You are on page 1of 16

ALASAN UNTUK BAHAGIA

T​
erik matahari pagi membentuk
bayangan disalah satu gedung mall
di Jakarta.

Bekerja menjadi staf di salah satu


grup wanita yang punya theater
sendiri membuatku harus datang
lebih pagi bahkan sebelum mall
tempat theater berada tersebut
buka, selain bersih-bersih tugasku
sebagai staf theater juga untuk
mengecek kesiapan serta keamanan stage sebelum dipergunakan agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan terhadap member.

Pagi itu akan ada sedikit renovasi pada stage sehingga Aku datang lebih awal dari biasanya.
Tidak akan ada siapa-siapa disana kecuali satpam yang memegang kunci pikirku, dan Aku segera
memarkirkan motor di basement kemudian langsung menuju lantai 4 dimana theater tersebut
berada.

Suasana sangat sepi seperti yang sudah kuduga sebelumnya, dan ketika Aku sampai kedepan
theater ternyata pintunya sudah terbuka namun tidak ada orang sama sekali.

"Pak Syam! Pak!" Aku coba memanggil petugas keamanan yang biasa menjaga tempat ini namun
tidak ada jawaban. Kuputuskan untuk langsung masuk ke theater karena kupikir Pak Syam ada
didalam, namun ternyata didalam pun sepi.

Dari pada pusing-pusing mencari satpam, sebaiknya langsung kerja biar cepat beres pikirku. Tanpa
pikir panjang Aku langsung menuju ruang peralatan dan saat itulah Aku mendengar sesuatu dari
ruang ganti member. Aku yang merasa kalau suara itu adalah Pak Syam langsung masuk kesana
tanpa permisi, namun saat itu terjadilah kejadian yang sama sekali tidak pernah kubayangkan
sebelumnya bahkan dalam mimpi sekali pun.

Salah seorang member bernama Ve, dia berdiri didepan lemari ganti membelakangiku dan tidak
menyadari kehadiranku disana, saat itu dia sedang berganti pakaian latihan dan sudah setengah
telanjang hanya pakaian dalamnya saja yang menempel ditubuhnya yang putih itu.
Aroma parfum memenuhi ruangan sepi itu, mengelitik hidungku sehingga naluriku sebagai laki-laki
sehat membatalkan niatku yang ingin sesegera mungkin meninggalkan ruangan tersebut.

Sambil menelan ludah serta kegelisahan adik kecilku dibawah sana, mataku sedetikpun tidak
pernah lepas memandang tubuhnya, pakaian dalamnya yang berwarna abu-abu gelap sangat
kontras dengan warna kulitnya. Modelnya pun sangat dewasa sehingga membuat tubuhnya yang
indah itu makin terlihat seksi seperti wanita diusia matang, sambil sesekali menarik-narik tali yang
menggantung dikedua bahunya.

1
Dan tiba-tiba saja dia menggumamkan sebuah lagu yang tidak kuketahui judulnya sembari
mengikat rambutnya yang panjang.
Setelah itu dia membungkuk hendak mengambil baju dari tasnya dibawah, pemandangan didepan
mataku tersebut tidak akan pernah kulupakan selamanya. Pinggul itu, dia merapikan pakaian
dalamnya yang menempel dipinggul dengan jari-jarinya secara perlahan, tentu tidak ada seorang
laki-laki dimanapun didunia ini yang bisa menolaknya. Adik kecilku makin merasa tidak nyaman
ditempatnya dan celana ini pun terasa semakin menyempit.

Lalu tiba-tiba insiden itu terjadi.

Tali tasnya yang menyangkut dipintu lemari menggoyangkan lemari pakaian tersebut dan sebuah
kardus panjang diatasnya bergeser dan terjatuh. Hanya dlm hitungan sepersekian detik Aku
langsung berlari spontan kearah Ve yang akan tertimpa kardus tersebut tepat diatas kepalanya,
karena yang kutahu kardus tersebut berisi tripod kamera milik staf dokumentasi.

"AWAS!"
"KYAA!"
BRAAAK!!!

Kejadian tersebut hanya beberapa detik saja namun seperti menyedot seluruh energi hidupku,
adrenalin yang terpompa membuatku tidak menyadari bahwa kakiku terluka karena tertimpa
tripod yang ternyata bukan hanya ada 1 tapi 5 didlm kardus tersebut.

"Kamu ga ap..." suaraku tertahan ketika menyadari bahwa Ve berada tepat dibawahku dalam
keadaan terlentang dengan tubuh setengah telanjang tak berdaya itu menempel dekat dengan
tubuhku, dada yang menggoda itu hanya berjarak beberapa centimeter dari telapak tanganku
yang memegangi pinggangnya, nafasnya menderu-deru karena terkejut. Dan sekarang bau
parfumnya semakin jelas dan samar-sama Aku dapat mencium aroma shampo yang dikenakannya.

Saat itu Aku sudah siap akan ditampar dan diteriaki mesum olehnya, namun ternyata
perawakannya yang tenang dan kalem saat diatas stage terbukti bisa membuatnya tidak panik dan
justru malah berbalik bertanya padaku.

"Kamu ga apa-apa?" tanyanya, suara lembut itu langsung meredam degup jantungku dan
menurunkan kadar adrenalin dalam diriku sehingga rasa sakit dikakiku pun mulai terasa.

"Kaki retak kayaknya" jawabku sekenanya sembari memberikannya ruang agar bisa berdiri, dan
Akupun duduk dengan bersandar pada lemari. Tanpa menghiraukan pakaiannya Ve langsung
mengambil ponselnya dan hendak menghubungi ambulan.

"Ga usah, biar minta tolong sama Pak Syam aja" potongku sambil memohon karena tidak mau
menimbulkan keributan di mall pagi-pagi, "Biar aja, ga enak sama petugas mall masih pagi gini
udah bikin ribut, lagian ga terlalu sakit, masih bisa ditahan".

Ve jadi ragu ingin menelfon, dan kembali bertanya "beneran nih? ga sakit itu?" sambil
merendahkan badannya disebelahku, bau parfum itu tercium lagi, saat itu rasa panik sudah
menghilang dan justru membuat pusing kepalaku karena darah dikepala semua berkumpul
dibawah menuju adik kecilku.
2
"Ho'oh, biar aja... aduh... ga liat pak Syam?" Tanyaku pada Ve

"Tadi dia bilang mau sarapan dibawah, mungkin sebentar lagi dateng" Jawab Ve

Hening

"Anu..." Suara kami keluar bersamaan, dan saat itu dia mempersilahkanku terlebih dahulu untuk
berbicara.

"Eh, ngga, itu... bentar lagi mungkin Pak Syam nonggol, baju kamu... ehehe" Kataku malu-malu

Seperti baru tersadar, Ve melihat tubuhnya yang hanya dibalut oleh pakaian dalam.

PLAAK!

Telapak tangan kanan mendarat telak dipipi kiriku, dan Ve langsung terburu-buru mengenakan
pakaiannya saat itu juga, dan beberapa saat setelahnya Pak Syam muncul dari balik pintu.

"Ada apa ini? kok berantakan?" Tanyanya dengan polos sambil menyibukkan lidahnya untuk
membersihkan sisa sarapan dari dalam mulutnya.

"Pak! tolong itu, kakinya patah kayaknya!" tegas Ve pada Pak Syam sambil menunjuk kearahku

"Apa?! mana? Kenapa kamu itu?" tanya Pak Syam padaku sambil buru-buru berlari kecil kearahku
dan memeriksa lukaku yang sudah mulai membengkak dan membiru. "Ayo sini, pegangan
kepundak saya, kita ke klinik naik mobil dinas mall aja, mumpung belum jalan dibawah"

Sambil tertatih-tatih Aku berjalan dibopong oleh satpam, lalu sekilas Aku melihat Ve yang
menunjukkan wajah khawatir, tapi dengan suara yang nyaris tidak kedengaran Aku berkata tidak
apa-apa padanya dan sepintas Aku melihat dia mengucapkan terima kasih dengan suara yang juga
tidak terdengar.

---

Seminggu lebih berlalu, setelah terakhir dokter mengatakan padaku Aku harus istirahat total jika
ingin secepatnya kembali bekerja.

Dikontrakan yang sempit dengan 1 kamar tidur yang dibagi dengan dapur dan satu kamar mandi
ini Aku menghabiskan waktu hanya dengan membaca novel tanpa ditemani oleh siapapun, tidak
ada keluarga, sanak saudara maupun teman. Ya, mungkin anak-anak jaman sekarang punya label
untuk orang sepertiku, “Forever Alone Jones”.

Kakiku sudah mulai terbiasa dengan berat badan dan sudah tidak sakit lagi jika berjalan, namun
masih agak nyeri jika berlari, jadi kuputuskan untuk mulai kembali bekerja besok lalu segera aku
menelefon rekan kerjaku di theater untuk mengabari mereka.

---

3
Senin pagi, menjelang akhir bulan. Aku yakin tidak akan banyak pengunjung hari ini, apalagi show
hari ini adalah tim trainee, jadi aku berangkat agak santai dari kontrakan. Kuputuskan naik
kendaaan umum karna keadaanku yang masih belum memungkinkan untuk membawa kendaraan
sendiri, dan seperti biasa Jakarta beserta kehidupan didalamnya membuatku susah bernafas serta
berdesak-desakan didalam bus ini. Bau keringat hampir tidak ada bedanya dengan yang di theater.
Neraka bagiku yang memang sudah moody dari pagi.

Sesampainya disana, ternyata semua member sedang latihan fisik. Tiba-tiba saja seseorang
menepukku dari belakang yang ternyata adalah Pak Syam, "Gimana? udah mendingan?".

"Eh, Pak, udah Pak, oh iya, makasaih waktu itu udah mau nganterin" kataku sambil sedikit
menunduk karena merasa tidak enak. Pasti dia ditegur atasan karena meninggalkan posnya dan
membiarkan Ve sendirian didalam theater.

"Ah, gak apa-apa, santai aja, yang penting kamu ga kenapa-kenapa" jawabnya dengan ramah.
"Emang ngapain kok bisa sampe kayak gitu?" tanyanya, pertanyaan ini sebenarnya sudah dia
tanyakan ketika mengantarku ke klinik hari itu, hanya saja Aku tidak mungkin menjawab keadaan
yang sebenarnya, bisa-bisa Aku malah masuk penjara dengan tuduhan pelecehan seksual.

Dan seperti waktu itu Aku hanya bisa menjawab "Ga ada apa-apa Pak", sambil tersenyum.

---

Sejak kejadian hari itu Aku tidak berani bertatap muka dengan Ve, Aku malu untuk
menghadapinya, apalagi jika teringat dengan insiden pakaian dalam tersebut. Seharian aku
menghindarinya dan berusaha agar tidak bertemu dengannya.

Karena kondisiku yang kurang fit, pekerjaan hari ini terasa sangat berat. Membereskan kursi,
mengangkat peralatan sound system serta membersihkan stage membuat kakiku mulai terasa
tidak nyaman, namun semua akhirnya bisa selesai pada waktunya dan Aku melihat member senior
sudah mulai meninggalkan theater untuk pulang kerumah masing-masing. Member trainee yang
hari ini memang ada show tetap tinggal untuk bersiap-siap, terlihat kesibukan di backstage dan
segerombolan fans sudah mulai memenuhi lobby didepan.

---

Semua kegiatan hari ini tampaknya sudah beres, semua member dan staf pun satu per satu sudah
menghilang, serta suasana theater yang mulai kosong bahkan mall itu sendiri sudah tutup.
Akhirnya Aku memutuskan untuk pulang, namun apes ternyata diluar hujan lebat sementara
kakiku sudah mulai tidak bisa diajak kompromi, nyerinya makin terasa didalam udara dingin ini.
Sambil menunggu hujan berhenti didepan pintu mall, sebuah mobil berhenti didepanku dan
kacanya terbuka, yang ternyata adalah Ve.

"Ayo naik, Aku anter pulang" dia berkata sambil melambaikan tangan memanggilku.

"Hah?" Aku hanya bisa tertegun berdiri seperti org bodoh.

---

4
Didalam mobil udara terasa lebih dingin karena AC yang dihidupkan agar kaca tidak berembun dari
dalam yang justru menambah sakit kakiku, namun aroma parfum dari tubuh Ve yang lembut
membuatku sedikit melupakan rasa sakit itu.

10 menit keluar dari mall sama sekali tidak ada pembicaraan apa-apa, dan hal ini membuatku
merasa tidak nyaman karena suasana menjadi sedikit kaku saat itu. Tapi karena mulai merasa
bosan, Akupun memberanikan diri untuk mencuri pandang melalui ujung mataku, melirik kearah
Ve yang sedang konsentrasi menyetir ditengah hujan lebat. Aku mulai melihat profil Ve dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Dia cantik bahkan diatas rata-rata, berdarah campuran, rambut
panjang dengan aroma shampo yang menggoda, kulit putih penuh perawatan, dada...

"Ada apa?" tiba-tiba saja dia menoleh kearahku, membuyarkan lamunan

"Eh? ng... ngga ada apa-apa" jawabku panik sambil membuang muka. Tidak bisa begini terus,
harus ada bahan omongan karena untuk sampai kekontrakanku cukup lama, apalagi ditengah
hujan lebat serta macet. Tipe gadis pendiam adalah kelemahanku, karena Aku sendiri adalah tipe
laki-laki pendengar setia. Pernah Aku putus dengan mantan pacar ketika duduk dibangku SMA
hanya karena dia seorang yang pasif alias tidak banyak bicara. Namun Aku merasa keadaan saat ini
didalam mobil harus berubah, lalu kuberanikan untuk memulai pembicaraan.

"Setiap hari pulang pergi bawa mobil sendirian?" tanyaku basa-basi

"Ngga juga, kadang dianter jemput kalo kebetulan Papa ke Jakarta, kayak waktu itu, makanya
pagi-pagi Aku udah ada di theater" jawabnya sambil melirik kearahku penuh arti. Aku tertegun
beberapa saat karena tidak mengerti maksudnya, namun perlahan ingatan mengenai hari naas itu
kembali kekepalaku.

"Eh?! ngga! itu! bukan! anu! itu ga sengaja! ee... maaf..." jawabku dengan panik lalu merasa
bersalah dan akhirnya terdiam menunduk lesu.

"Pfft.." dia tertawa sedikit sambil menutup mulutnya, "bercanda... bercanda kok", tiba-tiba saja
wajahnya terlihat ceria seperti merasa puas mengerjaiku. "Justru Aku yg harus bilang makasih
karena udah ditolong, anggep aja impas karena kamu udah ngintip", katanya sambil tersenyum
lebar.

Karma, ini karma dan Aku sekarang pasti terlihat tolol dimatanya. Namun tiba-tiba saja air muka
Ve berubah menjadi serius dan terdiam. Kupikir pasti ada yang tidak beres dengannya saat itu,
tapi karena didorong perasaan bersalah, niatku untuk bertanya padanya kuurungkan. Dan
tiba-tiba suasana didalam mobil kembali menjadi hening seperti sebelumnya.

Namun aroma parfum bercampur shampo didalam mobil membuatku selalu berpikir yang
tidak-tidak dan gelisah, yang akhirnya selalu membuatku memikirkan gadis yang sedang menyetir
disebelahku ini. Dia cantik, terkenal, punya banyak penggemar. Terlalu jauh bagiku jika ingin dekat
dengannya, mungkin seperti bumi dan langit atau mungkin bagai cinderella dengan kudanya.

"Eh..." keheningan tiba-tiba pecah, ketika Ve mulai angkat bicara

"Boleh tanya ga?" dia berkata dengan gugup seperti ada yang mengganjal dalam pikirannya

5
"Tanya apa?" aku mulai terlihat serius karena dia juga terlihat serius

"Hmm... ga deh, ga jadi" tiba-tiba saja dia mengurungkan niatnya

"Oke..." jawabku. Karena aku ini selalu jadi pendengar setia, sedikit banyak Aku jadi tahu dan tidak
pernah memaksa jika ada orang yang ingin bicara atau curhat, karena kata-kata itu harus keluar
dari mulut mereka sendiri dengan ikhlas jika mereka merasa memang ingin ada yang
mendengarkannya.

Sudah hampir setengah jam kami terjebak macet dan belum ada tanda-tanda pergerakan dari
kendaraan didepan kami, dan ini membuat suasana makin tidak nyaman. Lalu ditengah
keheningan tersebut tiba-tiba saja terdengar suara ponsel berdering. Aku tahu itu punya Ve,
karena Aku sendiri tidak punya ponsel. Dia terburu-buru mengangkatnya sambil menyuruhku tidak
bersuara dengan menempelkan jari telunjuknya dibibir.

"Halo"
"Iya ini lagi dijalan, macet"
"Mungkin kira-kira 2 jam lagi sampe"
"Iya... iya..."
"Oke"
"Bye" dia menyudahi pembicaraannya dan memasukkan kembali ponselnya kedalam tas.

"Hmm... masalah yang tadi" dia tiba-tiba berkata dengan tidak jelas, "menurutmu kalo ada temen
yang minta ditemenin nginep sama pacarnya gimana? soalnya dia alesan sama bapak-ibunya buat
nginep dirumahku"

"Maksudnya kamu suruh nemenin temen kamu nginep sama pacarnya?" tanyaku penasaran.

Ve menjawab dengan mengangguk

"Bukannya itu bahaya?" jawabku tegas karena perasaanku langsung tidak nyaman dengan arah
pembicaraan ini

"Ngga kok, dia cuma minta ditemenin aja, tapi nanti Aku pulang dan jemput dia lagi besoknya"
jawab Ve dengan penuh keyakinan

Aku cuma diam membisu mendengarkan agar dia kembali melanjutkan pembicaraannya, menggali
info terlebih dahulu sebelum memutuskan adalah cara terbaik untuk memberi solusi pada suatu
masalah.

"Dia itu temen yang lumayan deket samaku dikampus, pas orang lain ngeliat Aku sebagai orang
terkenal yang justru membuatku ga nyaman diluar pekerjaan, cuma dia yang ngeliat Aku sebagai
temen biasa seperti layaknya orang biasa" lanjutnya, "pernah sekali pas pertama orang-orang
dikampus mulai ngenalin Aku sebagai member, mereka ga abis-abisnya datangin kelasku buat
ngeliat-liat dan bahkan minta foto ato tandatangan, Aku yang belajar dikelas jujur aja jadi merasa
ga enak sama temen sekelas lainnya, akhirnya Aku terpaksa mau ga mau ninggalin kelas", dia
berhenti sejenak lalu kembali berkata, "pas kejadian itulah temenku itu berdiri terus teriak nyuruh
bubar orang-orang yang ganggu sambil nonton"

6
Ve tersenyum kecil sambil memandang air hujan yang membasahi kaca depan mobil, dan Aku
hanya bisa duduk terdiam memandanginya. Jujur saja saat itu Aku ingin menyuruhnya melupakan
ide temannya itu, Aku tahu karena Ve sepertinya bukanlah tipe gadis dengan pergaulan bebas ala
kota besar. Dia memang fashionable dan gaul, tapi Aku bisa menilai bahwa dia adalah tipe gadis
baik-baik yang sayang dengan keluarganya. Dia mudah bergaul dengan siapa saja, tapi justru ini
bisa jadi kelemahannya, dia bisa dengan sangat mudah dimanfaatkan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab.

Tapi begitu melihat air mukanya yang ceria ketika membicarakan temannya tersebut, Aku justru
tidak bisa berkata apa-apa lagi selain hanya bisa bilang, "yang penting hati-hati aja" sambil
tersenyum kepadanya.

Dibalik sifatnya yang kalem dan tenang, ternyata Ve adalah gadis yang cukup suka bicara, apalagi
jika sudah berhubungan dengan fashion, adiknya atau mata kuliah jurusan yang diambilnya di
universitas. Disepanjang perjalanan dia berbicara banyak tentang adik laki-lakinya yang nakal dan
suka iseng, sambil sesekali tertawa-tawa kecil, dan Aku sengaja hanya merespon sedikit-sedikit
agar dia terus berbicara panjang lebar. Aku suka melihatnya seperti ini.

---

Tidak terasa sudah sampai didepan rumah kontrakanku yang sederhana, dan hujan pun sudah
berhenti sejak tadi. Kebetulan kontrakanku tepat berada dipinggir jalan sehingga tidak perlu
repot-repot masuk gang.

"Ooo.. disini toh tinggalnya" Ve berkata sambil melihat-lihat melalui jendela mobil

"Makasih ya udah mau nganterin" ucapku padanya melalui jendela

"Aku harusnya yang makasih, dah mau dengerin ocehan ngga jelas dari tadi" jawabnya sambil
tersenyum, "ternyata kamu asyik juga diajak ngobrol, soalnya selama ini, bisa ngobrol panjang
lebar sama cowo ya cuma sama Papa sama adek"

"Oh iya, gimana kakinya? udah sembuh?" tanyanya penasaran

"Eh? udah mendingan kok, cuma kadang masih suka senat-senut" jawabku dengan santai, karena
selama 1 jam ini Aku merasa lebih dekat dengannya setelah banyak bicara didalam mobil.

"Oh, cepet sembuh ya, biar semangat kerjanya" jawabnya riang, "ya udah, Aku langsung pulang,
takut kemaleman" sambil menyalakan mesin mobil.

"Ok, hati-hati dijalan, kalo ada yang nyoba-nyoba nyetop mobil cuekin aja" Aku mencoba
mengingatkan padanya bahwa masih banyak modus kejahatan seperti itu terhadap pengendara
mobil di Jakarta.

"Sip, dadah" dia melambaikan tangannya sembari memacu mobilnya, dan aku hanya bisa berdiri
diam disana melihat mobil tersebut menghilang dari pandangan.

---

7
Kebalikan dengan kemarin, hari ini justru Aku mencari-cari Ve, tapi Aku baru ingat dia tidak ada
show hari ini dan sudah janji dengan temannya. Ada sedikit kegaduhan di lobby theater hari ini,
saat ada salah satu fans tiba-tiba kesurupan sambil berteriak-teriak dengan melontarkan ocehan
MIX yang biasanya kudengar didalam theater ketika show berlangsung, dan buntut-buntutnya dia
diseret ke kantor keamanan gedung mall, lalu diguyur air seember oleh satpam.
Setelah semua kegaduhan itu selesai, hari itu pun berakhir seperti biasanya.

---

Dlm kontrakan yang sempit ini udara terasa panas pengap dan lembab, menandakan hujan akan
turun malam ini. Musim pancaroba menjelang kemarau membuat cuaca tidak menentu dan
mengudang berbagai macam penyakit diantara para penghuni kontrakan lainnya disebelah
kanan-kiriku. Mulai dari batuk-pilek, demam, sampai panu. Dan tidak lama kemudian suara air
mengenai atap dan jendela menandakan langit mulai menangis. Hujan deras pun turun
membasahi kota ini, dan aroma tanah basah tercium diudara.

Karena besok giliranku libur, maka Aku memutuskan begadang malam ini dengan membaca novel
setebal 1142 halaman yang tidak kunjung selesai setelah Aku membelinya hampir setahun lalu.
Seketika aku memutuskan ke warung untuk membeli kopi dan rokok sebagai temanku malam ini.
Dan aku pun keluar dengan membawa payung.

Saat itulah Aku melihat mobil Ve yang sudah terparkir dengan mesin menyala didepan kontrakan,
dan dia berdiri didepan mobilnya dalam keadaan basah kuyup, terlihat pipinya bengkak dan sedikit
terluka diujung bibirnya.

"Ve?! Kamu kenapa?!" Aku merinding ketika menanyakan hal tersebut, saat itu hujan lebat
membasahi seluruh tubuhnya dan meninggalkan bekas pakaian dalam berwarna biru dari balik
bajunya yang sangat terlihat jelas dari luar. Meskipun air hujan mengalir diseluruh kepala sampai
wajahnya, namun aku sangat yakin kalau dia menangis. Segera aku merangkulnya dan
mengajaknya masuk dengan payung ditangan kedalam kontrakan setelah mematikan mesin mobil
terlebih dahulu.

Tubuhnya gemetar menggigil, entah karena kedinginan atau ada sesuatu yg lain, yang pasti dia
hanya diam dan tertunduk didalam kontrakanku. Saat itu Jam sudah menunjukkan pukul 11.25,
tetanggaku pasti sudah tidur terlelap, apalagi dalam keadaan hujan seperti ini, jadi kontrakanku
terlihat sepi malam itu.

Setelah Aku mengeringkan rambutnya yang basah, Aku menyuruhnya untuk segera mengganti
pakaian dengan kemejaku yg masih bersih agar tidak masuk angin, sementara Aku bergegas keluar
ke warung untuk membeli es batu dan keperluan lainnya.

Setelah Aku kembali, Ve sudah memakai bajuku, sementara pakaiannya yang basah besarta
pakaian dalamnya tergeletak begitu saja dilantai, dia hanya terduduk lesu diatas kasur yang
tergelar diatas lantai, krn Aku memang tidak punya kasur dari kayu apalagi spring bed.
Aku langsung memecahkan es batu menjadi bagian-bagian kecil dan membungkusnya dengan
handuk kecil dan duduk didepannya seraya mengompres luka diwajahnya itu, dan dia pun mulai
menangis. Aku tidak berkata apa-apa hanya membiarkan dia meluapkan semua emosinya dalam
tangisan tersebut, sampai akhirnya dia mulai tenang dan memegang sendiri es dengan tangannya.
masih tidak mau menatap wajahku.
8
Dia meraih Novel tebalku dari ujung kasur dan membaca judulnya, setelah itu dia membuka
halamannya satu persatu sambil berkata dengan suara parau, "Kamu sanggup baca novel tebel
kayak gini?"

"Hm, hobi sih" kataku dengan suara sepelan mungkin. Dan air mata mulai menetes diantara
lembaran-lembaran halaman novel milikku. Aku berdiri dan duduk disebelahnya sembari
menunggu, menunggu Ve untuk bicara.

Hujan diluar tampaknya tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti dan masih deras seperti
saat pertama turun tadi, saat itulah Ve mulai bersuara.

"Dia... cowok itu... maksa..." dia tidak dapat melanjutkan kata-katanya dan terdengar seperti
hendak menangis lagi, namun kali ini bisa ditahannya. Kepalaku mulai pusing dan mual mendengar
Ve memaksakan diri untuk bicara seperti itu, namun aku tidak bisa menghentikannya.
"Aku berontak... dia marah dan mulai mukul..." suaranya makin lemah.

"Temenmu?" tanyaku dengan sedikit menahan suara bernada emosi agar tidak terdengar oleh
tetangga.

"Dia belanja keperluan buat nginep" Ve melanjutkan ceritanya, "Tadinya Aku mau ikut, tapi
temenku maksa nyuruh nunggu aja sama cowoknya", Ve mulai menangis lagi. Aku sangat mengerti
perasaannya yang hancur karena dikhianati temannya sendiri. Lalu dia melanjutkan, "Setelah bisa
kabur, Aku bingung mau kemana... ga mungkin pulang kayak gini... bisa murka Papa sama
Mama..."

"Kamu ga kenapa-kenapa kan?" tanyaku khawatir, karena kalau sampai kejadian, Aku tentu tidak
akan tinggal diam, karena ini akan jadi kasus pidana.

Ve terdiam mendengar pertanyaanku, mungkin dia memikirkan matang-matang maksud


pertanyaanku sebenarnya. Tidak lama kemudian dia mengangguk pelan. Entah kenapa saat itu
Aku langsung merasa lega tujuh turunan mendengar jawabannya, walaupun sebenernya hal ini
justru bisa membuat dia trauma tujuh turunan.

"Terus, Kamu mau gimana? lapor?" tanyaku pada Ve yang langsung dijawab dengan gelengan
keras setelah mendengar pertanyaanku.

"Biar, Aku ga mau bikin keributan dan ga mau nyusahin Papa Mama juga temen-temen member
lain di grup" jawabnya tegas.

"Tapi..." suaraku terhenti ketika Ve mulai bersender dipundakku, dan perlahan mulai berani
menatap wajahku.

Miris melihat wajahnya yang terluka itu, rasa sakit hati terhadap laki-laki yang melukainya
seakan-akan tidak akan hilang walaupun Aku melempar mayat si berengsek itu kedalam kawah
gunung merapi atau kedalam sel tahanan yang berisi tahanan dengan kasus sodomi. Tapi Amarah
yang timbul seketika hilang saat memandang mata Ve yang sayu, aroma shampo yang waktu itu
sempat menggodaku kini mulai kembali membangkitkan gairahku.

9
Tanganku yang mulai kehilangan kendali atas akal
sehatku secara refleks mulai merangkul Ve, dan
perlahan Aku mendorongnya terlentang diatas kasur
tak berkayu dikontrakanku yg sederhana ini. Semua
tentang Ve malam ini membutakanku, aroma itu,
bentuk tubuh itu, mata itu, rambut itu, bibir itu dan
dada yang tanpa penyangga seolah-olah mengajakku
untuk berpetualang kedunia baru.
Ada yang mengatakan bahwa seorang wanita yang
sedang terguncang adalah saat-saat dimana mereka
paling lemah, paling mudah untuk ditaklukkan, para
lelaki biasanya tidak akan melepaskan kesempatan itu
dan saat ini Aku dihadapkan pada kondisi dimana Ve
sudah benar-benar pasrah.

Perlahan Aku mulai membuka satu persatu kancing kemejaku yang dikenakan olehnya, sedikit
terlihat belahan dadanya yang indah, dihiasi dengan peluh membuatnya makin terlihat menggoda,
serta suara nafas Ve yang menderu kencang membuatku makin lupa diri dan secara tidak sadar
mendekatkan bibirku ini dengan bibirnya, nyaris bersentuhan.

Namun tiba-tiba Aku tersadar bahwa deru nafas Ve bukan karena nafsu, tapi demam. Kulitnya
panas, mungkin karena kehujanan, apalagi dia dalam keadaan shock berat, dan sekarang Ve mulai
menggigil kedinginan. Ya Tuhan! apa yang sudah kulakukan!. Dengan mengumpulkan seluruh
kekuatan pada tinju kananku, sekeras mungkin aku memukul adik kecilku yang tak bersalah.
Dalam keadaan sakit dan ngilu aku mulai merawat Ve malam itu.

---

Dari dalam panci mengepul uap panas bubur yang kubuat untuknya, suara pisau yang mengenai
telenan memenuhi kamar kontrakan yang sempit itu dan suara bising kehidupan kota ini mulai
kembali terdengar ramai diluar.

Saat itu Ve masih tertidur pulas, bahkan sampai mendengkur namun terdengar sangat imut.
Panasnya sudah turun subuh tadi, bengkaknya kempis dan sepertinya dia akan baik-baik saja
asalkan beristirahat total seharian ini.

Tinggal sendiri membuatku berubah jadi mandiri, berbeda sewaktu aku masih tinggal dengan
orang tuaku. Aku merasa bertanggung jawab penuh atas hidupku sendiri dan mulai bergerak maju,
meskipun terasa lambat tapi aku cukup menikmatinya. Apalagi kalau melihat Ve tertidur disana,
seakan-akan dunia ini sudah sangat sempurna untukku, Aku ingin waktu berhenti agar bisa lebih
lama melihat wajah tertidurnya yang pulas itu.

"Haaa~" desahku. Sadar oi! sadar! dia itu dari kalangan atas, sedangkan Aku hanya orang biasa
dengan penghasilan biasa dan tampang yang tidak biasa, bahkan dibawah rata-rata. Sering kita
melihat di TV atau film tentang seorang miskin yang jatuh cinta dengan orang kaya, atau dikomik
orang jelek berhubungan dengan orang cakep, tapi menurutku itu semua hanyalah fiksi, hidup ini
tidaklah seindah seperti didalam novel romantis.

10
Kenyataan yang terjadi didunia saat ini adalah bibit bebet bobot, tidak adil memang, tapi kita
memang hidup dijaman seperti itu. Namun Aku punya pendirian lain, besar dikeluarga
brokenhome sebagai anak tunggal membuatku sedikit banyak mengerti baik buruknya dunia ini,
bahwa tidak selamanya mengikuti arus membuat kita bahagia, karena aku selalu beranggapan
bahwa tujuan manusia hidup didunia yang singkat ini sesungguhnya adalah karena ingin bahagia.
itu saja. bahkan sampai ada yang berani berbahagia diatas penderitaan orang lain.

Menjadi seorang yang penyendiri karena masa lalu sebenarnya bukanlah alasan yang logis, itu
hanyalah pilihan kita, sama seperti halnya ketika kita disuruh memilih ingin sukses tapi harus maju
atau berputar disitu-situ saja lalu lama-lama hancur. Itu pilihan, nasibmu ada ditanganmu sendiri.
Tuhan hanya menunggumu berusaha, sebelum akhirnya dia memberikan hasil padamu.

Tapi seseorang mau berubah atau berusaha biasanya ada alasannya, dan saat ini alasanku sedang
tertidur pulas dikasur, atau setidaknya begitu yang kukira, sampai ada suara yang membuatku
tersadar dari lamunan.

"Pagi..." terdengar suara lembut dari belakangku yang ternyata adalah Ve, sudah terbangun
namun masih dalam posisi tidur terlungkup menghadap kearahku sambil tersenyum.
Ah~ pemandangan ini, membuatku makin terperosok jauh kedalam keputusasaan yang tak
berdasar, semakin lama melihatnya semakin jatuh hati padanya.

Cinta? tunggu dulu, apa yang aku katakan barusan. sudah kubilang untuk melupakan hal bodoh
itu, dia itu seperti putri Jasmine dan Aku hanyalah karpet terbang.

"Udah bangun?" tanyaku sambil tersenyum dan melanjutkan memotong sayur dihadapanku.

"Udah, dari tadi" suara itu terdengar lebih ceria. Syukurlah.

"Eh? kok ga ngomong apa-apa?"

"Ngomong kok, cuma situ aja ga denger, senyam-senyum sendiri, pasti ngelamunin yang
ngga-ngga"

"Aduh!" jari telunjukku terkenal pisau, tapi hanya berdarah sedikit. Kubilas dengan sedikit air dan
darahnya pun berhenti

"Tuh kan, bener hehe" Ve berkata dengan nada menggoda

"Yee, orang sakit diem aja, tidur lagi sana" kataku sambil mencoba menahan senyum dan
berpura-pura kesal

Tapi Ve justru malah duduk dan bersiap untuk berdiri, seketika dia jatuh dalam posisi duduk krn
pusing. Aku langsung menghampirinya dan berkata, "mau ngapain?"

"Mau ambil HP, pasti Mama nyariin" dia berkata dengan tenang seolah-olah sudah merasa yakin
pasti akan dimarahi oleh Ibunya dan sudah punya alasan untuk menangkalnya

"Dah tunggu disini, biar Aku yg ambil", sambil membawa kunci Aku keluar dan menuju mobil

11
Sinar matahari terasa hangat diwajah, hujan deras semalam menghapus semua awan yang
menghalangi sinar mentari pagi itu sehingga Aku merasa yakin bahwa hari ini akan terasa sangat
panas di Jakarta.

"Cie cie! mobil baru nih? motornya mana?" suara tetanggaku yang pengangguran membuatku
sedikit kaget

"Bukan mobil gue, punya temen kok" jawabku sekenanya sambil mencari-cari ponsel didalam

"Oh, kirain", sambil berjalan kearahku dia berkata, "emang ada temen lo nginep?"

Aku yang sebenernya malas menanggapinya hanya bisa menjawab "ya gitu deh", sambil kembali
berjalan masuk setelah menemukan ponsel tersebut, "yuk ah, masuk dulu"

"Oce boss" jawab tetanggaku yang langsung pergi menuju pos ronda untuk nongkrong dan main
kartu dengan sesama ‘fellowship of the pengangguran’ lainnya seperti biasa.

Aku menyerahkan ponsel tersebut dan Ve langsung memeriksa apakah ada pesan atau penggilan
masuk, yang memang ternyata Ibunya sempat menelfon dan pesan singkat dari temannya
semalam.

"Dia SMS, Aku musti jawab apa?" tanya Ve seperti anak kecil yang bertanya perihal pekerjaan
rumah.

"Kamu masih percaya sama dia? dan masih mau ngelanjutin hubungan sama dia?" tanyaku tegas,
yang lantas dijawab oleh Ve dengan gelengan kepala, "kalo gitu sini" pintaku ke Ve untuk
menyerahkan ponselnya. Kubalas dengan sesingkat mungkin dan mudah-mudahan tepat kena
sasaran. Begitu selesai kukembalikan padanya.

"Dibales apa?" tanya dia penasaran

"Berhenti ganggu gue and stay away from me forever, or I will call cops with this evidence in my
hand and you including your stupid boyfriend can go to jail for sexual harrasement!" jawabku
singkat.

"Bukti apaan?" tanya Ve makin penasaran

"Ga ada, itu cuma geretakan aja, biar dia ga macem-macem lagi" jawabku sambil tersenyum

Ve terdiam sejenak memandangku dan kemudian langsung merebahkan diri kembali sambil
menelfon Ibunya, dan aku melanjutkan memasak yang dari tadi tidak kunjung selesai.

"Damainya~" gumam Ve sambil menatap langit-langit yang banyak noda kecoklatan bekas genting
bocor

Aku mencoba tidak memperdulikannya dan terus memasak memunggunginya, dan saat itu Aku
merasa ada seseorang yang mengawasiku dari belakang. Aku yakin itu Ve. Sambil berusaha
menahan diri agar tidak salah tingkah Aku mencoba memulai percakapan.

12
"Kamu laper? bentar lagi mateng nih..." tanyaku basa-basi. tapi tidak ada respon dari Ve, suasana
hening seperti ketika dia masih tertidur, malah Aku berfikir jangan-jangan dia memang sudah tidur
lagi. Karena penasaran Aku pun menoleh kebelakang, dan ternyata dia memandangi punggungku
sambil tiduran dan mulai tersenyum ketika Aku berbalik melihatnya.
Perasaan malu membuatku kembali membuang muka menghadap telenan dan mempercepat
memotong dengan pisau.

---

Sarapan pagi itu adalah bubur manado dan buah semangka yang kubeli pagi hari tadi ditukang
sayur gerobak, bagiku yang tinggal sendiri, ini adalah sarapan istimewa yang belum tentu aku mau
mencicipinya setiap bulan. Tinggal bersama Ibu setelah ditinggal Ayah membuatku bisa memasak
hampir apa saja jika ada resepnya, tapi masalahnya Aku tidak punya bahan-bahannya untuk
dimasak. Bukan karena tidak mampu, tapi Aku lebih memilih makan di warteg karena lebih
ekonomis, sebab aku hanya tinggal sendiri disini, dan Sarapan kali ini bersama Ve memang seperti
mimpi, dan Aku merasa tidak ingin bangun sama sekali.

"Gimana?" tanyaku pada Ve, aku merasa kurang percaya diri karena memang tidak pernah
memasak untuk orang lain selain Ibuku

Saat itu Ve hanya terus melahap buburnya tanpa berkata apa-apa, dan hal itu sudah membuatku
senang. Setelah selesai sarapan Aku berniat untuk merokok diluar namun Ve bertanya padaku,
"mau kemana?" tanya dia.

"Ngerokok" jawabku enteng dan berhenti didepan pintu

"Berhenti ngerokok, Aku benci asep rokok" Katanya dengan nada sedikit kesal

Entah karena apa, dulu sewaktu Aku disuruh berhenti merokok oleh Ibu yang notebenenya orang
yang paling Aku hormati, Aku merasa sangat sulit menghentikan kebiasaan ini. Tapi kini
dihadapanku seorang gadis yang baru saja Aku kenal berkata sama seperti Ibuku waktu itu, dan
tanpa berpikir dua kali Aku langsung mengiyakan, "Oke" dan meremas bungkus rokok tersebut lalu
membuangnya di tempat sampah.

Dalam kamar ini tidak ada hiburan apa-apa selain buku. Bukannya Aku tidak mampu membeli TV
atau peralatan lainnya, tapi semenjak tinggal sendiri aku bisa mengontrol diri untuk tidak membeli
barang-barang yang tidak terlalu penting buatku, jadi buku adalah satu-satunya pelipur lara jika
Aku sedang bosan dan saat ini salah satu buku tersebut sedang dibaca oleh Ve.

Suasana dalam ruangan ini sangat damai, tenang tanpa ada suara kehidupan modern seperti TV,
Radio, dan sebagainya. Waktu seakan benar-benar berhenti disini dan berdua bersama Ve
menghabiskan waktu seperti ini membuatku sangat rileks, Akupun berharap Ve merasakan hal
yang serupa.

"Kamu tinggal sendiri? keluarga lainnya?" tanya Ve memecah keheningan kala itu.

Tanpa berfikir panjang Aku langsung menceritakan hampir seluruh kisahku padanya, sama seperti
ketika dia berbicara panjang lebar dalam mobil waktu itu. Tentang Ibuku, keadaan keluargaku,
serta bagaimana ceritanya Aku bisa sampai tinggal disini dan bekerja menjadi staf theater. Saat itu
13
Aku yakin Ve yang notabenenya dari keluarga normal serta bahagia seperti mendapat pengalaman
langsung dari orang yang sama sekali berbeda dengannya, baik dari status, kehidupan, bahkan
cara pandang terhadap hidup itu sendiri.
Ve hanya terdiam menatap keluar jendela ke langit biru diluar, dan mulai menghela nafasnya
sambil berkata, "Dunia ini luas banget, masih banyak yang kita belum tau diluar sana"

"hmm" gumamku sambil mengangguk tanda setuju dan ikut memandang langit yang sama
dengannya dan saat itu Aku merasakan suasana yang sangat melanklonis.

---

Seminggu setelah kejadian dikontrakanku, waktu seakan-akan kembali berjalan cepat mengikuti
arus pusaran jaman. Aku dan Ve sudah sibuk, seperti menjalani kehidupan masing-masing tanpa
ada hubungan sama sekali. Ve sangat sibuk dengan kegiatannya bersama grup juga kampusnya
sehingga jangankan untuk bicara, untuk bertemu muka saja sangat sulit saat ini. Semua kejadian
sejak insiden pakaian dalam sampai seminggu lalu terasa seperti mimpi yang terlalu indah untuk
jadi kenyataan, dan Aku merasa memang seperti inilah kenyataannya, bahwa ini bukanlah cerita
seperti didalam novel picisan.

"Hoi! bengong aja!" Suara itu mengagetkanku dari lamunan, yang ternyata adalah Pak Syam
dengan senyum ramahnya seperti biasa. "lom pulang?" tanya dia karena melihatku berdiri di
depan theater yang sudah tutup sambil tertegun.

"Eh, Pak, belum pak, ini baru mau jalan" Jawabku dengan membalas senyumnya.

"Ya udah, buruan sana, dan malem, istirahat, besok pagi ada event kan?" Kata-katanya
mengingatkanku bahwa memang benar besok akan ada event bersama fans dari pagi.

"Oh iya, yaudah Pak, pulang duluan ya" jawabku sambil berjalan menuju keluar

"Semoga sukses ya!" tegasnya dengan suara lantang

"Eh?" Aku menegok kebelakang, namun Pak Syam sudah tidak ada disana, dengan perasaan
sedikit bingung Aku menuju tempat parkir dan meninggalkan mall tersebut dengan motorku.

Dalam perjalanan pulang pikiranku penuh dengan event besok, namun langsung buyar ketika
melihat mobil Ve yang terparkir di depan kontrakanku dan Ve berdiri disana sambil menatap bulan
yang kebetulan sedang penuh-penuhnya bersinar di atas.

"Hi" Sapanya dengan suara lembut, suara itu membangkitkan semua kenanganku bersamanya
selama ini, namun Aku tetap merasa harus sadar diri.

"Ada apa?" tanyaku padanya dengan penasaran sambil mendorong motor mendekatinya dan dia
kembali memandang bulan diatas

"Sudah kuputuskan" dia berkata singkat dan sama sekali Aku tidak mengerti apa maksudnya

"Hm?" gumamku sambil ikut menatap bulan

14
Dan tiba-tiba saja sesuatu yang hangat menyentuh lembut pipiku, dan sepintas baru parfum
bercampur aroma shampo yang sudah sangat akrab bagiku tercium, membuatku sedikit kaget dan
bertanya apa itu

"Apaan tuh?" Aku bertanya padanya sambil memegangi pipiku yang masih tersisa perasaan hangat
tadi

Ve tersenyum simpul, lalu dia berkata dengan suara yang lain dari pada biasanya dan sama sekali
belum pernah kudengar selama ini, suara yang sangat hangat dan penuh perasaan mengalir dari
mulutnya

"Mau nunggu Aku ga?" tanyanya tanpa keraguan, sambil kembali menatap bulan dan Aku yang
tidak mengerti apa maksudnya hanya bisa terdiam terpaku disana sambil menatap Ve berharap
dia mau terang-terangan padaku

"Meskipun seluruh dunia benci padaku, selama ada 1 orang aja yang sayang sama Aku, hidup ini
akan sangat berarti untuk dijalanin"

Setelah berkata demikian, tiba-tiba saja Ve memandangku dengan matanya yang teduh lalu
berkata

"Berusahalah demi diriku, jangan menyerah demi diriku, jangan takut demi diriku dan Aku akan
melakukan hal yang sama demi dirimu..."

"...dan buktikan bahwa hidup ini memang berharga untuk kita jalani berdua!"

Kata-kata Ve langsung menembus kedalam hatiku yang paling dalam dan sadar bahwa memang
dialah alasan selama ini yang kucari untuk bisa maju kedepan, bahwa memang hidup ini lebih
menyenangkan jika dijalani bersama orang yang kita sayangi dan kesendirian hanyalah alasan yang
kita buat-buat sendiri untuk menghindari kenyataan bahwa kita tidak mau berusaha serta tidak
mau melepas belenggu yang melekat pada diri kita.

"Aku pasti menunggu! berusaha! sampai kapanpun! selamanya!" jawabku dengan tegas dan serius
serta mata yang mantap kedalam mata Ve. Aku akan berjuang demi Ve, demi orang yang
kusayangi dan demi alasan yang selama ini kucari.

Ve tersenyum dihadapanku dengan mata berkaca-kaca, "janji?" dia bertanya

"Janji!" tegasku

"Kalo gitu, coba kamu merem dulu" pintanya dengan lembut

"Eh?" walaupun ragu, aku memenuhi permintaannya

Pelukan hangat itu melingkari tubuhku yang masih kedinginan akibat perjalanan dengan motor
tadi, dadanya yang lembut terasa menempel ditubuhku, aroma tubuhnya yang menyelimuti diriku
membuat khayalanku melayang dan dengan yakin bahwa berikutnya pasti bibir lembutnya akan
menyentuh bibirku. Namun sentuhan bibir basah yang kubayangkan itu tidak pernah datang
sehingga aku membuka mataku dan dia tiba-tiba saja dia menyentil hidungku.
15
"Aw!" kataku sambil menggosok hidung

"Bodohnya haha" sambil meledekku dia kembali berkata,


"ngarep ya?"

"Pelit!" kataku sambil menjulurkan lidah dengan kesal dan


merasa tolol untuk kedua kalinya

"Aku tuh tau kamu suka ngelamunin yang ngga-ngga, apa lagi
kamu juga udah pernah liat apa yang ada dibalik baju ini, jadi
udah cukup dong sering ngelamunin Aku" goda Ve dengan suara
nakal

Mati kutu.

"Oh iya, yang semangat ya dapetin restu dari Papa dan Mamaku kedepannya, Aku tunggu sampe
kamu bisa ngeyakinin mereka dan itu ga gampang loh" Kata Ve sambil berjalan meninggalkanku
menuju kontrakan

"e? EEEEEEE?!?!?!"

-TAMAT-
(P.A.310113)

Catatan:
Kisah ini hanyalah fiksi semata, jika ada kesamaan nama, tempat, orang, dan lain sebagainya itu
adalah hal yang memang disengaja. Dan ada beberapa bagian dalam cerita ini yang hanya cocok
dikonsumsi oleh pembaca remaja dewasa dengan pikiran terbuka. Tidak ada hewan yang terluka
pada saat pembuatan cerita ini, dan semua adegan berbahaya disini dilakukan oleh ahli
profesional.
Salam dan Terima Kasih.

16

You might also like