You are on page 1of 31

IMPENDING EKLAMPSIA, PARTIAL HELLP SYNDROM, IUGR PADA

SEKUNDIGRAVIDA HAMIL PRETERM BDP

Disusun Oleh :
Abdul Fatah Rohadi G99181001
Anantyo Satria A G99181099
Irsyad Hapsoro R G99172093
Latief Jaya Subrata G991903029

Pembimbing :
Deyna Primavita Pahlevi, dr., Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2019
IMPENDING EKLAMPSIA, PARTIAL HELLP SYNDROM, IUGR PADA
SEKUNDIGRAVIDA HAMIL PRETERM BDP

Abstrak
Impending eklampsia adalah preeclampsia yang disertai keluhan seperti;
nyeri epigastrium, nyeri kepala frontal, mual, muntah, scotoma, dan pandangan
kabur (gangguan susunan syaraf pusat), gangguan fungsi hepar dengan
meningkatnya alanine atau aspartate amino transferase, tanda-tanda hemolisis dan
micro angiopatik, trombositopenia < 100.000/ mm3, munculnya komplikasi
sindroma HELLP.
Didapatkan sebuah kasus impending eklampsia pada sekundigravida hamil
preterm belum dalam persalinan. Pasien adalah seorang G2P0A1, usia 30 tahun, usia
kehamilan 35+4 minggu. Pasien merasa hamil 8 bulan. Kenceng-kenceng teratur
belum dirasakan, air kawah belum dirasakan keluar. Gerakan janin masih dirasakan.
Lendir darah (-). Keluhan pusing (+), pandangan kabur (+), mual (-), muntah (-),
nyeri ulu hati (+), nyeri depan kepala (+), BAB dan BAK dalam batas normal. Dari
pemeriksaan didapatkan janin tunggal, intrauterin, memanjang, presentasi kepala,
punggung kanan, kepala belum masuk panggul, DJJ (+) reguler. Pada pasien ini
dilakukan protap PEB dan terminasi kehamilan dengan SCTP emergensi.

Kata kunci: impending eklampsia, SCTP


BAB I
PENDAHULUAN

Tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri adalah:


pendarahan 45%, infeksi 15%, dan preeklampsia 13%. Sisanya terbagi atas partus
macet, abortus yang tidak aman, dan penyebab tidak langsung lainnya. Dalam
perjalanannya, berkat kemajuan dalam bidang anestesia, teknik operasi, pemberian
cairan infus dan transfusi, dan peranan antibiotik yang semakin meningkat, maka
penyebab kematian ibu karena pendarahan dan infeksi dapat diturunkan secara
nyata. Sebaliknya pada penderita preeklampsia, karena ketidaktahuan dan sering
terlambat mencari pertolongan setelah gejala klinis berkembang menjadi
preeklampsia berat dengan segala komplikasinya, angka kematian ibu bersalin
belum dapat diturunkan.
Pada ibu hamil dikatakan terjadi preeklampsia apabila dijumpai tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria ≥
300 mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick ≥ 1+. Dalam pengelolaan klinis,
preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan, preeklampsia berat, impending
eklampsia, dan eklampsia. Disebut impending eklampsia apabila pada penderita
ditemukan keluhan seperti nyeri epigastrium, nyeri kepala frontal, skotoma, dan
pandangan kabur (gangguan susunan syaraf pusat), gangguan fungsi hepar dengan
meningkatnya alanine atau aspartate amino transferase, tanda-tanda hemolisis dan
mikroangiopatik, trombositopenia < 100.000/mm3, dan munculnya komplikasi
sindroma HELLP.
Impending eklampsia merupakan masalah yang serius dalam kehamilan karena
komplikasi-komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin.
Komplikasi pada ibu antara lain gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut, nekrosis
kortikal akut, gagal jantung, edema paru, trombositopenia, DIC, dan
cerebrovascular accident. Sedangkan komplikasi pada janin antara lain
prematuritas ekstrem, intrauterine growth retardation (IUGR), abruptio plasenta,
dan asfiksia perinatal. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan secara cepat dan
tepat apabila dijumpai kasus kehamilan dengan impending eklampsia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PRE EKLAMPSIA DAN IMPENDING EKLAMPSIA


Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang
ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20
minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria
meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ
(termasuk gangguan pertumbuhan janin)
Preeklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Preeklampsia ringan
 Tekanan darah  140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang; atau
kenaikan sistolik  30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik  15
mmHg.
 Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
 Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 
1 kg per minggu.
 Proteinuria kuantitatif  0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau mid stream.
b. Preeklampsia berat
Definisi: preeklamsi dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5
gram/24 jam.
Dibagi menjadi:
- Preeklamsia berat dengan impending eklampsia
- Preeklamsia berat tanpa impending eklampsia
Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
a. Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg
atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS
dan tirah baring
b. Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4
dipstik
c. Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
d. Kenaikan kreatinin serum
e. Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur
f. Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen
karena teregangnya kapsula Glisson
g. Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
h. Hemolisis mikroangiopatik
i. Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT
j. Pertumbuhan janin terhambat
k. Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan trombosit
dengan cepat
l. Sindroma Hellp.
Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah gejala-gejala
oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan obyektif. Gejala
subyektif antara lain, nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium.
Sedangkan gejala obyektif antara lain hiperrefleksiia, eksitasi motorik dan
sianosis.
1. Diagnosis
Diagnosis gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan.
Hipertensi gestasional
o TD > 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan
o Tidak ada proteinuria
o TD kembali normal setelah <12 minggu postpartum.
o Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum
o Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklamsi, misalnya nyeri
epigastrium atau trombositopenia
Preeklamsia
Kriteria minimum
 TD > 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
 Proteinuria > 300mg/24 jam atau > +1 pada dipstik
Peningkatan kepastian preeklamsi
 TD > 160/100 mmHg
 Proteinuria > 0,2g/24 jam atau > +2 pada dipstik
 Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila telah diketahui meningkat
sebelumnya
 Trombosit <100.000/mm3
 Hemolisis mikroangiopati (LDH meningkat)
 SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat
 Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya
 Nyeri epigastrium menetap

Eklampsia
 Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan
preklamsi
 Preeklamsi pada hipertensi kronik
 Proteinuria awitan baru > 300 mg/24 jam pada wanita pengidap
hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu
 Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit
< 100.000 /mm3 secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan
proteinuria sebelum gestasi 20 minggu

Hipertensi kronik
 TD > 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi
20 minggu
 Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu postpartum.
Diagnosis dari preeklamsia berat dapat ditentukan secara klinis maupun
laboratorium.
Klinis :
- Nyeri epigastrik
- Gangguan penglihatan
- Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional
- Terdapat IUGR
- Sianosis, edema pulmo
- Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau ≥ 110 mmHg untuk tekanan
darah diastolik (minimal diperiksa dua kali dengan selang waktu 6 jam)
- Oliguria (< 400 ml selama 24 jam)
Laboratorium :
- Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik)
- Trombositopenia (<100.000/mm3)
- Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat
sebelumnya
- Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)
- Peningkatan LFT (SGOT,SGPT)

2. Differential Diagnosis
a. Hipertensi gestasional
b. Hipertensi kronik

3. Penanganan
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah.
Karena preeklamsia sendiri bisa membunuh janin.
PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan
kemudian ditentukan jenis perawatan/tindakannya. Perawatannya dapat
meliputi :
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.
Indikasi :
Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1). Ibu :
a). Kehamilan lebih dari 37 minggu
b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
2). Janin :
a). Adanya tanda-tanda gawat janin
b). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.
3). Laboratorium :
Adanya sindroma HELLP .

Pengobatan Medikamentosa
1). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc (60-
125 cc/jam)
2). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3). Pemberian obat : MgSO4.

b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan


Indikasi
Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.
Medikamentosa
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.
Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja (MgSO4
40% 8 gr i.m.).
Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat diperlukan
karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan
apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Namun, dari penggunaan obat-
obat antihipertensi jangan sampai mengganggu perfusi uteropalcental.
OAH yang dapat digunakan adalah hydralazine, labetolol, dan nifedipin.
Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20
% secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.
Pemberian kortikosteroid untuk maturitas dari paru janin sampai saat ini
masih kontroversi.
Untuk penderita preeklamsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih
banyak dalam persalinan. Namun, untuk saat ini teknik anestesi yang
lebih disukai adalah anestesi epidural lumbal.
Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan
dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi,
hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat
janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II
dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum.
4. Prognosis
Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu
antara 9,8 – 20,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2 –
48,9%. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan
antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat
mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak,
decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan
lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra
uterin.

B. PARTIAL HELLP SYNDROM


Partial HELLP sindrom adalah komplikasi yang mengancam nyawa yang
biasanya terjadi akibat preeklamsia. Kedua kondisi ini biasanya terjadi selama
fase akhir dari suatu kehamilan, atau kadang-kadang terjadi setelah melahirkan.
"HELLP" merupakan singkatan dari tiga ciri utama dari sindrom ini, yakni:
 Hemolisis
 Elevated Liver enzymes (Peningkatan enzim hati)
 Low Platelet count (Penurunan platelet)

C. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)


1. Definisi
IUGR adalah janin yang mengalami pertumbuhan yang terhambat
adalah janin yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standar atau
ukuran standar yang sesuai dengan usia kehamilannya (Hariadi R, 2004)
Pertumbuhan Janin Terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction
(IUGR) adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan nutrisi dan
pertumbuhan janin yang mengakibatkan berat badan lahir dibawah batasan
tertentu dari usia kehamilannya (Mochtar R, 2008)
Definisi yang sering dipakai adalah bayi-bayi yang mempunyai berat
badan dibawah 10 persentil dari kurva berat badan bayi yang normal).
Dalam 5 tahun terakhir, istilah Retardation pada Intra Uterine Growth
Retardation (IUGR) telah berubah menjadi Restriction oleh karena
Retardasi lebih ditekankan untuk mental.
Pertumbuhan janin terhambat-PJT (Intra Uterine Growth Restriction)
diartikan sebagai suatu kondisi dimana janin berukuran lebih kecil dari
standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan. Kadang pula istilah
PJT sering diartikan sebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK (small for
gestational age). Umumnya janin dengan PJT memiliki taksiran berat
dibawah persentil ke-10. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari
keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT pada
umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup
bulan (aterm, >37 minggu) (Wibowo B, 2009).
2. Etiologi dan faktor risiko
 Faktor Risiko IUGR
a. Faktor risiko dari Ibu: Alkohol, merokok, obat-obatan
(Corticosteroid, propanolol, Dilantin, Coumadin, Heroin), Anemia,
malnutrisi, Berat badan Ibu Kurang dari 50 Kg, penyakit Jantung
Cyanotic, Hipertensi kronis, Pregnancy Induced Hypertension,
Diabetes Mellitus dengan gangguan Vaskulopati, Connective Tissue
Disease.
b. Faktor Risiko dari bayi : kelainan genetik (misalnya : dwarf
syndrome), kelainan kromosom (trisomi 12, 18 dan 21), congenital
anomaly (misalnya: gastroschisis, neural tube defects, achondroplasia,
osteogenesis imperfecta, abdominal wall defects, duodenal atresia,
renal agenesis), infeksi fetus (CMV, Rubella, Herpes, Varicella zoster,
Toxoplasmosis, Malaria, Listeriosis).
c. Faktor Risiko dari Uterus dan Plasenta: Kelainan Muller (septum
uterus) dan insufisiensi plasenta yang dapat berupa : infark, infeksi pada
plasenta, chorioangioma, multifetal pregnancy, plasenta sirkumvalata,
plasenta previa, focal abruption, marginal insersion of the cord).
Pertumbuhan Janin Terhambat bisa diakibatkan kelainan pada plasenta,
misalnya luas permukaan yang tidak sesuai kehamilan, adanya kelainan-
kelainan pertumbuhan jaringan ikat yang berlebihan pada plasenta. Pada
usia kehamilan 37 minggu, berat dan luas permukaan plasenta tumbuh
mencapai maksimal, pertumbuhan berikutnya melambat dan banyak
didapatkan mioinfark. Keadaan yang paling umum terjadi yang mengurangi
luas permukaan plasenta adalah penyakit vaskuler kronik pada ibu sebagai
akibat dari hipertensi kroniknya. Penyakit-penyakit lain pada ibu yang juga
dapat merusak pembuluh darah arteria spiralis adalah diabetes mellitus,
lupus eritematosus, pielonefritis kronik, glomerulonefritis, dan
arteriosklerosis. Hipertensi karena kehamilan dan pre-eklamsia juga bisa
menyebabkan gangguan pada sistem vaskuler. Oleh karena hipertensi akut
dalam kehamilan biasanya muncul setelah plasenta terbentuk. (Sastrawinata
S, 2003).
Hipoksemia pada janin terjadi bila :
1) Penurunan kadar oksigen pada darah yang menuju uterus
2) Penurunan fungsi plasenta
3) Penurunan kadar oksigen dalam darah janin.
Pada plasenta, gangguan pasokan darah ke uterus atau permukaan
plasenta yang tidak luas dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang
serius pada janin. Pelepasan plasenta pada pinggir-pinggirnya dalam
kehamilan muda disertai perdarahan dan pembentukan parut di sana
(placenta circumvallata) bisa membatasi pertumbuhan janin dan
menyebabkan hambatan pertumbuhan interuterin. Implantasi plasenta pada
daerah serviks bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta terbatas. Plasenta
yang mempunyai banyak infark kecil-kecil kehilangan luas permukaan
untuk pertukaran dan merusak pengangkutan substrat yang mencukupi
kepada janin. Solusio plasenta yang kronik mengurangi luas permukaan
fungsionalnya dan dengan demikian juga dapat menyebabkan hambatan
pertumbuhan interuterin pada janin. (Reece AF dan Hobbin JC, 2007).
Intra Uterine Growth Restriction adalah ketidaknormalan pertumbuhan
dan perkembangan dari fetus, yang mana terjadi 3-7% dari persalinan,
tergantung pada kriteria diagnosis yang digunakan. Pertumbuhan fetus yang
terhambat berisiko tinggi untuk terjadinya kesakitan dan kematian.
Diperkirakan kematian perinatal 5-10 lebih tinggi pada neonatus yang
mengalami pertumbuhan terhambat dibandingkan dengan yang memiliki
ukuran atau berat badan yang sesuai dengan usia kehamilan. Beberapa hal
yang berhubungan dengan kesakitan yang serius perlu mendapatkan
perhatian pada periode setelah terjadinya kegagalan pertumbuhan dalam
uterus termasuk di dalamnya apiksis bayi baru lahir, hipoglikemi pada
neonatus, hipokalsemia, polisitemia, aspirasi mekonium, dan sirkulasi fetal
persisten. Beberapa penelitian melaporkan terjadinya pertumbuhan
persarafan yang lebih sedikit pada bayi yang kecil di bandingkan usia
kehamilan (Small Gestational Age /SGA), terutama ketika berhubungan
dengan prematuritas. Kejadian kecacatan neurologis yang lebih besar pada
SGA preterm terjadi sampai dengan 15%. (Mochtar R, 2008)
Ada beberapa penyebab IUGR. Secara teori terbagi menjadi 3 kategori
yaitu : faktor ibu, fetus, dan uteroplasental. Namun demikian, hampir
sebagian dari penyebab IUGR belum diketahui. Selanjutnya, satu hal yang
penting yang merupakan faktor resiko dari ibu adalah pernah mengalami/
memiliki riwayat IUGR. Satu hal yang membingungkan dan terjadi
ketidaksepakatan adalah kriteria bagaimanakah mendefinisikan IUGR.
IUGR ditetapkan dengan berbagai macam antara lain bayi yang memiliki
berat lahir di bawah 3, 5, dan 10 persentil dibandingkan dengan usia
kehamilan atau yang memiliki berat lahir lebih dari 2 SD di bawah rata rata
usia kehamilan. (Mochtar R, 2008).
3. Patofisiologi
Normal pertumbuhan intrauterin terjadi dalam 3 tahap. Mitosis cepat
dan konten DNA meningkat (hiperplasia) terjadi selama trimester pertama
(kehamilan 4-20 minggu). Trimester kedua (umur kehamilan 20-28 minggu)
adalah periode hiperplasia dan hipertropi dengan mitosis menurun tetapi
peningkatan ukuran sel. Trimester ketiga (umur kehamilan 28-40
minggu) adalah periode peningkatan pesat dalam ukuran sel dengan cepat
akumulasi lemak, otot dan jaringan ikat.
Hambatan pertumbuhan selama trimester pertama menghasilkan janin
yang sel yang berkurang tetapi berukuran normal, menyebabkan IUGR
simetris. Contohnya termasuk pengekangan pertumbuhan melekat genetik,
infeksi dan kelainan kromosom bawaan. Hambatan pertumbuhan
selama trimester kedua dan ketiga menyebabkan ukuran sel mengecil dan
berat badan janin dengan efek kurang pada panjang dan pertumbuhan
kepala yang mengarah ke IUGR asimetris. Dengan onset kemudian,
contoh termasuk kekurangan atau defisiensi gizi uteroplasenta selama
trimester 3 (Hariadi R, 2004).
4. Klasifikasi
Antara Pertumbuhan Janin Terhambat dan SGA banyak terjadi salah
pengertian karena definisi keduanya hampir mirip. Tetapi pada SGA tidak
terjadi gangguan pertumbuhan, bayi hanya mempunyai ukuran tubuh yang
kecil. Sedangkan pada IUGR terjadi suatu proses patologis sehingga berat
badan janin tersebut kecil untuk masa kehamilannya. (Miller DA, 2007).
Berdasarkan gejala klinis dan ultrasonography janin kecil dibedakan
atas:
a) Janin kecil tapi sehat. Berat lahir di bawah presentil ke-10 untuk masa
kehamilannya. Mempunyai ponderal index dan jaringan lemak yang
normal. PONDERAL INDEK = [ berat badan lahir (gram) × 100/
panjang kepala sampai dengan tumit/Crown Heel Length (cm)].
Ponderal Indeks digunakan untuk mengidentifikasi neonatus yang
secara klinis memiliki sedikit jaringan lunak, yang mengalami
kehilangan jaringan subkutan dan massa otot, meskipun usia kehamilan
normal. Neonatus dengan Ponderal Indeks di bawah 10 persentil
dibandingkan usia kehamilan diperkirakan mengalami gangguan nutrisi
selama dalam kandungan. Sebagai contoh, fetus yang dilahirkan dengan
berat badan 2900 garam pada usia kehamilan 39 minggu, akan bias
menjadi lebih besar (misalnya berat badannya 3500 gram), jika
mendapatkan mendapatkan nutrisi yang baik. Banyak bayi yang bisa
diidentifikasi sebagai IUGR hanya dengan penggunaan Ponderal
Indeks.
b) Janin dengan gangguan pertumbuhan karena proses patologis, inilah
yang disebut true fetal growth restriction. Berdasarkan ukuran kepala,
perut, dan panjang lengan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) IUGR Simetrik
Tipe IUGR ini menunjuk pada bayi dengan potensi penurunan
pertumbuhan. Tipe IUGR ini dimulai pada gestasi yang lebih awal,
dan semua fetus ini menurut perbandingan SGA. Lingkar dada dan
kepala, panjang dan beratnya semua dibawah 10 persentil untuk usia
kehamilan, tetapi bayi ini memiliki Indek Ponderal yang normal.
Tipe IUGR simetrik merupakan akibat dari hambatan pertumbuhan
pada awal kehamilan. Pada tahapan awal pertumbuhan embrio fetus,
ditandai dengan mitosis pada usia kehamilan 4 sampai dengan 20
minggu yang disebut fase hiperplasti. Apabila ada kondisi patologis
selama fase ini akan mengurangi jumlah sel untuk bayi. IUGR
simetrik terjadi pada 20-30% pada fetus yang mengalami
hambatan pertumbuhan. Keadaan ini disebabkan adanya hambatan
mitosis ketika terjadi infeksi dalam kandungan (misalnya, herpes
simplek, rubella, cytomegalovirus dan toksoplasma), kelainan
kromosom, dan kelainan congenital. Harus diingat, bagaimanapun,
fetus yang simetrik mungkin secara aturan kecil dan menderita tetapi
tidak semuanya mengalami ketidaknormala (Ayu agustin, 2012).
Secara umum, IUGR simetrik berhubungan dengan prognosisi
yang tidak baik ; ini berhubungan dengan kondisi phatologis yang
menyebabkannya. Weiner dan Wiliamson menunjukkan,ada tidak
adanya faktor resiko yang diidentifikasi dari ibu, diperkirakan 25%
beberapa fetus yang dinilai, hambatan pertumbuhan yang dimulai
lebih awal terjadi pada aneuploidy. Oleh karena itu, penilaian sample
darah pada umbilical (Percutaneus Umbillical Blood Sampling),
direkomendasikan untuk mengetahui Karyotipe abnormal.
2) IUGR Asimetrik
Tipe IUGR asimetrik menunjuk pada hambatan pertumbuhan
pada neonatus dan frekuensi terbanyak berhubungan dengan
isufisiensi uteroplasental. Tipe IUGR ini merupakan hasil
keterlambatan pertumbuhan Tipe ini dan selalu terjadi sesudah
minggu ke 28 dari kehamilan. Pada akhir trimester II, pertumbuhan
fetus normal ditandai dengan adanya hipertropi. Pada fase hipertropi,
secara cepat telah terjadi peningkatan ukuran sel dan pembentukan
lemak, otot, tulang dan jaringan yang lainnya. Hambatan
pertumbuhan fetus yang asimetrik, total jumlah sel mendekati
normal, tetapi sel sel tersebut mengalami penurunan/pengecilan
ukuran. Fetus IUGR simetrik memiliki Indek Ponderal yang rendah
dibandingkan dengan rata rata bawah berat bayi, tetapi ukuran
lingkar kepala dan panjang lengan adalah normal. Pada beberapa
kasus asimetrik IUGR, pertumbuhan fetus adalah normal sampai
dengan akhir Trimester II dan awal Trimeseter III, ketika
pertumbuhan kepala tetap normal, sedangkan pertumbuhan
abdominal lambat (Brain Sparring Effect). Tipe asimetrik ini
merupakan hasil dari mekanisme kompensasi fetus dalam
memberikan reaksi terhadap fase penurunan perfusi plasenta.
Terjadinya pendistribusian ulang dari Fetal Cardiac Output, dengan
penurunan aliran ke otak, hati, dan adrenal dan penurunan cadangan
glikogen dan liver mass. Bagaimanapun, isufisiensi plasenta adalah
merugikan selama akhir kehamilan, pertumbuhan kepala menjadi
rata, dan ukurannya mungkin menjadi turun pada curve
pertumbuhan normal. Diperkirakan, 70% - 80% hambatan pada
pertumbuhan fetus adalah tipe ini. IUGR ini seringkali berhubungan
dengan penyakit ibu seperti Hipertensi kronis, gangguan ginjal,
Diabetes Mellitus dengan vaskulopati, dan yang lainnya. (Miller
DA, 2007).
5. Pemeriksaan USG digunakan untuk mendiagnosa IUGR
Deteksi intrauterin terhadap hambatan pertumbuhan janin merupakan
cara klinik dengan ketepatan diperkirakan 30 % yang dipengaruhi oleh
kehamilan. Kelebihan dari USG objektif, dapat dipercaya, dan caranya
efektif untuk mengidentifikasi hambatan pertumbuhan janin intrauterin.
Bagaimanapun, untuk membuat diagnosis yang tepat dan diperkirakan
penanganan pada hambatan pertumbuhan janin, ini penting untuk
menentukan usia kehamilan secara akurat (Reece AF dan Hobbin JC,
2007).
BAB III
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Ny.NP
Tanggal Lahir : 8 Juni 1988
Alamat : Karangsambung, Kebumen
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 3712xx
Tanggal Masuk : 24 Maret 2019

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala bagian depan

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang G2P0A1, 30 tahun, UK 35+4 minggu datang rujukan dari
Puskesmas Karangsambung dengan keterangan PEB (TD di puskesmas
180/120 mmHg). Pasien baru merasa memiliki tekanan darah tinggi setelah
umur kehamilan 7 bulan. Di puskesmas sudah diberikan MgSO4 20% 4
gram dan Nifedipin 10 mg.
Pasien mengeluh nyeri kepala depan, pandangan kabur dan nyeri ulu
hati. Mual muntah, sesak dan kejang disangkal. Pasien merasa hamil 7 bulan
lebih. Kencang teratur belum dirasakan. Gerakan janin masih dirasakan. Air
kawah belum dirasakan keluar, lendir darah (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat kejang : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat darah tinggi : (+), ibu pasien
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS.

F. Riwayat Obstetri
I : Abortus, UK 8 minggu (2017), kuretase, RSUD Kebumen.
II : Hamil ini

G. Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Pasien rutin ANC setiap bulan di bidan sejak telat menstruasi.

H. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Lama menstruasi : 7 hari
Siklus menstruasi : 28 hari, teratur

I. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, selama 2 tahun

J. Riwayat Penggunan Kontrasepsi


Disangkal .

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sedang, composmentis, gizi kesan cukup
Tanda Vital
Tekanan Darah :138/98 mmHg
Nadi : 104 x/menit
Respiratory Rate : 20 x/menit
Suhu : 36`0C
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Pembesaran Tonsil (-) sekret (-)
Leher : Pembesaran Gld. thyroidea (-), lymphadenopathy (-)
Thorax : Normothorax, Gld. mammae dalam batas normal,
areola mammae hiperpigmentasi (+)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus taktil dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-), RBK
(-/-), RBH (-/-), Wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intrauterin
memanjang, puka, preskep, kepala belum masuk panggul, HIS (-), TFU
30cm.
Perkusi : Redup (+) di seluruh lapang perut
Auskultasi : DJJ (+): 140x/menit
Genital
Vaginal touche : v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
livid, OUE tertutup, darah (-)
Ekstremitas : Akral dingin (-/-), Edema (-/-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (24 Maret 2019)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemaglobin 13.0 g/dl 12.0-15.6
Hematokrit 38 % 33-45
Leukosit 16.7 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 124 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4.3 juta/ul 4.10-5.10
Golongan Darah B
HEMATOSTASIS
Massa Perdarahan/BT 3.00 Menit 1-3
Massa Pembekuan/CT 4.00 Menit 2-4
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 88 Mg/dl 60-140
SGOT 68 u/l <31
SGPT 42 u/l <34
Albumin 3.0 g/dl 3.5-5.2
Creatinine 0.70 mg/dl 0.6-1.1
Ureum 35 mg/dl <50
HEPATITIS
HbsAg Rapid NR NR
Protein Kualitatif Negatif Negatif

USG (25 Maret 2019) :


 Tampak janin tunggal, Intrauterine, DJJ (+)
 Air ketuban kesan cukup.
 Fetal Biometri: - BPD : 8.49 cm setara UK 34+1 minggu
- HC : 27.88 cm setara UK 30+4 minggu
- AC : 25.27 cm setara UK 29+3 minggu
- FL : 6.90 cm setara UK 35+3 minggu
 TBJ : 1853 gram
 Plasenta insersi di corpus grade I
Kesan saat ini bayi baik

CTG (25 Maret 2019)


 Baseline : 140
 Variability : 5-15
 Akselerasi : (+)
 Deselerasi : (-)
 Fetal Movement : (+)
 HIS : (-)
NST kategori I

V. Simpulan
Seorang G2P0A1 30 tahun UK 35+4 minggu rujukan dari Puskesmas
Karangsambung dengan keterangan PEB (TD di puskesmas 180/120
mmHg). Keluhan nyeri kepala depan (+), pandangan kabur (+), dan nyeri
ulu hati (+), mual muntah (-), sesak (-), kejang (-). Dari pemeriksaan fisik
vital sign tekanan darah adalah 138/98 mmHg, dan pada pemeriksaan
abdomen teraba janin tunggal intrauterin memanjang, puka, preskep, kepala
belum masuk panggul, HIS (-), TFU 30cm, TBJ: 1853 gram. Pemeriksaan
genital terlihat portio livid, OUE tertutup.

VI. Diagnosis
Impending eklampsia PEB partial HELLP syndrome pada sekundigravida
hamil preterm BDP.

VII. Tatalaksana
1. Protap eklampsia :
- O2 3 lpm
- Infus RL 12 tpm
- Inj. MgSO4 20% 0.5 g/jam (maintenance dose) selama 24 jam
- Nifedipin 10 mg/8 jam
- Awasi KU/VS/DJJ dan tanda-tanda impending eklampsia

2. Pro SCTP em
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN

A. Minggu, 24/03/2019
G2P0A1, 29 tahun, UK 30+4 minggu
S : Pasien mengeluh nyeri kepala, pandangan kabur dan nyeri ulu hati, keluhan
mual (-) muntah (-),

O : KU : CM, sedang
VS TD : 138/98 mmHg HR : 104x/menit RR : 20x/menit T : 360C
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : cor : BJ I - BJ II reguler
Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-)
Abdomen : supel, NT (-), teraba janin tunggal intrauterin memanjang, puka,
preskep, kepala belum masuk panggul, DJJ (+) 140x/menit
Genital : VT : v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio tertutup

A : impending eklampsia, partial HELLP sindrom pada sekundigravida hamil


preterm BDP

P : Pro SCTP-emergency
Inform consent
Konsul anestesi
Edukasi keluarga
Terapi protap PEB:
- O2 3lpm
- Inf RL 12 tpm
- Inj. MgSO4 1gr/jam maintenance
- Nifedipin 1x30mg
- Awasi KU/VS/BC/Eklampsia
B. Senin, 25/03/2019
G2P0A1, 29 tahun, UK 30+4 minggu
S : Pasien mengeluh nyeri kepala, pandangan kabur dan nyeri ulu hati, keluhan
mual (-) muntah (-),

O : KU : sedang, CM
VS TD : 156/110 mmHg HR : 83x/menit RR : 17x/menit T : 36,30C
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : cor : BJ I - BJ II reguler
Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-)
Abdomen : supel, NT (-), teraba janin tunggal intrauterin memanjang, puka,
preskep, TFU 30cm, kepala belum masuk panggul, DJJ (+) 140x/menit
Genital : VT : v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio tertutup

A : Impending eklampsia, partial HELLP sindrom pada sekundigravida hamil


preterm BDP

P : SCTP-emergency
Instruksi post op:
1. Awasi KU/VS/ tanda perdarahan sampai dengan 24 jam post operasi
2. Puasa sampai peristaltik usus (+)
3. Terapi protap PEB:
- O2 3lpm
- Inf RL 12 tpm
- Inj. MgSO4 1gr/jam maintenance
- Nifedipin 1x30mg
- Awasi KU/VS/BC/Eklampsia
 Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
 Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
 Inj. Asam Tranexamat 500mg/8jam
 Inj. Dexamethasone 1 amp/12jam
 Vibumin 3 x 2 caps
 Inj Furosemide 1 amp/24jam
 Misoprostol 4 tab per rectal

Lab darah 25/03/2019


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemaglobin 13.2 g/dl 12.0-15.6
Hematokrit 39 % 33-45
Leukosit 29.2 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 91 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4.4 juta/ul 4.10-5.10
DIFF COUNT
Eosinofil 0.1 % 2-4
Basofil 0.00 % 0-1
Netrofil 86.00 % 50-70
Limfosit 9.00 % 22-40
Monosit 4.90 % 2-8
KIMIA KLINIK
Albumin 2.8 g/dl 3.4-4.8

C. Selasa, 26/03/2019
P1A1, 29 tahun
S : Pasien mengeluh nyeri kepala. Keuhan pandangan kabur, nyeri ulu hati,
mual, muntah disangkal.

O : KU : CM, sedang
VS TD : 135/99 mmHg HR : 89 x/menit RR : 20x/menit T : 36,30C SpO2: 98%
dengan nasal kanul 3 lpm
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : cor : BJ I - BJ II reguler
Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-)
Abdomen : supel, NT (-), luka post op (+) tertutup perban, kontraksi baik, TFU
2 jari dibawah pusar
Genital : Darah (-) lokia rubra (+).

A : Post SCTP-em a.i impending eklampsia, partial HELLP sindrom pada


sekundipara hamil preterm dengan bayi IUGR DPH 1

P:
 Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
 Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
 Inj. Metronidazole 500mg/8 jam
 Inj. Asam Tranexamat 500mg/8jam
 Inj. Dexamethasone 1 amp/12jam
 Vibumin 3 x 2 caps
 Etabion 2x1

D. Rabu, 27/03/2019
P1A1, 29 tahun
S : Keuhan nyeri kepala, pandangan kabur, nyeri ulu hati, mual, muntah
disangkal.

O : KU : CM, sedang
VS TD : 148/92 mmHg HR : 67 x/menit RR : 16x/menit T : 36,50C SpO2:
100% dengan nasal kanul 3 lpm
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : cor : BJ I - BJ II reguler
Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-)
Abdomen : supel, NT (-), luka post op (+) tertutup perban, kontraksi baik, TFU
3 jari dibawah pusar, peristaltik (+)
Genital : Darah (-) lokia rubra (+)

A : Post SCTP-em a.i impending eklampsia, partial HELLP sindrom pada


sekundipara hamil preterm bayi IUGR DPH 2

P:
 Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
 Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
 Inj. Metronidazole 500mg/8 jam
 Inj. Asam Tranexamat 500mg/8 jam
 Inj. Dexamethasone 1 amp/12 jam
 Vibumin 3 x 2 caps
 Etabion 2x1
BAB V
SARAN

1. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas diperlukan antenatal care sedini


mungkin dan secara teratur di unit pelayanan kesehatan khususnya mengenai
pemeriksaan tentang kondisi jantung pasien, tekanan darah dan kadar
hemoglobin serta keadaan janin intrauterin.
2. Edukasi kepada pasien mengenai pengetahuan tentang penyakit, gejala,
komplikasi dan penatalaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Angsar MD. 2003. Hipertensi Dalam Kehamilan. Bagian Obstetri Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Pp: 3-8

Kelompok Kerja Penyusunan. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam


Kehamilan di Indonesia. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam
Kehamilan di Indonesia Edisi Kedua. Pp: 4-19

Cunningham FG et al. (2014). Hypertensive Disorder in Pregnancy. Dalam C. F.


al,William Obstetrics 23rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.

Dekker G. (2011). Hypertension. Dalam: High Risk Pregnancy 4th Edition.


Elsevier Saunders, Philadelphia

Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia.


American Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-
24.http://www. Aafp.org

Marjono AB. 1999. Hipertensi pada Kehamilan Pre-Eklampsia/Eklampsia. Kuliah


Obstetri/Ginekologi FKUI.
http://www.geocities.com/yosemite/rapids/1744/cklobpt 2. html

Rambulangi J. 2003. Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita


Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Cermin Dunia Kedokteran No. 139.
Jakarta. Pp : 16-19.

Redman. 2012. Pregnancy-related hypertenson.Dalam: Maternal-Fetal Medicine


Principles and Practice. Ediwi 5. Saunders. Philadelpia. p.859-892

Rustam Mochtar. 1998. Seksios. Sinopsis Obstetri Jilid II Editor: Delfi Lutan, EGC,
Jakarta. Pp: 117-21
Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 2002. Ilmu kandungan. FK UI, Jakarta.

Sudinaya, I Putu. 2003. Insiden Preeklampsia-Eklampsia di RSU Tarakan


Kalimantan Timur 2002. Cermin Dunia Kedokteran No. 139. Jakarta. Pp :
13-15.

Wibowo B, Rachimhadhi T. 2005. Preeklampsia-Eklampsia. Dalam Wiknjosastro


H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 281-94

You might also like