Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Meirna Puspita Permatasari
NIM. 135020300111025
SKRIPSI
i
ii
iii
iv
Meirna Puspita Permatasari
Personal Details
Malang, 8 May 1995
meirna.puspita@gmail.com
+6285233837548
Jl. Puncak Malino 14 Malang
Education
Universitas Brawijaya
Undergraduate student of Department of Accounting
Faculty of Economics and Business, 2013 – 2017
GPA : 3.76
Professional Experiences
Junior Researcher and Volunteer, Ruang Belajar Aqil, 2017 - present
Campus Associate Partner, Kampus Update, 2014
Facilitator of Excellent Class, Dept. of Accounting, 2014-2016
Best Conference Team, The 13th Marketing Insight Seminar and Training
(MIST) 2017 by MSS FEB Universitas Indonesia
v
Paper Presenter at Indonesian Scholar International Convention 2015 by PPI
United Kingdom
Leadership Experiences
Head of Issue Studies and Strategic Actions Dept., BEM FEB UB 2016
Head of Issue Studies, Research and Strategic Actions Dept., BEM FEB UB 2015
Intern of strategic action studies, social and politics department, BEM FEB UB
2013
vi
vi
ABSTRAK
Oleh:
Meirna Puspita Permatasari
135020300111025
Dosen Pembimbing:
Dr. Aji Dedi Mulawarman, SP., MSA.
vii
ABSTRACT
By:
Meirna Puspita Permatasari
135020300111025
Supervisor:
Dr. Aji Dedi Mulawarman, SP., MSA.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat-Nya peneliti
(RBA) sebagai syarat untuk meraih derajat Sarjana Ekonomi dari Jurusan
teratasi dengan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak
dapat menghadapi berbagai kendala dan belajar untuk menjadi lebih baik.
2. Bapak Nurkholis, P.hD., Ak., CA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
3. Bapak Abdul Ghofar, SE., M.Si., MSA. Ak., DBA. selaku pelaksana tugas
4. Bapak Dr. Aji Dedi Mulawarman, SP., MSA. selaku dosen pembimbing
5. Ibu Dr. Lilik Purwanti, M.Si., Ak., CSRS., CA. selaku dosen penguji I yang
skripsi ini.
ix
6. Ibu Virginia Nur Rahmanti, SE., MSA., Ak., SAS., CA. selaku dosen
8. Alm. Ayahanda Hadi Sunaryo, Ibunda Asih Pangastuti, dan Kak Arya
10. Teman-teman KRS+: Mbak Dina, Mas Bian, Mbak Ratna, Dyka, Mas
Danu, Mbak Desti, Mbak Azwajum, Mbak Rahayu, Desi, Raka, Retno, Ega,
Eko, Zakaria, Lidya, Deny, Mas Rijal, dan Novia yang telah memberikan
11. Segenap pengelola Ruang Belajar Aqil (RBA) yang telah memberikan
waktu dan informasi kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala
x
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam keseluruhan
proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... v
ABSTRACT..........................................................................................................viii
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 12
Sosial ............................................................................... 20
Sosial ............................................................................... 24
2.4 Socio-Enterprise....................................................................... 33
xiii
3.7 Uji Keabsahan Data.................................................................. 47
xiv
6.3 Esensi Laporan adalah Kebermanfaatan Informasi bagi
Masyarakat ................................................................................ 89
LAMPIRAN....................................................................................................... 135
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Berita Acara Lokakarya Big Book Berisi Pesan dan Kesan.... 54
Gambar 4.2. Skema Pengelolaan Sumber Daya Ruang Belajar Aqil (RBA) 61
Gambar 5.1. Tanda Terima Donasi yang Diterima dan Dikeluarkan oleh
Ruang Belajar Aqil.................................................................... 70
Gambar 5.2. Kolom Kebermanfaatan pada Laporan Kegiatan RBA............. 77
Gambar 8.1. Pertanggungjawaban Manusia kepada Allah SWT,
Masyarakat, dan Lingkungan..................................................... 124
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
bahwa semua bentuk entitas, baik organisasi maupun individu, memiliki kewajiban
pengertian tersebut, tanggung jawab sosial tidak hanya dilakukan oleh perusahaan
(commercial enterprise) melainkan juga entitas lain yang bersifat non-profit atau
sosial.
Pada era 1960-an, perusahaan mulai menjadi sasaran skeptisme publik atas
sosial yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi mereka. Tuntutan publik tersebut
berimplikasi pada tuntutan akan sistem dan profesi akuntansi yang lebih
(Matthews, 1984). Konsekuensi sosial dinilai sulit untuk diukur karena minimnya
1995). Inilah titik awal munculnya akuntansi sosial sebagai konsep yang dianggap
lebih inklusif untuk mengukur peristiwa sosial dan lingkungan sebagai akibat dari
1
aktivitas ekonomi perusahaan (Bebbington dan Thomson, 2007). Tujuan penerapan
(annual report).
dan Young (2003) mengungkapkan bahwa terdapat banyak konten laporan tahunan
perusahaan yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Laporan dibuat dengan
berlangsung.
bagian dari peran utama profesi akuntansi yaitu mengomunikasikan realitas. Tetapi,
nyaris tidak ada gambaran utuh atas realitas yang coba dilaporkan oleh seorang
2
akuntan (Hines, 1988). Banyak pihak belum menyadari bahwa seorang akuntan
bekerja untuk membentuk realitas melalui laporan yang dibuatnya. Para pengguna
laporan berpikir bahwa informasi yang terdapat di dalam sebuah laporan adalah
harus dapat diukur secara saintifik. Tradisi etis dan nilai-nilai kemanusiaan tidak
tanggung jawab sosial tidak lain untuk memperlihatkan respon perusahaan terhadap
2000). Selain itu, terdapat asumsi bahwa dengan menjalankan program CSR,
ini tersirat melalui aktivitas CSR yang dilakukan dan dilaporkan oleh perusahaan.
3
Banyak perusahaan mengakui adanya keuntungan bisnis dari aktivitas CSR dalam
laporan mereka. Fakta tersebut terungkap pada hasil investigasi FTSE 100
program CSR belum memiliki dampak signifikan bagi perbaikan kualitas hidup
perusahaan besar seperti PT. Freeport Indonesia, PT. Inti Indorayon, dan PT. Exxon
Mobil. Program CSR yang dijalankan PT. Freeport Indonesia tidak otomatis
mencapai satu persen dari keuntungan bersih yang mereka dapatkan. Dana CSR itu
Kamoro (LPMAK).
dan ekologis. Padahal, sebagai bagian dari masyarakat, sebuah entitas hendaknya
4
ditimbulkan kepada kehidupan yang lain, melebihi pertimbangan atas keuntungan
semata. Pentingnya nilai kemanusiaan sebagai prinsip dasar dalam segala bentuk
(2011):
implementasi, dan pelaporan tanggung jawab sosial. Apabila ditinjau dari segi
untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan lingkungan melalui cara yang
etis. Namun, tujuan tersebut tidak akan terwujud jika perolehan keuntungan tetap
menjadi motif utama. Hal ini sejalan dengan pernyataan Todd (dikutip oleh
Brammal, 2014) “There's certainly bad CSR: a tiny fraction of profits used to do
Pemahaman atas CSR yang tidak berorientasi kepada dampak yang diberikan
“CSR has tended to be a sidecar to the core business – when actually, what
we need to do is embed social and environmental considerations into the way
business functions, and investors value business. A few corporates are
pioneering this at scale, while social entrepreneurs are proving it can be done
from the ground up.”
5
Pernyataan Feldman tersebut menegaskan bahwa pertimbangan atas kepentingan
sosial dan lingkungan semestinya dijalankan sebagai fungsi bisnis. Dengan kata
lain, inti dari bisnis adalah penciptaan dampak bagi masyarakat dan lingkungan.
yang menempatkan pertimbangan sosial dan lingkungan pada posisi sentral sebuah
aktivitas.
Eropa sebagai implikasi dari perubahan sistem ekonomi yang mulai berorientasi
pada perbaikan hidup masyarakat (Schnitzer dikutip oleh Wiguna dan Manzilati,
dan metodenya berorientasi pada nilai-nilai sosial (Wiguna dan Manzilati, 2014;
secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan manusia yang gagal dipenuhi
oleh pasar.
6
enterprise); orientasi aktivitas adalah kebermanfaatan atau penciptaan nilai sosial.
kepada proses sehingga tolok ukur kinerja mereka adalah peningkatan nilai sosial
Tabel 1.1
Karakteristik Etika dan Moral Socio-Enterprise
Indonesia termasuk salah satu negara yang merasakan peran penting socio-
dikutip oleh Pratono, et al., 2016). Pada masa lampau, entitas socio-enterprise
terbentuk atas tradisi filantropi (sekolah yang didirikan R.A. Kartini) atau
komunitas berbasis agama (Muhammadiyah) (Pratono, et. al, 2016). Kini jumlah
dipengaruhi oleh fenomena sosial di wilayah Asia yang cukup kompleks (Defourny
7
Tabel 1.2
Beberapa Socio-Enterprise di Indonesia
Ruang Belajar Aqil (RBA) adalah salah satu socio-enterprise yang memenuhi
kriteria pada matriks socio-entrepreneurship yang tersaji. Entitas ini memiliki visi
menjadikan bangsa yang lebih baik dengan kepedulian dan penerapan nilai
(Laporan Tahunan RBA, 2016). Para pemuda tergabung dalam program riset
bernama Kelompok Riset Sahaja + (KRS+). Selain itu, RBA juga berperan dalam
perbaikan kualitas literasi masyarakat melalui program Ruang Baca dan Literasi
(RBL). Beragam proyek sosial pun dikerjakan untuk meningkatkan dampak sosial
8
RBA merupakan salah satu dari sekian banyak entitas socio-enterprise yang
diketahui oleh masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh minimnya tinjauan tanggung
jawab sosial dari sisi organisasi non pemerintah (NGO) dan organisasi lain yang
bersifat sosial. Selain itu, ketersediaan literatur tentang socio-enterprise itu sendiri
masih belum banyak ditemukan (Pratono, et al., 2016). Literatur yang ada hanya
mereka terapkan. Oleh karena itu, ketertarikan peneliti dalam memahami konsep
(RBA)”
Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah pada penelitian ini adalah
9
1.3. Tujuan Penelitian
1. Manfaat Akademis
2. Manfaat Praktis
socio-enterprise.
akuntansi sederhana.
10
d. Penelitian ini diharapkan mampu membangun kesadaran mengenai
Latar Belakang
Akuntansi pertanggungjawaban sosial didominasi oleh pembahasan
seputar pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Padahal,
socio-enterprise adalah entitas yang justru menempatkan tanggung
jawab sosial sebagai aktivitas inti. Namun, pembahasan akuntansi
pertanggungjawaban sosial dari perspektif socio-enterprise masih
terbatas.
Rumusan Masalah
Bagaimana akuntansi pertanggungjawaban sosial pada entitas
socio-enterprise Ruang Belajar Aqil (RBA)?
Pendekatan penelitian
Studi etnometodologi
Sintesis
Akuntansi pertanggungjawaban sosial pada entitas socio-enterprise
Ruang Belajar Aqil (RBA)
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dekade terakhir. Sebagian besar mengarah kepada tanggung jawab sosial yang
dilakukan oleh entitas bisnis atau perusahaan yang bersifat komersial. Tanggung
Responsibility (CSR). Pelaksanaan CSR hari ini telah banyak dipengaruhi oleh
konsep triple bottom line (3P) yang dikemukakan oleh John Elkington (1997).
Konsep tersebut menegaskan pentingnya integrasi tanggung jawab bisnis atas aspek
sosial sebagai “The idea that businesses interact with the organization’s
stakeholders for social good while pursuing economic goals.” Definisi lain tentang
families, the local community, and society at large to improve their quality of life.”
basis.” Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa CSR
12
adalah komitmen entitas bisnis atau perusahaan untuk mengintegrasikan
kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam setiap aktivitas bisnis yang
yang beragam.
sosial akan berpengaruh positif pada kelangsungan bisnis dan keuntungan jangka
menjadi penting bagi perusahaan untuk mengidentifikasi siapa saja yang termasuk
Beberapa dekade ke belakang, terdapat aturan formal yang mengatur bahwa bisnis
lingkungan.
Tinjauan tanggung jawab sosial yang condong kepada sisi bisnis komersial
memantik pendapat berbeda dari beberapa pihak. Dalam artikelnya, Morris (2011)
mencoba meninjau tentang tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh organisasi
non pemerintah (NGO) dan organisasi sosial lainnya. Sementara, Heath dan Ni
13
mencantumkan kata Corporate di depannya menegaskan pengakuan pada tanggung
jawab sosial yang dimiliki oleh NGO dan organisasi sosial. Bagaimanapun bentuk
aktivitasnya sesuai dengan kepentingan bersama dan tidak menyakiti pihak mana
pun.
masyarakat yang saling terkait. Konsep tanggung jawab sosial muncul sebagai
serta menghargai hak dan martabat masyarakat (Vidal et al., 2005). Keberadaan
masalah atas pelaksanaan tanggung jawab sosial secara sukarela. Hal tersebut
disebabkan oleh nilai-nilai inti mereka yang sedari awal memiliki fokus pada
pemenuhan tanggung jawab sosial kepada masyarakat (Vidal et al., 2005). Dengan
demikian, tanggung jawab sosial yang dimiliki NFPO secara umum telah melekat
pada aktivitas inti mereka yang sejalan dengan nilai-nilai yang mereka
pertimbangkan.
14
1. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
dengan apa yang dianggap benar oleh masyarakat (Mir, et al., 2013).
akan datang.
15
diantisipasi dengan seksama, terutama yang berpotensi membawa
events which are, in part at least, of financial character and interpreting the results
thereof.”
16
Definisi tersebut menggambarkan proses akuntansi dalam operasional bisnis
sebuah entitas. Realitas atau transaksi yang terjadi selama kegiatan operasional
berlangsung dicatat ke dalam jurnal, buku kas, dan buku lainnya sesuai bukti-bukti
yang sesuai. Sebuah ikhtisar atas transaksi akan terbentuk dan memperlihatkan
berperan sebagai alat untuk memenuhi tanggung jawab menyiapkan informasi bagi
Selain itu, Ijiri (dikutip oleh Lamberton, 2005) menyatakan bahwa laporan
2012:6).
Secara garis besar, akuntansi terbagi ke dalam dua jenis yaitu akuntansi
untuk melaporkan hasil dan posisi keuangan sebuah bisnis. Laporan akuntansi
17
keuangan memuat informasi yang bersifat historis. Tujuan dari akuntansi keuangan
memiliki tanggung jawab untuk menyusun rencana jangka panjang dan jangka
penggunaan sumber daya dan kondisi terkini dari aktivitasnya kepada masyarakat.
Hal ini tidak lain karena entitas memiliki sumber daya yang penggunaannya dapat
berpengaruh kepada masyarakat secara luas. Sehingga, penting bagi entitas untuk
Sebagai alat komunikasi entitas, akuntansi juga disebut alat linguistik. Sifat
kebahasaan ini terlihat dari penggunaan simbol seperti pada debit (Dr) dan kredit
18
(Cr) beserta sistematika penggunaan keduanya agar dapat menghasilkan makna.
Bahkan, retorika disebut sebagai elemen pendukung praktik dan regulasi akuntansi
dari sebuah informasi. Motif yang mendasari akuntan untuk memanipulasi kata-
kata pun bermacam-macam. Salah satu yang paling sering digunakan adalah motif
memperoleh keuntungan.
Selain itu, dalam proses akuntansi terdapat serangkaian konsep, prosedur, dan
regulasi yang harus dipatuhi. Ketiga poin tersebut tidak serta merta ditemukan dan
oleh Potter, 2005) menjelaskan praktik sosial dan institusional melalui keterkaitan
yang dituangkan dalam bentuk bahasa, simbol, dan aktivitas keseharian. Makna
yang mendasari aktivitas disebut alasan atau rationales. Dengan kata lain, akuntansi
19
sebagai praktik sosial dan insitusional merupakan perwujudan makna melalui
bahasa dan aktivitas yang diterima dan dipahami sebagai norma-norma organisasi.
Gambaran mengenai sebuah organisasi atau entitas pun dapat terlihat melalui
aktivitas kesehariannya.
nilai yang diusung antara lain tanggung jawab, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas itu sendiri. Jika nilai-nilai tersebut tidak terlaksana dengan baik, saat
dapat tetap menghasilkan informasi yang memberikan kesan positif dan berdampak
oleh seorang ekonom Amerika bernama Howard Bowen pada tahun 1953
sosial tersebut berbunyi “It refers to the obligation of businessman to pursue those
policies, to make those decisions, or to follow those lines of action which are
desirable in terms of the objectives and values of our society.” Kutipan tersebut
20
Konsep mengenai entitas bisnis mengalami pergeseran dari masa ke masa.
kehidupan ekonomi dan sosial. Besarnya sumber daya yang dikelola menjadi salah
satu penyebab meningkatnya pengaruh sebuah entitas. Ditambah lagi, sumber daya
tersebut tidak hanya berasal dari pemilik modal, melainkan lingkungan sosial
Permintaan tersebut semakin meningkat pada tahun 1960-an. Pada saat itu,
perusahaan menjadi target skeptisme publik atas aktivitas ekonomi mereka. Publik
pun menuntut adanya tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
menyepakati adanya tanggung jawab tersebut. Namun, tanggung jawab sosial yang
dimaksud hanya sebatas penggunaan sumber daya organisasi mereka secara efisien
untuk menghasilkan barang dan jasa dengan harga yang terjangkau oleh
Sukoharsono, 2010).
Ternyata publik membutuhkan lebih dari itu. Tanggung jawab sosial berarti
mungkin harus diakui dan diperbaiki (Lawrence dan Weber, 2011). Ekspektasi
21
masyarakat terhadap bisnis pun berubah dari sekadar “tidak menyakiti” menjadi
“melakukan sesuatu yang positif”. Ruang lingkup tanggung jawab sosial menjadi
triple bottom line yang dikemukakan oleh John Elkington pada 1997.
pasca produksi, kepedulian sosial terhadap masyarakat sekitar, dan standar kualitas
produk adalah sebagian kecil dari banyak aspek yang harus dipertimbangkan oleh
agar tindakan pertanggungjawaban menjadi tepat dan sesuai. Perubahan ini turut
perusahaan.
konsekuensi sosial dan lingkungan karena dinilai tidak kredibel, tidak dapat
tersebut. O’Dwyer (dikutip oleh Tilt, 2009) menyatakan bahwa akuntansi adalah
22
sebuah mekanisme untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan
dengan menyertakan perhatian pada aspek sosial, etika, dan lingkungan. Dengan
kepada gagasan triple bottom line (TBL). Sesuai gagasan tersebut, perusahaan
harus memenuhi dan melaporkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (profit,
Keberhasilan upaya tersebut tidak dapat diukur dari kriteria ekonomi semata. Oleh
karena itu, kriteria yang digunakan harus mencakup nilai sosial dan lingkungan.
aspek kinerja sosial yang sulit untuk diukur secara kuantitatif (Lamberton, 2005).
23
Sementara, Sukoharsono (2010) menjelaskan bahwa akuntansi seharusnya
dipahami lebih jauh dari sebatas materialitas. Praktik akuntansi juga harus
dengan berbasis holy spirit. Nilai spiritualitas diturunkan ke dalam lima unsur yaitu
kasih yang tulus, cinta yang tulus, kesadaran transendental, kontemplasi diri, dan
kejujuran.
Islam, 2015) menjelaskan bahwa akuntansi sosial adalah proses pemilihan variabel,
juga didefinisikan sebagai proses komunikasi atas dampak sosial dan lingkungan
yang ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi perusahaan (Gray dikutip oleh Islam,
24
Istilah akuntansi pertanggungjawaban sosial dikemukakan oleh Mathews
(1984) sebagai salah satu item dalam klasifikasi penelitian akuntansi sosial. Namun,
definisi istilah tersebut kurang lebih sama dengan akuntansi sosial yaitu
Mook et al. (2007) mendefinisikan akuntansi sosial sebagai analisis sistematis atas
akuntansi.
adalah biaya sosial dan manfaat sosial; (2) menentukan apakah strategi perusahaan
dalam melakukan tanggung jawab sosial telah konsisten dengan prioritas sosial
yang diterima secara luas; (3) menyediakan informasi yang relevan atas tujuan,
25
antara lain laporan akuntansi, prinsip akuntansi, catatan akuntansi, tujuan dari
model akuntansi, dan atribut kualitatif (Lamberton, 2005). Turunan dari akuntansi
(a) finansial (kelangsungan organisasi secara ekonomi); (b) sosial (penciptaan nilai
bagi masyarakat); dan (c) lingkungan (kinerja ramah lingkungan dan rekonstruksi
sumber daya alam) (Giovannoni dan Fabietti dikutip oleh Mook, 2014). Pemenuhan
1. Inklusivitas
yang terkait.
2. Materialitas
26
3. Responsivitas
melakukan pengukuran dan pelaporan tanggung jawab sosial. Istilah tersebut sering
pula disebut dengan akuntansi sosial. Kedua istilah tersebut memiliki pengertian
yang secara garis besar sama yaitu sebuah proses untuk mengomunikasikan dampak
sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas sebuah entitas kepada para pemangku
kualitatif turut disertakan untuk menyajikan informasi yang tidak dapat disajikan
secara kuantitatif.
standar tersebut adalah membantu berbagai jenis organisasi, baik for-profit maupun
dan lingkungan dari aktivitas mereka sehari-hari dalam sebuah laporan bernama
27
laporan keberlanjutan. Tujuan internal dari laporan tersebut adalah untuk
Standar terbaru dari GRI adalah G4. Standar ini menekankan pada konsep
atas, dapat diketahui bahwa literatur yang selama ini berkembang lebih banyak
bersifat komersial atau perusahaan. Sementara, tinjauan dari sisi organisasi non-
pemerintah (NGO) atau organisasi lain yang bersifat sosial masih terbatas. Lebih
akan meliputi tiga bagian yang saling berhubungan yaitu pelaksanaan tanggung
jawab sosial, organisasi yang melakukan tanggung jawab sosial, dan pelaporan
28
legitimasi yang berbunyi “Legitimacy is a generalized perception or assumption
that the actions of an entity are desirable, proper, or appropriate within some
teori tersebut, perusahaan sebagai sebuah entitas harus bertindak sesuai dengan
Berkontribusi aktif dalam penyelesaian isu sosial secara sadar akan menghasilkan
untuk membentuk citra baik dan sekaligus menjadi strategi pemasaran (Spence dan
Ruthefoord, 2001).
(2014) yang menyebutkan bahwa bantuan CSR lebih banyak diwujudkan dalam
bentuk donasi. Ketika donasi tersebut berhenti, kehidupan masyarakat akan kembali
29
masyarakat harus menjadi pijakan awal untuk menyelenggarakan sebuah program
yang ideal akan sesuai dengan 5 pilar aktivitas CSR (Azheri dalam Retnaningsih,
2015) yaitu (1) Membangun Sumber Daya Manusia; (2) Memperkuat ekonomi; (3)
Menilai keterpaduan social; (4) Mendorong tata kelola yang baik dan; (5)
oleh entitas yang melakukannya. Selama ini, tanggung jawab sosial selalu
(2008) menjelaskan lahirnya gagasan CSR berawal dari asumsi bahwa perusahaan
jawab sosial. Steiner dan Steiner (dikutip oleh Wiguna dan Manzilati, 2014)
menambahkan bahwa CSR hanya akan dilaksanakan ketika perusahaan sudah maju
perusahaan.
Pandangan mengenai tanggung jawab sosial dari sisi entitas bisnis komersial
sosial tidak hanya dimiliki oleh perusahaan, melainkan semua jenis organisasi.
Organisasi non-pemerintah (NGO) dan organisasi lain yang bersifat sosial hanya
sedikit disebutkan ketika terjadi pembahasan tanggung jawab sosial (Gray, 2014).
sosial sebagai aktivitas utama. Berbeda dengan perusahaan yang cenderung melihat
30
CSR sebagai sampingan untuk meningkatkan keuntungan di masa depan. Salah satu
organisasi tersebut adalah socio-enterprise yang akan dijelaskan lebih rinci pada
berpengaruh hingga tahap pelaporan. Tujuan dari pelaporan tanggung jawab sosial
account itself and the process followed in providing that account to stakeholders.”
(Adams, 2004). Dengan kata lain, akuntabilitas tidak hanya dinilai dari akun-akun
bisnis (Adams, 2004; Crowther dan Aras, 2008). Laporan diharapkan dapat
Salah satu yang berupaya untuk memberi kesan baik melalui laporan
bidang industri kimia. Ketidaksesuaian antara praktik dan laporan tanggung jawab
sosial Alpha diulas dalam penelitian yang dilakukan Adams (2004). Poin-poin yang
31
berpotensi menurunkan citra perusahaan tidak dilaporkan. Praktik ini menimbulkan
masalah yang melanggar salah satu prinsip akuntansi yaitu pengungkapan penuh
(full disclosure).
sosial terletak pada upaya pengukuran kinerja sosial. Hal tersebut dibenarkan oleh
Paton (dikutip oleh Nicholls, 2009) yang menyatakan bahwa hingga saat ini belum
wujud dari nilai sosial. Sementara, nilai sosial itu sendiri bersifat laten dan sulit
dalam angka pun belum mampu menjelaskan kinerja sosial yang sebenarnya.
Sehingga, penggunaan angka dalam mengukur kinerja sosial perlu dikaji lebih
pertanggungjawaban sosial.
2.4. Socio-Enterprise
oleh Wiguna dan Manzilati (2014). Kata socio digunakan sebagai label untuk social
32
Latar belakang hadirnya socio-enterprise di Eropa adalah pergantian sistem
ekonomi. Saat sosialisme jatuh, kapitalisme mulai mengambil alih sistem ekonomi
terintegrasi dengan kapitalisme itu sendiri (Schnitzer dikutip oleh Wiguna dan
kesejahteraan masyarakat.
terbitan tahun 1990. Pada saat itu, terdapat sebuah entitas yang memiliki bentuk
serupa dengan koperasi dan bergerak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
gagal dipenuhi oleh pasar. Entitas tersebut sebagian besar bergerak di bidang
integrasi pekerjaan dan layanan jasa. Kemudian, pada 1991, parlemen Italia
membentuk sebuah formasi legal atas koperasi sosial yang diyakini menjadi cikal
bakal socio-enterprise.
terhadap sebuah badan hukum tertentu karena entitas dalam bentuk apapun dapat
bahwa socio-enterprise adalah sebuah bisnis dengan tujuan sosial sebagai intinya.
33
Dengan demikian, socio-enterprise di Inggris disebut dengan istilah community
sosial lainnya. Socio-enterprise bukanlah sebuah istilah baku dan konsepnya dapat
menjelaskan sebuah aktivitas bisnis yang ditinjau dari perspektif sosial. Sementara
meninjau sebuah entitas atau organisasi yang menjalankan aktivitas dengan konsep
socio-entrepreneurship.
34
Mair dan Marti (2006) menyatakan bahwa definisi socio-enterprise merujuk
pada proses bisnis atau perilaku. Hal ini cukup berbeda dengan commercial
Tabel 2.1
Karakteristik Socio-Enterprise
sociologicus) yang bertindak sesuai nilai dan norma sosial. Manusia sebagai
35
sebagai penerima donasi yang bersifat pasif pada kegiatan amal atau kegiatan sosial
terlibat aktif dalam penciptaan nilai sosial. Sehingga, aktivitas yang dilakukan
digunakan untuk menilai tanggung jawab sosial bukanlah hasil, melainkan proses
yang dilalui untuk menciptakan nilai sosial (Wiguna dan Manzilati, 2014).
enterprise.
36
Socio-enterprise adalah hasil pemikiran sekelompok orang yang memiliki
kebutuhan dan tujuan yang sama. Inisiatif kolektif ini harus dipelihara dari
korporasi.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dengan melibatkan berbagai metode yang
karakteristik yaitu konsep dalam bentuk tema atau motif, data dalam bentuk uraian
kata-kata, dan analisis data menggunakan ekstraksi tema atau generalisasi dari
temuan (Neuman, 2006, hal. 157). Tujuan dari penelitian kualitatif adalah
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2002, hal.
6).
metode penelitian. Menurut Garfinkel (dikutip oleh Kamayanti, 2016, hal. 133),
fokus pada aktivitas rutin yang dilakukan oleh individu selaku bagian dari
melakukan aktivitas.
38
Pada saat melakukan penelitian, peneliti akan mencari justifikasi rasional
yang mendasari individu sebagai bagian dari kelompok dalam melakukan aktivitas
dapat dialami dan diobservasi oleh seluruh anggota kelompok (Garfinkel, 1967, hal.
melebihi tingkatan sosiologi yang ada. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mehan
display the reality of a level which exists beyond the sociological level.” Inilah
sekadar menjelaskan sebuah fakta sosial secara apa adanya, tetapi menekankan
dan Maguire dikutip oleh Kamayanti, 2016). Adler dan Adler (dikutip oleh
Kamayanti, 2016) menekankan bahwa peneliti harus menjadi anggota dari latar
entitas socio-enterprise yaitu Ruang Belajar Aqil (RBA) sejak 27 Mei 2017.
39
dan para anggota Ruang Belajar Aqil (RBA). Pengamatan aktivitas akan membantu
sehari-hari.
memiliki tiga program yaitu Kelompok Riset Sahaja + (KRS +), Ruang Kreasi dan
Diseminasi (RKD), dan Ruang Baca dan Literasi (RBL). Entitas ini beralamatkan
di Jalan Cempaka no. 1 Malang. Setiap program di RBA memiliki kegiatan yang
Kegiatan tersebut antara lain riset, pelatihan literasi, pelatihan kreativitas, dan
dan bendahara. Para pengelola didampingi oleh founder RBA yang bertindak
sebagai penasihat. Anggota RBA adalah para mahasiswa yang terdaftar dalam
40
program KRS+. Sementara itu, RBA juga memiliki sekitar 50 relawan, kolaborator,
merupakan individu yang telah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan
atau medan aktivitas yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti memilih enam orang
informan dari Ruang Belajar Aqil (RBA). Enam orang tersebut merupakan
keseluruhan dari jajaran pengelola RBA yang terdiri atas. penasihat, koordinator
sosial yang terjadi di RBA melibatkan keenam informan secara langsung. Riset
awal untuk merancang program hingga pelaporan ditangani oleh keenam informan
penanggungjawab kegiatan.
sekunder. Menurut Hox dan Bouije (2005), data primer adalah data yang langsung
diperoleh dari sumber di lapangan untuk memenuhi tujuan riset yang spesifik.
Sementara, data sekunder adalah data yang awalnya dikumpulkan untuk tujuan
41
yang berbeda dan digunakan ulang untuk memenuhi tujuan riset lainnya.
Sementara, sumber data sekunder dapat berupa buku, publikasi resmi lembaga,
angka, data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan gambar dari dokumen,
Data teks yang tidak terstruktur dan gambar yang diambil selama observasi
oleh peneliti.
Data teks tidak terstruktur yang diperoleh dari proses transkripsi rekaman
suara wawancara atau proses transkripsi respon terbuka dari pertanyaan atau
kuesioner.
3. Dokumen
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data berupa kata-kata hasil
42
1. Observasi
(KRS+). Selain itu, peneliti turut terlibat dalam beberapa proyek sosial
2. RBA Berbagi
Bululawang.
2. Studi dokumen
43
penelitian ini adalah rancangan kegiatan, laporan tahunan, laporan
3. Wawancara
Tabel 3.1
Data Informan Penelitian
44
3.6. Teknik Analisis Data
1. Analisis indeksikalitas
2. Analisis reflektivitas
alasan tersebut.
aktivitas.
45
informan sebagai bagian dari komunitas. Pemahaman relasi antara
lain dalam suatu komunitas. Common sense diartikan sebagai hal yang
sosial yang telah dikumpulkan akan dituangkan dalam bentuk transkrip untuk
yang telah diperoleh akan digunakan untuk menarik kesimpulan sementara dan
46
Makna yang ditemukan dari proses analisis refleksivitas akan dianalisis
penelitian ini adalah meninjau apakah indeks dan justifikasi rasional yang
sebagai bentuk implementasi dari norma atau aturan yang diyakini dan
dipraktikkan bersama.
temuan dalam penelitian adalah akurat dan kredibel. Dalam penelitian kualitatif,
kata kunci yang umum digunakan untuk menggambarkan validitas dan reliabilitas
data adalah trustworthiness. Kriteria ini merujuk pada penyampaian true picture
individu, jenis data, dan teknik pengumpulan data yang berbeda (Creswell, 2012,
hal. 259). Dalam penelitian ini, triangulasi yang dilakukan adalah triangulasi
Selain itu, peneliti melakukan wawancara dengan pihak di luar struktur organisasi
RBA yaitu Athya Chandra (alumni/donatur/peserta aktif program RBL) dan Kartika
47
BAB IV
kepada masyarakat tanpa mengambil keuntungan dalam bentuk apa pun. Seluruh
Cikal bakal RBA adalah program Kelompok Riset Sahaja+ (KRS+) yang
dimulai pada tahun 2010. Saat ini, RBA menempati situs di Jalan Cempaka no. 1
Malang. Pada tahun 2015, tiga program mulai dijalankan yaitu KRS+, Ruang Baca
dan Literasi (RBL), dan Ruang Kreasi dan Diseminasi (RKD). Pada saat observasi,
Pemilihan nama Ruang Belajar Aqil (RBA) dinilai cukup tepat untuk
tidak terbatas oleh dinding atau pembatas lainnya. Ruang tersebut adalah wadah
untuk melakukan kegiatan utama RBA yaitu pembelajaran. Oleh karena itu,
kegiatan pembelajaran RBA tidak hanya dilakukan di satu ruang saja. Kegiatan
melalui kolaborasi dengan Taman Baca Masyarakat (TBM) setempat. Kata “Aqil”
digunakan untuk menggambarkan bahwa RBA adalah ruang belajar bagi manusia
yang berakal. Pemilihan kata ini juga mengandung harapan bahwa mereka yang
48
49
kehidupan.
RBA memiliki sebuah visi yaitu menjadikan bangsa yang lebih baik dengan
Indonesia. Visi tersebut tertuang dalam beberapa misi yaitu (Laporan Tahunan
RBA, 2016):
memiliki peran tersendiri. Selain jajaran pengelola, RBA memiliki relawan dengan
relawan yang membantu RBA dalam melaksanakan kegiatan. Selain itu, para
penelitian. Situs tempat RBA berkegiatan terbagi ke dalam beberapa ruangan yang
menjadi pusat aktivitas. Ruang belajar utama menempati area yang paling luas.
49
50
belakang ruangan terdapat satu buah meja dan tiga buah kursi. Di situlah founder
Terdapat tiga ruangan lain di dalam ruang belajar utama yaitu ruang kantor,
ruang logistik dan mushola. Ruang kantor berfungsi sebagai tempat untuk
Ruang Baca dan Literasi (RBL) berada di sisi kiri bangunan. Ruangan
tersebut berisi beraneka ragam buku yang ditempatkan dalam rak-rak kayu yang
mengelilingi ruangan. Selain buku, terdapat meja kecil untuk belajar dan beberapa
mainan tradisional yang ditata di atas sebuah rak. Sehingga, selain membaca,
Ruang Baca dan Literasi dibuka setiap hari Senin hingga Sabtu mulai pukul
12.00 hingga 17.00. Ruangan ini bebas diakses oleh siapa saja dengan gratis. Anak-
anak Sekolah Dasar (SD) yang tinggal di sekitar RBA kerap berkunjung ke ruangan
ini untuk mengerjakan tugas atau sekadar bermain dengan didampingi anggota
KRS+ yang sedang piket. Seperti yang terlihat saat peneliti melakukan observasi.
Dua orang anak kelas 4 SD sedang mengerjakan soal persiapan ujian kenaikan kelas
para donatur. Jenis donatur yang memberikan bantuan untuk RBA antara lain
50
51
donatur tetap dan donatur tidak tetap. Kriteria donatur tetap pun perlu didefinisikan
lebih lanjut. Terdapat donatur tetap yang memberikan bantuan selama tiga bulan
berturut-turut kemudian berhenti. Selain itu, terdapat juga jenis donatur yang tidak
membantu secara insidental dalam satu periode (Diskusi penasihat 27 Mei 2017).
RBA melalui laporan yang rutin diterbitkan setiap tahunnya. Laporan tersebut
hingga Jumat sejak pukul 07.50 hingga 16.00. Sedangkan, pada hari Sabtu, kegiatan
Saat ini, terdapat 11 orang mahasiswa yang menjadi anggota KRS+. Para
mahasiswa ini berasal dari berbagai jurusan dan universitas di Kota Malang.
untuk ditinjau oleh anggota lain dan dewan mentor. Setelah presentasi, anggota
KRS+ sebagai peneliti akan menerima umpan balik berupa pertanyaan dan saran
51
52
dilakukan telah memenuhi kaidah penelitian dan dapat dipahami oleh penggunanya.
Ketika tidak terdapat jadwal presentasi pada satu hari, sesi tersebut akan
dimanfaatkan oleh mentor dan anggota KRS+ untuk berdiskusi mengenai berbagai
topik. Senin (29/5/2017), para anggota KRS+ duduk mengelilingi ruangan untuk
materi.
Salah satu topik yang dibahas dalam diskusi tersebut adalah akad. Mentor
menjelaskan bahwa akad adalah perjanjian untuk memenuhi hak dan kewajiban
antara dua pihak. Akad membutuhkan komitmen dari kedua pihak untuk
melaksanakan apa yang telah disepakati. Mentor mengatakan bahwa RBA berusaha
Ruang Baca dan Literasi adalah salah satu program RBA yang bertujuan
Program RBL mengelola ribuan buku yang berasal dari donasi agar dapat
52
53
naungan program RBL. Proyek sosial yang telah berjalan selama bulan April –
Agustus 2017 antara lain lokakarya pembuatan big book, decoupage, kolase,
kegiatan lainnya. Seluruh kegiatan terbuka untuk umum dan tidak berbayar.
RBA melibatkan para anggota KRS+ sebagai panitia dalam proyek sosial
yang dilaksanakan. Selain itu, RBA kerap berkolaborasi dengan Taman Baca
Selama periode observasi, peneliti terlibat aktif dalam beberapa proyek sosial
yang dinaungi RBL. Salah satunya adalah lokakarya pembuatan big book yang telah
dilakukan sebanyak tiga kali. RBA berkolaborasi dengan TBM yang tersebar di
pembuatan big book bertujuan untuk memberikan ilmu pembuatan big book sebagai
mengharapkan bahwa peserta akan mampu membuat big book sendiri dan
Pihak RBA berperan sebagai pengajar yang diwakili oleh anggota KRS+.
Sementara, peserta lokakarya umumnya adalah guru Pendidikan Anak Usia Dini
dalam beberapa kelompok dan didampingi oleh seorang anggota KRS+. Setelah
bahan big book yang disediakan oleh RBA. Segera setelah big book selesai dibuat,
53
54
membagikan kertas kepada peserta untuk menyampaikan pesan dan kesan atas
kegiatan yang diikuti. Pesan dan kesan tersebut menjadi bahan evaluasi dan
Gambar 4.1
Berita Acara Lokakarya Big Book Berisi Pesan dan Kesan
yang bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan daya cipta serta persebaran
informasi yang bermanfaat. Program ini terdiri atas beberapa proyek sosial seperti
lain.
yang rutin diselenggarakan setiap minggu selama satu bulan. Sementara, kegiatan
lain belum berlangsung selama periode observasi. Virtual Sharing adalah sebuah
54
55
yang difungsikan sebagai layar. Sebuah laptop, proyektor, dan kamera digunakan
sebagai media interaksi. Hari itu, Sabtu, 8 April 2017, pemateri Virtual Sharing
pemaparan materi usai, peserta bergantian melakukan tanya jawab dengan pemateri
rutin dilaksanakan. RKD memiliki beberapa target untuk dicapai selama tahun 2017
seperti sharing praktisi dan riset program Pemuda Ujung Negeri (Laporan Tahunan
RBA, 2016).
tanggung jawab sosial sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian
“Ya tanggung jawab sosial itu kalau menurutku gimana sih kita berperan
kepada masyarakat. Memberi manfaat kepada masyarakat karena kita hidup
55
56
bermasyarakat. Kita tidak hanya menerima sesuatu dari masyarakat, tapi juga
kita memberikan sesuatu kepada masyarakat. Itu sih pertanggungjawaban
sosial sebagai makhluk sosial tentunya.” (Wawancara 12 Juni 2017).
dalam diri manusia sebagai makhluk sosial. Saat sekelompok manusia beraktivitas
sosial tidak lagi dianggap sebagai kewajiban melainkan kesadaran. Salah satu
pendirian program KRS+ yang menjadi cikal bakal RBA. Mentor melihat adanya
kebutuhan akan pendidikan yang tidak selalu dipenuhi oleh lembaga pendidikan
di bidang penelitian, dengan cara informal dan bersifat sosial. Konsep kesadaran
akan tujuan penciptaan manusia yaitu rahmatan lil alamin (bermanfaaat bagi
56
57
sosial di RBA adalah amanah. Kata amanah berarti memegang teguh kepercayaan
yang diberikan. Prinsip amanah diterapkan dalam pengelolaan donasi atau bantuan
publik. Kegiatan tanggung jawab sosial yang dijalankan sesuai dengan amanah
“… Aku berprinsip gitu, kalau aku sebagai manusia, hidup di dunia ini
hanyalah amanah yang aku punya. Jadi, kalau amanahnya itu ya…
amanahnya diberikan gitu ya aku sebisa mungkin mempertanggungjawabkan
itu. Karena itu juga akan menghasilkan kebaikan. Kebaikannya sangat banyak
gitu. Misalkan, kebahagiaan untuk masyarakat, timbulnya nilai kejujuran
yang saat ini hilang dari masyarakat gitu ya.” (Wawancara 11 Juni 2017).
pengelolaan donasi atau bantuan publik yang diterima. Amanah disampaikan oleh
Pengelolaan setiap donasi harus dilakukan sesuai akad. Hal ini bertujuan
bermanfaat bagi penerimanya. Donasi yang masuk ke RBA dikelola sebagai sumber
57
58
bendahara di atas memuat salah satu kebaikan yang mungkin timbul yaitu
RBA memiliki tiga nilai utama yang melandasi setiap kegiatannya yaitu
(empowerment) (Laporan Tahunan RBA, 2016). Kepedulian adalah titik awal untuk
manfaat kepada masyarakat. Oleh karena itu, RBA merancang setiap kegiatan atau
proyek adalah riset awal (preliminary research). RBA mencari tahu kebutuhan
fenomena di lingkungan yang hendak dituju. Selain riset oleh RBA, informasi akan
diperoleh dari hasil observasi atau permintaan kolaborasi dijadikan dasar untuk
58
59
dilaksanakan pada minggu kedua dan keempat setiap bulan. Pengelola memaparkan
bentuk dan tujuan kegiatan yang hendak dilaksanakan. Setiap kegiatan yang hendak
dilaksanakan harus sejalan dengan visi dan misi yang diusung oleh RBA dan
59
60
“Nah, ini yang beda [tersenyum]. Kalau di (tempat) lain, indikatornya kan
dari kuantitas. Kalau kita, lebih ke kualitas. Jadi, misal nih kita targetnya tiga
puluh orang. Kalau yang datang tiga puluh, tapi kualitasnya yang
disampaikan nggak bagus, ya itu yang kita masalahkan. Tapi, kalau yang
datang lima, tapi benar-benar adik-adik ini punya impact, berdampak, itu
yang kita hitung bagus. Tahu dampaknya dari kesan pesan. Kesan pesan
adiknya gimana. Kesan pesan orang tuanya gimana.” (wawancara 13 Juni
2017)
bahwa baik peserta maupun panitia mendapatkan proses pembelajaran yang mereka
sederhana. Panitia kegiatan berbicara dengan peserta dan meminta pendapat mereka
tentang kegiatan yang sedang diikuti. Selain melalui lisan, panitia juga meminta
peserta untuk menyampaikan pesan dan kesannya melalui lembaran kertas yang
dibagikan setelah kegiatan selesai. Konten pada pesan dan kesan yang tertulis pada
lembaran tersebut menjadi bahan evaluasi kegiatan oleh panitia dan pengelola.
mendatang.
60
61
Gambar 4.2
Skema Pengelolaan Sumber Daya Ruang Belajar Aqil (RBA)
Kolaborator
Pelaksana
kepada masyarakat lainnya. Donasi yang diterima oleh RBA dikelola sebagai
umumnya berupa uang zakat, infaq, shadaqah, dan lain-lain seperti selisih dana
kegiatan. Sementara, donasi non finansial yang diterima berupa keahlian, barang,
61
62
bagi masyarakat.
menentukan anggaran yang dibutuhkan. RBA sendiri memiliki tiga anggaran yang
dirancang pada rapat pengelola. Anggaran tersebut adalah anggaran rutin, anggaran
sehari-hari dan rutin dikeluarkan setiap periode tertentu. Komponen yang termasuk
ke dalam anggaran rutin antara lain biaya listrik, internet, dan air setiap bulan.
seperti Seribu Buku Anak dan rangkaian lokakarya literasi. Komponen anggaran
program antara lain biaya yang digunakan untuk membeli alat gambar, alat tulis,
dan beragam buku anak. Anggaran terakhir adalah anggaran proyek sosial.
proyek sosial adalah pemberiannya yang hanya boleh dilakukan ketika sebuah
62
63
Tabel 4.1
Matriks Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas
63
BAB V
ANALISIS INDEKSIKALITAS:
Pada hakikatnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa
hidup tanpa bantuan manusia lain. Kesadaran atas interdependensi ini mendorong
Banyak jalan yang dapat ditempuh untuk memberikan bantuan. Salah satunya
masyarakat di bidang literasi. Bantuan publik tersebut adalah donasi finansial dan
dana untuk sesuatu, RBA harus mengetahui peruntukan dari donasi yang diterima.
“… yang unik begini, kita dalam menerima donasi, shadaqah, atau zakat
selalu ada akad yang jelas. Jadi, uang yang kita terima ini alokasinya untuk
apa? Nah, si pemberi ini punya preferensi nggak, sih? Donaturnya ini.
Misalnya, “Ini nanti buat operasional.” Ya, maka kita hanya gunakan untuk
operasional aja. Bahkan, nggak boleh untuk bayar kewajiban. Begitu juga
kalau sudah dinyatakan, “Ini untuk bayar kewajiban.” Berapa pun
jumlahnya, maka tidak boleh dibuat operasional apalagi yang lain. Jadi, tidak
pernah tercampur…” (Wawancara 20 Juni 2017)
64
65
Akad atau perjanjian adalah sebuah kesepakatan yang digunakan ketika dua
pihak melakukan transaksi atas sebuah objek. Hasil observasi dan wawancara
menunjukkan bahwa akad tidak hanya digunakan untuk transaksi umum seperti jual
keadilan. Kedua pihak yang terlibat perjanjian harus memenuhi hak dan kewajiban
yang telah disepakati. Selain itu, kedua pihak harus mengungkapkan kehendak dan
Asas kedua adalah itikad baik. Setiap substansi perjanjian yang dibuat harus
Adanya kepercayaan akan menutut kedua pihak untuk bertanggung jawab penuh
kemaslahatan. Isi dari akad yang baik adalah yang mampu mendatangkan
65
66
religiusitas, jiwa dan raga, akal pikiran, martabat diri dan keluarga, dan harta
kekayaan.
sesuai dengan isi kesepakatan RBA dengan donatur. Selain itu, donasi tersebut
baik dalam akad pengelolaan donasi dapat diartikan sebagai kesediaan RBA untuk
yang diberikan oleh donatur. Bendahara RBA menjelaskan hal tersebut melalui
Saat donatur mengetahui kebutuhan RBA, preferensi alokasi donasi pun dapat
mereka tentukan. Donatur memiliki hak untuk mengalokasikan donasinya pada pos
tanggung jawab untuk mengelola donasi dan memberikan kepastian kepada donatur
Pengelolaan donasi sesuai dengan akad telah memenuhi salah satu syarat
praktik penganggaran yang baik yaitu mengalokasikan sumber daya sesuai dengan
tujuan yang dikehendaki (NACSLB, 1998). Akad antara RBA dan donatur berperan
66
67
yang dikehendaki donatur tercapai saat donasi yang diberikan mampu memenuhi
Setiap kegiatan membutuhkan sumber daya agar dapat berjalan sesuai tujuan
contoh, kegiatan penelitian KRS+ membutuhkan fasilitas berupa buku, listrik, dan
jahit, dan keperluan lainnya. Kebutuhan sumber daya manusia juga selalu muncul
kegiatan. Setelah itu, pengelola atau penanggung jawab kegiatan akan mencari tahu
ketersediaan sumber daya yang dimaksud di RBA. Hal tersebut diungkapkan oleh
“Kalau untuk ngerjain project, resource yang aku keluarkan… yang jelas apa
yang kita (RBA) punya dulu dan kebutuhan dari projectnya apa. Selama yang
RBA punya bisa mencukupi project, ya pakai itu. Entah itu relawan,
keuangan, bahan-bahan (peralatan dan perlengkapan). Misal kebutuhan
project melebihi resource yang kita punya, sebisa mungkin kita cari untuk
memenuhi kebutuhan project.” (Wawancara 11 Juni 2017)
67
68
dan sumber daya apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankannya. Setelah itu,
Apabila sumber daya telah didapat, RBA memiliki tanggung jawab untuk
bab sebelumnya. Selain itu, RBA harus mampu mengelola sumber daya yang
Sebuah sumber daya menjadi bermanfaat saat sumber daya tersebut mampu
langkah kunci untuk mewujudkan manfaat dari sebuah sumber daya (NACSLB,
Prinsip lain yang digunakan oleh RBA dalam mengelola donasi adalah
secara efisien. Item pada daftar kebutuhan yang tidak berpengaruh terhadap
memberi keterangan sebagai berikut “Masa project kaya gini aja butuh sekian
68
69
banyak? Terus ya akhirnya kita tunjukkan contohnya. Ada item-item yang nggak
Prinsip efisiensi alokatif juga memiliki hubungan dengan sifat RBA yaitu not-
yang ada agar bermanfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Saat seluruh sumber
daya digunakan untuk menjalankan program, secara otomatis tidak ada jumlah yang
Salah satu aktivitas dari sebuah siklus akuntansi adalah pencatatan (Weygandt,
et al., 2013). Aktivitas pencatatan yang dilakukan oleh RBA menunjukkan bahwa
69
70
Gambar 5.1
Tanda Terima Donasi yang Diterima dan Dikeluarkan oleh Ruang Belajar Aqil
pencatatan donasi harus dilakukan segera. RBA hanya mencatat donasi apabila
donasi telah berada di tangan. Praktik pencatatan RBA yang demikian mengikuti
Falk (dikutip oleh Parsons, 2003) menyatakan bahwa metode pencatatan cash
basis sesuai untuk entitas not-for-profit atau bersifat sosial. Pada entitas not-for-
profit, penerima manfaat utama dari aktivitas entitas bukanlah donatur melainkan
masyarakat. Donatur tidak memiliki kuasa untuk mengatur jalannya entitas. Mereka
hanya bisa memastikan bahwa entitas memiliki sumber daya yang cukup untuk
menjalankan program. Oleh karena itu, metode pencatatan cash basis dianggap
tepat karena dapat memberikan informasi ketersediaan sumber daya secara aktual.
Selain pencatatan dari aspek keuangan, RBA juga melakukan pencatatan dari
menjadi bukti tertulis atas rancangan program dan pemilihan penanggung jawab
kegiatan.
70
71
not-for-profit.
Bentuk laporan yang umum diterbitkan oleh sebuah entitas adalah laporan
laporan keuangan dan tanggung jawab sosial. Standar yang digunakan untuk
Ruang Belajar Aqil (RBA) memiliki tiga jenis laporan yaitu laporan kegiatan,
laporan pembelajaran, dan laporan tahunan. Isi dari laporan tahunan merupakan
bulanan. Hal yang berbeda dari ketiga laporan tersebut adalah pembuatannya yang
tidak persis mengacu kepada standar yang berlaku umum di Indonesia sebagaimana
71
72
Pihak-pihak yang disebut pengguna laporan adalah donatur dan masyarakat secara
umum. RBA meyakini bahwa laporan yang baik adalah yang mudah dipahami
“Kalau ngacu standar tertentu karena kita ada tim audit, ya. Awalnya sistem
laporannya nggak kaya yang sekarang gitu. Akhirnya, dibuat untuk
mempermudah kita, jadi itu dibuat keluar-masuk, pemasukan sama
pengeluaran. Terus, saldo akhir. Dibuat sesederhana mungkin biar semua
paham. Kan otomatis kalau kita buat laporan yang oke-oke banget, mungkin
kalangan akuntansi aja yang paham. Ini jadi semua kalangan itu paham.”
(Wawancara 12 Juni 2017).
Ekspresi di atas menunjukkan bahwa RBA berusaha agar informasi yang terdapat
dalam laporan mereka dapat dipahami dengan mudah oleh semua kalangan. Salah
RBA. Susunan laporan yang terlalu mengikuti standar baku hanya dapat dipahami
RBA berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Standar baku yang rumit akan
tersampaikan dan dipahami dengan baik. Format laporan RBA pun menjadi berbeda
dengan laporan perusahaan. Hal itu terjadi karena kebutuhan informasi masyarakat
72
73
“Nggak masalah. Kita nggak ngikuti itu karena kembali kebutuhan kita
belum ke sana dan pengguna laporan kita juga nggak membutuhkan yang
seperti itu. Biasanya, fokus pertanyaan donatur atau stakeholder siapapun
yang kami kasih laporan itu, pertanyaannya, “Kok saldo akhirnya nol?
Terus kenapa setiap bulan harus sepuluh ribu?” Pertanyaannya seputaran
itu. Selebihnya nggak ada pertanyaan. Paling kalaupun ada pertanyaan
tambahan itu seputar alokasi.” (Wawancara 20 Juni 2017)
dibutuhkan oleh donatur dari RBA. Sehubungan dengan sifat RBA sebagai not-for-
profit yang berkisar pada keuntungan dan keberlangsungan usaha di masa depan.
laporan tidak mengikuti standar PSAK 45 dan GRI. Mautz (dikutip oleh Parsons,
2003) menyatakan bahwa fenomena seperti ini wajar bagi entitas not-for-profit.
Meskipun tidak sesuai dengan standar yang ada, laporan RBA tetap
informasi tentang latar belakang kegiatan, pelaksanaan, hingga umpan balik dari
73
74
para peserta. Penyajian umpan balik bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan
yang dilaksanakan memiliki dampak dan memenuhi kebutuhan peserta. Inilah yang
(customer’s benefit).
yang diperoleh panitia. Laporan tersebut mencantumkan secara jelas kendala yang
dihadapi, solusi yang diberikan, dan pembelajaran yang diperoleh panitia sebagai
individu dan bagian dari kelompok. Melalui laporan ini, pengguna dapat melihat
dalam menyusun segala jenis laporan yang ada di RBA adalah kebutuhan informasi
dari pengguna laporan. Hal tersebut bertujuan agar laporan-laporan tersebut dapat
Pengungkapan tentang seberapa jauh misi telah tercapai adalah salah satu
fokus pelaporan yang dilakukan oleh entitas not-for-profit (Mook, 2014). Misi yang
Salah satu prinsip yang dipegang RBA dalam menjalankan misinya adalah
kebermanfaatan mereka bagi masyarakat. Prinsip ini tidak hanya diterapkan dalam
74
75
“Jadi, dalam konteks memberikan informasi kepada publik, itu juga sebuah
kebermanfaatan. Karena di RBA ini kan kita tidak hanya berbicara program,
tapi juga berbicara pengelolaan [melebarkan tangan]. Pengelolaan kita
diupayakan untuk bisa mencapai kondisi bahwa hasil dari pengelolaan itu bisa
berguna buat orang lain dan itu menjadi bentuk tanggung jawab sosial karena
kita hidup di masyarakat.” (Wawancara 20 Juni 2017)
secara rutin.
menjelaskan tentang peruntukan donasi yang diberikan sebagai sumber daya untuk
“Ya kebermanfaatan itu terkait dengan akad. Akad itu ibarat janji
[tersenyum]. Jadi ya apa yang kita sampaikan itu harus benar-benar sesuai.
Nggak boleh ada yang dilebihkan. Nggak boleh ada yang dikurangkan.
Seperti itu.” (Wawancara 12 Juni 2017)
75
76
kepada RBA dilaksanakan persis dengan akad yang disepakati kedua pihak.
donasi untuk melaksanakan sebuah kegiatan. Selain itu, berdasarkan jawaban yang
menjadi dasar untuk menilai kinerja mereka selaku entitas socio-enterprise yang
pelaporan asal muasal dan penggunaan sumber daya (Mautz dalam Mook, 2014).
gambaran tentang akad antara RBA dan donatur. Unsur yang terdapat dalam akad
adalah asal muasal dan peruntukan donasi yang menjadi sumber daya kegiatan
76
77
Gambar 5.2
Kolom Kebermanfaatan pada Laporan Kegiatan RBA
entitas dengan donatur dapat diminimalisasi (Adams dan Simnett dikutip oleh
77
78
biaya dari peserta. Begitu pula dengan pengelolaan donasi. Seluruh donasi yang ada
tidak ada sumber daya, terutama uang, yang tersisa tanpa termanfaatkan. Hal
“Karena RBA ini not-for-profit, jadinya memang nggak boleh ada dana
yang tertahan di sini. Sebisa mungkin dana itu serapannya harus tinggi.
Tahu serapannya tinggi ya dana itu harus mendekati nol. Jadi, sebenarnya
bukan sepuluh ribu tapi mendekati nol. Maksimal kalau bisa sepuluh ribu.
Nah, untuk sepuluh ribu itu, rata-rata sih biasanya nol saldonya. Nol,
sepuluh ribu. Pernah waktu itu sembilan puluh ribu karena belum kepakai.
Tapi, memang karena not-for-profit dan kita memang inginnya masyarakat
ini menyerap semua apa yang kita dapat, ya di akhir bulan mau nggak mau
harus nol.” (Wawancara 13 Juni 2017)
Jawaban yang diberikan di atas memperjelas bahwa saldo ideal yang seharusnya
tercantum dalam laporan keuangan RBA adalah sebesar nol rupiah. Nilai nol
rupiah menjadi tolok ukur bahwa donasi yang diperoleh disalurkan sepenuhnya
Namun, RBA mengakui bahwa mencapai saldo akhir sebesar nol rupiah
tidaklah mudah. Beberapa transaksi yang dilakukan dalam operasional kerap kali
78
79
donasi tunai maksimal sebesar Rp 10.000,00. Batasan tersebut dinilai logis untuk
bahwa seluruh donasi yang diterima oleh RBA diupayakan untuk bermanfaat bagi
masyarakat dalam bentuk kegiatan yang bersifat sosial. Semakin kecil donasi yang
masyarakat.
adalah entitas not-for-profit yang efisien. Sebagaimana telah dibahas pada sub-bab
kedua, efisiensi dalam konteks ini berkaitan dengan kesadaran akan kebutuhan
masyarakat.
utama. Upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat adalah hal yang utama. Berbeda
79
80
seperti pernyataan visi dan misi serta nilai-nilai yang mereka usung. Ketentuan ini
tidak hanya berlaku bagi perusahaan, melainkan juga pada jenis entitas lain seperti
mengenali profil sebuah entitas. RBA adalah salah satu not-for-profit socio-
Selain diselipkan pada pernyataan visi dan misi, nilai-nilai tersebut juga berusaha
Bab sebelumnya telah menjelaskan bahwa RBA memiliki tiga nilai utama
sebagai berikut:
80
81
aktivitas bersifat sosial yang dilakukan oleh RBA. Secara tidak langsung, laporan
ada di dalamnya.
81
82
“... nilai-nilai ini mulai ditanamkan oleh mentor bahwa ketika kamu
menggunakan dana dari masyarakat, kamu harus melaporkannya kepada
masyarakat. Maka dari itu, mentor menanamkan nilai-nilai tersebut seperti
mengajarkan bagaimana caranya membuat laporan yang baik. Memberikan
akses… membuat akses bagaimana bendahara ini bisa memublikasikan
laporan keuangan kepada masyarakat.” (Wawancara 13 Juni 2017)
mengajarkan penyusunan laporan yang benar kepada pengelola dan anggota KRS+.
kegiatan RBA berikut penggunaan donasi yang diterima. Selain itu, pembelajaran
RBA kepada masyarakat. Oleh karena itu, setiap individu di RBA diberikan
pembelajaran agar mereka mampu menyajikan laporan yang sederhana dan mudah
melalui program, melainkan juga pada pelaporannya. Oleh karena itu, nilai-nilai
tidak hanya dicantumkan sekadar untuk memenuhi ketentuan. Lebih dari itu, nilai-
nilai tersebut turut dilibatkan dalam proses pelaporan itu sendiri. Dengan demikian,
82
BAB VI
praktik sosial dan institusional yang mampu menggambarkan nilai dan norma yang
Begitu pula dengan yang terjadi di Ruang Belajar Aqil (RBA). Aktivitas
akuntansi yang terlihat secara eksplisit memiliki makna yang merefleksikan nilai-
nilai entitas tersebut sebagai socio-enterprise. Pada bab ini, peneliti membahas
berjalannya praktik akuntansi. Hal ini diterjemahkan ke dalam salah satu fungsi
sebuah amanah yang dipercayakan oleh masyarakat dengan tujuan agar bermanfaat
bagi masyarakat yang lain. Dasar yang digunakan dalam mengelola dan melaporkan
83
84
Sifat akad tersebut adalah mengikat. RBA selaku entitas yang diberi
kepercayaan untuk mengelola donasi diikat oleh ketentuan yang ada pada akad
dengan donatur. Donasi harus dikelola secara tepat dan sesuai dengan ketentuan
mereka kerjakan.
Amanah atau kepercayaan ini terlihat benar-benar dijaga oleh RBA. Fakta ini
diamati oleh peneliti selama periode observasi. Pada bulan Ramadhan, RBA
menerima banyak donasi untuk disalurkan kepada anak yatim dalam bentuk
Pada hari Rabu (14/6/2017), ketika sesi penutupan kegiatan KRS+, pengelola
menyampaikan bahwa donasi tersebut diperuntukkan bagi anak yatim usia SD yang
tidak tinggal di panti asuhan. Hal tersebut sesuai dengan amanah yang diberikan
menyalurkan donasi kepada pihak yang tidak sesuai dengan kriteria tanpa
Bentuk lain dari menjaga kepercayaan terlihat pada saat berlangsungnya rapat
ruang belakang RBA. Lemari es tersebut diberikan kepada salah satu Taman Baca
84
85
donatur. Apalagi ketika donatur diberikan akses untuk melihat bagaimana proses
pengelolaan donasi tersebut dilakukan. Hal tersebut disampaikan oleh peserta aktif
“... aku tahu misal kemarin donasi buat ngirim buku dari PGN ke sini. Aku
donasi untuk project itu. Jadi, aku tahu bukunya udah nyampe sini. Berarti
donasiku juga berperan. Terus, program buku anak itu ada wujudnya, kan?
Memang aku nggak baca report. Kalau aku minta, pasti akan dikasih. Tapi
aku nggak minta. Cuma aku sering ke sini jadi tahu buku anaknya memang
benar berjalan. Karena porsi donasinya nggak banyak-banyak banget jadi aku
pribadi juga nggak masalah.” (Wawancara 13 September 2017)
donatur menyaksikan sendiri bahwa apa yang mereka berikan bermanfaat untuk
orang lain. Bahkan, dalam konteks jawaban di atas, perwujudan manfaat donasi
Donatur pun percaya tanpa harus membaca laporan yang tersedia dalam bentuk
tertulis.
RBA sejalan dengan konsep manusia yang amanah. Ariwiguna (2002) menyatakan
bahwa manusia yang amanah adalah manusia yang memanfaatkan dan menjaga apa
yang dititipkan padanya. Perintah untuk menjadi manusia yang amanah juga
85
86
Sebagai entitas yang berdiri di tengah masyarakat, RBA tidak terlepas dari
Kebutuhan adalah sesuatu yang secara alami dimiliki oleh setiap manusia.
satu aspek esensial yang harus diperhatikan dalam menggunakan sumber daya
kebutuhan orang lain saat hendak memenuhi kebutuhan diri sendiri. Seseorang yang
menyadari bahwa ada pihak yang membutuhkan sumber daya yang sama dengan
yang dibutuhkannya akan bertindak dengan lebih hati-hati. Ia akan memikirkan cara
agar sumber daya ini dapat digunakan oleh orang lain di masa yang akan datang.
sumber daya yang dimiliki. Segala bentuk sumber daya dikelola sesuai dengan
Perilaku ini tidak hanya ditemui pada diri satu individu saja, namun juga pada
86
87
praktik analisis kebutuhan yang diamati oleh peneliti adalah pada saat RBA
RBA umumnya hanya menyimpan satu hingga tiga eksemplar per judul buku di
ruang baca. Buku-buku yang berlebih kemudian dibungkus dan diberikan kepada
perwakilan Taman Baca Masyarakat (TBM) se-Malang Raya pada tanggal 25 Mei
2017. Harapannya, buku tersebut menjadi lebih bermanfaat apabila dikelola oleh
TBM-TBM lain.
RBA tidak pernah menganggarkan kegiatan sosial secara khusus. Tujuannya adalah
agar pelaksana kegiatan belajar untuk menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas
atas keterbatasan sumber daya. Selain itu, cara tersebut bertujuan agar masyarakat
telah dijelaskan pada sub bab 5.2, pencatatan hanya dilakukan saat donasi telah
melihat bahwa RBA memandang sumber daya dari perspektif manusia sebagai
87
88
manusia selalu terikat dengan nilai dan norma sosial dalam bertindak (Wiguna dan
Manzilati, 2014).
daya itu sendiri. Manfaat sumber daya sesungguhnya adalah untuk memenuhi
mengeksploitasi sumber daya yang ada sehingga tidak ada yang tersisa untuk
dimanfaatkan oleh orang lain. Di sisi lain, sumber daya yang melebihi kebutuhan
kebutuhan lainnya.
Berbeda halnya saat seseorang merasa terikat dengan nilai dan norma sosial.
mereka. Sumber daya yang berlebih tidak akan digunakan sendiri, melainkan dibagi
agar manfaatnya dapat dirasakan secara kolektif. Pemahaman ini salah satunya
untuk memastikan bahwa tidak ada sumber daya yang tidak termanfaatkan untuk
Nilai dan norma sosial juga turut mengikat RBA dalam proses
88
89
telah diterima. Oleh karena itu, donasi hanya dicatat setelah benar-benar diterima
menentukan keputusan investasi. Fungsi dasar laporan di RBA tidak jauh berbeda
dengan definisi di atas. Namun, pada konteks RBA sebagai not-for-profit socio-
Pada sub-bab 5.3 telah dibahas bahwa pembuatan laporan di RBA tidak
mengikuti standar baku pelaporan seperti PSAK 45 dan GRI. Hal tersebut
dilakukan karena RBA memahami bahwa penggunaan standar baku pelaporan tidak
siapa saja pengguna laporan berikut tingkat pemahaman mereka atas akuntansi
sebagai alat pelaporan. Makna tersebut tersirat dalam ungkapan sekretaris RBA:
89
90
“...dibuat sesederhana mungkin biar semua paham. Kan otomatis kalau kita
buat laporan yang oke-oke banget, mungkin kalangan akuntansi aja yang
paham. Ini jadi semua kalangan itu paham.” (Wawancara 12 Juni 2017)
bahwa tidak semua masyarakat memiliki pemahaman atas akuntansi yang sama
pelaporan, dan kemudahan laporan untuk dipahami. Berbeda dengan entitas lain,
terutama entitas for-profit, yang berpegang pada standar. Keseharian RBA yang
menemukan cara yang tepat agar masyarakat dapat memahami aktivitas entitas.
beragam dan dinamis. Sementara, ketentuan pada standar baku pelaporan bersifat
rigid dan harus dipatuhi apabila entitas menginginkan laporannya dinilai baik.
dalam menyusun laporan. Hal tersebut dibenarkan oleh internal auditor RBA:
“... pakai GRI itu nggak bisa. Terlalu rumit. Sedangkan RBA adalah
organisasi yang sederhana, tujuannya sudah jelas, tapi aktivitasnya kompleks.
Kenapa kompleks? Karena fokusnya kepada masyarakat. Kalau kita berfokus
kepada masyarakat, Mei kan sudah sering terlibat di beberapa aktivitas RBA
kan? Kalau kita lihat pada kebutuhan masyarakat kan banyak banget dan
beragam. Udah gitu perputarannya sangat cepat. Lha kalau standar yang
dipakai sangat rumit, kira-kira pembuatan laporannya bisa tepat waktu
nggak?” (Wawancara 13 September 2017)
90
91
melaporkan tanggung jawab sosial, namun standar tersebut tidak sesuai untuk
diterapkan di socio-enterprise seperti RBA. Standar yang ada saat ini dinilai belum
Bagi pengguna laporan, hal terpenting dalam laporan adalah nilai informasi,
informasi yang paling dibutuhkan oleh donatur dan masyarakat adalah tentang
demikian, kedua jenis informasi di atas tetap disajikan secara lengkap oleh RBA.
Sifat laporan keuangan sebagai informasi pendukung juga menjadi salah satu
alasan mengapa informasi keuangan tidak disajikan sesuai standar PSAK 45.
“RBA itu tahu persis sebetulnya fungsi laporan itu buat apa karena kan
laporan di sini artinya mendeskripsikan apa yang sudah dikerjakan. Makanya
bentuknya adalah laporan kegiatan disertai dengan laporan keuangan. Means
that laporan keuangan adalah supporting data. Karena dia sebagai supporting
data, artinya adalah pembuatannya tidak terlalu rumit karena sesuai dengan
aktivitasnya.” (Wawancara 13 September 2017)
91
92
laporannya dengan kesadaran penuh akan kebutuhan masyarakat sesuai sifat dasar
informasi tentang dampak dari aktivitas harus disediakan dengan lengkap. Pada
sosial melalui aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Austin, et al.,
2006). Pembeda utama antara socio-enterprise dengan bisnis pada umumnya adalah
nilai sosial atau manfaat yang hendak diciptakan. Oleh karena itu, titik fokus dari
pengelolaan entitas itu sendiri. Kebermanfaatan dari sisi akuntansi terlihat dari
donasi yang tercantum dalam laporan kegiatan. Kedua, pemanfaatan donasi hingga
dalam laporan kegiatan RBA pada sub bab 5.4. Pengungkapan informasi
92
93
oleh kesadaran bahwa pelaksanaan dan pelaporan akad merupakan wujud dari
tersebut diawali oleh kesadaran bahwa sebagai bagian dari masyarakat, setiap
sekitarnya.
kebermanfaatan atas seluruh donasi yang diperoleh. Pada tahap ini, RBA
kesediaan entitas untuk memberikan seluruh informasi yang relevan dan dapat
Transparansi yang diterapkan oleh RBA identik dengan nilai kejujuran. Saat
sebuah entitas melaksanakan aktivitasnya dengan jujur, maka mereka tidak akan
keberatan untuk memberikan informasi secara terbuka kepada publik. Nilai inilah
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial, tidak hanya dari sisi
dalam entitas untuk menjaga kepercayaan yang diberikan donatur. Caranya adalah
93
94
lapangan.
menjadikan RBA sebuah entitas yang tidak hanya bermanfaat dari sisi program,
Jalan publikasi laporan RBA pun tidak sebatas dalam laporan tertulis dengan
Awal Tahun. Agenda tersebut merupakan salah satu cara RBA untuk merekatkan
hubungan dengan para stakeholders dan melaporkan aktivitas entitas selama satu
bendahara:
“... kita biasanya ada silaturahmi awal tahun. Dari silaturahmi awal tahun itu
banyak peserta atau masyarakat yang datang dan dari situ kita memberikan
informasi. Ini lho laporan tahunan kita. Laporan kegiatan kita.” (Wawancara
11 Juni 2017)
Dengan membuka akses secara luas, RBA ingin agar informasi dalam laporan
mereka dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Internal auditor
“Contoh manfaatnya apa nih? Bagi beliau-beliau yang sebagai donatur kan
paham. Oh ternyata uangnya dibuat seperti ini dan ini sehingga kalau memang
beliau-beliau berkehendak jadi donatur lagi itu tahu aliran uangnya itu dibawa
ke mana aja selama ini.” (Wawancara 13 September 2017)
Pelaporan kebermanfaatan donasi berpengaruh terhadap kepercayaan donatur.
karena mengetahui bahwa apa yang mereka berikan dapat menciptakan manfaat
94
95
Telah dibahas sebelumnya bahwa RBA menetapkan bahwa jumlah saldo akhir yang
ideal adalah nol rupiah. Menganut prinsip not-for-profit, ketetapan tersebut dinilai
masyarakat.
Penentuan saldo akhir yang ideal bermakna bahwa semakin kecil saldo yang
tersisa, semakin besar jumlah donasi tunai yang dimanfaatkan untuk kegiatan.
Pengelola RBA menganggap saldo ideal untuk entitas not-for-profit adalah nol
rupiah. Akan tetapi, tidak jarang beberapa transaksi menyisakan uang kembalian.
tidak boleh mengambil keuntungan sepeser pun dari penerima manfaat kegiatan
mereka. Donasi yang diterima harus dikelola sebaik mungkin agar tidak tersisa
melebihi batas saldo akhir yang ditentukan. Bagi mereka, kebermanfaatan donasi
Jumlah saldo donasi RBA selalu dilaporkan oleh bendahara pada satu sesi
Juni 2017 turut mendengarkan laporan tesebut. Saat itu, bendahara mengatakan
bahwa saldo donasi tunai yang ada di tangan sebesar Rp 1.300,00. Laporan arus
pemasukan dan pengeluaran juga dilampirkan dan ditunjukkan kepada peserta rapat
secara bergantian.
95
96
anak-anak dan dewasa, penyuluhan kesehatan, dan lain-lain. Kesamaan dari seluruh
menjelaskan bahwa keuntungan (profit) sama sekali bukanlah hal yang dicari oleh
RBA. Bagi RBA, dampak atas proses yang mereka bawa kepada peserta kegiatan
dampak ini dilakukan dengan menjaring kesan dan pesan peserta untuk
manfaat semaksimal mungkin. Salah satunya melalui publikasi laporan yang sesuai
2012).
96
97
Begitu pula dengan yang terjadi di RBA. Beberapa kali disebutkan dalam
penelitian ini bahwa RBA memiliki tiga nilai yaitu kesadaran (awareness),
pertanggungjawaban.
diskusi pagi hari Senin, 29 Mei 2017. Diskusi tersebut adalah agenda harian
program KRS+. Ketika itu, perihal daftar hadir dan formulir kesan-pesan acara hari
melampirkan kedua item tersebut dalam laporan kegiatan. Tindakan ini memiliki
makna bahwa informasi di dalam daftar hadir dan formulir kesan-pesan dibutuhkan
oleh para stakeholders. RBA selaku tuan rumah acara selayaknya peduli dengan
Selanjutnya, nilai pembelajaran diterapkan oleh RBA kepada dua pihak yaitu
informatif (lihat sub bab 5.6). Hal ini bertujuan agar pembuat laporan mudah
internal auditor RBA. Saran-saran dari internal auditor digunakan RBA agar
97
98
laporan mereka tetap sesuai dengan prinsip akuntansi. Makna tersebut tersirat dari
jawaban penasihat:
Penjelasan tentang pembelajaran untuk masyarakat disampaikan pada sub bab 5.6
melaporkan kondisi keuangan dengan benar. Penentuan tujuan yang tidak muluk
pembelajaran.
berdaya. Pembuat laporan menjadi mampu untuk membuat laporan yang benar.
98
99
Begitu pula dengan masyarakat yang menggunakan laporan. Makna tersebut tersirat
“Orang yang pakai informasi keuangan RBA itu kan tidak semua paham
akuntansi, ya? Jadi, tantangannya tadi adalah membuat itu menjadi simple
supaya apa? Supaya beliau-beliau yang tidak memahami akuntansi dengan
baik itu tahu cara bacanya gimana. Yang kedua adalah tidak selamanya RBA
itu bendaharanya atau yang membuat laporan keuangannya paham akan
akuntansi. Nah, kalau dibuat ribet sesuai dengan GRI, kira-kira yang ngebuat
laporan mau nggak ngebuat? Dengan aktivitas yang segitu banyaknya, segitu
cepatnya, donasi yang bisa barang bisa uang, dengan jumlah masyarakat yang
segitu banyaknya. Pasti dia nggak mau ngebuat. Bukan karena nggak bisa
tapi nggak tahu harus mulai dari mana ngebuatnya...” (Wawancara 13
September 2017)
bahwa proses pelaporan adalah representasi dari nilai-nilai yang diterapkan RBA.
hanya tentang informasi yang tertera di atas kertas. Lebih dari itu, tanggung jawab
sosial adalah sesuatu yang terintegrasi dengan proses pelaporan itu sendiri sehingga
99
BAB VII
individu di dalam sebuah entitas memandang tanggung jawab sosial sebagai sebuah
kesadaran sebagai makhluk sosial. Pelaksanaan dan pelaporan program tidak lagi
Sebaliknya, tujuan dari setiap tindakan dalam proses tanggung jawab sosial adalah
untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Cara pandang inilah yang digunakan
oleh Ruang Belajar Aqil (RBA) sebagai landasan untuk berkegiatan di tengah
masyarakat.
menjaga amanah yang diberikan oleh masyarakat. Amanah yang dimaksud adalah
untuk memberi manfaat merupakan bentuk tanggung jawab sosial yang tidak
100
101
mengambil peran sebagai alat yang membantu RBA dalam menyiapkan informasi
atas sesamanya dan lingkungan yang ditempatinya. Ketentuan ini tercantum pada
ayat di atas bahwa manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari lingkungannya.
dan perbuatan baik kepada sesama manusia (Al-Qaradawi dikutip oleh Kamla et
al., 2006). Pada konteks RBA, implementasi amanah termasuk ke dalam proses
tersebut.
Secara umum, proses akuntansi yang dijalankan RBA tidak berbeda dengan
proses akuntansi pada entitas lain. Aktivitas inti yang dilakukan adalah mencatat,
mengikhtisar, dan melaporkan. Hal yang berbeda adalah (1) dasar pengelolaan dan
101
102
pencatatan sumber daya; (2) struktur pelaporan; (3) konten informasi yang
dilaporkan dan; (4) nilai-nilai yang tertanam secara implisit pada keseluruhan
proses akuntansi.
Dasar yang digunakan oleh RBA dalam mengelola sumber daya adalah akad
dengan donatur. Sebagaimana telah dibahas pada bab V bahwa sumber daya yang
dikelola oleh RBA berasal dari donatur. Sebelum dikelola, donatur dan perwakilan
RBA yang menerima donasi menetapkan akad atau perjanjian tentang pengelolaan
donasi.
masyarakat. Tanggung jawab RBA adalah memenuhi ketentuan dari donatur dan
ketentuan untuk memenuhi akad seperti tanggung jawab RBA “Hai orang-orang
102
103
Tentu tidak semua pengguna laporan RBA memiliki pemahaman yang sama
atas standar akuntansi pelaporan. Pengelola RBA harus menemukan standar yang
tepat agar informasi di dalam laporan menjadi mudah dipahami dan sesuai dengan
kebutuhan. Oleh karena itu, standar yang digunakan oleh RBA adalah kebutuhan
informasi masyarakat.
tertentu seperti GRI (lihat sub bab 2.3.3), laporan tersebut tetap dapat diterima. Hal
bermanfaat bagi stakeholders yang terkait. Akuntansi sebagai sebuah alat sudah
seharusnya bersifat fleksibel demi memenuhi tujuan utama tersebut. Pandangan ini
“Akuntansi itu kan dia teknik ya, Mei. Dia kan cara. Ilmu yang mempelajari
cara. Artinya adalah cara itu tidak melulu sesuai dengan standar tapi sesuai
dengan tujuannya mau apa. Akuntansi secara artian luas adalah dia itu lebih
fleksibel karena dia sebagai cara aja.” (Wawancara 13 September 2017)
Selain itu, penggunaan kebutuhan informasi masyarakat sebagai standar
103
104
informasi mengenai aktivitas dan pemanfaatan donasi yang diterima oleh RBA.
Oleh karena itu, RBA menyajikan informasi tentang kebermanfaatan pada laporan
kegiatannya.
prinsip amanah yang dibahas di awal bab ini. Pelaporan kebermanfaatan menjadi
tanggung jawab sosial RBA kepada donatur yang memberikan sumber daya dan
relevan dan dapat diandalkan. Aspek ini juga menjadi indikator penerapan prinsip
kebaikan pada diri yang melakukannya dan juga orang lain. Salah satunya adalah
saldo ideal sebesar nol rupiah menunjukkan prioritas RBA dalam mengelola donasi
tunai.
104
105
semakin tinggi pula efisiensi sebuah entitas. Hal tersebut membuktikan bahwa
dilayaninya.
Satu hal lagi yang menjadi keunikan dari pelaporan tanggung jawab sosial di
RBA adalah nilai-nilai yang tertanam secara implisit selama proses pembuatan
pelaporan. RBA berharap agar laporan tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh
masyarakat sehingga kebutuhan akan informasi dapat terpenuhi. Saat itulah sebuah
dan pengguna laporan. Pembuat laporan diberikan akses untuk belajar menyusun
105
106
melaporkan kegiatan yang baik dari susunan laporan RBA yang mereka baca.
bahwa orang tersebut menjadi mampu menerapkan ilmu yang diajarkan secara
Akan tetapi, pelaksanaan keempat poin di atas tidak selalu berjalan lancar.
mengumpulkan laporan karena entitas ini harus menutup transaksi bulanan pada
tanggal 27 setiap bulan. Pemberian batas waktu transaksi bertujuan agar laporan
kembali catatan keuangan pada rapat pengelola di akhir bulan. Pada kesempatan
106
107
yang dapat segera dieksekusi. Tujuannya adalah agar dana yang tersisa dapat segera
jawab sosial RBA tidak hanya teruraikan dalam informasi yang tertulis di laporan.
Lebih daripada itu, tanggung jawab sosial RBA diimplementasikan melalui setiap
mendatang. Hal ini didukung oleh teori legitimasi yang menyatakan bahwa
perusahaan harus berperilaku sesuai norma dan nilai yang berlaku di masyarakat
107
108
al., 1995). Selama masyarakat memberikan legitimasi untuk perusahaan, selama itu
reputasi baik perusahaan di mata investor. Hasil penelitian Strahilevitz (dikutip oleh
tersebut salah satunya dapat diperoleh melalui penanaman modal investor karena
reputasi baik.
adalah keuntungan jangka panjang. Pelaporan CSR adalah salah satu cara yang
masyarakat.
sosial itu sendiri (Shuili Du dan Sen, 2010). Manajemen perusahaan melakukan hal
Weber, 2011).
dicatat terlebih dahulu. Salah satu aktivitas yang dicatat adalah pengelolaan sumber
108
109
Pengelolaan dan pencatatan di setiap entitas pun memiliki dasar atau ketentuan
tersendiri.
Dasar pengelolaan dan pencatatan sumber daya untuk program CSR adalah
kepentingan perusahaan dan investor. Hal ini berhubungan dengan fungsi laporan
CSR sebagai salah satu dasar untuk pengambilan keputusan investasi oleh investor
(Gray et al., 1995). Selain itu, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, laporan ini
Hal yang tidak kalah penting adalah penggunaan standar pelaporan CSR.
Sebuah laporan bernilai baik apabila telah memenuhi standar tertentu. Perusahaan
tanggung jawab sosial. Standar tersebut telah disepakati sebagai standar yang
109
110
jawab sosial adalah sesuatu yang secara otomatis melekat pada diri manusia sebagai
makhluk sosial.
informasi yang harus dipenuhi. Saat kebutuhan tersebut terpenuhi, saat itulah RBA
sisi konten, hal ini terlihat di dalam proses penyusunan laporan itu sendiri. Nilai-
pencatatan sumber daya untuk program tanggung jawab sosial. Informasi atas
aktivitas inilah yang dibutuhkan oleh stakeholders. Oleh karena itu, RBA memiliki
Dasar pengelolaan dan pencatatan sumber daya di RBA adalah akad dengan
donatur. Saat donatur memberikan donasi, donatur tersebut dan RBA membuat
110
111
menjadi sarana bagi RBA untuk menerapkan nilai kejujuran. Kegiatan yang
karena itu, RBA dapat secara sukarela melaporkan kebermanfaatan donasi yang
mereka terima. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa RBA menjalankan
Tabel 7.1
Perbedaan Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial pada Commercial Enterprise dan Socio-
Enterprise
n Socio-Enterprise
No Commercial Enterprise
1. Pelaporan tanggung jawab sosial Pelaporan tanggung jawab sosial adalah
adalah wujud pemenuhan kewajiban wujud kesadaran sebagai makhluk sosial
untuk melegitimasi keberlanjutan
entitas
2. Orientasi pada keuntungan Orientasi pada kebermanfaatan
kebutuhan informasi masyarakat sehingga RBA tidak mengacu pada GRI. Alasan
111
112
dinilai terlalu rumit dan menyulitkan penyampaian informasi itu sendiri sehingga
RBA untuk menentukan format penyajian informasi yang sederhana dan informatif.
informasi dan memperoleh manfaat dari informasi tersebut. Selain itu, standar yang
tertulis maupun pertemuan langsung (lihat sub bab 6.4). Hal tersebut menunjukkan
bahwa reputasi baik entitas dapat terbangun dengan sendirinya ketika mereka
Pertanggungjawaban Sosial
Informasi yang disusun di dalam laporan tanggung jawab sosial ditujukan untuk
112
113
enterprise telah memberikan wawasan bahwa tanggung jawab sosial tidak selalu
berbicara tentang CSR. Tanggung jawab sosial sejatinya adalah bagian yang tidak
jawab sosial adalah inti dari keberadaan mereka. Orientasi mereka adalah
kebermanfaatan bagi masyarakat. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial harus
jawab sosial itu sendiri. Pandangan ini menjadi alternatif atas pemahaman selama
ini bahwa tanggung jawab sosial hanya diimplementasikan melalui program CSR.
informasi tentang aktivitas mereka. Kegunaan alat ditandai dengan sifat fleksibel
enterprise memandang standar lebih dari sekadar ketentuan penyusunan konten dan
113
114
gagasan bahwa tanggung jawab sosial seharusnya dipandang sebagai sesuatu yang
integral yang tidak dapat dipisahkan. Tanggung jawab sosial menuntut setiap
Tanggung jawab sosial adalah wujud kesadaran peran. Hal ini sesuai dengan
peran dasar manusia sebagai penjaga bumi dari kerusakan dan pengurus kebutuhan
sesama. Saat sebuah entitas menyadari peran ini, mereka tidak akan menjadikan
keuntungan. Lebih dari itu, akuntansi adalah alat yang membantu entitas
komersial telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Motif keuntungan jangka
masa depan. Salah satunya adalah melalui pelaporan tanggung jawab sosial.
114
115
keuntungan.
masyarakat.
Tabel 7.2
Perbedaan Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial Konvensional dan Syariah
No Konvensional Syariah
115
116
dengan kaidah kesadaran peran manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT
(tazkiyah akuntansi).
pemahaman bahwa Allah melingkupi segala sesuatu (Al Muhith). Akuntansi pun
dipandang sebagai bagian dari kesatuan ketundukan dan kreativitas yang dilingkupi
tanggung jawab sosial manusia tidak hanya berlaku kepada sesama manusia dan
(Abd’ Allah). Sebagai hamba Allah, manusia berkewajiban untuk mengabdi pada
Allah dengan cara menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu,
manusia juga memiliki peran sebagai Khalifatullah fil Ardh yang berkewajiban
116
117
enterprise theory yang menyatakan bahwa Allah adalah pencipta dan pemilik
tunggal seluruh sumber daya. Seluruh sumber daya tersebut harus dikelola sesuai
cara dan tujuan yang ditetapkan oleh Allah. Oleh karena itu, manusia harus
melakukan sinergi atas dua peran yaitu Abd’Allah dan Khalifatullah fil Ardh dalam
Ardh membantu manusia untuk menjadi kreatif dalam mewujudkan manfaat bagi
sesama manusia dan lingkungan. Sinergi kedua peran tersebut dapat tercermin pada
lingkungan. Lebih dari pada itu, seluruh informasi yang ditampilkan dalam laporan
dipastikan diperoleh dengan cara yang halal, thoyib, dan bebas riba. Akuntansi
117
BAB VIII
ENLIGHTENED SELF-RESPONSIBILITY:
akuntansi pertanggungjawaban sosial tidak lagi berkisar pada laporan CSR yang
didasari oleh kesadaran peran manusia untuk memberikan manfaat bagi lingkungan
sekitarnya.
manusia. Allah SWT berfirman dalam Surat Az-Zariyat ayat 56 “Dan aku tidak
(QS Az-Zariyat:56)
118
119
Ayat di atas menyebutkan dengan jelas bahwa manusia diciptakan untuk beribadah
kepada Allah SWT. Oleh karena itu, setiap tindakan yang dilakukan hendaknya
didasari oleh niat untuk beribadah kepada Allah SWT, termasuk pada saat
menuruti perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Salah satu perintah
Allah SWT kepada manusia adalah menjaga bumi dan seisinya, termasuk manusia
lain di dalamnya (Khalifatullah fil ardh). Perintah tersebut tercantum dalam Surat
Allah selaku pemilik alam semesta. Manusia tidak diperkenankan untuk berlaku
mengelola sumber daya (donasi) agar bermanfaat bagi masyarakat lainnya. Sebagai
119
120
Askary dan Clarke (dikutip oleh Lewis, 2001) mengatakan bahwa istilah
‘hisab’ atau perhitungan merupakan akar dari akuntansi. Kata ‘hisab’ yang
SWT.
tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Tujuan akuntansi dalam Islam adalah
(Lewis, 2001). Dengan kata lain, informasi yang diungkapkan harus benar-benar
secara jujur dan transparan adalah wujud tanggung jawab sosial yang dianjurkan
dalam Islam.
upaya awal yang dilakukan sebelum menentukan konten sebuah laporan. Setelah
data kebutuhan informasi diperoleh, RBA menentukan informasi apa saja yang
yang diberikan oleh donatur. RBA pun menyediakan informasi tersebut melalui
120
121
dicantumkan secara lengkap berikut jumlah dan penggunaannya sesuai dengan apa
dibutuhkan.
(full disclosure). Prinsip tersebut adalah salah satu prinsip akuntansi yang harus
melibatkan nilai kejujuran dan keadilan dalam pelaksanaannya (Lewis, 2001). Nilai
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa berperilaku jujur dan adil adalah
sebuah kewajiban bagi setiap manusia. Tidak terkecuali bagi mereka yang
memiliki hak untuk mengetahui dampak kegiatan dan pemanfaatan donasi yang
terhadap masyarakat (umat). Selain itu, pengungkapan penuh juga menjadi wujud
121
122
informasi yang tercantum dalam laporan adalah benar dan jelas sehingga tidak
notulensi rapat pengelola, dan foto penerimaan donasi hingga pelaksanaan kegiatan.
Hal tersebut menjadi bukti bahwa RBA telah menjalankan amanah masyarakat
Laporan yang bermanfaat bagi pengguna juga dapat ditinjau dari sisi
dipahami agar tidak menimbulkan bias bagi penggunanya. Oleh karena itu,
penggunanya.
122
123
berusaha menyajikan laporan dengan sederhana agar dapat dipahami pengguna dari
berbagai kalangan. Standar yang digunakan pun berbeda dari standar pelaporan
(istislah) yang diajarkan oleh Islam (Kamla et al., 2006). Kesediaan untuk
dimaksud Tinker dalam Kamla et al. (2006) sebagai peningkatan kualitas dan
keberlanjutan masyarakat.
Tabel 8.1
Perbedaan konsep Enlightened Self-Interest dan Enlightened Self-Responsibility
123
124
manusia yaitu beribadah kepada Allah SWT. Pemahaman atas kesadaran tidak lagi
responsibility).
dilakukan untuk menciptakan manfaat kepada sesama dan lingkungan sekitar sesuai
Allah, masyarakat (umat), dan lebih jauh lagi, lingkungan yang ditinggali.
Gambar 8.1
Pertanggungjawaban Manusia kepada Allah SWT, Masyarakat, dan Lingkungan
Allah SWT
Bertanggungjawab
kepada
Bertanggungjawab
Manusia kepada Masyarakat dan
(individu/kelompok) lingkungan
124
BAB IX
PENUTUP
9.1 Kesimpulan
Aqil (RBA). Alasan yang mendasari penelitian ini adalah pembahasan akuntansi
Padahal, tanggung jawab sosial adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari aktivitas
diterapkan oleh perusahaan atau entitas lain pada umumnya. Keunikan akuntansi
pertanggungjawaban sosial di RBA antara lain (1) penggunaan akad sebagai dasar
pengelolaan donasi; (2) pengelolaan dan pencatatan sumber daya sesuai kebutuhan;
kebermanfaatan; (5) saldo akhir yang ideal adalah nol rupiah dan; (6) pengamalan
khususnya pengelola, bahwa tanggung jawab sosial adalah sebuah kesadaran untuk
125
126
sesuai kebutuhan masyarakat adalah wujud dari tanggung jawab sosial itu sendiri.
informasi yang tertulis sesuai standar baku pada sebuah laporan. Akuntansi
Selain itu, nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas tidak luput untuk
oleh RBA telah sesuai dengan kebutuhan dan menjadi bermanfaat bagi masyarakat.
maupun bagi masyarakat. Berbeda halnya dengan laporan CSR yang berorientasi
(enlightened self-interest).
enterprise RBA pun berbeda. Laporan CSR umumnya mengikuti standar tertentu
sesuai kebutuhan informasi investor dan sebisa mungkin menciptakan citra baik
perusahaan. Sementara, laporan yang disajikan oleh RBA lebih sederhana dan
mudah dipahami. Hal ini disebabkan karena RBA memiliki kepedulian akan
126
127
penggunanya.
yang bersifat holistis dan berhubungan dengan tujuan penciptaan manusia. Manusia
127
128
Miller, 2008).
9.3. Saran
pada socio-enterprise.
128
DAFTAR PUSTAKA
129
130
130
131
Gorenak, M., & Kosir, S. (2012). The Importance of Organizational Values for
Organization. Management, Knowledge and Learning International
Conference 2012, 563–569. Retrieved from http://issbs.si/press/ISBN/978-
961-6813-10-5/papers/ML12_117.pdf
Gray, R., Kouhy, R. and Lavers, S. (1995). Corporate social and environmental
reporting: a review of the literature and a longitudinal study of UK
disclosure. Accounting, Auditing and Accountability Journa, 8(2), 47–77.
Gray, R., Brennan, A., & Malpas, J. (2014). New Accounts: Towards a Reframing
of Social Accounting. Accounting Forum, 38(4), 258–273.
https://doi.org/10.1016/j.accfor.2013.10.005
Gray, R., Dey, C., Owen, D. L., Evans, R., & Zadek, S. (1997). Struggling with
The Praxis of Social Accounting: Stakeholders, Accountability, Audits and
Procedures. Accounting, Auditing & Accountability Journal (Vol. 10).
https://doi.org/10.1108/09513579710178106
Habib, Fariz. (2016). Daftar Perusahaan yang Membuat Laporan Keberlanjutan.
Diakses dari https://farizhabib.wordpress.com/tag/daftar-perusahaan/
Haski-Leventhal, D., & Foot, C. (2016). The Relationship between Disclosure and
Household Donations to Nonprofit Organizations in Australia. Nonprofit and
Voluntary Sector Quarterly, 45(5), 992–1012.
https://doi.org/10.1177/0899764016628673
Have, P.T. (2013). Understanding Qualitative Research and Ethnomethodology.
SAGE Publications, 212. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Heath, R.L., & Ni, L. (2008). Corporate Social Responsibility. Diakses dari
website Institute for Public Relations:
http://www.instituteforpr.org/corporate-social-responsibility/
Hox, J.J. & Boeije, H.R. .(2005). Data collection, Primary vs. Secondary.
Encyclopaedia of Social Measurement Vol. 1, 593-599
Islam, M. A. (2015). Social Compliance Accounting: Managing Legitimacy in
Global Supply Chains, 145. https://doi.org/10.1007/978-3-319-09997-2
Kamla, R., Gallhofer, S., & Haslam, J. (2006). Islam, Nature and Accounting:
Islamic Principles and the Notion of Accounting for the Environment.
Accounting Forum, 30(3), 245–265.
https://doi.org/10.1016/j.accfor.2006.05.003
Kamayanti, A. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif Akuntansi: Pengantar
Religiositas Keilmuan. Jakarta: Yayasan Rumah Peneleh
Kholis, A. (2002). Tinjauan Teoritis Akuntansi Sosial dan Penerapannya di
Indonesia.
Khan, F. R., & Lund-Thomsen, P. (2011). CSR As Imperialism: Towards A
Phenomenological Approach to CSR in the Developing World. Journal of
Change Management, 11(1), 73–90.
https://doi.org/10.1080/14697017.2011.548943
131
132
132
133
133
134
https://doi.org/10.1111/j.1468-2370.2009.00276.x
Social Entrepreneurship Academy. (2013). Database Social Entrepreneur
Indonesia. Diakses dari http://sea-dd.com/database-sociopreneur/
Spence, L., & Rutherfoord, R. (2001). Social responsibility, profit maximisation
and the small firm owner-manager. Journal of Small Business and Enterprise
Development, 8(2), 126–139. https://doi.org/10.1108/EUM0000000006818
Tilt, C. A., & Filho, W. L. (2009). Professionals perspectives of corporate social
responsibility. Professionals Perspectives of Corporate Social Responsibility,
11–32. https://doi.org/10.1007/978-3-642-02630-0
Vidal, P., Torres, D., Guix, B., & Rodríguez, M. P. (2005). The Social
Responsibility of Non-Profit Organisations A conceptual Approach and
Development of SRO model, 36. Diakses dari www.tercersector.net
Wiguna, A. B., & Manzilati, A. (2014). Social Entrepreneurship and Socio-
entrepreneurship: A Study with Economic and Social Perspective. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 115(Iicies 2013), 12–18.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.02.411
Weygandt, J.J., Kimmel, P.D., & Kieso, D. E. (2013). Financial Accounting:
IFRS Edition. United States of America: Wiley
World Business Council for Sustainable Development .(2000). Corporate Social
Responsibility: Making Good Business Sense. WBCSD: Geneva..
Wright, K. (2002). Generosity versus altruism: philanthropy and charity in the US
and UK. Society (January). Diakses dari
http://www.lse.ac.uk/collections/CCS/publications/
134
135
Lampiran 1
Transkrip Wawancara
Pewawancara/Kode : Meirna Puspita Permatasari / MP
Informan/Kode : Teuku Muda Rabian Hussein / BD
Posisi Informan : Bendahara Ruang Belajar Aqil (RBA)
Hari/Tanggal : Minggu, 11 Juni 2017
Waktu : 13.30 – 14.30
Lokasi : Perum. Griya Shanta Eksekutif P-345 Malang
Subjek Pertanyaan/Jawaban
MP : Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
BD : Waalaikumsalam Warahmatullah Wabarakatuh.
MP : Jadi, hari ini saya ingin mengobrol sedikit dengan Mas Bian tentang sebenarnya
tanggung jawab sosial di RBA itu kaya gimana dan akuntansi di sana itu seperti apa.
Jadi, ada yang ingin saya gali lebih dalam. Pertama adalah kalau menurut Mas Bian
sendiri selaku pengelola dan bendahara, definisi tanggung jawab sosial itu apa?
Kalau misalkan dari diri Mas Bian sendiri sebagai pengelola.
BD : Iya, kalau aku sih tanggung jawab sosial, yang aku paham dan aku lakukan itu setiap
amanah [sambil menggerakkan tangan seolah menggambarkan sesuatu] yang
diberikan entah itu oleh donatur, entah itu oleh masyarakat, entah itu tim sendiri, atau
pengelola sendiri untuk menjalankan project itu insya Allah akan disalurkan tanpa
ada pemotongan atau hmmm… apa ya… [sambil berpikir] ada pengurangan sedikit
pun. Sebisa mungkin, semisal ada dari donatur, uang ini untuk apa, tujuannya juga
jelas, akadnya jelas dan disalurkan sesuai apa yang donatur mau. Kita juga
menjelaskan kebutuhan kita apa. Kalau aku sih secara pengolah, amanah yang
diberikan oleh masyarakat untuk RBA. RBA ini kan sebagai wadah, sebagai penyalur
gitu ya, nah itu (uang) diberikan secara menyeluruh gitu dan sesuai dengan amanah
yang diberikan.
MP : Nah, kalau ngomongin tentang amanah gitu ya, kenapa sampai merasa amanah itu
adalah sesuatu yang harus dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat?
BD : Kenapa? Ini laten banget ya [tertawa]. Ya kalau aku kenapa amanah perlu karena
ehm… [berpikir sebentar]. Gini, [tertawa kecil], ini terlalu laten lho, Mei. Kalau
untuk menjelaskan [berhenti sebentar]. Setiap orang berbeda ya. Tapi aku berprinsip
gitu, kalau aku sebagai manusia, hidup di dunia ini hanyalah amanah yang aku punya.
Jadi, kalau amanahnya itu ya… amanahnya diberikan gitu ya aku sebisa mungkin
mempertanggungjawabkan itu. Karena itu juga akan menghasilkan kebaikan.
Kebaikannya sangat banyak gitu. Misalkan, kebahagiaan untuk masyarakat,
timbulnya nilai kejujuran yang saat ini hilang dari masyarakat gitu ya. Karena orang
berpikir… apa ya… aku juga ngelihatnya aku berpikir memberikan kepercayaan ke
orang lain itu sangat sulit sekarang. Karena orang berpikirnya, “ah entar bohong,
entar bohong”. Tapi, gimana caranya, di sini aku membantu RBA juga gitu ya,
menerapkan bahwa kepercayaan itu given, bukan sesuatu yang harusnya dibangun.
Dan kalau udah diberikan, ya udah itu urusan entar, urusan mau dilakukan atau tidak
ya itu urusan (pihak) yang diberikan, yang menerimanya gitu. Kita sebagai yang
menerima, sebagai yang diberikan kepercayaan, gimana menimbulkan itu
[menguncupkan tangan] gitu. Menimbulkan itu dengan baik dan orang bisa melihat
ternyata ada suatu wadah yang bisa diberiin kepercayaan dan nggak semua orang
atau nggak semua tempat dilakukan atau digambarkan tidak benar gitu. Gitu sih kalau
aku.
MP : Oke. Biasanya dalam project kan pasti butuh resource supaya kita bisa melaksanakan
project. Biasanya proses mendapatkan dan mengelola resourcenya gimana?
BD : Ya, mengelola resource ya kita, aku. Misal aku sendiri. Kalau untuk ngerjain project,
resource yang aku keluarkan… yang jelas apa yang kita (RBA) punya dulu dan
kebutuhan dari projectnya apa. Selama yang RBA punya bisa mencukupi project, ya
pakai itu. Entah itu relawan, keuangan, bahan-bahan (peralatan dan perlengkapan).
Misal kebutuhan project melebihi resource yang kita punya, sebisa mungkin kita cari
135
136
136
137
137
138
Lampiran 2
Transkrip Wawancara
Pewawancara/Kode : Meirna Puspita Permatasari / MP
Informan/Kode : Arwin Anindyka / KR
Posisi Informan : Koordinator Relawan Ruang Belajar Aqil (RBA)
Hari/Tanggal : Senin, 12 Juni 2017
Waktu : 12.45 – 13.30
Lokasi : Ruang Baca, Ruang Belajar Aqil (Jalan Cempaka no. 1 Malang)
Subjek Pertanyaan/Jawaban
MP : Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
KR : Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
MP : Terima kasih buat Dyka yang sudah memberi saya kesempatan buat wawancara.
Nah, karena kan memang penelitian ini sebenarnya ingin mengetahui akuntansi
pertanggungjawaban sosial di sini seperti apa. Nah, kalau Dyka sendiri sebagai
pengelola itu mendefinisikan tanggung jawab sosial seperti apa?
KR : Ya tanggung jawab sosial itu kalau menurutku gimana sih kita berperan kepada
masyarakat. Memberi manfaat kepada masyarakat karena kita hidup bermasyarakat.
Kita tidak hanya menerima sesuatu dari masyarakat, tapi juga kita memberikan
sesuatu kepada masyarakat. Itu sih pertanggungjawaban sosial sebagai makhluk
sosial tentunya.
MP : Berarti, apakah akuntansi ini menurut kamu adalah sebuat alat untuk melakukan
tanggung jawab sosial?
KR : [bernapas dalam] Tanggung jawab sosial, kalau dalam konteks kita ngomongin
kegiatan sosial ya pasti akuntansi menjadi salah satu media untuk menunjukkan
tanggung jawab itu. Iya. Cuma kalau ngomong corporate, bukan sosial, maka itu
bisnis mereka gitu. Misal perusahaan kan ke investor dan sebagainya, ke karyawan
mereka, pokoknya yang ada di dalam mereka. Dan itu bukan atas nama sosial karena
memang itu tanggung jawab mereka. Tapi kalau kita berbicara konteks kegiatan
sosial dan itu dari masyarakat untuk masyarakat, itu (akuntansi) menjadi alat untuk
menunjukkan sebagai bentuk pertanggungjawaban kita kepada masyarakat
[terdengar suara riuh anak-anak yang mengunjungi ruang baca]
MP : Dan pengertian akuntansi sebagai bentuk pertanggungjawaban untuk masyarakat itu,
menurut kamu di RBA ini sudah berlaku belum?
KR : Ehm iya. Sejauh ini aku ngelihat iya karena setiap akhir tahun itu laporan
keuangannya dipublikasikan secara luas dan semua orang bisa melihatnya.
Transparan. Karena RBA juga donatur terbesarnya itu masyarakat. Dari masyarakat.
[mengulang pernyataan] Donaturnya dari masyarakat dan kegiatannya untuk
masyarakat. Jadi, untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diterima, apa yang
disalurkan kepada masyarakat itu ya dalam bentuk laporan itu. Dan setiap donatur
diberikan laporannya.
MP : Seberapa penting tanggung jawab itu menurut kamu?
KR : Seberapa penting? Maksudnya gimana nih? Takaran atau gimana? Seberapa penting
gitu?
MP : Kenapa kita harus melakukan tanggung jawab itu? Tanggung jawab di RBA ini.
Kenapa kita harus melakukan itu?
KR : Karena itu mungkin ya… karena [diam sejenak] apa namanya… aku bilangnya
gimana ya… aku jelasinnya gimana. Kenapa tanggung jawab itu penting karena kita
melakukan [terdengar suara anak-anak di ruang baca]. Ini dalam konteks RBA ya.
Aku sebagai RBA. Karena kita sendiri kan kaya tadi aku bilang. Kita mendapatkan…
istilahnya kita menyalurkan apa yang masyarakat titipkan ke kita. Jadi ya kita harus
mempertanggungjawabkan apa yang dititipkan itu.
MP : Jadi, dengan kata lain masyarakat itu ngasih amanah ke kita dan kita harus tanggung
jawab sama amanah itu [disambut anggukan kepala informan]?
KR : Sama kaya misalkan kita dapat donasi. Kita dapat donasi buku dan aku baru tahu
kemarin sih teknisnya gimana ketika dapat donasi. Ketika baru diambil donasinya,
138
139
kita langsung kabarkan kepada donaturnya bahwa donasinya sudah kita terima dan
akan kita salurkan dengan segera. Dan ketika sudah disalurkan, itu kan difoto
biasanya. Dokumentasi. Dokumentasinya diberikan kepada si donatur sebagai
bentuk ya kita sudah menyalurkan apa yang mereka titipkan ke kita gitu.
MP : Oke. Terus kan setiap project pasti ada resourcenya. Kalau setahu kamu bagaimana
sih di sini mengelola dan mencatat resource itu?
KR : Dana dan SDM gitu ya? Untuk mengelola, kalau dana, kan dari kolaborator. Intinya
kita cari dulu. Kita butuh apa. Jangan mikirin dananya dulu. Jangan mikirin
resourcenya kaya gimana. Kita lihat dulu kita butuh apa. Nanti, kalau kita udah tahu
kebutuhannya, insya Allah itu sebagian besar selalu ketemu jalan keluar untuk
memenuhi kebutuhan kita itu. Itu untuk resource berupa materi gitu. Terus untuk
SDM, untuk mengelolanya yaitu dengan adanya koordinator relawan. Itu kan
relawan juga bagian penting juga dari kegiatan. Itu pengelolaannya.
MP : Terus itu kan cara mencari dan mengelolanya. Nah, kalau misal udah cari dan dapat,
pas udah dapat pengelolaannya gimana lagi?
KR : Kalau udah dapat, untuk dana biasanya gimana sih benar-benar efektif sama dana
yang kita punya. Efisien gitu ya dengan dana yang kita punya. Dan kita pun kadang
menyesuaikan dengan apa yang sudah kita dapatkan itu. Misalkan kita dapatnya
sekian, ya kita sesuaikan dengan kebutuhan kita dan ketemu (cukup) gitu. Walaupun
dananya sedikit, walaupun dananya hanya segitu, tapi bisa memenuhi kebutuhan
yang tadi dicari itu. Untuk relawan, ini gimana sih tetap menjaga komunikasi.
Melalui kaya kemarin ngundang buka bersama. Terus kegiatan kaya makan dan
masak bersama juga kan diundang relawan-relawan. Itu sih mungkin untuk tetap
merawat, menggunakan, mengelola.
MP : Nah, sekarang setelah menyelesaikan suatu project kan harus dinilai. Kaya
sebenarnya project ini berhasil atau nggak. Sesuai nggak sama yang kita harapkan.
Nah, apa sih indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur keberhasilan suatu
project itu?
KR : Indikator? Indikator keberhasilan suatu project [sambil berpikir]. Sejauh ini ya, kalau
indikator aku nggak terlalu paham ya indikator. Tapi yang jelas keberhasilan suatu
project itu ya kita bisa melaksanakannya dan kita ngedapetin pembelajaran dari apa
yang kita lakukan itu. Itu mungkin ya. Yang aku lihat sih ya. Meskipun secara tertulis
memang atau secara baku aku belum mendengar maupun belum memahami apakah
ada indikator-indikator tertentu. Tapi, yang jelas, yang aku tahu, dari project yang
kita lakukan itu kita dapat pembelajaran pastinya. Sama, kita bisa melaksanakan
kegiatan itu.
MP : Terus sekarang jenis-jenis laporannya ya. Ada apa aja sih di sini?
KR : Laporan kegiatan, laporan pembelajaran, laporan akhir tahun. Kalau yang format
baku itu tiga. Terus [mengingat] ada laporan. Tapi, ini lebih ke personal ya. Mungkin
beberapa orang oleh mentor atau penasihat akan ditanya, “apa yang didapatkan dari
ini? Apa yang didapatkan dari saya?” Itu laporan hmmm… tidak bakunya,
informalnya. Cuma yang formal ya tiga itu yang aku tahu.
MP : Terus kenapa sih laporan-laporan ini dibuat? Tujuan masing-masing. Misalnya
laporan kegiatan untuk apa. Laporan pembelajaran buat apa. Laporan akhir tahun
buat apa.
KR : Kalau laporan-laporan kegiatan ya pastinya untuk gambaran mengenai kegiatan yang
sudah dilakukan. Untuk laporan pembelajaran, yak arena pembelajaran menjadi salah
satu yang pokok di kegiatan RBA, ya untuk mengetahui pembelajaran apa yang
didapatkan. Ketika ditanya pembelajarannya, itu adalah salah satu bentuk
merangsang orang untuk tahu mereka dapat apa. Biasanya jarang kan laporan
pembelajaran. Kalau misalnya di kampus kan jarang banget tuh “apa sih yang dia
dapatkan dari kegiatan seperti ini?” Dengan adanya laporan pembelajaran ini bisa
memicu kebermanfaatan yang dirasakan orang-orang itu. Terus, kalau laporan akhir
tahun, ya kaya tadi, mungkin itu sebagai bentuk pertanggungjawabannya RBA pada
donatur, pada masyarakat.
139
140
Lampiran 3
Transkrip Wawancara
Pewawancara/Kode : Meirna Puspita Permatasari / MP
Informan/Kode : Dina Fitria Marta Sari / SK
Posisi Informan : Sekretaris Ruang Belajar Aqil (RBA)
Hari/Tanggal : Senin, 12 Juni 2017
Waktu : 14.25 – 15.15
Lokasi : Ruang Baca, Ruang Belajar Aqil (Jalan Cempaka no. 1 Malang)
Subjek Pertanyaan/Jawaban
MP : Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
SK : Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
MP : Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih kepada Mbak Dina yang sudah
meluangkan waktu untuk ngobrol tentang akuntansi pertanggungjawaban sosial di
RBA itu kaya gimana. Mungkin langsung saja. Aku ingin tahu sebenarnya kan di sini
Mbak Dina adalah sekretaris. Bagian dari pengelola RBA gitu. Kalau Mbak Dina
sebagai pengelola RBA ini mendefinisikan tanggungjawab sosial itu kaya gimana
sih?
SK : Tanggung jawab sosial… Kalau secara definisi menurut teori [tertawa], aku nggak
menguasai. Cuma, yang jelas, apa yang diberikan masyarakat itu kita menyampaikan
itu semacam value yang didapat kaya gitu. Kebermanfaatan dari tanggung jawab
sosial itu sendiri. Misalnya kaya memberi donasi seperti itu. Donasi itu sendiri
kebermanfaatannya diberikan untuk apa, siapa penerimanya. Di situ kita jelas
menyampaikan.
MP : Semacam menyampaikan amanah dari masyarakat?
SK : Iya amanah gitu. He-eh.
MP : Kenapa sih Mbak kebermanfaatan ini harus disampaikan gitu?
SK : Ya kebermanfaatan itu terkait dengan akad. Akad itu ibarat janji [tersenyum]. Jadi
ya apa yang kita sampaikan itu harus benar-benar sesuai. Nggak boleh ada yang
dilebihkan. Nggak boleh ada yang dikurangkan. Seperti itu.
MP : Dan kalau di sini kan, pasti dalam mengelola amanah dari masyarakat itu kan ada
proses akuntansi. Kalau sepengetahuan Mbak Di di sini, akuntansi di RBA itu seperti
apa?
SK : Iya akuntansi di RBA. Kalau sepemahaman ibu sekretaris di sini, kita itu punya ini
ya… dibilang akun atau bukan sih? [meminta konfirmasi]. Pokoknya ada yang donasi
tunai sama donasi non tunai. Nah, donasi tunai di sini terkait dengan, yang berkaitan
dengan rupiah-rupiah. Duit-duitan. Untuk donasi non tunai itu, masyarakat di sini tuh
bisa memberikan donasi dalam bentuk apapun kaya gitu. Kita menerima seperti itu
yang sesuai dengan kebutuhan kita. Misalkan, donasi mereka memberikan berupa
uang, nah itu masuknya ke donasi tunai. Tapi, kalau misalkan mereka memberikan
semacam kita mengadakan suatu project, kemudian mereka ngasih kita snack atau
gimana. Di situ itu masuk ke donasi non tunai dan nanti kebermanfaatannya juga kita
catat. Ini konsumsi untuk anak-anak. Ya pure kita memberikan konsumsi itu untuk
anak-anak, nggak untuk panitia.
MP : Berarti kebermanfaatannya juga dilaporkan?
SK : Kebermanfaatannya juga kita laporkan. Dan nggak lupa kita dokumentasikan juga di
situ bahwa penerimanya memang anak-anak.
MP : Terus tiap kali project kan pasti butuh resource kan, Mbak. Resourcenya ini gimana
sih cara resource dikelola supaya survive lah itu project. Dan bagaimana resource
ini nantinya dilaporkan penggunaannya?
SK : Ini resource yang dimaksud resource apa? Human kah? Atau all about resource?
MP : Apa pun.
SK : Kalau untuk manusia, di mana project sini itu, kalau orangnya kebanyakan, malah
nggak efektif. Suatu project itu kalau kebanyakan panitia malah nggak efektif.
MP : Berarti dikit gitu ya?
140
141
SK : Bukan dikit juga sih. Cukup lebih tepatnya. Cukup kaya gitu. Pas lah untuk project
ini ditangani berapa. Dan setiap project di sini ya… setiap orang benar-benar harus
bisa… bukan harus bisa juga sih. Paling nggak mereka jadi belajar semuanya kaya
gitu. Dari segi inisiatif, tanggap kaya gitu. Karena apa yang jadi tugas mereka,
mereka tanggung jawab di bagian apa. Ya, sometimes mereka juga harus
mengerjakan membantu tim yang lain, PJ (penanggung jawab) yang lain. Secara
nggak langsung, jadinya kita belajar semua. Ini gimana, itu gimana. Untuk keuangan,
umumnya sih kita cari donasinya itu lebih ke cerita ya. Kaya “kita punya project
ini.” Yang jelas, kita menceritakan kita punya project apa terus tujuan dari project
ini apa. Ditujukan buat siapa sih. Manfaat dari project ini apa. Selama ini, kita cuma
modal cerita. Dan donasi terkait tunai maupun non tunai, ya ngalir aja kaya gitu.
Benar-benar ngalir. Sampai kalau dijelasin arus rezeki ya… saya juga bingung sih
sebenarnya. Yang kita butuh kue. Tadinya bingung cari kue. Tiba-tiba kue itu sampai
banyak kaya gitu. Sampai akhirnya kita bagi-bagiin ke orang-orang. Seringnya kaya
gitu. Donasi tunai beberapa kali juga kita pernah surplus. Kalau misalkan dari project
tersebut donasi tunainya surplus, dari PJ project tersebut juga terserah ini uangnya
mau diapakan. Buat project berikutnya atau kita kasih ke bendahara dan untuk
dikelola. Untuk bayar listrik, atau beli resource yang ada kaya kertas.
MP : Terus, kalau misalkan untuk laporan di sini tuh ngacu standar tertentu nggak, Mbak?
SK : Kalau ngacu standar tertentu karena kita ada tim audit, ya. Awalnya sistem
laporannya nggak kaya yang sekarang gitu. Akhirnya, dibuat untuk mempermudah
kita, jadi itu dibuat keluar-masuk, pemasukan sama pengeluaran. Terus, saldo akhir.
Dibuat sesederhana mungkin biar semua paham. Kan otomatis kalau kita buat
laporan yang oke-oke banget, mungkin kalangan akuntansi aja yang paham. Ini jadi
semua kalangan itu paham.
141
142
Lampiran 4
Transkrip Wawancara
Pewawancara/Kode : Meirna Puspita Permatasari / MP
Informan/Kode : Barianto Nurasri S. / KO
Posisi Informan : Koordinator Ruang Belajar Aqil (RBA)
Hari/Tanggal : Selasa, 13 Juni 2017
Waktu : 08.57 – 10.00
Lokasi : Lantai 2 Gedung A FEB UB
Subjek Pertanyaan/Jawaban
MP : Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
KO : Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
MP : Terima kasih buat kesediaannya Mas Bari untuk ditanya-tanya tentang RBA. Di sini
kan Mas Bari posisinya sebagai pengelola juga, koordinator. Nah, aku pengen tahu
kalau misalkan Mas Bari selaku koordinator RBA memandang tanggung jawab sosial
itu sebenarnya kaya gimana?
KO : Iya tanggung jawab sosial itu menurut pandangan saya adalah bagaimana kita
berkontribusi terhadap lingkungan sekitar. Sebenarnya nggak harus dalam… kita
dapat berkontribusi dalam bentuk apapun halnya selama itu berkaitan dengan sosial.
Nah, tanggung jawab sosial di sini kita perlu melihat apa sih yang dibutuhkan sama…
apa ya namanya… [berpikir]. Yang dibutuhkan sosial, lingkungan sekitar. Jadi, kita
bisa menetapkan apa yang harus kita kerjakan. Tanggung jawab sosial ini didasari
oleh kepekaan dari setiap orang. Maka dari itu, tanggung jawab sosial setiap orang
itu berbeda. Kepekaan akan ingin berkontribusi untuk memperbaiki lingkungan
sekitar dalam untuk apa pun. Nggak harus dalam bentuk masyarakat aja, tapi juga
bagi lingkungan. Itu jadi berbeda-beda setiap orang karena tingkat kepekaannya
berbeda. Jadi, yang perlu kita ketahui adalah bagaimana kita peka dalam melihat
permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan sekitar, baik itu sosial maupun
lingkungan secara alam.
MP : Selama ini, apakah akuntansi itu juga digunakan sebagai alat bagi RBA untuk
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan?
KO : Iya kita… sejujurnya kita membuat laporan keuangan sudah beberapa kali. Karena
tujuannya adalah untuk mempertanggungjawabkan dana dari masyarakat tersebut.
Ketika dana itu dari masyarakat, otomatis outputnya masyarakat harus tahu dana itu
digunakan untuk apa. Nggak ada lagi yang ditutup-tutupin karena itu dana bukan
punya kita. Kalau dana punya kita misalkan uang dari… seenggaknya uang dari
orang tua kita. Orang tua kita seenggaknya juga tahu uang itu kita gunakan untuk
apa. Begitu juga masyarakat. Ketika kita dapat dana dari dana sosial, dari masyarakat,
nah ini membuat masyarakat ini harus tahu. Artinya ada tanggung jawab sosial untuk
memublikasikan laporan keuangan. Nah, kalau di RBA, kita sudah membuat laporan
keuangan itu beberapa kali, dari yang sederhana sampai yang… sederhana, jadi yang
sederhana hanya laporan tabel sampai yang bentuknya mungkin cuma satu lembar
tapi Alhamdulillah pembuatannya nggak sederhana. Itu ya. Tujuannya apa?
Tujuannya adalah untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwa uang yang
digunakan itu sudah seperti ini. Silakan, jika ingin mengetahui lebih lanjut, datang
(ke RBA). Karena beberapa donatur memang sejatinya tidak kenal masyarakat di
RBA seperti apa. Namun, mereka percaya bahwa kegiatan RBA ini bermanfaat.
Beberapa donatur seperti itu. Dan ini menjadi tanggung jawab secara tidak langsung
yang ditanamkan, walaupun tidak ter… apa ya… terucap secara gamblang gitu. Ini
jadi tanggung jawab untuk melaporkan keuangan. Nggak, nggak seperti itu. Tapi,
nilai-nilai ini mulai ditanamkan oleh mentor bahwa ketika kamu menggunakan dana
dari masyarakat, kamu harus melaporkannya kepada masyarakat. Maka dari itu,
mentor menanamkan nilai-nilai tersebut seperti mengajarkan bagaimana caranya
membuat laporan yang baik. Memberikan akses… membuat akses bagaimana
bendahara ini bisa memublikasikan laporan keuangan kepada masyarakat. Nah, dari
sisi situ pula, dari pemahaman, dari nilai-nilai itu, akhirnya muncul tesis saya
142
143
sebenarnya [tertawa]. Dari situ muncullah tesis saya sebenarnya dana dari
masyarakat digunakan untuk apa sih? Itu splitnya ya. Lalu, berawal dari nilai-nilai
yang ditanamkan. Walaupun tidak secara gamblang, “Kita itu dapat dana dari
masyarakat. Kita punya tanggung jawab.” Nggak itu, nggak itu yang ditekankan
setiap hari oleh mentor. Karena, ketika cuma itu aja yang ditekankan, maka orang itu
akan stress, tertekan. Karena dia punya kewajiban, tapi tidak diberikan wadah untuk
bagaimana menyalurkan laporan keuangan yang baik karena latar belakangnya
sendiri bukan akuntansi. Sehingga, dia harus belajar dari awal untuk membuat
laporan keuangan. Tapi, yang diajarkan di sini adalah bagaimana membuat laporan
keuangan yang baik. Bagaimana yang informatif. Bukan hanya sekadar fancy, tapi
informatif. Walaupun bentuk gambarnya macam-macam, tapi dia informatif. Dari
situ, ketika materinya sudah jadi, kamu mau publikasi lewat mana aja terserah. Mau
kamu kirim lewat WA dalam bentuk pdf atau kamu kirim segala macam itu bisa.
MP : Setiap project pasti ada resourcenya kan, Mas? Entah dalam bentuk uang atau
mungkin tenaga dan macam-macam itu. Gimana sih resource ini akhirnya dicatat
dan dilaporkan? Kaya gimana?
KO : Ya, jadi kalau misalkan project… laporan keuangan project dan laporan keuangan
RBA ini masing-masing berbeda. Kalau project, yang membuat itu seharusnya
adalah koordinator projectnya. Dia harus mencatat semua resource yang dia
gunakan. Sumbernya dari mana, digunakan untuk apa. Itu harus dibuat. Nah, itu
dimulai sejak kapan? Dimulai sejak project itu dilimpahkan ke dia. Jadi, mulai sejak
itu, dia harus mencatat resourcenya dia apa aja. Sret... dia harus tahu kebutuhannya
dia apa dulu. Setelah dia tahu kebutuhannya, baru menetapkan ini sumbernya dari
mana. Jadi, bukan nyari sumber dulu baru nyari resource. Jadi, kalau kita cek dulu
kebutuhannya apa untuk menjalankan project. Kita evaluasi, “ini butuh nggak? Ini
butuh nggak?” Itu memang perlu diskusi sih. Jadi, koordinator namanya belajar,
koordinator project namanya belajar nggak dilepas. Jadi, kamu dulu buat
kebutuhanmu untuk menjalankan projectmu apa. Sesudah itu dicek, kalau nggak
melalui mentor, melalui bendahara biasanya. Kalau misalkan keuangan, langsung
spesifik bendahara. Jadi, butuh ini, butuh ini, butuh ini. Bisa jadi ini cuma
keinginanmu. Kita tuh nggak perlu yang seperti ini kok, tapi tujuan sudah bisa
tercapai. Nah, itu dicoret resource itu. Nah, ketika ini dibutuhkan, segala macam
sudah deal, sudah oke melalui tahap diskusi bendahara dan mentor misalnya. Satu
lagi di project itu ada pendamping. Itu bisa jadi salah satu… apa namanya…
pengelola itu terdiri dari pendamping dan koordinator project itu. Nah, dua orang ini
dari sisi pengelola. Nah, setelah pendamping oke, bendahara oke, terus misal mau
diskusi dengan mentor dan beliau oke, ya sudah. Resource itu bisa digunakan.
Tinggal menetapkan sumbernya dari mana. Ketika sumbernya sudah ditetapkan, lalu
diupayakan sumber itu. Kalau misal sudah selesai digunakan, artinya sudah
terkumpul kan, nah itu digunakan untuk menjalankan project. Kalau sudah, maka dia
harus mencatat apa saja yang sudah dia gunakan berikut buktinya karena bukti itu
menjadi sesuatu yang esensial untuk melaporkan kembali ke masyarakat.
Seenggaknya, pada donatur. Jadi, donaturnya tahu “Oh ini buktinya. Oh iya.” Yang
sulit adalah bagaimana kita membuat laporan keuangan untuk menumbuhkan
kepercayaan orang. Ketika orang membaca laporan keuangan dan orang itu nggak
percaya, nah ini akan menjadi gap antara RBA sendiri secara institusi dengan
masyarakat. Masyarakat nggak lagi percaya. Seenggaknya pada donatur-donatur itu.
143
144
Lampiran 5
Transkrip Wawancara
Pewawancara/Kode : Meirna Puspita Permatasari / MP
Informan/Kode : Febrianto Danu Tirto / KB
Posisi Informan : Koordinator Ruang Baca Ruang Belajar Aqil (RBA)
Hari/Tanggal : Selasa, 13 Juni 2017
Waktu : 16.04 – 16.41
Lokasi : Ruang belajar utama, Ruang Belajar Aqil (Jl. Cempaka no. 1 Malang)
Subjek Pertanyaan/Jawaban
MP : Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
KB : Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
MP : Terima kasih, Mas Danu, atas kesediaannya untuk ngobrol dengan saya perihal
akuntansi pertanggungjawaban sosial di RBA itu sendiri. Nah, kalau sekarang yang
aku ingin tahu lebih dulu, Mas Danu kan sebagai salah satu pengelola di sini ya.
Posisinya koordinator ruang baca. Nah, Mas Danu sebagai bagian dari RBA
mendefinisikan tanggung jawab sosial itu kaya gimana?
KB : Kalau menurut saya, tanggung jawab sosial itu gimana cara kita untuk peduli
terhadap lingkungan sekitar kita. Pedulinya itu nggak cuma “Oh, ya. Saya prihatin
atau peduli”, tapi benar-benar menunjukkan pakai kegiatan atau action. Dan
kebetulan kalau di RBA ini tanggung jawab sosialnya bentuknya literasi terutama di
ruang baca sendiri yang saya pegang. Kalau yang diseminasi, RKD, kan ada
diseminasi. Kalau saya kan lebih ke literasi. Jadi, tanggung jawab yang saya artikan
dari RBA itu sendiri, khusus dari ruang baca, tentang kegiatan literasinya kepada
masyarakat.
MP : Terus selama kegiatan project itu kan pasti butuh resource kan, Mas. Itu proses
pengelolaan dan pencatatan resourcenya kaya gimana?
KB : Pengelolaan atau pemanfaatan ya?
MP : Bisa dua-duanya.
KB : Jadi, kalau pengelolaan resource, kalau resource yang berupa uang tanggung
jawabnya ke Mas Bian. Nanti bisa minta… kalau project bisa minta uang project.
Tapi dananya karena memang kita not-for-profit, jadinya dananya terbatas. Dan juga
kalau untuk uang, untuk penanggung jawabnya, itu bisa membuat surat untuk donasi.
Jadi, kita diajarkan untuk mencari donasi sesuai kebutuhan. Kaya nyari-nyari sponsor
gitu kita diajari dari awal project. Dulu ada sama MyRepublic untuk sponsor hadiah
dan lain-lain. Sama Dea Bakery kaya gitu. Kita juga diajari untuk (mencari donasi)
berupa uang atau aset ya. Tapi, kalau resourcenya berupa sumber daya (manusia), ini
ngomongnya ke Mas Dyka (koordinator relawan). Karena kita udah punya
pengelolaan relawan, kita punya database relawan siapa-siapa aja yang pernah
membantu dan bisa atau mampu untuk membantu kita lagi. Jadi, nanti minta tolong
Mas Dyka untuk konfirmasi atau menghubungi mereka. Atau kita juga bisa nyari
langsung ke teman-teman yang bersedia. Itu untuk manusianya.
MP : Terus, berarti kan kalau kaya donasi, donasinya ini bisa berupa uang maupun selain
uang gitu ya di sini. Nah, kalau misalkan donasi-donasi itu yang masuk dicatatnya
kaya gimana?
KB : Donasi-donasi awalnya dicatatnya… kalau project ya. Ini ngomongnya project, ya.
Jadi, donasi bisa masuk berupa uang atau nggak uang. Dari project itu, penanggung
jawabnya wajib… bukan wajib, sih. Ya, wajib untuk membuat laporan di akhir
kegiatan. Laporan sama evaluasi. Isi laporan itu salah satunya adalah akuntansi tadi.
Keuangan yang masuk sama donasi yang masuk. Jadi, nanti ada apa aja yang masuk,
nih. Uang atau donasi-donasi barang. Kaya dulu, saya, misal, pernah pegang project,
ada donasi uang sama donasi barang harus dibedakan. Setelah pencatatan donasi ini
sudah masuk di laporan saya, nanti saya laporan ke Mas Bian. Nanti, sama Mas Bian
dimasukkan ke laporan yang besar. Saya nggak tahu namanya. Nanti, Mas Bian
144
145
mindah. Jadi, semua uang yang masuk dari project sama Mas Bian disalin lagi ke
laporan besar, ke buku besar.
MP : Terus, tadi kan disebutkan kalau resource itu sebenarnya terbatas ya kalau untuk
project. Nah, bagaimana memanfaatkan resource yang terbatas itu supaya project itu
bisa tetap jalan.
KB : Karena kita dari awal memang dibiasakan untuk resource-wise, ya jadinya nggak
terlalu berpengaruh ya. Dulu ya kalau di organisasi-organisasi lain yang penah saya
jalani, resourcenya sampai jutaan, puluhan juta. Kalau ini, sembilan puluh ribu aja
udah jalan. Panitia cuma satu-dua orang juga jalan. Bahkan, dulu awal-awal megang
project ya, dulu saya sendirian. Cuma ditemani Mas Bian. Sendiri. Terus, waktu mau
hari-H, baru nunjuk, “kamu bantu aku di sini. Kamu di situ.” Jadi, benar-benar dari
awal ngerjainnya sendirian dan itu bisa. Karena memang sebenarnya masalahnya
bukan di kita yang sedikit, tapi di luar aja yang kebanyakan. Kalau untuk acara kaya
gini tuh satu-dua (orang) juga cukup. Jadi, nggak masalah sebenarnya kalau untuk
gimana caranya ngelola ya itu. Ngelola sebenarnya ya udah, jalanin tanggung
jawabnya dengan benar. Cukup.
MP : Terus, biasanya kan kalau misalnya kita menjalankan sebuah project, ada indikator
keberhasilan gitu ya untuk menilai, “Ini projectnya sudah sesuai dengan rancangan
awal atau belum. Sudah sesuai target atau belum. Nah, umumnya di sini indikator
keberhasilan sebuah project itu apa, Mas?
KB : Nah, ini yang beda [tersenyum]. Kalau di (tempat) lain, indikatornya kan dari
kuantitas. Kalau kita, lebih ke kualitas. Jadi, misal nih kita targetnya tiga puluh orang.
Kalau yang datang tiga puluh, tapi kualitasnya yang disampaikan nggak bagus, ya itu
yang kita masalahkan. Tapi, kalau yang datang lima, tapi benar-benar adik-adik ini
punya impact, berdampak, itu yang kita hitung bagus. Tahu dampaknya dari kesan
pesan. Kesan pesan adiknya gimana. Kesan pesan orang tuanya gimana. Terus,
setelah itu sering datang ke sini lagi, nggak? Itu salah satu ngukur impactnya. Jadi,
bukan kuantitas, tapi lebih ke kualitas. Kualitas ngukurnya dari impact, bukan cuma
hasil. Jadi, kaya misal lomba… [mengingat] kemarin membuat lampion. Nggak
cuma hasilnya itu adik-adik bisa membuat lampion. Itu hasil. Tapi, kita nggak
ngelihat itu. Tapi, value yang kita sampaikan dalam project. Adik-adik bisa sabar
nggak? Adik-adik bisa nanti teliti nggak? Dampaknya yang nanti kita lihat. Dan saat
setiap project, karena memang RBA ini dirancang bukan hanya untuk adik-adik atau
masyarakat luas, tapi lebih ke pemuda yaitu yang menjalankan. Jadi, diukurnya dari
apa yang sudah kita pelajari. Jadi, di project itu, panitianya belajar apa. Jadi, kalau
misalnya RBA memang nggak cuma buat masyarakat sekitarnya, tapi juga ke
anggotanya sendiri. Jadi, setiap setelah acara ada evaluasi. Nanti, dijelaskan evaluasi
itu masalahnya apa, solusinya apa. Masalah yang dihadapin, solusi yang sudah
dijalankan, atau nanti saran solusi ke depan. Kemudian, pembelajaran yang
didapatkan dan itu yang paling penting.
MP : Laporan-laporan di RBA ini ada apa aja, Mas?
KB : Laporan… kalau project ada laporan kegiatan. Kalau yang awal itu proposal jadi
nggak masuk laporan. Laporan kegiatan project. Habis gitu entar ada laporan akhir
tahun. Kaleidoskop kalau nggak salah itu namanya. Udah itu aja setahuku.
MP : Laporan kegiatan itu termasuk pembelajarannya yang terlibat gitu ya? Tujuannya
dibuat masing-masing laporan ini apa, Mas?
KB : Kalau laporan kegiatan, biar tahu kita belajarnya apa. Pesan-kesan dari masyarakat
itu gimana terhadap project itu. Butuh nggak nanti project lanjutan ataukah project
itu kurang bermanfaat? Kalau nanti butuh, kira-kira bisa diadakan di mana? Terus,
kemudian untuk acara-acara serupa butuh budget berapa biasanya? Terus, habis itu
nanti… [berpikir] bisa buat laporan juga ke donatur karena setiap project kan ada
donaturnya juga. Nanti, berapa yang dipakai? Untuk apa aja? Terus, berfungsi nggak
sih? Bermanfaat nggak sih uangku yang kusumbangin? Apa cuma kaya misal… maaf
nih kaya di BEM. Uangnya ada donatur, misal nih, dibuat pensi kaya gitu. Lihat-
lihat. Itu kan senang-senang, ya. Ya berfungsi sih, tapi nggak bermanfaat. Kaya gini
kan, “Oh ternyata manfaat buat ngerubah generasi masa depan.” Terus, yang kedua
itu laporan akhir tahun, kaleidoskop itu, lebih untuk benar-benar ke masyarakat sama
145
146
ke donatur. Jadi, selama setahun ini, RBA ngapain aja. Biar masyarakat nggak curiga.
Kita dikira sekte sesat atau gimana [tertawa]. Jadi, laporannya kita ngadain ini, ini,
ini. Dananya segini. Terus, selanjutnya segini. Butuhnya uang segini. Terus, kadang
ada juga uang yang bapak/ibu kasih itu dibuat ini ini aja.
146
147
Lampiran 6
Manuskrip Wawancara
Pewawancara/Kode : Meirna Puspita Permatasari / MP
Informan/Kode : Wily Ariwiguna / PN
Posisi Informan : Penasihat Ruang Baca Ruang Belajar Aqil (RBA)
Hari/Tanggal : Selasa, 20 Juni 2017
Waktu : 16.04 – 16.41
Lokasi : Ruang belajar utama, Ruang Belajar Aqil (Jl. Cempaka no. 1 Malang)
Subjek Pertanyaan/Jawaban
MP : Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
PN : Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh.
MP : Ini sih, Bang. Sempat kemarin itu yang saya catat itu ada yang kebermanfaatan dan
kita sebagai manusia kodratnya rahmatan lil alamin. Nah, bermanfaatnya ini sejauh
apa sih seharusnya kita memberikan manfaat sampai itu bisa dikatakan tanggung
jawab sosial?
PN : Iya. Memenuhi kebutuhan. Jadi, mewujudkan manfaat itu berupaya untuk membantu
orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan cara yang ma’ruf, dengan cara
yang baik sebisa mungkin. Kaya misalkan bicara tentang laporan ke publik. Publik
itu butuh tahu sebenarnya apa kegiatan RBA, kemudian publik yang… masyarakat
yang menjadi donatur, mereka butuh tahu uangnya digunakan buat apa. Terus,
masyarakat yang selama ini terlibat dengan kegiatan RBA. Sebenarnya, RBA
melakukan ini dan itu buat apa? Jadi, dalam konteks memberikan informasi kepada
publik, itu juga sebuah kebermanfaatan. Karena di RBA ini kan kita tidak hanya
berbicara program, tapi juga berbicara pengelolaan [melebarkan tangan].
Pengelolaan kita diupayakan untuk bisa mencapai kondisi bahwa hasil dari
pengelolaan itu bisa berguna buat orang lain dan itu menjadi bentuk tanggung jawab
sosial karena kita hidup di masyarakat. Kita sebagai bagian dari masyarakat. Tidak
ada masyarakat yang menuntut laporan bukan berarti kita tidak wajib melaporkan
[menekankan]. Karena dalam pemahaman saya dan yang saya terapkan di RBA,
tanggung jawab sosial itu adalah sebuah kesadaran, bukan sebuah kewajiban gitu.
Dituntut atau tidak, ya tetap harus dilaporkan. Donatur mau tahu atau tidak, tetap
harus disajikan gitu.
MP : Sebuah kesadaran berarti, Bang?
PN : Iya. Bahwa memang itu diperlukan. Saya sendiri juga, misalnya kalau berbicara
konteks belajar gitu, orang-orang yang saya dampingi ya saya perlu tahu progressnya
seperti apa. Supaya saya kalau mau bantu, saya juga tahu di mana saya menempatkan
diri. Saya yakin juga, masyarakat juga, dengan memperoleh infomasi yang memadai
tentang RBA, kegiatannya, donasinya, apa pun itu yang bisa dilaporkan dan bisa
diketahui, mereka akan tahu bagaimana menempatkan diri. Artinya, kesadaran yang
kita wujudkan, bisa juga mendorong orang lain atau lingkungan sekitar kita untuk
jadi sadar juga. Jadi, awarenessnya terbentuk sebagai salah satu value yang
diperjuangkan oleh RBA. Awareness [menekankan].
MP : Memberi kepedulian kita supaya untuk melaporkan?
PN : Iya. Bahwa ini ada masalah dan kita harus pecahkan. Kita [menekankan]. Bukan
saya, bukan kamu, bukan saya dan kamu, tapi kita.
MP : Dan value di RBA yang biasanya melandasi aktivitas di sini apa aja sih bang
sebenarnya?
PN : Sebenarnya? Ya memang begitu. Sebenarnya kan kesannya ada yang lain, ya
proxynya? Value yang kita wujudkan di sini itu ada tiga [menunjukkan dengan jari].
Yang pertama awareness. Yang kedua learning. Yang ketiga empowerment. Jadi,
dengan kita aware, kita sadar, kita akan mencari jalan untuk memecahkan masalah.
Dan untuk bisa memecahkan masalah, kita harus belajar. Kalau kita sudah belajar,
kita akan berdaya. Dan kita akan memberdayakan orang. Jadi, semisal salah satu
masalah anak muda di sini adalah sulit untuk menetapkan prioritas. Ya, maka saya
beri… apa istilahnya… [berpikir]… stimulus berupa jadwal yang padat. Artinya,
147
148
harus menetapka prioritas, dong? Dan harus disiplin. Belajar [tersenyum]. Dari situ,
karena belajar, akhirnya bisa setidak-tidaknya ngajari temannya yang lain. “Aku dulu
juga gitu kok.” Bisa mendorong masyarakat untuk tepat waktu. Kaya misalnya kita
membiasakan diri, kalau bikin acara gitu, kalau undangannya jam delapan, sebisa
mungkin jam delapan mulai. Selambat-lambatnya delapan lima belas. Jadi, orang
yang diundang pun juga akan membiasakan diri. “Oh, kalau acara di RBA itu mesti
on-time. Selambat-lambatnya itu pasti lima belas menit dan itu benar-benar dimulai.”
Itu kan akhirnya memberdayakan orang juga. Membuat mereka juga perlahan bisa
memecahkan masalahnya sendiri.
MP : Jadi, itu salah satu sebabnya kenapa nilai-nilai itu penting untuk ditanamkan gitu ya,
Bang?
PN : Iya. Iya. Termasuk juga diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan dalam program
maksudnya, ya. Dan diwujudkan juga dalam pengelolaan dan juga diwujudkan dalam
komunikasi. Laporan-laporan yang kita punya, saat dipelajari oleh orang-orang, ya
mereka belajar sesuatu. Tidak hanya informasi tentang RBA, tidaka hanya tentang
donasi RBA. Bahkan, mereka juga belajar, “Oh, ternyata begini lho, untuk
melaporkan keuangan.” Akhirnya, mereka juga jadi percaya. Jadi, mereka bisa…
misalnya tentang donasi. Mereka jadi tahu. “Oh, ternyata donasinya banyak.” Tapi,
selama ini, mereka (komunitas lain) tidak cukup menyajikan informasi kepada
donaturnya. Sehingga donaturnya mungkin mau bantu, tapi nggak tahu harus bantu
apa.
MP : Terus, saya kan pernah tahu ini, Bang. Waktu itu laporan keuangan bahwa saldo di
akhir itu maksimal sepuluh ribu. Jika bisa, nol. Sebenarnya, kenapa Bang harus
menetapkan nominal segitu?
PN : Ya mengapa nominalnya segitu, ya? Mengapa sepuluh ribu? Belajar dari… karena
itu ditetapkan, kalau saya nggak salah ingat [memejamkan mata, mengingat] per
bulan Juni 2016. Diputuskan pada saat rapat bulan Juni, kalau saya nggak salah ingat,
dengan bendahara. Itu sudah setahun berjalan. Tapi, dalam perjalanannya, memang
kadang berhasil, seringkali masih belum berhasil. Masih sekian ratus (sisanya).
Kenapa sepuluh ribu? Jadi, dari perjalanan bulan-bulan sebelumnya, kita rata-rata
transaksi, kalau menghabiskan… bukan menghabiskan [meralat ucapan]…
menggunakan donasi yang kita terima atau zakat yang kita terima, itu pasti nggak
bulat. Ada kembalian entah seribu, dua ribu, tiga ribu. Maka, akhirnya kita tetapkan
yang logis adalah sepuluh ribu. Itu kaya transaksi listrik, air, internet, kemudian
transaksi administratif kaya fotokopi segala macam. Itu masing-masing kalau rata-
rata dua ribu, tiga ribu, kan ya tercukupi lah sepuluh ribu. Jadi, kita memang nggak
bisa menghabiskan nol. Kecuali di akhir tahun harus nol. Supaya saldo kita bisa
memulai lagi dari awal. Karena prinsip kita kan not-for-profit gitu. Angka sepuluh
ribu itu dari kebiasaan bulan-bulan sebelumnya.
MP : Tadi, kan misalkan dapat donasi. Si donaturnya bilang, “Ini buat operasional.” Ya
sudah, buat operasional. “Ini buat program.” Ya buat program. Pencatatannya
gimana, Bang? Sampai kita tahu bahwa ini dari si A misalkan, ini buat program, ini
buat operasional. Itu gimana mencatatnya supaya kita bisa tahu dan memenuhi akad?
PN : Karena begini, jumlah akun kita kan nggak banyak. Jenis akunnya nggak banyak.
Perputaran transaksinya juga tidak banyak. Maka, kita biasanya pakai keterangan.
Jadi, [menggumam] saya pas nggak pegang sama sekali [sambil mencari catatan].
Jadi, masuknya berapa, dari siapa, biasanya keterangannya sama. Kemudian, buat
apa. Nah, itu nanti akan disetor ke bendahara. Jadi, misalnya lewat saya, lewat
sekretaris, atau lewat siapa pun itu selalu jelas. Informasi jelas. Nah, nanti dikelola
di bendahara. Nah, bendahara ini punya sistem sendiri untuk mendeteksi ini uang
buat apa, dari mana, jumlahnya berapa, kapan harus dibayarkan, kapan harus ditagih.
Itu sudah ada, sudah diatur. Tapi, dalam pencatatannya sih, tetap namanya shadaqah,
zakat. Cuma di kolom keterangannya ada tambahannya.
MP : Itu memang buat bendahara?
PN : Iya, buat bendahara. Di laporan bulanan pun juga nggak ada karena itu masuknya ke
akad antara donatur dengan kita sebagai pengelola.
148
149
MP : Berarti, tanggung jawab sosial itu juga bagaimana kita memenuhi akad kita dengan
donatur?
PN : Iya. Dan sebenarnya donatur nggak bisa ngecek. Nggak bisa ngecek dalam artian
mereka tanya, ya kita kasih keterangan. Tetapi, benar-benar tahu ini dari mana segala
macam, ya mereka harus nanya. Dan biasanya, selama ini, mereka nggak ngurus.
Jadi, lebih pada percaya dengan kita.
MP : Terus, berarti tadi kan udah ada kaya pencatatan, kemudian alokasi masing-masing
donasi itu untuk apa. Berarti di sini akuntansi juga punya peran ya, Bang, supaya bisa
memberikan informasi yang tepat ke donatur?
PN : Oh iya. Iya walaupun memang kita tidak menggunakan sistem pencatatan yang rumit
karena memang kebutuhannya belum sampai ke sana dan pelaku atau pelaksana
pencatatannya bukan yang backgroundnya akuntansi. Tapi, intinya, kita memastikan
bahwa pencatatan ini berjalan. Kemudian, bisa memberikan informasi. Baru di akhir,
yang laporan tahunan itu, kita berusaha untuk sebisa mungkin lah nampak seperti
laporan keuangan. Walaupun mungkin ya nggak masuk standar mana-mana.
Kembali karena kebutuhannya belum seperti itu.
MP : Terus, laporannya juga diaudit ya Bang? Mbak Tika (relawan ahli) itu yang ngeaudit.
Kenapa… maksudnya kan sebenarnya nggak ada standar tertentu yang harus diikuti.
Jadi, sebenarnya nggak harus diaudit pun nggak apa-apa. Ya udah gitu. Tapi, kenapa
akhirnya memutuskan laporan ini harus diaudit?
PN : Audit itu kemarin kita putuskan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas laporan
ya jelas. Meningkatkan validitasnya. Karena begini, yang mengerjakan itu bukan
orang-orang yang memang punya background akuntansi who is itu adalah Mas Bian
dan saya. Walaupun saya memang punya background. Saya mampu lah mengelola
keuangan. Manajemen keuangan itu saya ngerti. Tapi, untuk laporan kan berbeda
ceritanya. Nah, kami butuh second opinion terhadap laporan ini, baik kontennya
maupun laporannya.
MP : Dan karena memang nggak ada standar tertentu yang dijadikan patokan, ya. Terus
waktu ngeaudit itu, auditornya ini mengacu pada apa, Bang? Langsung pada
prinsipnya akuntansi?
PN : Prinsipnya jelas kaya transparansinya, konsistensinya, validitasnya gitu. Dan
kembali yang terpenting adalah bagaimana laporan ini bisa dimanfaatkan. Sudah
jelas apa belum? Sudah bisa dipahami apa belum? Sudah bisa menggambarkan
aktivitas keuangan atau belum? Itu sih.
MP : Biasanya kalau kita mengaudit kan ada certain rules yang harus disesuaikan. Certain
standards. Misalnya kalau dia nggak memenuhi ini…
PN : Nggak masalah. Kita nggak ngikuti itu karena kembali kebutuhan kita belum ke sana
dan pengguna laporan kita juga nggak membutuhkan yang seperti itu. Biasanya,
fokus pertanyaan donatur atau stakeholder siapapun yang kami kasih laporan itu,
pertanyaannya, “Kok saldo akhirnya nol? Terus kenapa setiap bulan harus sepuluh
ribu?” Pertanyaannya seputaran itu. Selebihnya nggak ada pertanyaan. Paling
kalaupun ada pertanyaan tambahan itu seputar alokasi. “Kok yang besar adalah sewa
rumah?” karena di 2016 kan kita bayar sewa rumah dua tahun.
MP : Dan biasanya untuk pencarian donasi, itu tanggung jawabnya masing-masing PJ
project? Untuk melaporkan. Dan apakah laporan itu juga berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan untuk project selanjutnya?
PN : Iya. Kaya misalnya gini, pernah untuk satu project, panitianya karena relawan baru,
mereka mengajukan (budget) sampai sembilan ratus sekian. Terus, ya sederhananya
ekspresi kami ya ketawa. Masa project kaya gini aja butuh sekian banyak? Terus ya
akhirnya kita tunjukkan contohnya. Ada item-item yang nggak diperlukan akhirnya
bisa dihilangkan. Sudah gitu aja? Ada lagi?
149
150
Lampiran 7
Transkrip Wawancara
Pewawancara/Kode : Meirna Puspita Permatasari / MP
Informan/Kode : Athya Candra / AC
Posisi Informan : Kolaborator Ruang Belajar Aqil (RBA)
Hari/Tanggal : Rabu, 13 September 2017
Waktu : 14.30 – 14.45
Lokasi : Ruang Baca, Ruang Belajar Aqil (Jalan Cempaka no. 1 Malang)
Subjek Pertanyaan/Jawaban
MP : “Mbak itu selama berdirinya RBA, Mbak pernah ikut kegiatan RBA apa aja?”
AC : Kalo RBA, workshop ya, yang paling baru mind map itu. Yang paling latest itu
mind map. Tapi, so far aku... waktu RBA masih di topping, itu aku juga udah...
bukan ikut kegiatannya. Sudah regularly donate gitu. Terus, kalau acara, paling
yang kaya 17an... yang gitu-gitu. Nggak yang ikut gimana. Paling baru ikut yang
serius itu yang workshop kemarin. Biasanya cuma ikut yang main-main sebagai
undangan biasanya.
MP : Nah, kalau misalnya Mbak lihat kegiatannya RBA yang kaya gitu, menurut
Mbak impactful nggak sih kegiatan RBA?
AC : Ke siapa?
MP : Ya ke Mbak sebagai peserta
AC : Oh. Kalau ikut program dari sini pasti berimpact. Kenapa? Karena ilmunya
aplikatif. Jadi, bisa diaplikasikan di setiap aspek kehidupan ya. Kaya misalnya
mind map kemarin kan, pada dasarnya dia ngajarin berpikir secara urut. Berarti
kan... proses berpikir kan kita macam-macam ya. Entah itu di warung, entah itu
apa. Kan jadi kebiasaan. Contohnya kaya gitu. Kalau impactnya RBA ke society,
makin ke sini kan makin kelihatan. Kaya buku gitu. Ada yang bukunya
dipijamin dari satu TBM ke TBM lain kan. Ya berarti dia bisa ngasih manfaat
ke society gitu.
MP : Berarti sejauh ini kegiatannya Mbak nilai impactful ya?
AC : Kalau selain dari kegiatan RBA sendiri... kalau aku kan maksudnya main sama
Mas Wily (penasihat) kan dari tahun 2005 sampai sekarang. Jadi, berapa tahun
itu udahan? 12 tahun ya? 12 tahun mengenal Mas Wily dan berbagai hal yang
diajarkan itu impactful. Kaya dulu waktu di KRS, yang diajarkan adalah
kedisiplinan. Terus komitmen, nggak gampang menyerah. Buat anak mahasiswa
pada umur sekian, untuk committed bikin skripsi dari jam 9 sampai jam 5 sore,
itu adalah komitmen yang besar karena banyak hal yang kita nggak bisa lakukan.
Kaya nggak bisa main, nggak bisa jajan-jajan makan-makan. Frankly speaking,
pada waktu aku bikin skripsi itu aku lost contact sama teman-teman. Dan
ternyata memang tidak semua orang itu ditakdirkan untuk terus kontak sama
kita. Jadi, ada memang tali-tali yang harus... bukan diputus ya... nggak raket
terus gitu. Jadi, kita prioritas ke kumpulan yang mana gitu. Itu kan gede
maksudnya itu adalah komitmen yang besar ketika, “Ini nih, si Athya nih nggak
pernah muncul. Sok serius banget bikin skripsi. Kaya gitu kan juga komitmen
yang besar untuk anak umur segitu pada waktu itu. Yang berimpact ke hidupku
itu. Jadi fokus. Susah lho dan benar sampai kemarin ngajar pun, aku ngajarin
mahasiswaku untuk fokus, prioritas, berpikir secara urut, itu mereka keteteran
ngadepin yang kaya gitu. Begitu diajarin, “Gini lho cara berpikirnya. Dari A ke
B ke C ke D.” Mereka baru terbuka. “Oh, ternyata gampang ya, Bu, kalau kita
mikirnya urut, detail.” Ya gampang. Tapi kan proses menuju itu kan nggak
semua orang maunya urut ya. Karena kalau urut kan ada tahapan pertama, kedua.
Kan nggak semua orang punya kesabaran untuk bertahap. Mereka kan maunya
cepat selesai. Itu besar, lho, untuk mahasiswa itu pertarungan yang besar. Dan
setelah selesai skripsi, selesai thesis juga, thesis itu udah nggak terlalu susah lagi
untuk berkomitmen. Biasa aja karena udah pernah, kan? Terus bikin warung,
segala macam. Itu kerasa banget. Ketika di awal, warung itu sepi banget. Bahkan
150
151
sekarang warung juga sedang menyesuaikan dengan konsumen baru jadi rada
struggling. Menyerah itu gampang. Sama kaya skripsi atau thesis. Menyerah itu
gampang banget. Cuma, bukan itu. Kita kan udah kuliah berapa tahun. Kalau
kamu menyerah karena skripsi kan... perjuangan kamu sekian tahu kan... gitu
lho [mengangguk]. Jadi, being committed is a big deal. Itu kebawa sampai kamu
udah kerja di perusahaan tertentu. Kamu pasti punya pressure kan, dari bos atau
apa. Target segala macam. Kamu kalau di sini kan udah diajarin. Misalnya, bab
I selesai kapan? Bab II selesai kapan? Nanti presentasi. Itu lho nanti bakal
kepakai pas sudah kerja.
MP : Terus, Mbak kan juga pernah donasi. Mbak pernah tahu reportnya RBA kaya
gimana? Pernah dikasih lihat nggak?
AC : Aku nggak pernah minta, sih. Aku ngasih aja. Tapi, aku tahu misal kemarin
donasi buat ngirim buku dari PGN ke sini. Aku donasi untuk project itu. Jadi,
aku tahu bukunya udah nyampe sini. Berarti donasiku juga berperan. Terus,
program buku anak itu ada wujudnya, kan? Memang aku nggak baca report.
Kalau aku minta, pasti akan dikasih. Tapi aku nggak minta. Cuma aku sering ke
sini jadi tahu buku anaknya memang benar berjalan. Karena porsi donasinya
nggak banyak-banyak banget jadi aku pribadi juga nggak masalah.
MP : Tapi seenggaknya Mbak udah ngelihat buktinya?
AC : He-eh [mengangguk]. Emang ada gitu.
MP : Kalau misalkan kaya buku PGN atau buku anak, itu pengelola RBA ngefoto
gitu. Difotoin kalau udah sampai atau gimana ngabarinnya kalau donasinya
memang...
AC : Iya sih. Aku memang main ke sini. Pas lihat gitu.
MP : Dan misalkan Mbak lihat itu RBA sudah cukup bertanggung jawab nggak untuk
mengelola donasi dari Mbak? Dan itu sesuai nggak dengan akadnya? Ibaratnya
Mbak ngasih sekian. Itu harusnya diperuntukkan untuk apa? Itu beneran
dijalanin atau nggak?
AC : : Malah kalau aku ngelihat, aku mikirnya kalau untuk buku anak tuh, aku pikirnya
bakal dibeliin buku diskonan karena waktu itu ada diskon buku Islam atau apa
gitu ya. Kupikir bakal dibeliin buku kaya gitu. Ternyata, malah dibeliinnya buku
yang bagus, kan? Yang bagus banget. Jadi, ya ternyata malah melebihi
ekspektasi. Kaya PGN itu kan juga melebihi ekspektasi. Bukunya sebanyak itu.
Senang lah kalau ternyata donasi yang nggak seberapa itu bisa bermanfaat untuk
RBA dan orang lain.
MP : Berarti selama ini bentuk reportnya belum pernah lihat?
AC : Belum pernah lihat
MP : Dan Mbak bisa sampai sepercaya itu gimana, Mbak?
AC : Soalnya udah tahu. Udah kenal Mas Wily dari tahun 2005. Aku tahu kalau dia
orangnya sangat teliti ya. Bikin report pasti rinci sekali. Dan bahkan sampai
yang buku anak dibeliin yang bagus kan berarti dia sangat memikirkan orang
lain dan orang yang berdonasi itu.
MP : Oke. Saya rasa cukup. Terima kasih Mbak Athya atas kerjasamanya.
AC : Sama-sama.
151
152
Lampiran 8
Transkrip Wawancara
Pewawancara/Kode : Meirna Puspita Permatasari / MP
Informan/Kode : Kartika Putri Kumalasari / AU
Posisi Informan : Dosen FIA UB / Internal Auditor Ruang Belajar Aqil (RBA)
Hari/Tanggal : Rabu, 13 September 2017
Waktu : 18.30 – 19.00
Lokasi : Melalui Telepon
Subjek Pertanyaan/Jawaban
MP : Halo, Mbak. Ini kan aku ambil data buat skripsi ini dari yang pernah baca
laporan RBA. Mbak pernah ya?
AU : Laporan RBA kaya gimana maksudnya, Mei?
MP : Laporan kaya laporan tahunan, laporan kegiatan, laporan pembelajaran. Nah,
kalau Mbak pernah baca laporannya itu, kalau menurut Mbak Tika itu udah
cukup informatif nggak sih Mbak kalau sesuai akuntansi?
AU : Gini, sepehamanku kalau tentang RBA, aku juga pernah terlibat untuk membuat
acaranya, Terus pernah membantu sedikit untuk melakukan pengawasan untuk
laporan keuangan. Yang dilakukan adalah so far so good. Artinya so good
adalah sesuai dengan tujuan awal si RBA ini. Kalau tadi aku bilang bahwa
akuntansi sosial yang dilakukan CSR dan perusahaan itu mereka adalah sebuah
branding, kalau di RBA adalah they are living their goals. Jadi tujuannya
memang untuk memberikan kontribusi yang baik terhadap masyarakat. Dan itu
adalah arti dari interaksi secara sosial itu seperti itu. Based on value, ya.
MP : Oh ya Mbak waktu itu aku sempat tanya ke Abang (Wily Ariwiguna – Founder)
sesuai laporan... kalau di akuntansi kan GRI atau standar tertentu yang harus
diikuti. Nah, kalau di RBA kan ya udah sesederhana mungkin. Waktu aku tanya
Abang ada atau nggak standarnya. Standarnya ya kebutuhan masyarakat kaya
gimana. Jadi, daripada nyusun sesuai standar akuntansi yang ribet tapi
masyarakatnya malah nggak ngerti, jadi ya disajikan sesederhana mungkin. Itu
kalau menurut Mbak Tika gimana?
AU : Kalau menurutku gini. Akuntansi itu kan dia teknik ya, Mei. Dia kan cara. Ilmu
yang mempelajari cara. Artinya adalah cara itu tidak melulu sesuai dengan
standar tapi sesuai dengan tujuannya mau apa. Akuntansi secara artian luas
adalah dia itu lebih fleksibel karena dia sebagai cara aja. Nah, kenapa sih tahu-
tahu muncul tentang GRI? Kalau kamu baca lagi, GRI itu kan ngomong tentang
aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan kan sebetulnya. Artinya adalah
GRI itu adalah mengatur suatu tempat yang basisnya adalah profit. Bagaimana
sih caranya perusahaan ini membagikan sebagian profitnya ke masyarakat. Ini
pengaturannya seperti itu. Tapi, kalau RBA kan beda [menekankan]. Tujuannya
adalah berkontribusi langsung pada masyarakat tanpa ada profit. Iya kan?
MP : Benar.
AU : That is why kalau pakai GRI itu nggak bisa. Terlalu rumit. Sedangkan RBA
adalah organisasi yang sederhana, tujuannya sudah jelas, tapi aktivitasnya
kompleks. Kenapa kompleks? Karena fokusnya kepada masyarakat. Kalau kita
berfokus kepada masyarakat, Mei kan sudah sering terlibat di beberapa aktivitas
RBA kan? Kalau kita lihat pada kebutuhan masyarakat kan banyak banget dan
beragam. Udah gitu perputarannya sangat cepat. Lha kalau standar yang dipakai
sangat rumit, kira-kira pembuatan laporannya bisa tepat waktu nggak?
MP : Nggak sih.
AU : Nah, nggak. Karena sebenarnya tujuan adanya laporan akuntansi sosial kan
supaya orang-orang yang berkepentingan dengan RBA itu paham tentang
aktivitasnya apa aja, habisnya (dana) berapa, siapa orang-orangnya. Selama
kualitas informasinya baik, diterima, orang-orang paham, maka selesailah. Itu
sebetulnya.
152
153
MP : Oke. Berarti di RBA itu intinya kan gimana caranya laporan ini bermanfaat buat
masyarakat gitu ya?
AU : Hmmm iya. RBA itu tahu persis sebetulnya fungsi laporan itu buat apa karena
kan laporan di sini artinya mendeskripsikan apa yang sudah dikerjakan.
Makanya bentuknya adalah laporan kegiatan disertai dengan laporan keuangan.
Means that laporan keuangan adalah supporting data. Karena dia sebagai
supporting data, artinya adalah pembuatannya tidak terlalu rumit karena sesuai
dengan aktivitasnya. Nah, balik lagi ke pertanyaanmu apa?
MP : Yang ini tujuannya laporan untuk bermanfaat ke masyarakat gitu.
AU : Iya. Supaya nanti laporannya bisa dipahami. Kalau validitas eksternalnya dia
bisa dipahami dan validitas internalnya sudah ada beserta validitas konstruknya
kan, selesai. Artinya adalah laporan itu bisa dipahami sehingga bisa memberikan
manfaat. Contoh manfaatnya apa nih? Bagi beliau-beliau yang sebagai donatur
kan paham. Oh ternyata uangnya dibuat seperti ini dan ini sehingga kalau
memang beliau-beliau berkehendak jadi donatur lagi itu tahu aliran uangnya itu
dibawa ke mana aja selama ini. Karena apa? Karena informasi yang sekompleks
itu bisa disederhanakan. Jadi, tantangannya buat RBA adalah melakukan
simplifikasi informasi baik untuk laporan keuangan dan laporan kegiatan. Itu
yang pertama. Yang kedua bagi beliau-beliau yang... aduh apa istilahnya
[mengingat]... yang memberikan dana nanti dikembalikan lagi. Itu apa namanya,
Mei?
MP : Donasi manfaat tunai.
AU : Iya itu maksudnya. Orang-orang itu akan paham “Oh ternyata cara
mengembalikannya seperti ini.” “Oh ternyata aktivitasnya seperti ini.”
Informasinya transparan gitu, lho. Terus, yang perlu dipahami juga begini.
Orang yang pakai informasi keuangan RBA itu kan tidak semua paham
akuntansi, ya? Jadi, tantangannya tadi adalah membuat itu menjadi simple
supaya apa? Supaya beliau-beliau yang tidak memahami akuntansi dengan baik
itu tahu cara bacanya gimana. Yang kedua adalah tidak selamanya RBA itu
bendaharanya atau yang membuat laporan keuangannya paham akan akuntansi.
Nah, kalau dibuat ribet sesuai dengan GRI, kira-kira yang ngebuat laporan mau
nggak ngebuat? Dengan aktivitas yang segitu banyaknya, segitu cepatnya,
donasi yang bisa barang bisa uang, dengan jumlah masyarakat yang segitu
banyaknya. Pasti dia nggak mau ngebuat. Bukan karena nggak bisa tapi nggak
tahu harus mulai dari mana ngebuatnya karena pakai GRI itu susah. Itu sih
sebetulnya. Jadi, perlu dikembalikan lagi kepada prinsipnya akuntansi. Kan
kalau kita belajar akuntansi paham ya. Sebenarnya akuntansi itu adalah kegiatan
untuk mencatat, mengikhtisar, dan melaporkan. Selama ketiganya ini terpenuhi,
sudahlah.
MP : Oke. Berarti memang nggak diperlukan ya standar yang rumit seperti itu?
AU : Kalau memang tidak dibutuhkan dan tidak sesuai dengan kegiatan RBA ya
nggak perlu. Justru, menurut aku bahkan ini menjadi peluang penelitian untuk
akuntansi sosial lainnya. Bahwa perlu juga dibuat mekanismenya kaya gimana
sih? Supaya orang-orang tahu kalau akuntansi sosial itu nggak melulu tentang
CSR lho. Kalau akuntansi sosial dilakukan di komunitas tertentu kaya RBA atau
TBM lainnya itu malah banyak banget potensi untuk ngebuat laporan akuntansi
sosialnya. Dan for sure mereka butuh itu. Bukan untuk eksistensi kegiatan
mereka ya. Kita juga sama-sama tahu kalau RBA nggak butuh eksistensi. Tapi,
RBA perlu untuk melaporkan kepada stakeholder yang berkaitan dengan RBA
ini. Supaya mereka percaya. Kalau pun ada orang lain yang ingin tahu laporan
itu ya itu bonus. Tapi, fokusnya laporan itu kan adalah memberikan informasi
ya supaya transparan, supaya orang paham. Contohnya ada donatur A yang dia
jarang banget ke RBA tapi beliaunya mau untuk memberikan sumbangan ke
RBA. Kan beliau nggak tahu aktivitasnya di RBA gimana. Nah, RBA sebagai
organisasi yang menerima seperti itu perlu untuk memberikan laporan bahwa
sudah dilakukan begini begini.
153
154
MP : Berarti secara kriteria sudah cukup memenuhi ya? Kaya mudah dipahami,
relevan, gitu-gitu
AU : Iya. Justru menurutku laporan yang dibuat sama RBA itu, selain mudah
dipahami, yang kedua dia bentuknya unik karena informasinya efektif dan
efisien gitu. Nggak kaya laporan keuangan yang biasa kita tahu ya. Kaya harus
ada akun ini itulah. Nggak perlu karena memang mereka nggak butuh itu. Atau
ada yang membuat laporan keuangan yang kompleks sampai pada perubahan
modal atau sampai pada aliran kasnya. Nggak perlu. Kenapa? Karena semua
informasi itu sudah ada di laporannya RBA itu. Maksudnya itu yang nggak
dilakukan secara terpisah ya. Kan kalau kita belajar laporan keuangan kan
dipisah tuh antara yang laba rugi, perubahan modal, neraca, arus kas, CALK. Itu
kan semua dipisah pada sheet yang berbeda. Kalau di RBA bagusnya adalah
mereka tidak memisah sebanyak itu. Coba kamu cek lagi
MP : Iya cuma pemasukan, pengeluaran. Simple.
AU : Dan orang bisa paham itu kan? Tahu nggak kenapa orang jadi paham?
MP : Karena... logikanya masuk
AU : Yang membuat logikanya masuk apa?
MP : Susunannya... atau gimana?
AU : Oke. Susunan informasinya orang mudah paham. Mereka sangat-sangat tahu
bagaimana kondisi membaca seseorang, secara psikologis itu memang ada.
Tapi, yang terpenting adalah, coba kamu cek. Saldo mereka tidak pernah lebih
dari sepuluh ribu atau berapa gitu. Selalu ngepress. Karena memang mereka
melakukan banyak hal. Terus, akun-akun yang mereka laporkan juga nggak
yang sangat detail banget. Iya nggak? Tapi mereka bisa melaporkan itu dengan
sangat baik dan itu konsisten dan itu valid. Gitu.
MP : Oke siap. Terima kasih, Mbak Tika. Sangat menjawab.
AU : Siap. Silakan berkabar kalau ada yang perlu dibantu.
154
155
Lampiran 9
Catatan lapangan #1
Situs : Ruang Belajar Aqil
Hari/tanggal : Senin, 29 Mei 2017
Waktu : 07.30 – 08.15
Peneliti sedikit terlambat saat tiba di situs penelitian yaitu Ruang Belajar Aqil
(RBA). Saat itu, kegiatan program Kelompok Riset Sahaja+ (KRS+) di Ruang Belajar Aqil
(RBA) baru saja dibuka dengan doa bersama. Kegiatan berlangsung di ruang belajar utama.
Dinding ruangan dihiasi kata-kata bijak yang dibingkai dengan pigura. Tujuan penempatan
kata-kata tersebut di dinding ruangan adalah untuk menyemangati mahasiswa anggota
KRS+ dalam menyelesaikan penelitiannya.
Bagian samping pigura tersebut diisi dengan kalender yang ditempeli penanda
proyek sosial RBA selama satu bulan. Sementara, beraneka ragam kamus dan buku-buku
penelitian diletakkan di sudut meja-meja yang ditata mengelilingi ruangan. Meja mentor
berada di bagian belakang ruangan dengan satu kursi untuk mentor dan dua kursi untuk
tamu atau anggota yang hendak berkonsultasi. Di dinding dekat meja mentor terdapat
kertas-kertas yang ditempel pada sebuah papan gabus. Kertas-kertas tersebut berisi
informasi jadwal piket anggota, jadwal piket menjaga ruang baca, pekerjaan yang
dilakukan anggota saat piket, jadwal presentasi, alokasi waktu presentasi, dan ketentuan
relawan.
Para anggota program KRS+ duduk mengelilingi ruangan di kursi masing-masing.
Selain anggota program KRS+, pihak yang berada di ruangan tersebut adalah mentor dan
penasihat RBA. Pihak lainnya adalah dua orang co-mentor yang merangkap sebagai
pengelola. Mentor duduk di ujung ruangan untuk memberikan ilmu dan nasihat atau
menjawab pertanyaan dari para anggota program KRS+.
Topik yang mengawali diskusi pagi itu adalah tinjauan kembali kegiatan RBA
yang berlangsung di minggu sebelumnya yaitu hari ulang tahun pertama Forum
Komunikasi Taman Baca Masyarakat (FKTBM) Malang Raya. Dari tinjauan tersebut,
peneliti mendapatkan informasi bahwa sempat ada misinformasi mengenai penyebaran
kuesioner evaluasi peserta saat acara berlangsung. Mentor mengingatkan para anggota
KRS+ akan pentingnya menyebarkan kuesioner evaluasi peserta karena hal tersebut adalah
salah satu bentuk pertanggungjawaban.
Pembahasan mengenai tanggung jawab diperdalam lagi melalui hubungannya
dengan akad. Akad berarti perjanjian yang melibatkan pemenuhan hak dan kewajiban di
155
156
antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, setelah ber-akad, tanggung jawab masing-
masing pihak harus dipenuhi secara konsekuen.
Hal berikutnya yang disampaikan adalah penggantian metode pemilihan
penanggung jawab proyek sosial. Peneliti mendapatkan informasi bahwa selama ini
terdapat sistem mengajukan diri bagi mereka yang ingin menjadi penanggung jawab proyek
sosial. Namun, setelah diadakan rapat pengelola pada tanggal 27 Mei 2017, pengelola
menyepakati untuk menggunakan sistem penunjukan penanggung jawab. Pergantian sistem
tersebut menyesuaikan dengan konsep amanah yang lebih baik diberikan daripada dikejar.
156
157
Lampiran 10
Catatan Lapangan #2
Situs : Ruang Belajar Aqil
Hari/Tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Pukul : 07.30 – 08.30
Hari ini peneliti tiba tepat ketika pembukaan kegiatan hari ini akan dimulai. Para
mahasiswa anggota program KRS+ duduk melingkar dan saling berhadapan sebagai tanda
akan dibukanya kegiatan. Peneliti sendiri duduk di kursi di bagian belakang ruangan karena
desk tag penanda tempat duduk peneliti diletakkan di sana. Seperti biasa, mentor duduk di
sudut depan ruangan menghadap ke arah peserta diskusi.
Diskusi diawali dengan doa bersama dan beberapa pengumuman terkait kegiatan
hari itu. Setelah pengumuman selesai, satu demi satu anggota KRS+ mengajukan
pertanyaan. Prasangka adalah pertanyaan pertama yang didiskusikan. Sembari duduk
tenang di kursinya, mentor menjelaskan bahwa prasangka adalah sesuatu yang tidak pasti.
Oleh karena itu, berprasangka baik adalah sesuatu yang harus dilakukan.
Topik kedua yang didiskusikan adalah ilmu. Mentor menjelaskan bahwa sebaik-
baiknya ilmu adalah ilmu yang diamalkan dan diajarkan. Hal itulah yang berusaha
diwujudkan oleh Ruang Belajar Aqil (RBA) melalui aktivitas literasi. Mentor melihat
adanya kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang tidak selalu terpenuhi oleh lembaga
pendidikan formal. Itulah yang menjadi latar belakang didirikannya program KRS+ sebagai
cikal bakal RBA. Kegiatan yang dilakukan bersifat sosial dengan berlandaskan konsep
rahmatan lil alamin (menjadi rahmat atau bermanfaat bagi semesta alam). Selagi berbicara,
sesekali mentor menggunakan Bahasa Jawa untuk menyebutkan beberapa istilah.
Topik berikutnya yang dibahas adalah tentang berbuat baik. Terdapat nasihat yang
menyebutkan bahwa kebaikan harus segera dilakukan sejak terlintas di benak pertama kali.
Hal tersebut akan mudah dilakukan dengan cara menjaga kesadaran, membiasakan, dan
melandasi perbuatan dengan keikhlasan. Berbuat kebaikan dengan ikhlas mengajarkan
manusia untuk tidak memandang segala sesuatu dari ukuran material semata. Segala jenis
sumber daya yang kita keluarkan sebaiknya tidak selalu dihitung secara materi. Begitu pula
dengan pengembalian (return) yang tidak selalu berupa materi yang dapat dihitung. Salah
satu jenis pengembalian yang berharga dan tidak dapat diukur secara materi adalah
pembelajaran.
Diskusi berakhir saat waktu menunjukkan pukul 08.30. Mentor menutup diskusi
dan mempersilakan anggota KRS+ melanjutkan aktivitas masing-masing. Para anggota
157
158
Lampiran 11
Catatan lapangan #3
Situs : Ruang Belajar Aqil
Hari/tanggal : Sabtu, 10 Juni 2017
Waktu : 13.00 – 14.30
Rapat pengelola kedua di bulan Juni kembali dilaksanakan hari ini. Bertempat di
ruang belajar utama, para pengelola duduk melingkar untuk membentuk forum. Semua
pengelola hadir kecuali koordinator yang sedang memiliki urusan penting di kampus.
Sekretaris kembali bertugas menjadi notulen yang mencatat hasil rapat pada selembar
kertas dengan format khusus.
Seperti biasa, rapat pengelola berfungsi sebagai sarana penyampaian kabar terbaru
dan pembahasan rancangan program di bulan Juli-Agustus 2017. Kabar terbaru RBA
disampaikan oleh penasihat. Kabar tersebut antara lain CPU yang telah diperbaiki dan bisa
digunakan untuk labeling buku, terlaksananya kegiatan RBA pada minggu ini (workshop
kolase, buka bersama, dan Pondok Ramadhan), dan grup WhatsApp pengelola yang sudah
berfungsi.
Kabar mengenai kegiatan RBA Berbagi disampaikan oleh penanggung jawab
kegiatan. Saat ini jumlah uang donasi di tangan sebesar Rp 7.870.000,00 namun belum
seluruhnya dibelanjakan. Jumlah sementara paket donasi alat shalat untuk anak yatim yang
terbeli sebanyak 40 paket. RBA juga baru saja menerima donasi berupa alat tulis yang telah
dibungkus sebanyak 80 paket. Paket donasi alat tulis akan disalurkan melalui kolaborator
(GPAN) dan kepada anak yatim yang berdomisili di sekitar RBA. Untuk memperlancar
proses penyaluran, Penasihat telah meminta data anak yatim kepada penggerak PKK RW
IX dan IV Kelurahan Lowokwaru.
Pembahasan singkat mengenai kegiatan Halal Bi Halal pada tanggal 2 Juli 2017
dilakukan sebelum bendahara melaporkan kondisi keuangan RBA saat ini. Halal Bi Halal
nantinya akan mengundang kolaborator, alumni, dan relawan.
Agenda beralih ke update informasi oleh bendahara mengenai kondisi keuangan
RBA. Bendahara melaporkan bahwa saat ini uang yang sedang dipegangnya (cash on hand)
sejumlah Rp 1.300,00. Ia juga menginformasikan bahwa baru saja menerima donasi
158
159
sebesar Rp 100.000,00. Nama donatur tidak disebutkan untuk menjaga akad dengan
donatur yang ingin identitasnya dirahasiakan. Donasi tersebut dialokasikan untuk
membiayai keperluan RBA yang belum terpenuhi. Untuk menyampaikan informasi kondisi
keuangan dengan lebih jelas, Bendahara memberikan secarik kertas berisi informasi
pemasukan dan pengeluaran di Bulan Mei 2017. Kemudian, ia menjelaskan bahwa uang
bulanan yang diterima dari donasi digunakan untuk membayar tagihan listrik, air, dan
internet, serta untuk pelunasan cicilan Donasi Manfaat Tunai (DMT). Sementara itu, masih
ada beberapa catatan pemasukan dan pengeluaran yang belum tercatat pada laporan yang
diberikan. Perihal operasional, selama dua bulan terakhir pengeluaran RBA yang bersifat
operasional telah dibayar menggunakan sisa donasi project.
Pembicaraan seputar donasi masih berlanjut. Program seribu buku anak telah
memperoleh donasi sebanyak Rp 2.944.250,00. Sebanyak Rp 1.000.000,00 dari donasi
tersebut tengah dipinjamkan kepada project RBA Berbagi. Dengan demikian, saldo donasi
RBA Berbagi menjadi sejumlah lebih dari Rp 8.000.000,00. Selanjutnya, sekretaris
mengumumkan bahwa masih banyak laporan project yang belum terkumpul untuk rentang
waktu Januari-Juni 2017.
Pembahasan keuangan berakhir. Kini, saatnya beranjak ke pembahasan program.
Beragam agenda project di bulan Juli dan Agustus mulai dibahas satu per satu. Beberapa
program seperti Halal bi Halal, Virtual Sharing, Language and Culture Fair, dan Science
Fair direncanakan akan hadir sekitar bulan Juli-Agustus 2017. Sesekali sekretaris tampak
menempelkan kertas berisi agenda RBA di kalender besar yang ada di ruang belajar utama.
Terakhir, penasihat menyampaikan update mengenai perpustakaan keliling yang
diberi nama Mobil Literasi dan Diseminasi Aqil (Molidi). Program tersebut kini telah
mendapatkan donasi karoseri. Sementara, Perusahaan Gas Negara (PGN) merencanakan
untu memberikan donasi buku untuk ruang baca. Saat ini, rencana tersebut sedang
menunggu persetujuan salah satu pejabat di PGN. Rapat pun diakhiri dengan pembacaan
notulensi hasil rapat.
159
160
Lampiran 12
Catatan Lapangan #4
Situs : Ruang Belajar Aqil
Hari/Tanggal : Rabu, 14 Juni 2017
Pukul : Selama kegiatan KRS + (07.30 – 15.00)
Seperti biasa, kegiatan program KRS+ dibuka oleh mentor. Segera setelah
membuka kegiatan, Mentor memberikan kesempatan bagi anggota KRS+ untuk
mengajukan pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah mengenai riba yang berpotensi
merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Hal tersebut dibenarkan oleh mentor yang
sebelumnya memberikan penjelasan bahwa riba adalah salah satu bentuk pertambahan nilai
yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang menanggungnya.
Di sela-sela pembahasan tersebut, mentor menyelipkan pembahasan mengenai
pentingnya akad atau perjanjian dalam interaksi kehidupan. Akad akan memperjelas siapa
saja pihak yang terlibat, apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing pihak, kapan
perjanjian tersebut berlaku, berapa jumlah transaksi yang disepakati, dan lain sebagainya.
Kejelasan akad sebagai landasan dalam berinteraksi turut dipraktikkan dalam kegiatan
operasional RBA. Mentor memberikan contoh saat seorang mahasiswa datang untuk
bergabung dengan KRS+. Saat perkenalan, calon anggota akan ditanya mengenai
kebutuhan belajarnya. Mentor juga menjelaskan kewajban-kewajiban anggota KRS+
selama mengikuti program. Dari sanalah akad terbentuk. Anggota mendapatkan hak untuk
belajar dan berkewajiban menaati peraturan yang ada. Hal tersebut berlaku pula untuk
mentor. Mentor memiliki hak untuk meluruskan anggota yang tidak menaati peraturan dan
berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan belajar mereka. Anggota KRS+ menyimak
penjelasan tersebut dengan seksama.
Penjelasan mengenai kegiatan RBA turut dibahas hingga ke aspek pelaporan.
Segala kegiatan harus direncanakan dengan baik mulai awal hingga akhir. Selanjutnya,
segala realitas yang terjadi di lapangan dilaporkan sesuai standar pelaporan yang telah
ditetapkan oleh pengelola. Penanggung jawab kegiatan tidak boleh menjiplak isi dari
laporan dari kegiatan yang sama di tahun sebelumnya. Data yang menjadi konten dalam
laporan berasal dari realitas yang terjadi selama kegiatan. Mentor menjelaskan bahwa
inisiasi kegiatan yang diamanahkan kepada anggota KRS+ bertujuan untuk melatih
pengambilan keputusan berdasarkan data. Contoh pengambilan keputusan tersebut adalah
penambahan jumlah konsumsi saat hadirin acara melebihi jumlah undangan yang disebar.
Panitia harus memperoleh data jumlah hadirin yang sebenarnya untuk menentukan jumlah
160
161
konsumsi yang harus ditambah. Selain itu, kegiatan yang diamanahkan juga bertujuan
untuk melatih kemampuan menulis penaggung jawab melalui pembuatan laporan kegiatan.
Saat waktu telah menunjukkan pukul 09.30, mentor menutup kegiatan diskusi pagi
itu. Para anggota KRS+ kembali melanjutkan aktivitas masing-masing. Dengan laptop
yang berjejer di meja panjang, beberapa anggota terlihat sibuk mengerjakan skripsi atau
laporan kegiatan. Sementara, sekretaris dan koordinator relawan pergi untuk
membelanjakan donasi paket santunan anak yatim. Setelah sholat Dzuhur, beberapa
anggota KRS+ membantu membungkus paket santunan di ruang kantor. Alat sholat dan
alat tulis dibungkus dengan kertas cokelat. Setelah selesai dibungkus, paket santunan
tersebut diberi label LK (laki-laki) dan PR (perempuan) lalu ditata di dalam kardus.
Pada sore hari saat penutupan kegiatan, mentor memberikan pengumuman terbaru
mengenai jumlah dan penyaluran donasi paket santunan anak yatim. Penerima paket
santunan tersebut adalah anak yatim usia SD yang tidak tinggal di panti asuhan. Apabila
tidak ada penerima yang usianya sesuai, paket tersebut diberikan maksimum untuk anak
yatim usia SMP. Sekali lagi, mentor menyampaikan pentingnya kita memperhitungkan usia
penerima karena harus sesuai dengan akad. Para donatur meminta pengelola RBA untuk
menyalurkan bantuan mereka kepada anak yatim usia SD. Sehingga, pengelola tidak berani
memberikan paket santunan kepada yang tidak sesuai kriteria penerima karena itu
merupakan sebuah bentuk pelanggaran akad/tanggung jawab. Kebermanfaatan bantuan
donatur akan dilaporkan pada laporan kegiatan.
161
162
Lampiran 13
Catatan lapangan #5
Situs : Ruang Belajar Aqil
Hari/tanggal : Senin, 19 Juni 2017
Waktu : 15.57 – 16.45
Ini adalah rapat pengelola ketiga dalam bulan Juni 2017. Seluruh pengelola hadir
kecuali koordinator. Para pengelola duduk berhadap-hadapan di ruang baca setelah jam
operasional ruang baca untuk umum berakhir.
Pembahasan pertama adalah review project RBA Berbagi yang telah dilaksanakan
satu hari sebelumnya. Paket donasi untuk anak yatim telah didistribusikan oleh penanggung
jawab project melalui beberapa Taman Baca Masyarakat (TBM) yaitu TBM Zentana, TBM
Singajaya, TBM Aku Bisa Hebat (ABiH), dan TBM Galeri Kreatif. Paket yang telah
tersalurkan melalui TBM-TBM tersebut berjumlah 74 paket. Sementara, kolaborator RBA
yang lain yaitu Gerakan Perpustakaan Anak Negeri (GPAN) telah menerima 75 paket untuk
disalurkan kepada anak yatim di wilayah operasional mereka.
Dalam rapat ini, pengelola sekaligus membahas mengenai distribusi sisa paket
anak yatim yang hendak disalurkan keesokan harinya ke wilayah Malang Utara. Saat rapat
berlangsung, terlihat tiga orang anggota KRS+ yang sedang mengamankan donasi berupa
lemari es yang baru saja didapatkan. Donasi tersebut hendak disalurkan ke sebuah TBM di
wilayah Bantur, Kabupaten Malang.
Pembahasan berlanjut ke update keuangan oleh bendahara. Dalam update tersebut,
bendahara menyampaikan bahwa RBA baru saja menerima donasi uang tunai dari dua
donatur, masing-masing sebesar Rp 1.000.000,00 dan Rp 175.000,00. Ketika itu, penasihat
meminta izin kepada bendahara untuk menggunakan Rp 200.000,00 dari donasi tersebut
untuk membayar cicilan Donasi Manfaat Tunai (DMT). Penasihat juga mengumumkan
bahwa program Seribu Buku Anak mendapatkan tambahan pemasukan sebesar Rp
650.000,00 dari acara Garage Sale yang digelar pada Jumat, 16 Juni 2017. Sementara,
program Mobil Literasi dan Diseminasi Aqil (Mobilidi) saat ini tengah berada dalam tahap
pembuatan proposal untuk mengumpulkan donasi. Terakhir, penasihat menyampaikan
bahwa pengelola akan segera bertemu kembali untuk menyusun laporan program dan
pemakaian anggaran tengah tahun.
162