You are on page 1of 29

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017

UNIVERSITAS HALU OLEO

SPONDILITIS ANKILOSING

Oleh :

Mutiara, S.Ked

K1A2 13 077

Pembimbing :

dr. Albertus Varera, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Spondilitis Ankilosing

Nama : Mutiara

Stambuk : K1A2 13 077

Bagian : Radiologi

Fakultas : Kedokteran

Menyetujui,

Pembimbing Penguji

dr. Albertus Varera, Sp. Rad dr. Albertus Varera, Sp. Rad

NIP. 19800229 200604 1 004 1004 NIP. 19800229 200604 1 004 1004

Mengetahui,

Kepala SMF/Bagian Radiologi

dr.Asirah Aris, Sp.Rad


NIP. 19611210 1989112011
Spondilitis Ankilosing

Mutiara , Albertus Varera

I. Pendahuluan
Spondilitis ankilosing adalah penyakit kronik inflamasi pada tulang
axial terutama sendi sakroiliaka.1Penyakit ini hampir selalu dimulai
dikedua dari kedua sendi sakroiliaka kemudian berlanjut ke dorsal
vertebra lumbal dan meluas ke dorsal dan regio servikal.2 Spondilitis
ankilosing merupakan kelompok dari Spondiloartropati Seronegatif yang
ditandai dengan beberapa gambaran seperti perubahan patologis yang
lebih sering bermula pada perlekatan ligamentum ke tulang daripada ke
sinovium, keterlibatan sendi sakroiliaka dengan atau tanpa atritis dalam
sendi perifer lainnya, tidak ditemukan RF(sehingga diberi nama
spondiloatropati “seronegatif”), dan berhubungan dengan HLA-B27.4

II. Insidens dan Epidemiologi


Berdasarkan hasil data studi kohort dengan menggunakan kriteria
klinik diagnosa New Yorkpada spondilitis ankilosing dari 769 pasien
ditemukan 556 laki-laki dengan usia rata-rata 48 tahun dan 213
perempuan dengan usia rata-rata 45 tahun. HLA-B27 positif pada 663
pasien.1 Spondilitis ankilosing lebih jarang terlihat pada orang-orang
Jepang dan orang Afrika-Amerika, tetapi lebih sering dijumpai pada suku
Indian Pima.3

III. Etiologi dan Phatofisiologi


Penyebab dari spondilitis ankilosing masih belum diketahui. Akan
tetapi, antigen HLA-B27 diperkirakan sebagai faktor predisposisinya.17
Individu yang mempunyai antigen ini memiliki kemungkinan menderita
penyakit spondilitis ankilosing 90 kali lebih besar(risiko relatif). Sampai
saat ini, mekanisme yang mendasari hubungan HLA-B27 dengan penyakit
ini belum dipahami. Dalam beberapa kasus, kaitan tersebut berasal dari
kenyataan bahwa gen yang terkait dengan penyakit yang sesuai tertera
dalam kompleks HLA.4
Spondilitis ankilosing menyerang pada tulang rawan dan
fibrokartilago sendi pada vertebra dan ligament-ligamen paravetrebra.
Apabila diskus intervertebralis juga terinvasi oleh jaringan vaskular dan
fibrosa maka akan timbul kalsifikasi sendi-sendi dan struktur artikular.
Kalsifikasi yang terjadi pada jaringan lunak akan menjembatani satu
tulang vertebra dengan tulang vertebra lainnya. Jaringan sinovial disekitar
sendi yang terserang akan meradang.3

IV. Anatomi dan Fisiologi


Vertebra harus menggerakan, dan meneruskan berat badan dan
melindungi medulla spinalis. Pada manusia yang berdiri tegak, segmen
lumbal akan lordosis dan kolumna bekerja seperti derek; otot
paravertebral adalah kabel-kabel yang mengimbangi setiap beban yang
dibawah ke depan. Kekuatan resultanta, yang melewati nucleus pulposus
dari diskus lumbal yang paling bawah, jauh lebih besar daripada kalau
kolumna dibebani langsung dipusatnya; bahkan pada saat istirahat,
kontraksi tonik otot posterior membuat badan menjadi seimbang, sehingga
vertebra lumbal selalu menanggung beban 5
Kolumna vertibralis atau rangkaian vertebra adalah sebuah struktur
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra. .Di
antara tiap dua ruas pada vertebra terdapat bantalan tulang rawan.Panjang
rangkaian vertebra pada orang dewasa mencapai 57 sampai 67 cm.
Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang –
tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2tulang.6
Gambar 1. Foto MRI potongan sagital vertebra.7
Setiap vertebra terdiri atas dua bagian, yang anterior disebut
corpus vertebra dan yang posterior disebut arkus neuralis yang
melingkari kanalis neuralis (foramen vertebra atau saluran sumsum
vertebra) yang dilalui sumsum tulangbelakang.6
Tiap segmen kolumna vertebralis meneruskan beban melalui
corpus vertebra bagian anterior dan sendi permukaan kearah posterior.
Diantara corpus vertebra yang berdekatan (dan diletakkan dengan sangat
erat) terletak diskus intervertebralis. Bantalan yang kompresibel ini serta
ligamentum dan otot disekelilingnya bertindak sebagai peredam kejutan;
kalau mereka mengalami degenerasi atau lemah, kemampuannya untuk
menyerap sebagian dari kekuatan berkurang dan tulang serta sendi
menderita akibatnya.5
Corpus vertebra berongga-rongga, tetapi permukaan atas dan
bawahnya memadat untuk membentuk lempeng ujung sklerotik. Pada
masa kanak-kanak lempeng terbungkus dengan tulang rawan, yang ikut
serta dalam pertumbuhan vertebra. Belakangan lingkaran perifer
mengalami osifikasi dan bergabung dengan tubuh vertebra, tetapi daerah
sentral tetap sebagai lapisan tipis tulang rawan yang melekat pada diskus
intervertebralis. Lempeng ujung epifisis dapat rusak oleh tekanan diskus
selama masa kanak-kanak, menghasilkan osifikasi yang tidak teratur dan
pertumbuhan vertebra yang abnormal.5
Diskus intervertebralis terdiri atas nucleus pulposus avaskular
yang berada ditengah berupa suatu gel hidrofil dari polisakarida-protein,
serabut kolagen, sel kondroid jarang dan air (88%) dan dikelilingi oleh
lapisan jaringan fibrosus yang konsentris, annulus fibrosus. Kalau keadaan
kimia fisika nucleus pulposus normal, diskus dapat menahan hampir
setiap beban yang ditahan oleh otot; kalau keadaannya abnormal,
peningkatan kekuatan yang kecil pun dapat menimbulkan tekanan yang
cukup untuk merobek annulus.5
Vertebra dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang
ditempatinya.

a. Tujuh vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher yang membentuk
daerah tengkuk.6

b. Dua belas vertebra torakalis atau ruas tulang punggung yang membentuk
bagian belakang torax atau dada.6

c. Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang yang membentuk


daerah lumbal atau pinggang.6

d. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang yang membentuk


sakrum atau tulang kelangkang.6

e. Empat vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging atau ekor yang
membentuk tulang ekor.6

Dilihat dari samping, vertebra dorsal cekung ke depan (kifosis);


daerah leher dan lumbal cenderung ke belakang (Lordosis). Pada fleksi ke
depan kurva lordosis menjadi lurus. Berbaring terlentang dengan kaki
lurus memiringkan tepi pelvis ke depan. Vertebra lumbal mengkompensasi
dengan meningkatkan lordosisnya. Jika panggul tak dapat di ekstensikan
sepenuhnya (deformitas fleksi tetap), peningkatan lordosis lumbal lebih
banyak lagi hingga tungkai terbaring rata dan deformitas fleksi
tersembunyi.5

a) Vertebra servikalis
Ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Kecuali yang
pertama dan kedua, yang membentuk terbentuk istimewa, maka
ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri sebagai
berikut :corpusnya kecil dan persegi panjang, lebih panjang
dari samping ke samping dari pada dari depan ke belakang.
Lengkungnya besar, prosesus spinosus atau taju duri di
ujungnya memecah dua atau bifida. Prosesus tranversusnya
atau taju sayat berlubang – lubang karena banyak foramina
untuk lewatnya arterivertebralis.6
Vertebra servikalis ketujuh adalah ruas yang pertama yang
mempunyai prosesus spinosus tidak terbelah.Prosesus ini
mempunyai tuberkel (benjolan) pada ujungnya.Membuat
gambaran yang jelas di tengkuk dan tampak pada bagian bawah
tengkuk. Karena ciri khususnya ini maka tulang ini disebut
vertebra prominens.6
Gambar 2. Anatomi radiologi vertebra thorakalis.8

b) Vertebra thorakalis
Ruas tulang punggung lebih besar dari pada yang servikal
dan sebelah bawah lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis
adalah sebagaiberikut:corpusnya berbentuk lebar – lonjong
(bentuk jantung) dengan faset atau lekukan kecil di setiap sisi
untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosesus
spinosus panjang dan mengarah ke bawah. Sedangkan
prosesus tranversus, yang membantu mendukung iga adalah
tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga.6
Gambar 3. Anatomi radiologi vertebra thorakalis.8

c) Vertebra lumbalis
Ruas tulang pinggang adalah yang terbesar.Corpusnya
sangat besar dibandingkan dengan corpus vertebra lainnya dan
berbentuk seperti ginjal.Prosesus spinosusnya lebar dan
berbentuk seperti ginjal.Prosesus spinosusnya lebar dan
berbentuk seperti kapak kecil.Prosesus transversusnya
panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dengan
sacrum pada sendi lumbo – sakral.6
Gambar 4. Anatomi radiologi vertebra lumbalis.8

d) Sakrum atau tulang kelangkang


Berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah
kolumna vertebralis, terjepit diantara ke dua tulang inominata
(tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis
(panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi
dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi
intervertebral yang khas. Tapi anterior dari
basissacrummembentuk promontorium sakralis. Kanalis
sakralis terletak di bawah kanalis vertebralis (saluran vertebra)
dan memang lanjutan dari padanya.Dinding kanalis sakralis
berlubang – lubang untuk dilalui saraf sakral.Prosesus
spinosus yang rudimeter dapat dilihat pada pandangan
posterior dan sacrum.Permukaan anterior sacrum adalah
cekung dan memperlihatkan empat gili – gili melintang, yang
menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis.
Pada ujung gili– gili ini, di setiap sisi terdapat lubang -
lubang kecil untuk dilewati urat – urat saraf. Lubang – lubang
ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan
tulang koksigeus. Di sisinya sacrum bersendi dengan illium
dan membentuk sendi sakro iliaka kanan dan kiri.6
e) Koksigeus atau tulang ekor
Terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimeter yang
bergabung menjadi satu.Di atasnya ia bersendi
dengansacrum.6
Lengkung kolumna vertebralis. Kalau dilihat dari samping maka
kolumna vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung
anteroposterior lengkung vertikal pada daerah leher melengkung ke
depan dan daerah pelvis melengkung ke belakang.6
Kedua lengkung yang menghadap posterior, yaitu yang torakal
dan pelvis, disebut primer karena keduanya mempertahankan lengkung
aslinya ke belakang dari vertebra, yaitu bentuk C sewaktu janin dengan
kepala membengkok ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul
dimiringkan ke atas ke arah depan badan.6
Poros pergerakan pada vertebra torakolumbal adalah nuklues
pulposus;disposisi sendi-sendi permukaan itu menentukan pergerakan
mana yang terjadi. Pada vertebra lumbal, sendi-sendi ini berada dalam
bidang anteroposterior, sehingga fleksi, ekstensi, dan gerak miring ke
samping bebas tetapi sebenarnya tidak ada rotasi. Pada vertebra torakal,
sendi-sendi permukaan menghadap ke belakang dan menyamping,
sehingga rotasi relatif bebas; fleksi, ekstensi, dan gerak miring
dimungkinkan tetapi nyata sekali dibatasi oleh rusuk. Sendi-sendi
kostovertebra terlihat dalam pernapasan dan keterbatasannya adalah
tanda awal dari spondilitis ankilosa.5
Kanalis spinalis berbentuk saluran berubah dari ovoid di bagian
atas vertebra sampai berbentuk segitiga pada bagian bawah. Variasi biasa
terjadi dan mencakup seluruh trefoil yang bentuknya terutama akibat
penebalan lamina ke posterior. Bentuk ini sebenarnya tak berbahaya,
tetapi perubahan bentuk lebih jauh pada saluran (misalnya oleh
penggelembungan diskus atau sendi-sendi permukaan yang hipertropik)
dapat menyebabkan kompresi terhadap isi vertebra ( stenosis spinal).5
Korda spinalis berakhir kira-kira pada L1 pada konus medularis,
tetapi akar saraf lumbosakral berlanjut dalam kanalis spinalis sebagai
kauda equine dan keluar pada tingkat yang tepat di bagian bawha.
Kantong dura berlanjut hingga S2 dan ketika suatu akar saraf
meninggalkan vertebra, akar saraf itu akan membawa lengan dura sampai
ke luar dari foramen intervertebralis. Lengan-lengan dura ini dapat
digambarkan dengan radiografi medium kontras.5
Foramen intervertebralis dan akar saraf. Setiap foramen
intervertebralis dibatasi di bagian anterior oleh diskus dan corpus
vertebra yang berdekatan, dibagian posterior oleh sendi permukaan dan
di bagian superior dan inferior oleh pedikel vertebra yang berdekatan.
Karena itu, foramen intervertebralis dapat dipersempit oleh suatu
penggelembungan diskus atau oleh osteofit sendi. Akar saraf segmental
keluar dari kanalis spinalis melalui foramen intervertbralis, tiap pasangan
dibawah ruas vertebra dari nomor yang sama (karena itu, akar lumbal
keempat keluar dari antara L4 dan L5). Pembuluh darah segmental ke
dan dari korda juga melalui foramen intervertebralis. Hambatan jalan
kecil ini, kadang-kadang dapat menekan akar saraf secara langsung atau
dapat menyebabkan iskemia akar saraf (terutama bila vertebra ditahan
dalam ekstensi).5
Persarafan vertebra dan isinya termasuk lengan dural dari akar
saraf sendiri dipersarafi oleh cabang-cabang kecil dari rami primer
anterior dan posterior dari akar saraf segmental. Karena itu lesi dari
struktur yang berbeda (misalnya ligamentum longitudinal posterior,
lengan dura atau sendi permukaan) dapat menyebabkan nyeri dengan
distribusi yang serupa. Nyeri di bagian bawah paha dan kaki (skiatika)
tidak selalu menandakan tekanan akar; bisa merupakan nyeri alih daro
sendi permukaan.5
Pasokan darah selain arteri vertebra, yang berjalan sepanjang
korda, arteri segmental dari aorta mengirimkan cabnag-cabang melalui
foramen intervertebralis pada tiap tingkat. Vena yang menyertai
mencurahkan darah ke system azigos dan vena kava inferior, dan
membentuk banyak anastomosis dengan pleksus ekstraudara yang
berjalan sepanjang kamalis spinalis (pleksus Batson).5

Gambar 4. Anatomi vertebra lumbalis.9

V. Diagnosis
A. Gambaran Klinik
Gambaran klinis umumnya berupa kekakuan vertebra pada sendi
sakroiliaka dan spinal dengan osifikasi disekelilingnya, disertai
kelaianan sistemik ringan, penurunan berat badan dan sedikit
peningkatan suhu tubuh. Awalnya, timbul nyeri pinggang bawah yang
tidak menghilang dengan istirahat dan bertambah nyeri pada gerakan.
Nyeri dirasakan setempat dengan pada sendi sakroiliaka, diikuti
spasme otot vertebra dan hilangnya lordosis lumbal normal. Penderita
juga dapat mengeluh nyeri pada insersi tendo Achilles di kalkaneus.
Dalam setahun atau lebih, penyakit ini biasanya sudah menyebar
sepanjang vertebra, menyebabkan kekakuan punggung dan kerusakan
kostovertebra sehingga timbul nyeri sewaktu penderita bernapas
dalam.10
Pemeriksaan fisik tidak menemukan adanya skoliosis,
berkurangnya kemampuan gerak yang simetris, nyeri difus, dan tes
mengangkat kaki dalam posisi lurus negatif. System saraf perifer
biasanya tidak mengalami perubahan. Dengan semakin beratnya
penyakit, maka lordosis normal lumbal menjadi hilang, fusi tulang
punggung dorsal menimbulkan kifosis, dan pengembangan toraks
yang terbatas. Pada tahap yang lanjut terdapat fusi vertebra yang dapat
menyebabkan kontraktur fleksi panggul, sehingga pasien harus
menfleksikan lututnya untuk mempertahankan posisi tubuh agar tetap
tegak.3
B. Gambaran Radiologi
Pencitraan pada spondilitis ankilosing telah dapat dinilai selama
beberapa dekade dengan radiolografi konvensional. Namun,
perkembangan computed tomography (CT), dan khususnya magnetic
resonance imaging (MRI) secara dramatis meningkatkan jumlah dan
ruang lingkup informasi yangdiperoleh dengan pencitraan.11
Perubahan awal berupa sakrolitis bilateral ( inflamasi pada sendi
SI. Tahapan sakrolitis adalah sebagai berikut12:
 Mulanya mempengaruhi bagian bawah dan sepertiga
tengah sendi SI dengan sisi iliaka lebih berpengaruh
daripada sakral.12
 Osteoporosis periartikular, erosi dan sklerosis
subkondral.12
 Erosi lebih lanjut mengarah ke pelebaran sendi.12
 Berkembang menjadi ankilosing tulang.12
1. Radiografi konvensional
Radiografi konvensional sangat baik untuk menunjukkan
struktur skeletal karena dapat menilai semua trauma dan susunan
tulang dengan sangat baik.3Proyeksi yang sering digunakan adalah
foto pelvis Anteroposterior , foto lumbal Anteroposterior dan
lateral, dan foto servikal.
Gambar foto X-Ray dinilai dengan menggunakan skor
BASRI (Bath Ankylosing Spondilitis Radiology Index). Skor
BASRI merupakan jumlah dari skor rata-rata pada sendi
sakroiliaka kiri dan kanan, veretbra lumbal , dan servikal. Sendi
sakroiliaka diklasifikasikan berdasarkan ketetapan kriteria New
York yang membagi sakroilitis menjadi lima tingkat yaitu1:
 0=tidak ada kelainan.1
 1=curiga ada kelainan 1
 2=kelainan minimal 1
 3=kelainan sedang 1
 4=kelainan berat.1

Vertebra lumbal digambarkan sepanjang batas bawah T12


sampai batas atas S1 , dan servikal digambarkan sepanjang batas
bawah C1 sampai batas atas C7. Vertebra lumbal dan servikal
dinilai secara terpisah dengan nilai 0-4 , yaitu1 :

 (0=tidak ada perubahan.1


 1=tidak ada perubahan yang nyata.1
 2=terdapat beberapa indikasi seperti erosi , sklerosis dengan
atau tidak adanya sindesmofit pada satu atau dua vertebra.1
 3= sindesmofit pada tiga atau lebih vertebra dengan atau
tanpa penggabungan dari dua vertebra1
 4=penggabungan dari tiga atau lebih vertebra.1
Gambar dibawah ini menujukkan posterior pada vertebra ,
erosi , sklerosis subkondral dan ankilosis mempengaruhi sendi
apofisial, sendi kostotransversal , sendi kostovertebra dan
ligamentum posterior . dan tahap akhir spondilitis ankilosing
adalah vertebra yang tergabung.12 sendi sakroiliaka tampak kabur
atau bahkan bersatu dan celah sendi menghilang.8 Pada fase akhir
dan dengan ekspresi maksimal penyakit spondilitis ankilosing ,
ligamentum paraspinalis mengalami osifikasi, memunculkan
gambar yang dikenal sebagai “bamboo spine”, ruang intervertebra
terhubung satu sama lain secara sempurna oleh jaringan osifikasi,
yang mengurangi fleksibilitas vertebra hingga nol. Trauma
deselerasi apapun bisa berdampak buruk dalam keadaan ini.13

Gambar 5.Proyeksi Anteroposterior, terlihat penyatuan vertebra


lumbal oleh sindesmofit vertikal halus yang menghasilkan
“bamboo spine” dan penyatuan bilateral sendi sakroiliaka.11
Gambar 6. Gambaran Lateral vertebra torakal menujukkan
sindesmofit pada T11-T12 celah intervertebral.14

Gambar dibawah ini menujukkan perubahan simetris sendi


sakroiliaka yang hampir tak dapat dihindari. Erosi sering lebih
buruk pada sisi iliaka, pelebaran sendi dan tepi yang kabur yang
menyerupai normal sendi pada remaja. Akhir dari erosi
memperlihatkan sklerosis yang luas, dan sendi menyempit sebagai
jembatan tulang baru yang ireguler pada celah sendi sehingga
terjadi penyatuan.15
Gambar 7. Sendi sakroiliaka nampak perkaburan dan tepi yang
sulit dinilai. Terdapat erosi subkondral dan sklerosis bilateral. 2

Gambar 8. (A) “Bamboo spine” pada vertebra cervikal dan (B)


foto vertebra lumbal terdapat penyatuan dari sendi sakroiliaka.16
Gambar 9. (A) Posisi obliq vertebra normal memperlihatkan sendi
apofisial normal, celah sendi regular, dan tepi artikular halus dan
jelas. (B) posisi obliq pada pasien dengan spondilitis ankilosing
menujukkan kehilangan yang nyata pada celah sendi apofisial yang
telah menjadi ankylosed. Aspek artikular semua menghilang.
Kalsifikasi ligamentum dan demineralisasi tulang – bamboo spine.2

2. CT-Scan
Ct scan dapat memperlihatkan kerusakan yang sama seperti pada
X-Ray (erosi, osteoporosis/sklerosis, dan perubahan
tulang/ankilosis). Ct-scan dapat menilai osteoporosis atau
osteosklerosis cukup baik tetapi perubahannya tidak sangat
spesifik. Susunan tulang baru dapat terlihat baik pada bentuk dari
sindesmofit , osifikasi ligamentum, periartikular , dan intra-
artikular ankilosis namun masih terbatas pada pemeriksaan Ct-
scan. Nilai utama dari Ct-scan pada spondilitis ankilosing adalah
untuk mendeteksi dan mendefinisikan secara jelas erosi tulang
pada sendi atau enthesis dan melihat fraktur.11

Gambar 10. Bilateral sakrolitis. Gambar CT pada sendi


sakroiliaka menunjukkan total ankilosis pada sendi sakroiliaka.14

Gambar 11.Unilateral sakrolitis. Gambaran CT pada sendi


sakroiliaka pelebaran celah sendi, erosi periartikular , perkabutan
pada kortikal garis putih dan sklerosis halus subkondral pada sendi
sakroiliaka kiri.14
3. MRI
MRI memiliki kemampuan mendeteksi perubahan inflamasi pada
tulang dan jaringan lunak, paling sensitif dalam mengenali
perubahan awal dari vertebra dan sendi sakroiliaka pada
spondilitis ankilosing. MRI menemukan indikasi kelainan aktif
pada sendi sakroiliaka (sakroilitis) termasuk edema pada juxta-
artikular sumsum tulang dan peninggian sumsum tulang dan celah
sendi setelah mengatur media kontras, sementara itu terlihat
perubahan kronik termasuk erosi tulang, sklerosis, akumulasi ,
jaringan lemak periartikular, osteofit tulang dan ankilosis. Lesi
khas pada tulang vertebra yang mengindikasikan kelainan aktif
antara lain spondilitis , spondilodiscitis , dan atritis pada bagian
permukaan, sendi kostovertebra dan sendi kostotransversal.
Perubahan struktur seperti erosi tulang, infiltrasi lemak pada
daerah sekitar , osteofit( syndesmophyte dan atau ankilosis sering
terjadi. Enthesitis juga sering dan dapat mempengaruhi ligament
intraspinal dan supraspinal serta ligament interosseous pada celah
retroartikular sendi sakroiliaka. Beberapa pasien memiliki keluhan
pada sendi perifer dan enthesis yang dapat terlihat pada MRI.11
Gambar 12. Pada urutan T2 menampilkan “squaring” vertebral
dengan penyatuan di penyempitan diskus interverbralis.
Penonjolan baik dari anterior dan posterior ligament longitudinal,
dimana berhubungan dengan ligamentum osifikasi. 15

Gambar 13. Sagital MRI pada vertebra lumbal menunjukkan erosi


pada sudut anterior corpus vertebra L5 dan respons inflamasi
vertebra yang berdekatan dengan pola edema sumsum tulang. Juga
terdapat erosi lempengan akhir di sekitar edema pada L1-L2 dan
L3-L4.15
Gambar 14. Gambaran MRI sendi sakroiliaka menujukkan adanya
erosi , akumulasi lemak subkondral, fluid signal intra artikular pada
sendi sakroiliaka. Akumulasi lemak dan sklerosis adalah tanda
kelainan kronik.15

C. Pemeriksaan Laboratorium dan PA


Tidak ada uji laboratorium spesifik untuk mendiagnosis spondilitis
ankilosing. Laju Endap Darah (LED) biasanya meningkat selama
penyakit berada dalam fase aktif. Faktor rheumatoid biasanya negatif.
Antigen HLA-B27 biasanya positif, tetapi ini tidak spesifik untuk
spondilitis ankilosing.3

VI. Diffrensial Diagnosis


A. Atritis psoriatik
Atritis psoriatik merupakan kelompok dari spondiloatropati
seronegatif dan paling sering timbul sebagai peradangan asimetris
yang menyerang sendi seperti persendian tangan, kaki, lutut dan
panggul namun yang paling sering terserang adalah sendi-sendi distal
dari tangan dan kaki.3
Sendi sakroiliaka cenderung terlibat menjadi bilateral, tapi sering
sedikit asimetris. Ditemukanerosi, sklerosis, pelebaran atau
penyempitan celah sendi. dimana ankilosis lengkap relatif langkah.
Osifikasi paravertebral yang tipis dan melengkung ke tebal dan
haluspada vertebra mungkin terdapat keterlibatan pilihan pada
vertebra thorakal bawah dan vertebra lumbal atas. Hal-hal tersebut
mungkin terlibat hanya satu sisi pada vertebra atau kedua-keduanya
dan mungkin asimteris. Pada vertebra servikal perpanjangan
proliferasi sepanjang bagian anterior dan kedua penyempitan serta
sklerosis pada sendi apofisial yang merupakan karateristik
manifestaesi.17
Sendi sakroiliaka terjadi lebih dari 30% kasus. Sakrolitis
cenderung menjadi bilateral dan simetris. Pada vertebra, osteofit
asimetris yang besar dan tebal (tanpa tepi sindesmofit) berkembang ke
batas torakolumbal dan cenderung lebih kasar daripada tepi
sindesmofit yang terlihat pada spondilitis ankilosing.12

Gambar 15.Terlihat Penyatuan vertebra akibat asimetris sindesmofit


yang besar.17
B. Sindrom Reiter
Sindrom Reiter merupakan kelompok spondiloatropati seronegatif
yang ditandai dengan trias gejala: uretritis, atritis dan konjungtivitis.
Penyebabnya belum diketahui, ada kaitan dengan antigen HLA-B27.
Manifestasi sendi pada kaki, mata kaki, lutut dan sakroiliaka. 30%
pasien mengalami cacat jangka panjang atau gejala sisa yang
permanen termasuk kerusakan sendi setelah serangan berat dan nyeri
vertebra apabila sendi sakroiliaka juga terserang.3
Sendi sakroiliaka terlibat secara umum (lebih dari 50%
mempercepat kelainan) dan biasanya bilateral simetris atau asimetris.
Erosi tulang bersama-sama dengan batas bervariasi dari sedang sampai
karateristik predominan berat pada sisi sendi ilaka. Jembatan Tulang
vertikal yang tipis atau tebal pada vertebra thorakal bawah dan
vertebra lumbal atas dapat memperpanjang seluruh diskus
intervertbralis dan awalnya dipisahkan oleh celah kosong dari sisi
lateral pada batas corpus vertebra. Vertebra terlibat sebagai tipe
asimetris.17
Terlihat sakrolitis bilateral, yang tidak bisa dibedakna dengan
spondilitis ankilosing dan psoriasis atropati.12
Gambar 16. Kedua sendi sakroiliaka ireguler dan menyempit.
Perubahan sklerotik terlihat pada kedua sisi sendi sakroiliaka.2

VII. Komplikasi
Komplikasi neurologis pada spondilitis ankilosing dapat terjadi
akibat fraktur, persendian vertebra yang tidak stabil, serta kompresi atau
inflamasi. Subluksasi persendian atlanto-aksial dan atlanto-osipital dapat
terjadi akibat inflamasi pada persendian tersebut sehingga tidak stabil.
Kompresi, termasuk proses osifikasi pada ligamentum longitudinal
posterior akan mengakibatkan terjadinya mielopati kompresi; lesi detruksi
pada diskus intervertebra dan stenosis spinal. Sindrom kauda ekuina
merupakan komplikasi yang jarang terjadi, tetapi merupakan keadaan
yang serius. Sindrom ini akan menyerang saraf lumbosakral dengan
gejala-gejala incontinentia urine et alvi yang berjalan perlahan-lahan,
impotens, saddle anesthesia, dan kadang-kadang refleks tendon Achilles
menghilang. Gejala motorik biasanya jarang timbul atau sangat ringan.
Sindrom ini dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan CT-Scan dan
MRI. Apabila tidak ditemukan lesi kompresi, maka perlu dipikirkan
kemungkinan adanya araknoiditis atau perlengketan pada selaput
araknoid.18
Nefropati (IgA) telah banyak dilaporkan sebagai komplikasi
spondilitis ankilosing. Keadaan ini khas ditandai oleh kadar IgA yang
tinggi pada 93% kasus disertai dengan gagal ginjal 27%.18

VIII. Penatalaksaan
Penatalaksaan spondilitis ankilosing bersifat multifokal dan
berkaitan dengan tahap penyakit. Intervensi terarah bertujuan untuk
meningkatkan pengertian tentang penyakit yang baik oleh pasien sendiri
maupun keluarganya. Perubahan pola kerja mungkin diperlukan karena
membungkuk, mengangkat, dan posisi static yang lama akan terasa sulit
oleh paisen. Pemberian obat bertujuan untuk mengurangi sinovitis dan
nyeri yang ditimbulkannya. OAINS tertutama yang memiliki kemampuan
hambat prostaglandin yang tinggi dan waktu paruh yang lama.
Indometasin sering menjadi obat pilihan. Kortikosteroid, obat-obat yang
bekerja lambat, dan relaksan otot yang tidak banyak manfaatnya.
Seringkali suatu program fisik aktif dapat membantu, difokuskan pada
latihan pernapasan, memperkuat otot, mempertahankan atau memperbaiki
posisi tubuh, dan latihan jangkauan gerakan. Penopang atau bidai dapat
dipakai untuk jangka waktu terbatas untuk mengurangi nyeri dan spasme
otot.3
Antagonis TNF juga digunakan untuk terapi Spondilitis
Ankilosing(SA)berdasarkan fakta bahwa TNF-α banyak diekspresikan
pada sendi sakroiliaka pasien . Infliksimab dan etanercept dilaporkan
memberikan perbaikan klinis dan gambaran radiologis yang bermakna
pada pasien. Pasien spondilitis ankilosing yang mendapat etanercept
selama 3 bulan menunjukkan respons klinis dan perbaikan mobilitas
spinal yang kebih baik dibandingkan dengan plasebo. Terapi infliksimab
selama 12 minggu pada pasien juga menujukkan perbaikan klinis yang
bermakna dibandingkan dengan plasebo. Disamping juga memperbaiki
status fungsional dan kualitas hidupnya. Pemeriksaan MRI pada vertebra
menujukkan perbaikan pada pasien spondilitis ankilosing yang mendapat
terapi infliksimab.19

IX. Prognosis
Sekitar 20% pasien spondilitis ankilosing berkembang ke tingkat
penyakit yang berat sehingga menjadi cacat. Sekitar setengah dari pasien
ini mengalami perjalanan penyakit yang berjalan perlahan dan dapat
berlangsung selama berpuluh-puluh tahun. Sejumlah pasien lainnya dapat
berhasil diobati dengan suatu program penyuluhan, pemberian obat, dan
fisioterapi. Pasien-pasien ini dapat memiliki pola hidup dalam
keterbatasan yang disebabkan oleh penyakitnya. Kurang dari 5% pasien
mengalami manifestasi fatal dari perkembangan penyakitnya.3
Daftar Pustaka

1. Jang, HJ dkk. Patterns Of Radiographic Involment-A Re-examination


of Accepted Principles in a Cohort of 769 patients, Radiology:
Musculoskeletal Imaging. January 2011. 258 (1). Hal:192-198.
2. Teplick, J.G dan Haskin, M.E. Roentgenologic Diagnosis : A
Complement in Radiology to the Beeson and McDermott Textbook of
Medicine Third Edition. Philadelphia : W.B Saunders Company ; 1976
3. Price, SA, dan Wilson, LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2005
4. Kumar, V, Cortan, RS , Robbins, SL . Buku Ajar Patologi edisi 7
volume . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007
5. Apley, AG, Solomon L, Mankim HJ. Buku Ajar Ortopedi dan fraktur
system Apley . Jakarta : Widya Medika : 1995
6. Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta:
PT. Gramedia; 2009
7. Butler, P, W.M. Adam, C.H. Jeremiah.Applied Radiological Anatomy.
Cambridge Medicine; 2014
8. Palmer, P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. Petunjuk
Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1995.
9. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy 6th Edition . Icon
Learning System : LLC ; 2014
10. Sjamsuhidajat, R , dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2010
11. Ostergaard, M dan Lambert RGW. Imaging in ankylosing spondylitis,
Therapeutic in Musculoskeletal Disease. 2012. 4(4). Hal: 301-311.
12. Ostensen, H dkk. The WHO Manual of Diagnostic Imaging
Radiographic Anatomy and Interpretation of the Musculoskeletal
System . Malta : Published by the World Health Organization in
collaboration with the International Society of Radiology; 2002
13. Estman, GW, Wald C, Crossin J. Belajar Dari Awal Radiologi Klinis
Dari Gambar Ke Diagnosis (Getting Started in Clinical Radiology;
From Image to Diagnosis). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2012
14. Batlle, JA dkk. Ankylosing Spondylitis A Pictorial Review. Electronic
Presentation Online System. 2012. 10.1594/essr2012/P-009. Hal:1-30
15. Sutton, D dkk. Textbook of Radiology and Imaging volume II seventh
edition. London : Churchill Livingstone ; 2003
16. Stead, LA dkk. First Aid Radiology for the wards. Singapore : The
Mc-Graw Hill ; 2009
17. Burgener FA, Kormano M, Pudas T. Differential Diagnosis in
Conventional Radiology 3rd edition. New York : Georg Thieme Verlag
; 2008
18. Helmi, ZN . Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika ; 2013
19. Sudoyo, AW . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V .
Jakarta : Interna Publishing ; 2009

You might also like