Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
3-1
Menurut Indonesianto, 2008 ; dasar pemilihan dari peralatan mekanis
adalah sebagai berikut :
1. Adanya jaminan keselamatan kerja (safety),Maksudnya adalah jaminan
keselamatan kerja dari alat, yaitu apakah alat PTM (Pemindahan Tanah
Mekanis) tersebut membahayakan operatornya atau tidak.
2. Ongkos gali dan muat seminimum mungkin suatu
perusahaan pembongkaran/pemindahan tanah mekanis yang akan memilih
peralatan PTM apa yang akan dicapai, terlebih dahulu harus menghitung
secara teoritis tentang : Produksinya (out put) atau kapasitas alatnya, Biaya
pemilikan (cost of owning), Biaya operasi (cost of operating).
3. Singkronisasi dengan alat PTM lain (utamanya keserasian kerja antara alat
muat dan alat angkut).
3.2 Alat Gali Muat
Alat gali muat (excavator) merupakan jenis alat yang memiliki fungsi
mengali dan memberai tanah sekaligus memindahakan material kedalam alat
lainya. Power shovel, backhoe, dragline dan clamshell merupakan jenis-jenis alat
dalam kategori ini.
Alat gali ini mempunyai bagian-bagan utama, antara lain:
a. Bagian atas yang dapat berputar (revolving unit)
b. Bagian bawah untuk berpindah tempat (travelling unit)
c. Bagian-bagian tambahan (attachment) yang dapat diganti sesuai pekerjaan
yang akan dilaksanakan.(Wigroho, 1992)
3.3 Alat Angkut
Alat angkut adalah alat yang digunakan untuk memindahkan material hasil
penambangan ke tempat penimbunan atau pengolahan. Pengangkutan batuan,
endapan bijih, waste, dan lain-lain merupakan suatu hal yang sangat
mempengaruhi operasi penambangan. Untung rugi suatu perusahaan tambang
terletak juga pada lancar tidaknya pengangkutan yang tersedia. Untuk
pengankutan jarak dekat (kurang dari 5 km) dapat dipakai truck dan power scraper.
3-2
Pada kegiatan pengangkutan jarak sedang (5 – 20 km) dapat dipakai truk
berukuran besar, dan belt conveyor. Sedangkan untuk jarak jauh (> 20 km)
dipergunakan kereta api atau pipa. (Prodjosumarto,1989)
3.4 Produktivitas Alat Gali Muat dan Alat Angkut
3.4.1 Alat Gali Muat
Dalam perhitungan produksi per siklus alat gali muat dapat menggunakan
persamaan dibawah ini:
q = q1 × K
Keterangan :
q = Produksi per siklus (m3)
q1 = Kapasitas Munjung Bucket (m3)
K = Bucket Fill Factor
Keterangan :
Q = Produktivitas alat gali muat (m3/jam)
q = Produksi per siklus (m3)
E = Efisiensi Kerja
CT = Cycle Time (detik)
3-3
3.4.2 Alat Angkut
Produktivitas dasri truck dipengaruhi oleh waktu siklusnya. Waktu siklus
dump truck terdiri dari waktu pemuatan, waktu pengangkutan, waktu
pembongkaran muatan, waktu perjalanan kembali.
Untuk perhitungan produksi per siklus alat gali muat dapat menggunakan
persamaan dibawah ini:
q = n × q1 × K
Keterangan :
q = Produksi per siklus (m3)
q1 = Kapasitas Munjung Bucket (m3)
K = Bucket Fill Factor
n = Jumlah pengisian bak oleh bucket /Passing
3600
Q= × q × SF × E
CT
Keterangan :
Q = Produktivitas alat gali muat (m3/jam)
q = Produksi per siklus (m3)
E = Efisiensi Kerja
CT = Cycle Time (detik)
3-4
3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Alat
Untuk memperkirakan dengan lebih teliti produksi alat muat dan alat angkut
yang digunakan untuk pemuatan dan pengangkutan material, maka perlu
diperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi alat-alat
tersebut, antara lain:
3.5.1 Waktu edar (Cyle Time)
a. Waktu Edar Alat Gali Muat
Waktu edar alat gali-muat terdiri dari empat bagian, yaitu: waktu mengisi
bucket (digging time), waktu ayunan bermuatan (swing loaded), waktu membuang
isi bucket (dumping time), waktu ayunan kosong (empty swing).
Persamaan Cycle Time alat angkut adalah:
Keterangan :
Ctm = Waktu edar (detik)
DgT = waktu penggalian ( Excavating time) (detik)
SLT = Waktu ayun bermuatan (Swing time Loaded ) (detik)
Dpt = Waktu penumpahan material (Dumping Time) (detik)
SET = Waktu ayun kosong (Swing time empty) (detik)
Sedangkan pada beberapa jenis alat telah ditentukan besar Cycle Time
standar yang dilihat dari beberapa parameter. Cycle Time standar alat gali muat
untuk merk Komatsu dapat dilihat pada tabel 3.1.
3-5
Tabel 3.1.
Cycle Time Standar untuk Backhoe Merk Komatsu Edisi 30
Keterangan :
LT = Waktu pemuatan material (detik)
HLT = Waktu pergi bermuatan (detik)
SDT = Waktu manuver sebelum menumpah (detik)
DT = Waktu menumpah material (detik)
RT = Waktu kembali tanpa muatan (detik)
SLT = Waktu manuver sebelum pemuatan (detik)
3-6
3.5.2 Pola Pemuatan
Secara umum klasifikasi pola pemuatan dibagi menjadi tiga kelompok
besar, yaitu :
a. Berdasarkan dari jumlah penempatan posisi truk untuk dimuati terhadap
posisi backhoe.
b. Berdasarkan dari posisi truk untuk dimuati hasil galian backhoe.
c. Berdasarkan cara manuvernya.
Dilihat dari jumlah penempatan posisi truck untuk dimuati terhadap posisi
back hoe (biasa disebut pola gali muat), maka ada 2 pola yaitu :
a. Single Back up, truck memposisikan untuk dimuati pada satu tempat.
b. Double Back Up, truck memposisikan diri untuk dimuati pada dua tempat.
c. Triple Back Up, truck memposisikan diri untuk dimuati pada tiga tempat.
Berdasarkan dari posisi truck untuk dimuati hasil galian backhoe (pola galian
muat), maka terdapat 2 pola, yaitu :
a. Bottom Loading, dimana posisi backhoe dan truk pada satu level (sama-sama
diatas jenjang)
b. Top Loading, dimana posisi backhoe diatas jenjang dan truk berada dibawah
jenjang.
Berdasarkan cara manuvernya, pola muat dapat dibedakan menjadi :
a. Frontal Cut, dimana backhoe berhadapan dengan muka jenjang atau front
penggalian. Pada pola ini alat mulai memuat pertama kali pada truk sebelah
kiri sampai penuh, kemudian dilanjutkan pemuatan pada truk sebelah kanan.
Sudut putar backhoe antara 10°– 110°
b. Parallel Cut With Drive By, backhoe bergerak melintang dan sejajar dengan
front penggalian. Pola diterapkan jika lokasi pemuatan memiliki 2 (dua) akses
dan berdekatan dengan lokasi penimbunan (Indonesianto, 2008 : III.37-38)
3-7
3.5.3 Bucker Fill Factor
Karakteristik ukuran material memiliki peranan penting dalam menentukan
proses pemuatan. Produksi dari alat muat sangat dipengaruhi oleh material yang
dimuatnya. Disini dikenal istilah faktor pengisian bucket yaitu perbandingan antara
volume material nyata yang dimuat bucket dengan kapasitas munjung bucket.
Faktor pengisian mangkuk alat muat (F) dapat dinyatakan sebagai
perbandingan volume nyata (Vn) denan volume munjung teoritis (Vt), seperti yang
dinyatakan dalam persamaan.
Vn
F= × 100%
Vt
Keterangan :
F = Faktor pengisian mangkuk (%)
Vn = Volum nyata atau kapasitas nyata mangkuk (m3)
Vt = Volume munjung teoritis bucket (m3)
Sedangkan berdasarkan teoritis bucket fill factor dapat diperoleh dengan
mengacu pada parameter kondisi penggalian, yang terlihat pada table 3.2 berikut.:
Gamber 3.1
Bucket fill factor
3-8
Tabel 3.2
Bucket Fill Factor Standar untuk Berbagai Tipe Material
Bucket Fill
Condition Excavating Conditions
Factor
Easy Excavating natural ground of clayey soil, clay, or soft soil 1.1 – 1.2
Average Excavating natural ground of soil such as sandy soil and 1.0 – 1.1
Rather Excavating natural ground of sandy soil with gravel 0.8 – 0.9
Difficult Loading Blasted Rock 0.7 – 0.8
Sumber: Komatsu Handbook
Tabel 3.3
Representative swell for deffrent classes of earthl
3-9
Sumber: indonesianto, 2008
Sedangkan Percent Swell adalah perbandingan antara densitas dari
material sesudah digali (loose) dan material sebelum digali (insitu) yang
dinyatakan dalam persen
Densitas insitu − Densitas loose
%Swell = × 100%
Densitas insitu
Densitas loose(ton/m3 )
SF = × 100%
Densitas Insitu (ton/m3 )
𝐶𝑇
E= × 100%
𝐶𝑇 + 𝑊𝑇
Keterangan :
E = Efisiensi Kerja(%)
𝐶𝑇 = Cyle time (detik)
𝑊𝑇 = Waktu Tunda (detik)
Keterangan :
MF = Faktor Keserasian (Match Factor)
𝑁𝑎 = Jumlah alat angkut
𝑁𝑚 = Jumlah Alat gali muat
𝐶𝑡𝑚 = Waktu edar alat angkut (detik)
𝐶𝑡𝑎 = Lama pemuatan ke alat angkut, yang bersarnya adalah jumlah pemuatan
3-11
dikali dengan waktu edar alat gali-muat (menit)
Tugas Kelompok Kuliah Peledakan Raju Septian (H1C111042)
1. Jelaskan tujuan dari pekerjaan Pemboran dan Peledakan
Rock drilling, in the field of blasting, is the first operation carried out and its
urpose is to Open holes, with the adequate geometry and distribution within
the rock masses, where the explosive charges will be placed along with
their initiating devices.
Paraprasing=Drilling and blasting of rocks handbook “Manual de perforacion y
voladura de rocas O 1987 Instituto Geologico y Minero de Espaila
CARLOS LOPEZ JIMENO Project Director for EPM, SA EMLIO LOPEZ JIMENO FRANCISCO
JAVIER AYALA CARCEDO Project Director for ITGE
3-13
hardness 2. Rock texture and density 3. Rock fracture pattern 4. General structure of the
formation/rock mass These parameters do not account for the drilling equipment
characteristics. Each of the listed properties affecting drillability is considered separately.
An experienced driller can tell how a rock will drill. The important thing to know is how
fast it will drill. Considering these four properties, rock drillability may be classified into
five conditions: fast, fast average, average, slow average, and slow. Various properties can
be determined as follows.
a. Rock Hardness
Kekerasan batuan diterka melalui nilai scala most. Setiap nomer menunjukan nilai
kekerasan dari mineralnya semakin tinggi nilai angakanya semakin keras mineral
tersebut (corondum degan nilai 9 dapat mengores feldspar yang bernilai 6).
Badan batuan biasanya mengadung lebih dari 1 jenis mineral
Sumber:Engineering rock mass classification Bhawani Singh – R.k. Goel 304 pdf (chapter
22)
5. Berdasarkan perlengkapan alat pemboran rotary percusive,
6. Jelaskan yang dimaksud dengan integral Drill Steels dan Extension
Drill Steels!
7. Jelaskan yang dimaksud dengan Rock Drillability!
8. Sebutkan faktor-faktor yang memepengaruhi Rock Blastability!
9. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi bahan peledakan menurut
R.L.Ash dan J.J.Manori!
10. Jelaskan yang dimaksud dengan deonator, sumbu api, dan sumbu
ledak!
11. Jelaskan perbedaan Igniter Cord dan Timming!
12. Sebutkan dan jelaskan beberapa sifat bahan peledak dalam
hubungannya dengan penggunaannya!
13. Jelaskan tujuan dari penyalaan awal dari suatu metode peledakan!
14. Jelaskan tiga cara penempatan primer untuk melakukan kontak
pertama pada proses penyalaan awal!
15. Sebutkan dan jelaskan macam penyalaan awal dengan sumbu
ledak!
16. Jelaskan penyalaan awal Nonel!
17. JElaskan yang dimaksud dengan Hot Wire Fuse Luster pada cara
dan alat pengapian sumbu api(ignition)!
18. Jelaskan yang dimaksud dengan Lead Spitter Fuse pada cara dan
alat pengapian sumbu api (ignition)!–Diiginkan lemparan hasil
peledakan ke arah seperti ditujukan oleh panah, buatlah urutan
waktu tunda peledakannya!
3-14
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
1
LANDASAN TEORI
3-15
2.1 Kegiatan Pemboran
Kegiatan peledakan tambang tidak lepas dari yang namanya kegiatan pemboran,
kegiatan peledakan juga harus ditopang oleh kegiatan pemboran. Kegiatan pemboran
yang dilakukan dalam kegiatan peledakan berguna untuk membuat lubang di dalam
massa batuan yang berguna untuk pengisian bahan peledak. Dalam kegiatan
pertambangan sendiri, kegiatan pemboran termasuk kedalam kegiatan awal yang
terdapat pada suatu kegiatan operasi penambangan. Pemboran biasanya dilakukan untuk
penelitian studi geoteknik, kegiatan eksplorasi, dan kegiatan peledakan.
Kegiatan pemboran memiliki jenis – jenis yang berbeda tergantung dari segi
pengaplikasian serta kebutuhannya. Adapun berdasarkan tingkat pengaplikasiannya,
kegiatan pemboran terdiri dari mekanik, termal, hidrolik, sonic, kimiawi, elektrik, seismik
dan nuklir. Dari sekian banyak jenis sistem pemboran yang ada, sistem peledakkan
mekanislah yang banyak digunakan dalam kegiatan pemboran untuk peledakan yang
mana sistem peledakan mekanis dapat dibilang lebih ekonomis dibandingkan jenis yang
lainnya.
Peralatan pemboran di permukaan dan dibawah tanah memiliki perbedaan jenis,
yang mana alat pemboran yang digunakan di permukaan dikelompokkan menjadi tiga
jenis, yaitu :
1. Top Hammer Drilling
Hydraulic Self
Contained Drill
Pneumatic Drill dengan Portable Air Compressor
2. DTH Drilling
Pneumatic Operated Carrier dengan Portable Air Compressor
Gydraulically Operated Self Contained Carrier
3. Rotarry Drilling
Pemboran untuk Rotary Crushing
Pemboran untuk Rotary Cutting
3-16
Sumber: blackscrit05.blogspot.com
Foto 2.1
Kegiatan Pemboran Pada Tambang Bawah Tanah
Sumber: alektodril.co.id
Foto 2.2
Kegiatan Pemboran Pada Tambang Terbuka
3-17
Bor tumbuk atau dalam bahasa asing biasa disebt percussion drill, cable tool, atau
spundder ring merupakan suatu alat bor yang cara pengoperasiannya adakah dengan cara
mengangkat dan menjatuhkan mesin bor yang berat secara berulang kali ke dalam lubang
bor yang mana karena adanya proses tumbukkan tersebut mata bor akan menghancurkan
batuan menjadi kepingan yang lebih kecil atau akan melepaskan butiran – butiran batuan
yang ada pada suatu lapisan batuan. Butiran batuan yang lepas karena proses tumbukkan
yang terdapat di dalam lubang bor tersebut akan tercampur dengan air yang berasal dari
batang bor sehingga membentuk slurry, yang mana slurry akan diangkat menggunakan
sand pump apabila kelajuan pemboran sudah sangat lambat.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan laju pemboran
(penetrasi) yang terjadi di dalam kegiatan pemboran tumbuk diantaranya adalah :
Kekerasan lapisan batuan
Diameter kedalam lubang bor
Jenis mata bor
Kecepatan dan jarak tumbuk
Beban pada alat bor
Sumber: theg2.blogspot.co.id
Gambar 2.1
Cable Tool Drilling Rig
3-18
Sumber: tambangunp.blogspot.co.id
Gambar 2.2
(a) Top Hammer, (b) Down The Hole Hammer, (c) Rotary Drill
Sumber: tambangunp.blogspot.co.id
3-19
Foto 2.3
Rotary Drill
2.3 Kompresor
Kompresor merupakan suatu alat mekanik yang dapat membantu kegiatan
pemboran yang memiliki fungsi untuk meningkatkan tekanan fluida mampu mampat,
yakni gas atau udara. Umumnya kompresor diaplikasikan untuk menyediakan udara
dengan tekanan tinggi serta membantu reaksi kimia dengan cara meningkatkan sistem
tekanan.
Terdapat tiga jenis kompresor berdasarkan cara kompresor memampatkan
udara, yaitu :
Resipricating Compressor
Rotary Compressor
Screw Compressor
Screw compressor adalah alat yang umumnya dipakai pada pemboran lubang
tembak karena alat tersebut merupakan alat yang paling efektif untuk digunakan dalam
pemboran lubang ledak.
a. Perhitungan Tenaga Kompresor (HP)
Kompresor berdasarkan cara penekanan dibedakan menjadi dua, yaitu :
Isotermic : suatu proses penekanan pada temperatur konstan (lebih
menghemat tenaga, ini lebih baik)
Adiabatic : suatu proses penekanan pada kalor tetap
Contohnya :
Isothermic:
Adiabatic :
𝑛
𝑛 𝑃2
Hp = 𝑛−1
x 0,0643 V ( 𝑃1 𝑛−1 − 1)
Dimana :
V = Volume yang ditekan, Vu ftm
P1 = Tekanan absolut semula (sebelum ditekan)
P2 = Tekanan absolut sesudah ditekan
3-20
n = gram molekul udara ~ 1,406
Keterangan :
Tekanan absolut = tekanan dari luar + tekanan yang diukur (gangge pressure)
Tekanan avsolut = 11 atm
b. Pengaruh Perbedaan Evaluasi Terhadap Tenaga Kompresor
Dimana :
PA = Tekanan avsilut pada elevasi rendah, psi
PB = Tekanan avsolut pada elevasi lebih tinggi, psi
h = Perbedaan tinggi, H
Foto 2.4
Kompressor Mesin Bor
3-21
BAB III
TUGAS DAN PEMBAHASAN
3.1 Tugas
1 Terdapat suatu udara bebas sebesar 100 cuft, dimana setiap menitnya harus
diberi tekanan dari 1 atm sebesar 200 psi (1 atm = 14,7 psi). berapa HP kompresor
yang dibutuhkan secara isothermal dan adiabatic ?
2 Ada 10 buah Jack Hammer, dengan ukuran torak ᶲ = 5” , digerakkan dengan udara
bertekanan 90 psi dan dipakai pada elevasi 8000 ft di atas permukaan air laut,
kompresor terletak pada ketinggian yang sama, berapa udara bebas yang
diperlukan ?
3 Sebuah kompresor diletakkan pada elevasi 6000 ft, sedangkan Jack Hammer yang
dipakai diletakkan pada ketinggian 4000 ft. Tekanan udara yang dihasilkan dari
Jack Hammer 70 psi, dengan ukuran torak ᶲ = 35/8”. Berapa tekanan udara pada
kompresor ?
4 Carilah technical data service dan material data service produk – produk dari P.T.
Dahana, P.T. DNX, dan P.T. MNK (minimal 4 produk) !
3.2 Pembahasan
1 Dik : v = 80 + 14 = 94 cuft
P1 = 1atm = 14,7 psi
P2 = 200 psi + 14 psi = 134 psi
N = 1,406 (gram molekul udara)
Dit : Berapa HP kompresor secara isothermal dan adiabatic ?
Jawab:
Isothermal
P2
HP = 0,1479 x V x log (P1)
134
= 0,1479 x 94 x log ( )
14,7
= 17,22 HP
Adiabtic
n-1
n P2 n
HP = x 0,0643 x V x [( ) 8
-1]
n-1 P1
3-22
1,406 - 1
1,406 134
= 1,406-1
x 0,0643 x 94 x [( 14,7 ) 1,406 -1]
= 18,69 HP
2 Dik : P2 = 94 psi
Diameter torak (ᶲ) = 5”
Elevasi = 4372ft
Elevasi kompresor = elevasi jack hammer
Gambar 3.1
Soal 2
Adiabtik
n-1
n P2 n
HP = n-1 x 0,0643 x V x [( P1 ) -1]
1,406 - 1
1,406 94
= x 0,0643 x 1814,14 x [( ) 1,406 -1]
1,406-1 14,7
= 286,32 HP
3-23
3 Dik : Elevasi kompresor 3472 ft
Elevasi Jack Hammer 3672 ft
PB Jack Hammer = 94 psi
PB Jack Hammer Abs = 94 + 12,82 = 106,81 psi
Gambar 3.2
Soal 3
3-26
BAB IV
ANALISA
Dari praktikum mengenai alat bor dan kompresor dapat dianalisakan bahwa
penggunaan kompresor merupakan suatu hal yang penting untuk menunjang aktivitas
pengeboran dan peledakan yang mana kompresor akan mengalirkan fluida ke alat
mekanis seperti halnya alat pemboran ( jack hammer ). Dalam penggunaannya,
kompresor akan menghasilkan suatu tenaga dalam satuan Hourse Power (HP) yang mana
tenaga tersebut dapat berguna untuk menunjang aktifitas pengeboran.
Kompresor dan alat bor merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam
kegiatan pertambangan dimana bila tidak ada kompresor, alat bor tidak akan bisa berjalan
dengan maksimal. Berdasarkan proses kompresi atau penekanan gas, kompresor
dibedakan menjadi dua, yang pertama adalah isotermal, dimana gas atau udara
mengalami proses penekanan dalam temperatur konstan. Adiabatic, dimana dalam
proses ini silinder disekat sehingga panas yang terjadi akibat adanya kompresi
mengakibatkan udara tertahan dengan udara tersebut, sehingga temperatur udara
tersebut akan naik dengan sendirinya. Kedua tipe kompresor ini membutuhkan tenaga
atau daya kerja yang berbeda, berdasarkan perhitungan yang dilakukan didapatkan pada
kompresor isotermic dibutuhkan HP sebesar 17,22 HP sedangkan pada kompresor
adiabatic dibutuhkan HP sebesar 18,69 HP. Pada kompresi adiabatik membutuhkan daya
kerja yang lebih besar dibandingkan dengan isotermal hal tersebut dikarenakan tekanan
yang dihasilkan oleh kompresi adiabatik lebih besar dibandingkan dengan tekanan yang
dihasilkan oleh kompresi isotermal sehingga kompresi adiabatik lebih banyak
membutuhkan daya kerja dibandingkan dengan kompresi isotermal.
Dalam pengaplikasiannya tekanan yang dihasilkan kompresor terhadap alat bor
tidak selalu sama, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar tekanan yang
dihasilkan dari suatu kompresor, salah satunya adalah perbedaan elevasi. Pada
kompresor yang berada pada elevasi lebih rendah dari alat bor akan menghasilkan
tekanan yang lebih tinggi sedangkan kompresor yang berada pada elevasi lebih tinggi akan
menghasilkan tekanan yang lebih rendah karena semakin rendah elevasinya maka
tekanan atmosfir di lingkungan tersebut akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya.
13
3-27
BAB V
KESIMPULAN
3-28
19.
3-29
Gambar 4.1
Peta Rencana Peledakan Mingguan (Weekly Blast Plan)
Gambar 4.2
Peta Lokasi Area Peledakan
3-30
Gambar 4.3
Surveyor Melakukan Stake Out dan Pemasangan Patok
b. Persiapan Lokasi (Prepare Lokasi)
Suatu lokasi pemboran harus dipastikan dalam kondisi bersih dan rata
karena akan berpengaruh pada hasil pemboran itu sendiri. Oleh karena itu, suatu
lokasi yang akan dilakukan kegiatan pemboran harus dipersiapkan salah satunya
dengan cara pembersihan lokasi. Dimana kegiatan ini bertujuan untuk
mempersiapkan lokasi yang akan dilakukan kegiatan pemboran dengan meratakan
dan membersihkan permukaan lahan dari material bebatuan atau lumpur. Pada
gambar 4.4 terlihat dozer sedang mempersiapkan lokasi sambil mendapat arahan
dari foreman drilling untuk tahap persiapan lokasi ini.
3-31
Gambar 4.4
Dozer mempersiapkan Lokasi
c. Pembuatan Tanggul
Selain meratakan dan membersihkan permukaan lahan dari bebatuan atau
dari lumpur, juga dilakukan kegiatan pembuatan tanggul. Tinggi tanggul sesuai
Standard Operating Procedure PT. Adaro Indonesia adalah 3/4 dari tinggi ban unit
terbesar yang melewati lokasi tersebut. Hal ini bertujuan agar menghindari unit
tersebut memasuki area pemboran. Pada gambar 4.5 terlihat foreman drilling
sedang mengarahkan operator wheel dozer untuk pembuatan tanggul ini.
3-32
Gambar 4.5
Wheel Dozer (WD) membuat Tanggul
3-33
Gambar 4.6
Pemasangan Barikade (Safety Line)
Gambar 4.7
Barikade (Safety Line)
3-34
Gambar 4.8
Papan Sign Drill
e. Pemasangan Titik Acuan Bor
Pemasangan titik acuan bor merupakan pemasangan titik-titik di lokasi
drilling berdasarkan geometri pemboran. Keberadaan titik acuan bor ini bertujuan
untuk mempermudah operator mesin bor mengetahui titik-titik mana saja yang akan
dibor. PT BUMA jobsite PT Adaro Indonesia menggunakan pola pemboran
staggered pattern (selang-seling), yaitu antara lubang bor dibuat zig-zag yang
berasal dari pola bujursangkar maupun persegi panjang (gambar 4.9). Pola
pemboran staggered pattern digunakan karena secara teoritis energi yang
dihasilkan akan maksimal, sehingga fragmentasi batuan hasil peledakannya akan
lebih seragam dan cenderung baik dibandingkan dengan pola pemboran sejajar
(square pattern).
3-35
S S
B c B
c
b b
a a
Gambar 4.9
Pola Pemboran Lubang Ledak
Keterangan :
1) S : Spasi
2) B : Burden
3) a : Lubang ledak
4) b : Area pengaruh peledakan
5) c : Area yang tidak kena pengaruh peledakan
Adapun alat yang digunakan dalam pemasangan titik acuan bor ini adalah
meteran, bisa dilihat pada gambar 4.10, serta perlengkapannya adalah pita dan
pulpen. Dalam pemasangan titik acuan bor di lapangan berdasarkan pola staggered
pattern, pertama-tama helper dibantu foreman drilling menarik tali meteran
sepanjang mungkin. Lalu menaruh tali meteran tersebut di permukaan tanah sesuai
dengan baris geometri yang paling tepi atau paling pinggir. Setelah itu, 1 (satu)
orang mengeplot titik-titik sesuai nilai yang ada pada tali meteran berdasarkan
dengan nilai spasi geometri yaitu 9 meter. Titik-titik tadi diplot dengan kelipatan 9
meter, sampai baris geometri yang paling tepi tadi selesai (gambar 4.11).
3-36
Gambar 4.10
Meteran
Gambar 4.11
Proses Pengeplotan Titik Acuan Bor
Setelah pengeplotan baris geometri yang paling tepi tadi selesai, dilakukan
pengeplotan titik acuan bor baris kedua. Dikarenakan pola pemborannya
menggunakan metode staggered pattern (selang-seling), maka untuk
mempermudah pekerjaan pengeplotan dan memaksimalkan akurasi hasil plot PT
3-37
Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) jobsite PT Adaro Indonesia menggunakan
metode segitiga. Cara pengerjaannya yaitu helper dibantu foreman drilling yang
berjumlah 3 (tiga) orang membentang meteran sepanjang ukuran yang sudah
ditetapkan sesuai prinsip phytagoras (gambar 4.12).
A C
Gambar 4.12
Metode Segitiga
Cara memasang titik acuannya, 1 (satu) orang berada pada titik A, 1 (satu)
orang lagi berada pada titik B dan 1 (satu) orang berada pada titik C, masing-
masing memegang tali meteran dengan ukuran atau nilai yang telah ditentukan.
Lalu 1 (satu) orang yang berada pada titik B mengeplot titik acuan bor di permukaan
tanah menggunakan pita (gambar 4.13). Cara ini dilakukan sampai pengeplotan titik
acuan bor selesai sesuai dengan geometri yang telah ditentukan.
3-38
Gambar 4.13
Pengeplotan Titik Acuan Bor Menggunakan Metode Segitiga
f. Pemboran Lubang Ledak
Setelah tahapan-tahapan diatas terlaksana dengan baik, maka area tersebut
siap untuk dilakukan pemboran lubang ledak. Alat bor yang dipakai untuk
pemboran lubang ledak pada PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) jobsite
PT Adaro Indonesia ini adalah merk Atlas Copco dengan tipe DM45 (gambar 4.14).
Gambar 4.14
Alat Bor Atlas Copco Tipe DM45
3-39
Sebelum melakukan pemboran, alat bor terlebih dahulu diposisikan pada
titik acuan bor yang telah diplot. Setelah itu, operator alat bor menurunkan 3 buah
jack atau tiang tempat bertumpunya alat bor. Jack ini selain berfungsi sebagai
tumpuan, juga berfungsi sebagai pengatur nivo, yaitu tanda apakah alat bor telah
berada pada posisi yang rata (horizontal) atau tidak. Nivo ini berada di kabin
operator alat bor, jadi pada saat menurunkan ketiga jack satu persatu, operator harus
memastikan posisi air di dalam nivo sudah berada tepat ditengah (gambar 4.15).
Gambar 4.15
Posisi Nivo
Setelah memastikan posisi nivo sesuai, operator lalu menaikkan mast atau
tiang batang bor hingga posisi vertikal, karena pada saat mobilisasi mast berada
pada posisi horizontal. Setelah posisi mast vertikal, maka operator siap membor
lubang ledak.
Ketika batang bor sudah naik atau pemboran telah selesai, operator lalu
menaikkan ketiga jack dan travel ke posisi titik acuan bor selanjutnya. Apabila
posisi titik acuan bor selanjutnya relatif berbahaya atau tidak aman untuk posisi
mast yang vertikal, maka sebelum menaikkan jack operator harus melipat mast
3-40
terlebih dahulu ke posisi horizontal untuk mengurangi resiko tiang bor rebah atau
batang bor yang lepas.
g. Proses Sounding Lubang Ledak
Setelah proses pemboran semua lubang selesai, dilanjutkan dengan proses
sounding lubang. Proses ini bertujuan untuk mengetahui kedalaman aktual lubang
ledak. Pada gambar 4.16 terlihat helper sedang melaukukan proses sounding
dengan peralatan tali meteran, pita dan pulpen. Setelah kedalaman lubang diukur
menggunakan tali meteran, lalu pita ditulis sesuai dengan kedalaman yang didapat.
Pita tersebut dipotong dan ditaruh dekat permukaan lubang yang di sounding tadi.
Gambar 4.16
Proses Sounding Lubang Ledak
Ada beberapa perlakuan khusus jika lubang ledak diketahui basah dan
diketahui runtuh atau sering biasa disebut collapse. Jika lubang ledak diketahui
basah, maka di dekat permukaan lubang ditaruh pita panjang yang menandakan
bahwa lubang tersebut dalam keadaan basah, bisa dilihat pada gambar 4.17. Hal ini
dilakukan agar proses charging bahan peledak nanti menggunakan linner.
3-41
Gambar 4.17
Lubang Ledak Basah
Lalu jika lubang ledak diketahui telah runtuh atau collapse, maka
perlakuannya adalah menutup lubang permukaan tersebut dengan pita yang
diposisikan menyilang (X), dapat dilihat pada gambar 4.18. Apabila terdapat lubang
yang collapse, maka tindaklanjutnya adalah membor ulang (redrill) lubang tembak
di posisi yang tidak jauh dari lubang yang collapse.
3-42
Gambar 4.18
Lubang Ledak Collapse
3-43
tersebut. Pada PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) Jobsite PT. Adaro
Indonesia sendiri menerapkan metode double deck apabila panjang kolom isian
lubang ledaknya lebih dari sama dengan 5 meter, sedangkan jika panjang kolom
isian bahan peledaknya kurang dari 5 meter, maka digunakan metode single deck.
Gambar 4.19
Diagram Alir Pengisian Lubang Ledak Metode Double Deck
Rangkaian kegiatan peledakan di PT Bukit Makmur Mandiri Utama
(BUMA) Jobsite PT. Adaro Indonesia antara lain :
a. Pemasangan Papan Area Blasting (Sign Blast)
Pemasangan papan area blasting (sign blast) menandakan bahwa di area
tersebut akan dilakukan rangkaian proses peledakan. Hal ini bertujuan agar kegiatan
pengisian lubang ledak hingga proses tie up berjalan dengan lancar dan aman.
Pemasangan papan area blasting (sign blast) bisa dilihat pada gambar 4.20.
3-44
Gambar 4.20
Papan Sign Blast
b. Penempatan Detonator In-hole Delay (IHD) dan Dinamit (Booster) di Dekat
Permukaan Lubang
Setelah pemasangan papan area blasting (sign blast) telah terpasang, maka
crew dari perusahaan supplier bahan peledak memasuki area blasting. Setelah itu
para crew menempatkan detonator In-hole Delay (IHD) dan dinamit (booster) di
dekat permukaan lubang pada setiap lubang di area blasting tersebut.
Untuk lubang ledak yang menggunakan metode double deck, maka pada
lubang tersebut disebar detonator In-hole Delay (IHD) dan dinamit (booster)
masing-masing sebanyak 2 (dua) buah (gambar 4.21). Sedangkan untuk lubang
ledak yang menggunakan metode single deck, pada lubang tersebut disebar
detonator In-hole Delay (IHD) dan dinamit (booster) masing-masing sebanyak 1
(satu) buah (gambar 4.22).
3-45
Gambar 4.21
Detonator In-Hole Delay (IHD) dan Dinamit (Booster) untuk Double Deck
Gambar 4.22
Detonator In-Hole Delay (IHD) dan Dinamit (Booster) untuk Single Deck
c. Pembuatan Primer (Priming)
Setelah detonator In-hole Delay (IHD) dan dinamit (booster) ditempatkan,
maka proses selanjutnya adalah pembuatan primer (priming). Primer berfungsi
3-46
sebagai peledak serta memberikan energi kuat untuk menginisiasi bahan peledak
utama di sepanjang kolom lubang ledak. Primer dirangkai sebelum dilakukan
pengisian emulsion ke dalam lubang ledak. Pembuatan primer (priming) dilakukan
dengan cara memasukkan detonator In-hole Delay (IHD) ke dalam dinamit
(booster). Pada gambar 4.23 terlihat crew dari supplier bahan peledak sedang
melakukan pembuatan primer (priming) yang dilakukan pada masing-masing
lubang ledak.
Gambar 4.23
Proses Priming
d. Pengisian Lubang Ledak (Charging)
Setelah proses priming selesai, maka proses selanjutnya adalah pengisian
lubang ledak (charging). Crew memasukkan primer ke dalam lubang ledak (gambar
4.24), lalu memasukkan bahan peledak berupa emulsion ke dalam lubang ledak
yang berisi primer tadi (gambar 4.25).
3-47
Gambar 4.24
Proses Memasukkan Primer
Gambar 4.25
Proses Memasukkan Emulsion (Charging)
Jika kondisi lubang ledak basah atau berair, maka proses memasukkan
primer dan emulsion ke dalam lubang ledak menggunakan plastik linner (gambar
4.26).
3-48
Gambar 4.26
Proses Charging Jika Lubang Ledak Basah/Berair
Setelah proses charging selesai, maka para crew akan menunggu beberapa
saat untuk bahan peledak (emulsion) mengembangkan densitasnya (gassing). Pada
gambar 4.27 terlihat crew dari supplier bahan peledak melakukan pengukuran
densitas dengan menggunakan gelas ukuran besar, timbangan dan stopwatch. PT
Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) Jobsite PT. Adaro Indonesia sendiri
memiliki target densitas bahan peledak yaitu berkisar antara 1,13 gr/cc sampai 1,18
gr/cc dalam kisaran waktu maksimal 30 menit setelah emulsion mulai ditimbang.
3-49
Gambar 4.27
Proses Pengukuran Densitas Bahan Peledak
e. Penutupan Lubang Ledak (Stemming)
Setelah lubang ledak selesai di-charging dan bahan peledak telah
mengalami gassing, maka proses selanjutnya adalah stemming. Stemming ini selain
berfungsi sebagai penutup lubang ledak, juga berfungsi sebagai penyumbat energi
ledak naik kepermukaan agar energi ledak yang dihasilkan terdistribusi sempurna
ke bagian dinding lubang ledak. Pada gambar 4.28 crew dari supplier bahan peledak
sedang melakukan stemming dengan menggunakan material cutting bor dan
menggunakan alat cangkul. Setelah proses stemming deck pertama selesai,
selanjutnya dilakukan charging untuk deck kedua dan stemming untuk deck kedua.
3-50
Gambar 4.28
Proses Penutupan Lubang Ledak (Stemming)
f. Perangkaian (Tie Up)
Setelah proses stemming selesai, selanjutnya akan dilakukan proses
perangkaian (Tie Up). PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) Jobsite PT.
Adaro Indonesia menerapkan metode peledakan nonel, yaitu menggunakan
detonator non-electric. Pola peledakan yang diterapkan adalah pola peledakan
perlubang (hole by hole) dengan rangkaian Box Cut. Hal ini dikarenakan pola
peledakan perlubang (hole by hole) dapat mengurangi getaran (vibration) yang
dihasilkan ketika proses peledakan. Pada gambar 4.29 terlihat crew dari supplier
bahan peledak sedang melakukan perangkaian (tie up).
3-51
Gambar 4.29
Proses Perangkaian (Tie Up)
g. Peledakan (Blasting)
Setelah proses tie up selesai dilaksanakan, selanjutnya menyambungkan
rangkaian tadi dengan sumbu Lead In Line (LIL) yang nantinya akan dihubungkan
dengan Blasting Machine (BM) yang digunakan oleh Shoot Fire untuk memberikan
inisiasi pertama agar rangkaian dapat meledak. Setelah sumbu Lead In Line (LIL)
disambungkan ke rangkaian, Shoot Fire menarik sumbu Lead In Line (LIL) ke jarak
lokasi aman untuk manusia, yaitu radius 500 m dari lokasi peledakan. Setelah itu,
sumbu Lead In Line (LIL) disambungkan ke Blasting Machine dan selanjutnya akan
dilakukan peledakan.
PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) Jobsite PT. Adaro Indonesia
menggunakan perlengkapan peledakan yaitu dinamit (booster) (gambar 4.30), In
Hole Delay (IHD) 400 ms (gambar 4.31) pada deck pertama, In Hole Delay (IHD)
500 ms (gambar 4.32) pada deck kedua, Trunk Line Delay (TLD) 25 ms (gambar
4.33) untuk sayap delay, Trunk Line Delay (TLD) 109 ms (gambar 4.34) untuk
control delay, Lead In Line (LIL) (gambar 4.35) untuk menghubungkan rangkaian
3-52
peledakan ke Blasting Machine (BM) serta plastik linner (gambar 4.36) untuk
membungkus primer dan emulsion jika kondisi lubang ledak dalam keadaan basah.
Gambar 4.30
Dinamit (Booster)
Gambar 4.31
In Hole Delay (IHD) 400 ms
3-53
Gambar 4.32
In Hole Delay (IHD) 500 ms
Gambar 4.33
Trunk Line Delay (TLD) 25 ms
3-54
Gambar 4.34
Trunk Line Delay (TLD) 109 ms
Gambar 4.35
Lead In Line (LIL)
3-55
Gambar 4.36
Plastik Linner
Selain perlengkapan tersebut diatas, PT Bukit Makmur Mandiri Utama
(BUMA) Jobsite PT. Adaro Indonesia menggunakan peralatan peledakan yaitu
Blasting Machine (BM) (gambar 4.37), Mobile Mixing Unit (gambar 4.38) dan Stick
(4.39).
Gambar 4.37
Blasting Machine (BM)
3-56
Gambar 4.38
Mobile Mixing Unit (MMU)
Gambar 4.39
Stick
Prosedur peledakan pada yang dilakukan pada PT Bukit Makmur Mandiri
Utama (BUMA) Jobsite PT. Adaro Indonesia mengacu pada MIHA.SOP.0538.R03
- Pelaksanaan peledakan PT. Adaro Indonesia adalah sebagai berikut :
1) Sebelum pelaksanaan peledakan, Koordinator Peledakan memastikan alat ukur
(blasmate) dampak peledakan sudah terpasang pada jarak yang ditentukan
3-57
sesuai rencana.
2) Koordinator Blocker memastikan posisi shelter berjarak 300 m dari titik lubang
ledak terluar di belakang atau di samping arah peledakan dengan pintu shelter
membelakangi areal peledakan.
3) Koordinator Blocker memastikan posisi manusia berjarak radius 500 m dari
lubang ledak terluar.
4) Koordinator Blocker memastikan posisi semua petugas blocker sesuai dengan
peta peledakan.
5) Juru Ledak memastikan rangkaian peledakan sudah siap.
6) Setelah Koordinator Blocker menyatakan semua petugas blocker aman dan
Juru Ledak menyatakan rangkaian peledakan siap, Koordinator Peledakan
menginformasikan kesiapan pelaksanaan peledakan kepada Pengawas
Tambang atau yang ditunjuk PT. Adaro Indonesia, kemudian
menginstruksikan kepada Juru Ledak untuk melakukan penyambungan
initiation point.
7) Setelah melakukan penyambungan initiation point dan posisi Juru Ledak
berada di dalam shelter serta crew peledakan sudah di posisi radius aman
manusia, Juru Ledak menginformasikan ke coordinator peledakan bahwa
peledakan siap untuk dilaksanakan.
8) Pelaksanaan peledakan yang sudah siap harus mendapat persetujuan tertulis
dari Pengawas Tambang atau yang ditunjuk PT. Adaro Indonesia di lokasi
peledakan, sebelum ada penandatanganan lembar persetujuan dilarang
melaksanakan peledakan.
9) Koordinator Peledakan memastikan ulang sistem pengamanan lokasi kepada
Koordinator Blocker dan kesiapan Juru Ledak.
10) Untuk melakukan peledakan, didahului peringatan terakhir dengan
membunyikan sirine sebanyak 3x (tiga kali) selama 20 detik.
3-58
11) Koordinator Peledakan melakukan penghitungan mundur dimulai dari angka 5
kemudian diakhiri kata “TEMBAK” dengan radio komunikasi.
12) Melakukan Peledakan
13) Juru Ledak memeriksa hasil peledakan minimal setelah 5 menit, apabila ada
misfire harus segera menginformasikan ke koordinator peledakan.
14) Jika ada beberapa lokasi peledakan terjadi permasalahan / misfire dan lokasi
lainnya dinyatakan aman oleh Juru Ledak, maka lokasi yang dinyatakan aman
oleh Juru Ledak bisa dibuka pemblokirannya dengan persetujuan dari
Pengawasan Tambang atau yang ditunjuk PT. Adaro Indonesia.
15) Juru Ledak memastikan kondisi lokasi pasca peledakan sudah aman dan
menginformasikan ke Koordinator Peledakan. Kemudian Koordinator
Peledakan menginformasikan ke pengawas tambang atau yang ditunjuk dan
pos checker PT. Adaro Indonesia serta Koordinator Blocker kemudian
membunyikan 1 kali sirine panjang selama 20 detik untuk tanda bahwa
peledakan sudah berakhir dan pekerjaan bisa dimulai kembali.
h. Evaluasi Pasca Peledakan
Pasca peledakan dilakukan pengecekan terhadap lokasi peledakan
apakah terjadi misfire atau tidak. Setelah peledakan (5-10 menit) sampai debu dan
asap menghilang dari lokasi peledakan, juru ledak meninjau lokasi peledakan. Jika
kondisi lokasi pasca peledakan sudah aman, maka juru ledak menginformasikan
kepada koordinator peledakan bahwa lokasi pasca peledakan dinyatakan aman.
Gambar 4.40
Pengukuran Diameter Lubang Ledak
2. Mengukur Ketinggian Isian Bahan Peledak Sebelum dan Sesudah Gassing pada
Deck 1 dan Deck 2
Pelaksanaan pengukuran ketinggian isian bahan peledak sebelum dan
sesudah gassing dilakukan secara random sampling sekitar 30% dari jumlah lubang
ledak yang tersedia. Peralatan yang digunakan adalah tali meteran untuk mengukur
ketinggian isian bahan peledak dan alat tulis untuk mencatat setiap data yang
diambil. Pada gambar 4.41 terlihat densitas bahan peledak yang sedang diukur
sebelum dan sesudah gassing, sedangkan pada gambar 4.42 terlihat proses
pengukuran ketinggian isian bahan peledak menggunakan tali meteran.
3-60
Gambar 4.41
Pengukuran Densitas Bahan Peledak Sebelum dan Sesudah Gassing
Gambar 4.42
Proses Pengukuran Ketinggian Isian Bahan Peledak
3-61
3-62