapat ditentukan untuk jari-jari tikungan minimum 34
m (Lampiran 3) sedangkan untuk jari-jari tikungan maksimum 7,8 m (Lampiran 3).
Kemiringan jalan yang melebihi kemampuan alat dalam mengatasi tanjakan
dapat memberikan efek jangka panjang yaitu memperpendek ekonomis alat, tidak
aman dan menghambat laju produksi. Untuk itu, untuk alat angkut saat bermuatan akan
lebih aman bagi pengemudi dan kendaraan itu sendiri bila kemiringan jalan disesuaikan
dengan kemampuan alat dalam mengatasi tanjakan.
Adapun hasil penelitian yang diambil dilapangan terdapat pada tabel
dibawah sesuai hasil perhitungan di Lampiran 5.
S2 – S3 98 5.3 5.4
S5 – S6 122 9 7.3
Pada jalan tambang yang menuju Stock Pile belum terdapat cross slope. Hal
tersebut membuat tergenangnya air pada badan jalan di saat hujan turun, sehingga
pada akhirnya jalan akan berlumpur dan licin.
Nilai cross slope dapat dihitung dengan rumus :
𝛼
q = 𝑝 𝑥 100 %
α = P x 40 mm/m
Dimana
α = 20-40 mm/m
p = ½ x Lebar jalan
=½x 9m
= 4,5 m
Jalan angkut yang baik memiliki cross slope 40 mm/m. Hal ini berarti setiap 1 m jarak
mendatar terdapat beda tinggi 40 mm atau 4 cm. Sehingga untuk jalan angkut dengan
lebar 9 m mempunyai beda ketinggian pada poros jalan sebesar
α = P x 40 mm/m
= 4,5 m x 40 mm/m
= 0.18 m = 18 cm
Jadi cross slope yang harus dibuat adalah sebesar 18 cm.
Jarak berhenti kendaraan adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya pada saat menghadapi bahaya. Jarak mengerem
merupakan jarak yang ditempuh alat angkut dari saat menginjak rem sampai kendaraan
berhenti. Jarak pengereman ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ban, kondisi
muka jalan, kondisi perkerasan jalan dan kecepatan alat angkut.
Rumus yang digunakan yaitu
d = d1 + d2 ………………………… (2.32)
d1 = V.t = 0.278V.t …………………. (2.31)
0.278V2
d2 = 2.g.fm
d = d1 + d2
0.278V2
= (0.278V.t) + 2.g.fm
Dimana :
d = Jarak henti
d1 = Jarak yang ditempuh saat melihat rintangan sampai menginjak rem (m)
d2 = Jarak mengerem (m)
t = Waktu tanggap (2,50 detik)
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s)
V = Kecepatan rencana (30 km/jam)
fm = Koefisien gesek memanjang antara ban dengan
perkerasan jalan, menurut AASHTO = 0,28 – 0,45 ; menurut Bina Marga
= 0,35 – 0,55.
Sehingga jarak berhenti :
0.278V2
d = (0.278V.t) + 2.g.fm
(0.278.30)2
= (0.278 . 30 . 2.5) + 2.9,8.0,40
69.555
= 13.9 + 7.84
= 13.9 + 8.87
= 22.77 m = 23 m
Jadi, jarak berhenti kendaraan yang dibutuhkan adalah sebesar 23 m
Untuk menghindari tergulingnya alat angkut pada tepi jalan dan juga untuk
menghindari segala bahaya yang dapat mengancam keselamatan kerja dan peralatan,
pengaman ini biasanya dipasang pada tepi jalan yang berbatasan dengan jurang atau
daerah yang relative curam. Pengaman tepi biasanya berupa pagar pengaman dari besi
yang dipasang pada tepi jalan atau tanggul pengaman. Berdasarkan pengamatan
lapangan, pada sepanjang jalan angkut sudah terdapat pengaman tepi yang berupa
tanggul pengaman dengan tinggi 0.50 – 1.00 meter dan lebar 1.50-2.00 meter, tanggul
yang dipasang sudah memenuhi standar dari alat angkut. Padatanggul tersebut,
pedoman untuk rancangannya adalah tingginyaharus sama atau lebih besar dari nilai
Static Rolling Radius (SRR) roda kendaraan. Persamaan untuk menghitung besarnya
nilai Static Rolling Radius dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
𝑻𝑯
SRR = inch …………………. (2.15)
𝟐,𝟏
Keterangan :
SRR : Static Rolling Radius, inch
TH : Tinggi roda kendaraaan, inch
Maka :
Tinggi roda Dump Truck HINO FM 260 JD = 102 cm = 40,157 inch
𝑇𝐻
SRR = inch
2,1
40,157
SRR = inch
2,1
= 19.12 inch
= 0.48 m
Jadi nilai dari Static Rolling Radius (SRR) Dump Truck HINO FM 260 JD = 0.48 m.
Maka, untuk dimensi Safety Bund sebagai berikut :
Tinggi Safety Bund (B) = 0.48 m ̶> 0.50 m
Lebar bagian bawah Safety Bund (A) ̶ 1.50 m
= 3 x 0.48 = 1.44 m >
Kondisi lebar jalan tambang yang menuju stock pile pada beberapa segmen
jalan masih memerlukan adanya perbaikan (Tabel 4.1). hal tersebut belum sesuai
dengan lebar minimum jalan angkut dari hasil perhitungan (lampiran 1). Belum
sesuainya lebar jalan angkut minimum pada jalan angkut tersebut akan mengakibatkan
kerja dari truck HINO FM 260 JD terganggu, karena truk akan kesulitan untuk melintas
pada jalan tersebut, apalagi kalau berpapasan dengan truk lain akibat adanya bagian
lebar jalan yang belum sesuai, dan biasanya apabila ada truk yang berpapasan dengan
truk lain. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka segmen jalan yang memiliki
lebar minimum yang belum sesuai dengan ketentuan, diperlukan adanya pelebaran.
Dengan demikian maka hambatan yang terjadi pada kegiatan pengangkutan akibat
penyempitan jalan angkut dapat dikurangi.
Tabel 4.3
Pelebaran Jalan tambang Pada Jalan Lurus
Kondisi lebar jalan angkut pada tikungan pada beberapa segmen jalan
masih memerlukan adanya perbaikan (Tabel 4.2). hal tersebut belum sesuai dengan
lebar minimum jalan angkut dari hasil perhitungan (lampiran 2). Belum sesuainya lebar
jalan angkut minimum pada jalan angkut tersebut akan mengakibatkan kerja dari truck
HINO FM 260 JD terganggu, karena truk akan kesulitan untuk melintas pada jalan
tersebut, apalagi kalau berpapasan dengan truk lain akibat adanya bagian lebar jalan
yang belum sesuai, dan biasanya apabila ada truk yang berpapasan dengan truk lain,
salah satu truk yang bermuatan kosong akan berhenti atau mundur pada jalan tikungan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka segmen jalan yang memiliki
lebar minimum yang belum sesuai dengan ketentuan, diperlukan adanya pelebaran.
Dengan demikian maka hambatan yang terjadi pada kegiatan pengangkutan akibat
penyempitan jalan angkut dapat dikurangi.
Tabel 4.4
Pelebaran Jalan tambang Pada Tikungan
T5 10,25 11 0,75
T6 9,65 11 1,35
Suatu tikungan akan dapat dilalui denganbaik oleh alat angkut apabila jari–
jari tikungan pada jalan angkut lebih besar atau minimal sama dengan jari–jari tikungan
yang dibentuk oleh alat angkut pada kecepatan tertentu, dalam hal ini yaitu truk HINO
FM 260 JD.
Jari-jari tikungan minimum yang dimiliki oleh truk HINO FM 260 JD dengan
kecepatan 30 km/jam (berdasarkan perhitungan) adalah 34 m, dan sedangkan untuk
jari-jari tikungan maksimum yaitu 7,8 m.
Superelvasi normal pada jalan lurus dan superelevasi maksimum pada
tikungansangat penting diperhitungkan, selain mengatasi genangan air di badan jalan
yang dapat mengakibatkan licinnya permukaan jalan pada musim hujan, juga dapat
mengatasi gaya sentrifugal dari kendaraan pada saat kendaraan memasuki tikungan.
Untuk superelevasi maksimum jalan angkut tambang dari PIT ke Stock Pile ditetapkan
0.04 (4%) dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya pengaruh yang buruk oleh air
pada permukaan jalan angkut tambang selama hujan atau pada kondisi basah dan
untuk mengimbangi gaya sentrifugal dari kendaraan pada saat kendaraan memasuki
tikungan atau belokan.
Berdasarkan hasil perhitungan superelevasi dilapangan, untuk tikungan 1
adalah 1,0%, tikungan 2 adalah 0,3%, tikungan 3 adalah 0,4%, tikungan 4 adalah 0,2%,
tikungan 5 adalah 0,8%, dan tikungan 6 adalah 0,1%, maka dikatakan bahwa kondisi ini
belum aman bila dibandingkan dengan standar AASSTHO yaitu 4%, untuk menghindari
terjadinya slip di daerah tikungan atau mencegah kendaraan tergelincir keluar jalan,
maka dari itu permukaan jalan sebaiknya kemiringan disesuaikan dengan standar, oleh
karena itu superelevasi pada tikungan 1 sampai tikungan 6 perlu dilakukan
penambahan superelevasi.
Kemiringan jalan berhubungan dengan kemampuan alat angkut baik dalam
pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan dinyatakan dalam (%),
kemiringan jalam maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut truck
berkisar antara 10% - 15% pada saat alat angkut dalam keadaan kosong, dan pada
saat bermuatan berkisar 7% - 8%. Sedangkan kemiringan jalan angkut yang ada
dilapangan bervariasi dan ada yang melewati kemiringan 12%, sehingga kemiringan
jalan tersebut belum memenuhi syarat jalan angkut yang aman. Maka untuk
meningkatkan produktivitas dan menyesuaikan dengan kecepatan alat angkut yang
digunakan maka kemiringan perlu ditetapkan maksimum 12%. Pada ketentuan ini maka
jalan angkut hasil rencana yang diperoleh dapat dilalui oleh alat angkut yaitu truk HINO
FM 260 JD secara normal, pada jalan ini pula alat angkut dapat melewati jalan dengan
beban standar maupun tidak bermuatan.
Untuk menghindari agar jalan tidak tergenang di saat hujan, maka
pembuatan cross slope perlu dilakukan, sehingga kelancaran dari proses pengangkutan
dapat berjalan dengan baik. Pembuatan cross slope dilakukan dengan cara membuat
bagian tengah jalan lebih tinggi dari bagian tepi jalan. Berdasarkan hasil perhititungan
pada lampiran 6, maka untuk jalan angkut pada jalan lurus dua jalur dengan lebar 9
meter, beda tinggi yang harus dibuat antara bagian tengah dari jalan dengan bagian
tepi jalan adalah 18 cm dan pada tikungan sebesar 26 cm. berdasarkan pengamatan
dilapangan, didapatkan jalan belum memiliki cross fall, sehingga terdapat beberapa
jalan yang rusak akibat tergenang air hujan yang tidak dapat mengalir. Maka perlunya
dibuat cross slope sesuai dengan perhitungan berdasarkan teori tersebut.
Jarak berhenti kendaraan adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya pada saat menghadapi bahaya. Jarak mengerem
merupakan jarak yang ditempuh alat angkut dari saat menginjak rem sampai kendaraan
berhenti. Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 7 jarak berhenti yang dipelukan
yaitu sebesar 23 meter.
Untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi karena kendaraan selip
atau kerusakan rem atau karena sebab lain, maka pada jalan tambang tersebut perlu
dibuat tanggul jalan (safety bund) dikedua sisinya. Hal ini terutama bila jalan berbatasan
langsung dengan daerah curam, sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan alat
angkut tidak terperosok ke daerah yang curam.
Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 7 didapatkan tinggi tanggul yaitu
0.32 meter, sedangkan lebar bagian bawah tanggul yaitu 0.64 m.
KESIMPULAN
Ansyori Alamsyah, Alik, 2011. ”Rekayasa Jalan Raya”, UMM Press, Malang.
Arif, Irwandi dkk, 2002. “Perencanaan Tambang”, Departemen Teknik Pertambangan, ITB, Bandung.
Bina Marga “Pedoman Manual Perencanaan dan Pembuatan Geometri Jalan Antar Kota, Bandung.
Kaufiman, Walter W, and Ault, James C, “Design of Surface Mine Haulage Roads ~A Manual”, United
States Departement of The Interior, Berau of Mines.
Projosumarto, Partanto, 2002, “Diktat Tambang Terbuka”, Jurusan Teknik Pertambangan, ITB, Bandung.
Sunardi, “Perencanaan Geometrik Jalan Raya”, Departemen Pekerjaan Umum Jendral Bina Marga.
Suwandi, Awang, 2004, “Perencanaan Tambang Terbuka”, Diktat Kuliah Universitas Islam Bandung,
Bandung.