You are on page 1of 20

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PEMULIHAN FUNGSI

KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN


ANESTESI SPINAL DI RUANG BEDAH
RSD BALUNG JEMBER

Roifatul Hasanah*, Sasmiyanto**, Luh Titi Handayani***


* Alumni Fikes Universitas Muhammadiyah Jember (ivachumzd@yahoo.co.id).
**Dosen Fikes Universitas Muhammadiyah Jember (sasmiyanto@yahoo.co.id).
***Dosen Fikes Universitas Muhammadiyah Jember (handayani.elteha7@gmail.com).

Abstract
Early mobilization is an effort to maintain independence as early as possible by guiding
the patient with a way to maintain body functions. This study uses Quasy Experiment
With Design With Posttest Only Control Group aims to identify the effect of early
mobilization effect on bladder function recovery post-surgical spinal anesthesia. The
study population was all patients after surgery with spinal anesthesia in the Operating
Theatre Balung General Hospital with a sample size of 36 respondents were divided into
18 treatment groups of at least 6 hours of part-time and 18 part-time controls at least 8
hours. Quota Sampling technique using sampling. Intervention process using a protocol
of early mobilization intervention 6 hours of part- time and part-time 8 hours. The results
of the study by Chi - Square test ( α = 0.05 ) showed a significant effect between the
demographic characteristics of the recovery of bladder function both treatment and
control groups. The results of the study on bladder function recovery in the treatment
group at least 6 hours part time 14 people said fast recovery, while the control group of
part- time 8 hours 4 people said fast recovery. Effect of early mobilization of the
recovery of bladder function by Chi - Square P value of 0.03 is obtained. The conclusion
of this study that there are significant differences between treatment groups half-time of 6
hours and a control group that is part-time 8 hour recovery of bladder function.
Recommendation of this study that early mobilization actions performed 6 hours post-
surgery , can be optimally applied to health services, especially post- surgery
medical-surgical nursing .
Keywords : early mobilization , recovery of bladder function , post- surgical spinal
anesthesia.
Refferences : 43 (2000-2013)
PENDAHULUAN
Pembedahan berarti bahwa penderita pembedahan, dengan laporan kejadiannya
dihilangkan kesadarannya, dilukai, dan antara 50% -70%. Kemudian Olsfaruger
dibuka. Proses pembedahan diperlukan (1999) mengatakan bahwa anestesi spinal
upaya untuk menghilangkan nyeri, lebih signifikan menyebabkan retensi urin
keadaan itu disebut anestesi. Obat dan dibandingkan dengan anestesi umum, 44
teknik anestesi pada umumnya dapat % dari pasien pasca pembedahan dengan
mengganggu fungsi nafas, peredaran darah anestesi spinal memiliki volume kandung
dan sistem saraf. Analgesik narkotik dan kemih lebih 500 ml (retensi urin) dan 54%
anestesi dapat memperlambat laju filtrasi tidak memiliki gejala distensi kandung
glomerolus dan mengurangi haluaran urin. kemih (Lamonerie, 2004).
Obat farmakologi ini juga merusak impuls
sensorik dan motorik yang berjalan Retensi urin adalah akumulasi urin yang
diantara kandung kemih, medulla spinalis, nyata dalam kandung kemih akibat
dan otak (Syamsuhidayat, 2005). ketidakmampuan pengosongan kandung
kemih, sehingga timbul perasaan tegang,
Klien yang pulih dari anestesi dan tidak nyaman, nyeri tekan pada simpisis,
analgetik yang dalam sering kali tidak gelisah, dan terjadi diaphoresis
mampu merasakan bahwa kandung (berkeringat). Tanda-tanda utama retensi
kemihnya penuh dan tidak mampu urin akut adalah tidak adanya haluaran
memulai atau menghambat berkemih. urin selama beberapa jam dan terdapat
Anestesi spinalis terutama menimbulkan distensi kandung kemih. Klien yang berada
risiko retensi urin, akibat anestesi ini klien di bawah pengaruh anestesi atau analgetik
tidak mampu merasakan adanya kebutuhan mungkin hanya merasakan adanya
untuk berkemih dan kemungkinan otot tekanan, tetapi klien yang sadar akan
kandung kemih dan otot spingter juga merasakan nyeri hebat karena distensi
tidak mampu merespon terhadap keinginan kandung kemih melampaui kapasitas
berkemih. Normalnya dalam waktu 6 – 8 normalnya. Pada retensi urin, kandung
jam setelah anestesi spinal, pasien akan kemih dapat menahan 2000 – 3000 ml
mendapatkan kontrol fungsi berkemih urin. Retensi urin dapat terjadi akibat
secara volunter, tergantung pada jenis obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan
pembedahan (Perry & Potter, 2006). stimulasi saraf sensorik dan motorik
kandung kemih, efek samping obat dan
Hasil penelitian Warner (2009) ansietas (Perry & Potter, 2006).
mengatakan bahwa retensi urin umum
terjadi setelah anestesi spinal dan
Akibat lanjut retensi urin, buli-buli akan sepertiga dari seluruh infeksi yang didapat
mengembang melebihi kapasitas maksimal dari rumah sakit adalah infeksi saluran
sehingga tekanan di dalam lumennya dan kemih, sebagian besar infeksi ini
tegangan dari dindingnya akan meningkat. disebabkan oleh beberapa prosedur infasif
Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, pada saluran kemih berupa kateterisasi.
tekanan yang meningkat di dalam lumen
akan menghambat aliran urin dari ginjal Beberapa tindakan pencegahan retensi urin
dan ureter sehingga terjadi hidroureter dan pasca anestesi spinal adalah membatasi
hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal asupan cairan, mobilisasi dini, kompres
ginjal. Retensi urin juga menjadi penyebab hangat di supra pubik, dan penggunaan
terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) dan obat anestesi spinal “short-acting”.
bila ini terjadi dapat menimbulkan gawat (Ganulu, Dulger, Zafer, 1999). Mobilisasi
yang serius seperti pielonefritis dan merupakan tindakan mandiri bagi seorang
urosepsis (Gardjito, 2009). Menurut perawat dalam melakukan asuhan
penelitian Levinsky dan Alexander dalam keperawatan pada pasien pasca bedah.
Tamboyang (2000), menunjukkan 43% Banyak keuntungan yang dapat diraih dari
dari 2200 kasus gagal ginjal akut latihan dini pasca bedah, diantaranya
berhubungan dengan trauma tindakan peningkatan kecepatan kedalaman
bedah, 26% dengan berbagai kondisi pernafasan, peningkatan sirkulasi,
medik, 13% pada kehamilan, dan 9% peningkatan berkemih dan metabolisme
disebabkan nefrotoxin. (Taylor, 1997).

Pemasangan keteter merupakan solusi Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar


yang paling sering dilakukan untuk manusia yang diperlukan oleh individu
mengosongkan kandung kemih pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
yang mengalami retensi. Pemasangan berupa pergerakan sendi, sikap, gaya
kateter pada anestesi spinal dianjurkan jika berjalan, latihan maupun kemampuan
operasi berlangsung lama yaitu operasi aktivitas (Perry & Potter, 2006).
yang dilakukan lebih dari 120 menit Mobilisasi dini menurut Carpenito (2000)
(Widman, 2008). Reeves (2001) adalah suatu upaya mempertahankan
menegaskan bahwa kateterisasi kemandirian sedini mungkin dengan cara
perkemihan adalah penyebab utama infeksi membimbing penderita untuk
saluran kemih. Akibat pemasangan kateter mempertahankan fungsi fisiologis.
kejadian bakteri urin makin meningkat,
baik pada pemakaian kateter pertama kali, Kebanyakan dari pasien masih mempunyai
maupun pemakaian kateter berulang kekhawatiran kalau tubuh digerakkan pada
secara bermakna, walaupun pemakaiannya posisi tertentu pasca pembedahan akan
dengan cara yang aseptik. Menurut mempengaruhi luka operasi yang masih
Brunner dan Suddart (2000), lebih dari belum sembuh yang baru saja selesai
dikerjakan. Padahal tidak sepenuhnya
masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan pasien. Menggerakkan badan atau melatih
justru hampir semua jenis operasi kembali otot-otot dan sendi pasca operasi
membutuhkan mobilisasi atau pergerakan di sisi lain akan memperbugar pikiran dan
badan sedini mungkin asalkan rasa nyeri mengurangi dampak negatif dari beban
dapat ditahan dan keseimbangan tubuh psikologis yang tentu saja berpengaruh
tidak lagi menjadi gangguan. Pergerakan baik juga terhadap pemulihan fisik
pada masa pemulihan akan mempercepat (Kusmawan, 2008).
pencapaian level kondisi seperti pra
pembedahan. Ini tentu akan mengurangi Keberhasilan mobilisasi dini dalam
waktu rawat di rumah sakit, menekan mempercepat pemulihan pasca
pembiayaan serta juga dapat mengurangi pembedahan telah dibuktikan oleh Wiyono
stress psikis. Pada saat awal pergerakan (2006) dalam penelitiannya terhadap
fisik bisa dilakukan diatas tempat tidur pemulihan peristaltik usus pada pasien
dengan menggerakkan tangan dan kaki pasca pembedahan. Dimana hasil
yang bisa ditekuk atau diluruskan, penelitiannya mengatakan bahwa
mengkontraksikan otot-otot dalam mobilisasi diperlukan bagi pasien pasca
keadaan statis maupun dinamis termasuk pembedahan untuk membantu
juga menggerakkan badan lainnya, miring mempercepat pemulihan usus dan
ke kiri atau ke kanan (Kusmawan, 2008). mempercepat penyembuhan pasien.
Selanjutnya Suetta, Magnusson, dan Kjaer
Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut (2007) juga berpendapat dalam
Garrison (2004) antara lain: penelitiannya dikemukakan bahwa latihan
mempertahankan fungsi tubuh, peningkatan kekuatan otot merupakan
memperlancar perdaran darah, membantu metode yang efektif untuk mengembalikan
pernafasan menjadi lebih baik, fungsi otot pada pasien pasca operasi.
mempertahankan tonus otot, Mobilisasi yang dilakukan 2 jam pertama
memperlancar eliminasi alvi dan urin, lebih efektif dilakukan dari pada 6 jam
mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasca pembedahan (Israfi, 2010).
pasien dapat kembali normal atau dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian, Dari hasil wawancara di RSD Balung
memberi kesempatan perawat dan pasien Jember yang telah dilakukan calon peneliti
untuk berinteraksi atau komunikasi. terhadap perawat kamar operasi
Pergerakan akan mencegah kekakuan otot mengatakan tidak semua pasien yang akan
dan sendi sehingga juga mengurangi nyeri, dilakukan suatu tindakan pembedahan
menjamin kelancaran peredaran darah, dengan anestesi spinal selalu terpasang
memperbaiki pengaturan metabolisme kateter. Pernyataan tersebut juga
tubuh, mengembalikan kerja fisiologis diperkuat oleh perawat ruangan ditemukan
organ-organ vital yang pada akhirnya terjadinya retensi urine karena anestesi
justru akan mempercepat penyembuhan spinal, jika terjadi retensi urin perawat
akan memberi perawatan seperti
melakukan kompres hangat pada area
supra pubik, mobilisasi dini ataupun
melakukan pemasangan kateter terhadap
pasien pasca pembedahan terutama pada
pasien pasca pembedahan anestesi spinal.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti


tertarik untuk mengadakan penelitian
mengenai pengaruh mobilisasi dini
terhadap pemulihan fungsi kandung kemih
pasca pembedahan dengan anestesi spinal
di ruang bedah RSD Balung Jember.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
Quasy Experiment dengan rancangan Post
test only with Control Group Design.
Populasi penelitian ini adalah pasien pasca
pembedahan anestesi spinal di Ruang
Bedah RSD Balung Jember, yaitu
berjumlah 36 responden. Teknik
pengambilan sampel menggunakan Quota
Sampling. Pengumpulan data
menggunakan lembar observasi checklist,
kode 1cepat dan kode 2 lambat. Hasil
observasi dikelompokkan pada skor yang
diperoleh. Kriteria cepat

dalam waktu ≤ 8 jam dan lambat dalam


waktu > 8 jam. Analis data menggunakan
uji beda chi-square secara komputerisasi
dengan ketentuan nilai signifikan α = 0,05.
Hal tersebut dapat disimpulkan bila ρ
value ditemukan < 0,05 maka H1 diterima
yaitu ada pengaruh mobilisasi dini
terhadap pemulihan fungsi kandung kemih
pasca pembedahan anestesi spinal.
Penelitian dilaksanakan di Ruang Bedah
RSD Balung Jember selama 1 bulan sejak
bulan Agustus 2013 sampai dengan
Februari 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Mobilisasi Dini Berdasarkan Usia di
Ruang Bedah RSD Balung Jember, Januari-Februari 2014
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Umur
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
21-40 tahun 9 50% 11 61,1%
41-60 tahun 6 33,3% 5 27,8%
61-80 tahun 1 5,6% 2 11,1%
80-100 tahun 2 11,1% 0 0%
Total 18 100% 18 100%
Berdasarkan tabel 5.1. dapat diketahui
bahwa karakteristik responden
berdasarkan usia, sebagian besar
responden berusia 21-40 tahun yaitu
sebanyak 9 orang (50%) sebagian besar
pada kelompok perlakuan, dan lebih dari
setengah responden yaitu sebanyak 11
orang (61,1%) dari kelompok kontrol juga
berusia 21-40 tahun.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Mobilisasi Dini Berdasarkan Jenis
Kelamin di Ruang Bedah RSD Balung Jember, Januari-Februari 2014
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Jenis Kelamin
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 12 66,7% 12 66,7%
Perempuan 6 33,3% 6 33,3%
Total 18 100% 18 100%
Berdasarkan tabel 5.2. dapat diketahui
bahwa karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar
responden adalah laki-laki sebanyak 12
orang (66,7%) pada kelompok perlakuan
maupun pada kelompok kontrol
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Mobilisasi Dini Berdasarkan
Pendidikan di Ruang Bedah RSD Balung Jember, Januari-Februari
2014
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Pendidikan
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
SD 6 33,3% 4 22,2%
SMP 4 22,2% 2 11,1%
SMA 6 33,3% 11 61,1%
PT 2 11,1% 1 5,6%
Total 18 100% 18 100%
Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui
bahwa karakteristik responden terbanyak
berdasarkan pendidikan pada kelompok
perlakuan yaitu pada pendidikan SD dan
SMA sebanyak 6 orang (33,3%),
sedangkan jumlah responden terbanyak
pada kelompok kontrol yaitu pada
pendidikan SMA sebanyak 11 orang
(61,1%).
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Mobilisasi Dini Berdasarkan
Pekerjaan di RuangBedah RSD Balung Jember, Januari-Februari 2014
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Pekerjaan
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
PNS 3 16,7% 1 5,6%
Wiraswasta 11 61,1% 14 77,8%
IRT 4 22,2 3 16,7%
Total 18 100% 18 100%
Berdasarkan tabel 5.5. diketahui bahwa
karakteristik responden terbanyak bekerja
sebagai wiraswasta sebnyak 11 orang
(61,1%) pada kelompok perlakuan dan
sebanyak 14 orang (77,8%) pada
kelompok kontrol
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Suku
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Mobilisasi Dini Berdasarkan Suku di
Ruang Bedah RSD Balung Jember, Januari-Februari 2014
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Suku
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Jawa 12 66,7% 11 61,1%
Madura 6 33,3% 7 38,9%
Total 18 100% 18 100%
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa
karakteristik responden lebih dari setengah
bersuku Jawa baik pada kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol yaitu
sebanyak 12 orang (66,7%) pada
kelompok intervensi dan sebanyak 11
orang (61,1%) pada kelompok kontrol.
Hasil Observasi Mobilisasi Dini Terhadap Pemulihan Fungsi Kandung Kemih Pada
Kelompok Perlakuan Dan Kelompok Kontrol
Tabel 5.6. Observasi Fungsi Kandung kemih dengan Mobilisasi Dini pada
Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Observasi
Hasil Waktu (jam) Hasil Waktu (jam)
Cepat 14 ≤8 4 ≤8
Lambat 4 >8 14 >8
Total 18 18

Berdasarkan tabel 5.6. dapat di ketahui


perbedaan dari hasil observasi pemulihan
kandung kemih pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol yaitu dengan hasil
sebanyak 14 dinyatakan pemulihan cepat
pada waktu ≤ 8 jam pada kelompok
perlakuan dengan paruh waktu post
pembedahan selama 6 jam, sedangkan
pada kelompok kontrol sebanyak 14
dinyatakan pemulihan lambat pada waktu
> 8 jam pada paruh waktu 8 jam post
pembedahan.
Untuk melihat perbedaan hasil observasi
pemulihan fungsi kandung kemih pada
kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol berdasarkan hasil uji bivariat
dengan Continuity Correction adalah 0,03
pada ketentuan nilai signifikan α = 0,05.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan ρ value
< 0,05 artinya terdapat perbedaan antara
kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol pada pemulihan fungsi kandung
kemih.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
bahwa terdapat perbedaan pengaruh
mobilisasi dini terhadap fungsi kndung
kemih pada hasil ukur pada kelompok
perlakuan paruh waktu 6 jam dengan
kelompok kontrol paruh 8 jam. Hasil ini
disesuaikan dari hasil Continuity
Correction pada bivariat uji Chi-square
secara konputerisasi adalah 0,03 pada
ketentuan nilai signifikan α = 0,05.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan ρ value
< 0,05 artinya terdapat perbedaan antara
kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol pada pemulihan fungsi kandung
kemih.
Menurut asumsi peneliti bahwa mobilisasi
dini mempengaruhi pada pemulihan fungsi
kandung kemih pasca pembedahan. Hal ini
dibuktikan dengan perbedaan nilai ukur
kriteria cepat lebih banyak pada kelompok
perlakuan paruh waktu 6 jam dengan
kelompok kontrol paruh waktu 8 jam.
Pengertian mobilisasi dini dimana proses
aktivitas yang dilakukan sedini mungkin
pada 6-8 jam dengan dimulai dari latihan
ringan di atas tempat tidur hingga bisa
turun dari tempat tidur dan berjalan.
Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Yuli
Setyowati (2012) bahwa karakteristik
yang mempengaruhi mobilisasi dini pada
ibu nifas post sectio caesarea dengan
tingkat pendidikan dan umur. Penelitian
selanjutnya adalah yang telah dilakukan
oleh Zetri Akhrita Dkk (2012)
menunjukkan adanya pengaruh mobilisasi
dini terhadap pemulihan kandung kemih
pasca pembedahan dengan anestesi spinal.
pada responden perlakuan dan bukan
perlakuan.
Hasil ini menunjukkan bahwa mobilisasi
dini lebih efektif diberikan sedini mungkin
pada paruh waktu minimal 6 jam pada
pasien pasca pembedahan agar dapat
mempertahankan fungsi sendi dan
kekuatan otot, mencegah deformitas,
menstimulasi sirkulasi dan meningkatkan
relaksasi.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada
pasien pasca pembedahan anestesi spinal
di Ruang Bedah RSD Balung Jember
diperoleh hasil penelitian observasi
mobilisasi dini terhadap pemulihan fungsi
kandung kemih pada kelompok perlakuan
lebil cepat dari pada kelompok kontrol
yang lambat. Mobilisasi dini dapat
mempengaruhi pada percepatan pemulihan
fungsi kandung kemih.
DAFTAR PUSTAKA Gambar proses pembentukan urine,
Akhrita Z. 2012. Efek mobilisasi dini (2008), www.geoogle.com
terhadap pemulihan kandung Diakses tanggal 11 Oktober 2013
kemih pasien dengan anestesi
spinal. www.repository.usu.ac.id Mansjoer, Arif. dkk. 200. Anestesi spinal
.Diakses pada tanggal 10 Oktober edisi III. Kapita Selekta
2013. Kedokteran: Jakarta.
Brunner & Suddarth, (2002).
Keperawatan Medikal Bedah Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan
(Edisi 8). vol. 2. Jakarta: EGC. Metodologi Penelitian Ilmu
Capicchiano D,. 2009. Prevalensi Keperawatan. Jakarta : Salemba
Penyakit Ginjal. Medika.
http://EzineArticles.com/?expert=Duncan
_Capicchiano. Diakses tanggal 11 Potter & Perry. 2006. Buku Ajar
oktober 2013. Fundamental Keperawatan (Edisi
Carpenito, LJ. (2000). Buku Saku 4). Jakarta : EGC. Salemba
Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. Medika.
Jakarta : EGC. Sjamsuhidayat., R dan Jong Wim de.,.
2011. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Carpenito, LJ. (2000). Rencana Asuhan Jakarta: EGC.
dan Dokumentasi Keperawatan.
Alih Bahasa Smeltzer dan Bare, 2002. Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Ester. Editor, Bahasa Indonesia : Yasmin
Asih. Jakarta : EGC. Syarif, Amir. Et al. 2007. Kokain dan
Anestetik Lokal Sintetik edisi 5.
Dobson, M (2004). Penuntun praktis Jakarta: Gaya Baru.
anestesi. Jakarta: EGC
Wahyu R. 2010. Anestesi Spinal dan Efek
Doegoes, Moorhouse, & Geissler 2000. sampingnya.
Rencana asuhan keperawatan http://www.amazine.co/18347/ap
edisi 3, EGC, Jakarta. akah-anestesi-aman-ketahui-efek-
Gambar ginjal, (2008), samping-anestesi. diakses tanggal
www.geoogle.com Diakses 11 Oktober 2013
tanggal 11 Oktober 2013

You might also like