You are on page 1of 3

AGITASI

Dalam makna denotatifnya, agitasi berarti hasutan kepada orang banyak untuk mengadakan
huru-hara, pemberontakan dan lain sebagainya. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh
tokoh/aktivis partai politik, ormas dan lain sebagainya dalam sesi pidato maupun tulisan. Dalam
praktek, dikarenakan kegiatan agitasi yang cenderung “menghasut” maka seringkali disebut
sebagai kegiatan “provokasi” atau sebagai perbuatan untuk membangkitkan kemarahan. Bentuk
agitasi sebetulnya bisa dilakukan secara individual maupun dalam basis kelompok (massa).
Beberapa perilaku kolektif yang dapat dijadikan sebagai pemicu dalam proses agitasi adalah :

1. Perbedaan kepentingan, seperti misalnya isu SARA (Suku, Agama, Ras). Perbedaan
kepentingan ini bisa menjadi titik awal keresahan masyarakat yang dapat dipicu dalam proses
agitasi
2. Ketegangan sosial, ketegangan sosial biasanya timbul sebagai pertentangan antar kelompok
baik wilayah, antar suku, agama, maupun pertentangan antara pemerintah dengan rakyat.
3. Tumbuh dan menyebarnya keyakinan untuk melakukan aksi, ketika kelompok merasa
dirugikan oleh kelompok lainya, memungkinkan timbul dendam kesumat dalam dirinya. Hal
ini bisa menimbulkan keyakinan untuk dapat melakukan suatu aksi bersama;

Dalam politik, ketiga perilaku kolektif diatas akan menjadi ledakan sosial apabila ada faktor
penggerak (provokator)nya. Misalnya ketidakpuasan rakyat kecil terhadap kebijakan pemerintah
yang tidak memihak kepada mereka juga bisa menjadi sebuah alat pemicu yang efektif untuk
mendongkel sebuah rezim. Dalam tahap selanjutnya, mobilisasi massa akan terbentuk apabila
ledakan sosial yang muncul dapat memancing solidaritas massa. Hingga pada eskalasi tertentu
bisa memunculkan kondisi collaps.

Dalam proses agitasi, pemahaman perilaku massa menjadi penting. Agar agitasi dapat dilakukan
secara efektif maka perlu diperhatikan sifat orang-orang dalam kelompok(massa) seperti ; massa
yang cenderung tidak rasional, mudah tersugesti, emosional, lebih berani mengambil resiko,
tidak bermoral. Kemampuan seorang agitator untuk mengontrol emosi massa menjadi kunci dari
keberhasilan proses agitasi massa. Sedangkan pendekatan hubungan interpersonal merupakan
kunci sukses dalam agitasi individu.
PROPAGANDA
Propaganda sendiri berarti penerangan ( paham, pendapat, dsb) yang benar atau salah yang
dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang lain agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah
tindakan tertentu. Kegiatan propaganda ini banyak dipakai oleh berbagai macam organisasi baik
itu orgnisasi massa, parpol, hingga perusahaan yang berorientasi profit sekalipun baik kepada
kawan, lawan maupun pihak netral. Propaganda juga merupakan inti dari kegiatan perang urat
syaraf (nerve warfare) baik itu berupa perang ideologi, politik, ide, kata-kata, kecerdasan, dll.
Kegiatan propaganda menurut bentuknya seringkali digolongkan dalam dua jenis, yaitu
propaganda terbuka dan tertutup. Propaganda terbuka ini dilakukan dengan mengungkapkan
sumber, kegiatan dan tujuannya secara terbuka. Sebaliknya, propaganda tertutup dilakukan
dengan menyembunyikan sumber kegiatan dan tujuannya. Para pakar organisasi menggolongkan
3 (tiga) jenis model propaganda. Menurut William E Daugherty, ada 3 (tiga) jenis propaganda :

1. Propaganda putih (white propaganda ), yaitu propaganda yang diketahui sumbernya secara
jelas, atau sering disebut sebagai propaganda terbuka. Misalnya propaganda secara terang-
terangan melalui media massa. Biasanya propaganda terbuka ini juga dibalas dengan
propaganda dari pihak lainya (counter propaganda).
2. Propaganda Hitam (black propaganda), yaitu propaganda yang menyebutkan sumbernya tapi
bukan sumber yang sebenarnya. Sifatnya terselubung sehingga alamat yang dituju sebagai
sumbernya tidak jelas.
3. Propaganda abu-abu (gray propaganda), yaitu propaganda yang mengaburkan proses
indentifikasi sumbernya.

Penerbit Harcourt, Brace and Company menyebarkan publikasi berjudul The Fine Art of
Propaganda atau yang sering disebut sebagai the Device of Propaganda (muslihat propaganda)
yang terdiri dari 7 (tujuh) jenis propaganda sebagai berikut :

1. Penggunaan nama ejekan, yaitu memberikan nama-nama ejekan kepada suatu ide,
kepercayaan, jabatan, kelompok bangsa, ras dll agar khalayak menolak atau mencercanya
tanpa mengkaji kebenaranya.
2. Penggunaan kata-kata muluk, yaitu memberikan istilah muluk dengan tujuan agar khalayak
menerima dan menyetujuinya tanpa upaya memeriksa kebenaranya.
3. Pengalihan, yaitu dengan menggunakan otoritas atau prestise yang mengandung nilai
kehormatan yang dialihkan kepada sesuatu agar khalayak menerimanya.
4. Pengutipan, yaitu dilakukan dengan cara mengutip kata-kata orang terkenal mengenai baik
tidaknya suatu ide atau produk, dengan tujuan agar publik mengikutinya.
5. Perendahan diri, yaitu teknik propaganda untuk memikat simpati khalayak dengan
meyakinkan bahwa seseorang dan gagasannya itu baik.
6. Pemalsuan, yaitu dilakukan dengan cara menutup-nutupi hal-hal yang faktual atau
sesungguhnya dengan mengemukakan bukti-bukti palsu sehingga khalayak terkecoh.
7. Hura-hura, yaitu propaganda dengan melakukan ajakan khalayak secara beramai-ramai
menyetujui suatu gagasan atau program dengan terlebih dahulu meyakinkan bahwa yang
lainya telah menyetujui.

Seperti halnya komunikasi lainya maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan propaganda :

1. Siapa yang dijadikan sasaran propaganda, kawan, lawan, atau pihak netral
2. Media apa yang akan dipergunakan, surat kabar, radio, majalah, televisi, sms, buku, film,
pamlet, poster dll. Untuk musuh misalnya melalui desas-desus dan pihak netral dengan
negosiasi atau diplomasi
3. Pesan apa yang akan disebarkan
4. Apa yang menjadi tujuan dari propaganda, misalnya ketakutan , kekacauan,
ketidakpercayaan dsb.

You might also like