You are on page 1of 11

AGAMA HINDU

“Upacara Potong Gigi (Mepandes/Metatah)”

Oleh :

1. Martia Bayu Putri (17)


2. I Putu Bagus Ngurah Wahyudi (18)
3. Ni Luh Putu Elysa Wulandari (19)
4. Made Octa Shimaoka (20)
5. I Made Pramana Dinata (21)

Politeknik Negeri Bali

2017
Upacara Potong Gigi (Mepandes/Metatah)

Manusa Yadnya

Manusa artinya manusia, Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas.
Manusa Yadnya adalah upacara suci atau pengorbanan suci dengan tulus ikhlas untuk
kesucian lahir batin manusia dari dalam kandungan sampai akhir kehidupan. Tujuan dari
Manusa Yadnya adalah untuk menyucikan diri lahir bathin (pamari sudha raga) dan
memohon keselamatan dalam upaya peningkatan kehidupan spiritual menuju kebahagian
baik di dunia maupun di alam niskala. Unsur-unsur pembersihan dalam Upacara Manusa
Yadnya yaitu tirtha panglukatan atau tirtha pembersihan dan lain sebagainya. Tirtha-tirtha ini
adalah air suci yang telah diberkati oleh sang sulinggih pandita (pendeta), sehingga air suci
tersebut mempunyai “twah“ (wasiat), yang secara spiritual dapat menimbulkan adanya
kebersihan (kesucian). Contoh pelaksanaan Manusa Yadnya dalam kehidupan sehari-hari
misalnya :

1. Tolong menolong antar sesama.


2. Belas kasihan terhadap orang yang menderita.
3. Saling menghormati dan saling menghargai sesama.
4. Rajin merawat diri.
5. Melaksanakan upacara untuk meningkatkan kesucian diri.

Salah satu jenis Upacara Manusa Yadnya yaitu Upacara Potong Gigi (Mepandes/Metatah).

Upacara Potong Gigi (Mepandes/Metatah)

Potong Gigi (Bahasa Bali : mepandes, mesangih atau metatah) adalah upacara
keagamaan Hindu-Bali bila seorang anak sudah beranjak dewasa, dan diartikan juga sebagai
pembayaran hutang oleh orang tua ke anaknya karena sudah bisa menghilangkan keenam
sifat buruk dari diri manusia. Upacara ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh Sad Ripu
(sifat buruk) yang ada pada diri anak, dimana empat gigi seri dan dua gigi taring bagian atas
dipotong atau diratakan menggunakan kikir. 6 sifat buruk dalam diri manusia atau disebut
juga Sad Ripu yang harus dibersihkan meliputi :

1. Kama (hawa nafsu yang tidak terkendalikan).


2. Loba (ketamakan, ingin selalu mendapatkan yang lebih).
3. Krodha (marah yang melampaui batas dan tidak terkendalikan).
4. Mada (kemabukan yang membawa kegelapan pikiran).
5. Moha (kebingungan/kurang mampu berkonsentrasi akibatnya individu tidak dapat
menyelesaikan tugas dengan sempurna).
6. Matsarya (iri hati/dengki yang menyebabkan permusuhan).

Makna dari Upacara Potong Gigi

1. Sebagai simbolis meningkatnya seorang anak menjadi dewasa, yakni manusia yang
telah mendapatkan pecerahan, sesuai dengan makna kata dewasa, dari kata devasya
yang artinya milik dewa atau dewata. Seseorang telah dewasa mengandung makna
telah memiliki sifat dewata (Daivi Sampad) seperti diamanatkan dalam kitab suci
Bhagawadgita.
2. Memenuhi kewajiban orang tua, karena telah memperoleh kesempatan untuk
beryadnya, menumbuh-kembangkan kepribadian seorang anak, sehingga anak
tersebut mencapai kedewasaan dan mengetahui makna penjelmaan sebagai umat
manusia.
3. Secara spiritual, akan lebih mudah menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Kelak bila yang bersangkutan meninggal dunia, atma yang bersangkutan
akan bertemu dengan leluhurnya dialam pitraloka.

Sarana Upacara Potong Gigi

1. Membuat/menyediakan sebuah balai-balai (dipan) untuk tempat Upacara Potong Gigi.


Pada tempat tersebut diisi perlengkapan seperti bantal, kasur, seprai (permadani) dan
tikar yang berisi gambaran Semara Ratih.
2. Bale Gading : Bale Gading ini dibuat dari bambu gading (yang lain) dihiasi dengan
bunga-bunga yang berwarna putih dan kuning serta didalamnya diisi beras, ajuman
daksina kadang-kadang dapat dilengkapi dengan suci, canang buratwangi, canang sari
dan raka-raka (kekiping, pisang mas, nyahnyah gula kelapa). Bale gading ini adalah
sebagai tempat (palinggih) dari Sang Hyang Semara Ratih.
3. Tegteg : yang dimaksud dengan tegteg, adalah sejenis jejahitan yang berisi jajan dan
sampian tegteg. Biasanya dipakai daun rontal.
4. Kelapa gading yang dikasturi, airnya dibuang dan ditulisi “Ardhanareswari” (gambar
Semara Ratih). Kelapa Gading itu akan dipakai tempat ludah, dan singgang gigi yang
sudah dipakai. Setelah upacara, kelapa gading itu dipendam dibelakang Sanggah
Kemulan.
5. Untuk singgang gigi (alat pengganjal), adalah tiga potong dapdap dan tiga potong tebu
malem/tebu ratu. Panjang untuk singgang gigi ini kira-kira 1 Cm atau 1½ Cm.
6. “Pengilap” yaitu sebuah cincin bermata merah delima lalu Sulinggih atau Pendeta
menuliskan rajahan "Ongkara" pada gigi dan dada. Cincin ini berfungsi sebagai
proteksi dari serangan ilmu hitam dari orang yang tidak suka pada mereka.
7. Untuk pengurip-urip adalah empu kunir (inan kunyit) yang dikupas sampai bersih dan
kapur.
8. Sebuah bokor yang berisi kikir, cermin dan pahat, biasanya “pengilap” ditaruh pada
bokor, demikian pula “pangurip-uripnya”.
9. Sebuah tempat sirih, lengkap dengan sirih lekesan, tembakau, pinang dan gambir (di
dalam lekesan itu sudah berisi kapur).
10. Beberapa potong kain (yang agak baik) dipakai untuk menutupi badan pada waktu
Upacara dan disebut “Rurub”.
11. Banten “tatingkeb” yang akan diinjak waktu turun (dapat diganti dengan segehan
agung).

Waktu Upacara Potong Gigi

Upacara ini dilaksanakan setelah anak meningkat dewasa, namun sebaiknya sebelum
anak itu menikah. Dalam keadaan tertentu dapat pula dilaksanakan setelah berumah tangga
dan waktu pelaksanaanya juga dipilih menurut hari baik (dewasa).

Tempat Upacara Potong Gigi

Seluruh rangkaian upacara potong gigi dilaksanakan di rumah dan di pemerajan.


Tata Cara Upacara Potong Gigi

1. Yang diupacarai terlebih dahulu mabhyakala dan maprayascita.


2. Setelah itu dilanjutkan dengan muspa ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa memohon
kesaksian.
3. Selanjutnya naik ke tempat upacara menghadap ke hulu. Pelaksana upacara mengambil
cincin yang dipakai ngerajah pada bagian-bagian seperti: dahi, taring, gigi atas, gigi
bawah, lidah, dada, pusar, paha barulah diperciki tirtha pesangihan.
4. Upacara dilanjutkan oleh sulinggih dengan menyucikan peralatannya.
5. Orang yang diupacari diberi pengganjal dari tebu dan giginya mulai diasah, bila sudah
dianggap cukup diberi pengurip-urip.
6. Setelah diberi pengurip-urip dilanjutkan dengan natab banten peras kernudian
sembahyang ke hadapan Surya Chandra dan Mejaya-jaya.

Urutan Upacara Potong Gigi

1. Setelah Sulinggih atau Pendeta (Dwijati) ngarga tirta (tirta pembersihan yang dibuat
oleh Sulinggih atau Pendeta (Dwijati)), mereresik (pembersihan atau penyucian
sekala/niskala) dan mapiuning (memohon doa restu) di Sangah Surya, lalu mereka yang
akan melaksanakan potong gigi dilukat dengan dipercikan air suci/tirta, setelah itu
mereka memuja Sang Hyang Widhi Wasa untuk memohon keselamatan dalam
melaksanakan upacara.
2. Pendeta melakukan potong rambut dan menuliskan lambang-lambang suci dengan
tujuan mensucikan diri serta menandai adanya peningkatan status sebagai manusia,
untuk meninggalkan masa kanak kanak ke masa remaja. Lambang-lambangnya :
 Pada dahi (antara kedua kening) dengan huruf ( ehÙíº ) hweam
 Pada taring sebelah kanan dengan huruf ( Á¸ ) am
 Pada taring sebelah kiri dengan huruf ( Á; ) ah
 Pada gigi atas dengan huruf ( ÿºý ) om/om
 Pada lidah bawah dengan huruf ( ü ) ai
 Pada dada dengan huruf ( eGº ) gona
 Pada nabi puser dengan huruf ( er¸ ) rem
 Pada paha kanan dan kiri dengan huruf ( evÜ ) bhyo
3. Anak anak yang akan di potong giginya naik ke bale tempat pelaksaaan Mepandes
dengan terlebih dahulu menginjak sesajen yang telah disediakan sebagai symbol mohon
kekuatan kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
4. Setelah pemotongan gigi berlangsung, bekas air kumur-kumur dibuang di dalam buah
kelapa gading, ini bertujuan agar tidak mengurangi nilai kebersihan dan kesakralan
dalam menjalankan upacara ini.
5. Lalu dilanjutkan dengan melakukan penyucian diri oleh pendeta agar dapat
menghilangkan bala/kesialan untuk menyongsong kehidupan masa remaja.
6. Melaksanakan Mapedamel yang bertujuan sebagai symbol restu dari Dewa Semara dan
Dewi Ratih agar dalam kehidupan masa remaja dan seterusnya menjadi orang yang
bijaksana, dalam mengarungi kehidupan di masa datang. Di saat melakukan upacara ini
anak-anak mengenakan kain putih dan kuning, memakai benang pawitra berwarna
tridatu (merah, putih dan hitam) sebagai simbol pengikat diri terhadap norma-norma
agama, kemudian anak anak yang dipotong giginya mencicipi 6 rasa (pahit, asam,
pedas, sepat, asin dan manis) yang mempunyai arti dan makna tertentu yaitu :
 Rasa pahit dan asam adalah simbol agar tabah menghadapi peristiwa jehidupan
yang kadang-kadang tidak menyenangkan.
 Rasa pedas sebagai simbol agar tidak menjadi marah bila mengalamai atau
mendengar hal yang menjengkelkan.
 Rasa sepat sebagai simbol agar taat pada peraturan atau norma-norma yang
berlaku.
 Rasa asin sebagai simbol kebijaksanaan, selalu meningkatkan kualitas
pengetahuan karena pembelajaran diri.
 Rasa manis sebagai simbol kehidupan yang bahagia lahir bathin sesuai cita-cita.
7. Setelah proses mapedamel dilakukan, dilanjutkan dengan upacara Natab Banten, yang
bertujuan memohon anugerah kepada Hyang Widhi agar apa yang menjadi tujuan dapat
tercapai.
8. Setelah proses upacara tersebut dilakukan dilanjutkan dengan Metapak, tujuan adalah
memberitahukan kepada anak nya bahwa kewajiban sebagai orang tua dari melahirkan,
mengasuh dan membimbing sudah selesai, diharapkan sang anak kelak setelah upacara
ini menjadi orang yang berguna, sebaliknya si anak kepada orang tua nya menghaturkan
sembah sujud ungkapan terima kasih sudah dengan susah payah berkorban jiwa dan
raga untuk melahirkan mereka, mengasuh, membesarkan, mendidik dan membimbing
mereka menuju jalan yang baik dan benar sampai dewasa.

Mantram-mantram Upacara Potong Gigi

1. Mantram prayascita dan bhyakala.


Om Hrim, Srim, Mam, Sam, Warn, Saçwa rogha satru winasa ya rah phat.
Om Hrim. Srim. Am. Tarn. Sam. Bam. Im, sarwa dandamala papa klesa, wenasaya
rah, Um, phat.
Om Hrim, Srim, Am, Um, Mam, Sarwa, papa petaka wenasaya rah, Um phat,
Om Siddhi guru srom, Sarwasat.
Om sarwa weghena winasaya, sarwa papa wenasaya, astu ya namah swaha.
Artinya :
Om Hyang Widhi Wasa, semoga semua musuh yang berupa penderitaan,
kesengsaraan, bencana dan lain-lain menjadi sirna.
2. Mantram mohon persaksian.
Om adityasya parantyoti rakta tejo nama stute, swera pang kajo mandhyaste
Bhaskara ya namo namah, pranamya bhaskara dewam, sarwa klesa wia sanam,
pranamya ditya siwartham bhukti mukti warapradam.
Om rang ring sah paramya Çiva dityaya namo namah swaha.
Artinya :
Om Hyang Widhi Wasa, semoga hamba mendapat perkenan-Mu, untuk melalui
tahapan hidup ini dalam jalanMu dengan pertolongan hanya dari-Mu.
Om dimuliakanlah Engkau ya Tuhan.
3. Mantram alat pengasah.
Om Sang perigi manik, aja sira geger lunga antinen kakang nira sang kanaka
teka pageh, tan katekaning lara wigena,
teka awet, awet, awet.
Artinya :
Om Hyang Widhi Wasa, semoga alat-alat ini dapat memberikan kekuatan.
4. Mantram pengurip-urip.
Om urip-urip bayu, sabda idep teka urip, ang, ah.
Artinya :
Om Sang Hyang Widhi Wasa, dalam wujud Brahma Maha Sakti, semoga tenaga,
ucapan dan pikiran hamba memberikan kekuatan terhadap alat-alat ini.
5. Mantram Mejaya-jaya.
Om Dirgayur Astu ta astu,
Om subham astu tat astu,
Om Sukham bhawantu,
Om Pumam bhawantu,
Om sreyam bhawantu,
Om Sapta wrddhin astu tat astu astu swaha.
Artinya :
Om Hyang Widhi Wasa semoga kami dianugrahi kesejahteraan, kebahagiaan, dan
panjang umur.

Pantangan – Pantangan dalam Upacara Potong Gigi

Ibu-Ibu/Wanita yang sedang hamil tidak dibolehkan melakukan upacara potong gigi/
mepandes. Dasar acuannya Lontar Catur Cuntaka. Penjelasan :

1. Mepandes adalah suatu upacara yang menyebabkan diri cuntaka.


Lamanya cuntaka, saat dia naik ke bale petatahan, selama metatah, dan sampai
selesai, diakhiri dengan mabeakala. Setelah mabeakala barulah cuntakanya hilang.
Prosesi itu memakan waktu antara 1-2 jam. Walaupun masa cuntaka itu singkat, tetap
saja Ibu itu kena cuntaka.
2. Bayi atau jabang bayi yang ada dalam kandungan adalah roh suci yang patut
dihormati, dipuja atas perkenan Sang Hyang Widhi yang “mengijinkan” roh itu
menjelma kembali menjadi manusia (walaupun masih berupa janin).

Jadi Ibu yang mengandung bayi yang suci, patut dihindarkan dari penyebab-penyebab
cuntaka. Tidak hanya potong gigi saja, tetapi juga semua jenis cuntaka, misalnya: ngelayat
orang mati, mengunjungi penganten (pawiwahan), memegang orang-orang sakit (sakit gede -
lepra, aids dll). Jadi demi keselamatan Ibu dan Bayi, sebaiknya upacara potong gigi itu
ditunda sampai bayinya lahir dan sudah berusia lebih dari 3 bulan.

Pantangan-pantangan yang harus dihindari :

1. Tidak boleh makan atau minum sekehendaknya selama 3 hari. Makan dan minum
panas atau dingin merupakan pantangan yang utama setelah melakukan Upacara
Potong Gigi. Karena apabila makan dan minum yang panas atau dingin maka akan
merusak gigi.
2. Tutur kata tidak boleh menjelek-jelekkan orang lain.
3. Sebelum dan sesudah melaksanakan upacara potong gigi tidak boleh meninggalkan
rumah sekehendaknya selama 3 hari.
4. Waktu tidur dan makan di atur oleh orang tua setelah mendapat penjelasan
sebelumnya dari pendeta yang memimpin upacara tersebut.
5. Waktu mandipun diatur.
6. Tidak diperkenankan membunuh binatang, tidak boleh berkelahi atau mencaci maki
orang lain.

Lambang-lambang atau Makna yang Terkandung dalam Unsur-unsur Upacara

Makna dari alat perlengkapan Upacara Potong Gigi antara lain :

1. Sirih pinang dan piring adat merupakan sesuatu yang harus dimuliakan pada suku
bangsa Pamona pada setiap upacara tradisional sebab kedua perangkat alat ini
melambangkan kesucian, kemuliaan, dan penghormatan kepada leluhurnya.
2. Telur ayam melambangkan supaya mempunyai keturunan yang banyak seperti ayam.
3. Daging kelapa melambangkan supaya hati mereka lemah lembut seperti daging kelapa
tersebut.
4. Gula merah melambangkan supaya mempunyai masa depan yang manis seperti gula.
Artinya agar dalam menjalani hidupnya kelak senantiasa mendapat kesenangan dan
kedamaian hidup.
5. Daun pacar melambangkan agar mereka kelak mudah mendapat jodoh yang baik.

Bagi seseorang yang belum sempat mengikuti Upacara Potong Gigi, dan maut telah
menjemput, berbagai tanggapan muncul terhadap keadaan ini, Parisada Hindu Dharma
Indonesia Pusat, melalui keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-Aspek Agama
Hindu memberikan jalan ke luar, sebagai berikut :

1. Upacara Potong Gigi adalah Upacara Manusa Yajna (Sarira Samsakara) yang patut
dilaksanakan pada saat seseorang masih hidup (sangat baik ketika remaja, belum
berumah tangga). Upacara Potong Gigi (Mepandes) bagi orang yang telah meninggal
sesungguhnya tidak perlu dilakukan.
2. Bila orang tua yang bersangkutan merasa masih punya hutang berupa kewajiban, dapat
menempuhnya dengan upacara simbolis, dengan kikir (panggur) dari bunga teratai,
dilengkapi dengan andel-andel serta padi, seakan-akan yang bersangutan bermimpi
diupacarakan Potong Gigi (Mepandes).
3. Dengan demikian orang tua terbebas dari hutang kewajiban kepada anaknya, sehingga
roh anaknya diharapkan dapat bersatu dengan roh leluhur yang telah disucikan.

Dampak upacara potong gigi terhadap kesehatan:

Penemuan di bidang kesehatan bahwa kikir gigi cenderung berdampak negatif sehingga
lebih baik dihindari. Alasan tersebut telah menggoyah posisi Upacara Potong Gigi
(Mepandes). Tradisi mengikir gigi juga dapat dijumpai di sebagian besar daerah kebudayaan
Jawa khususnya beberapa tingkat generasi di atas generasi saat ini. Barangkali, karena alasan
kesehatan, ritual ini telah menguap. Kikir gigi pada umumnya mengikis email atau bagian
ujung gigi sehingga gigi menjadi rentan terhadap kerusakan dan infeksi. Dalam masyarakat
modern, kikir gigi dilakukan lebih didorong oleh motif kecantikan dan dilakukan oleh dokter
gigi.

KESIMPULAN

Dari serangkaian Upacara Potong Gigi dapat kami pahami bahwa dalam diri setiap
manusia sejak mereka dilahirkan sudah terdapat sifat yang tidak baik, bila tidak dikendalikan
dapat mengakibatkan hal- hal yang tidak baik/tidak diinginkan, juga bisa merugikan dan
membahayakan bagi anak-anak yang akan beranjak dewasa kelak dikemudian hari. Dengan
melakukan Upacara Potong Gigi ini anak yang sudah dewasa diingatkan dan diajarkan untuk
tidak terjerumus dalam perbuatan yang dilarang agama dan bisa menjadi manusia yang
berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Upacara potong gigi biasanya
disatukan dengan upacara Ngeraja Sewala atau disebutkan pula sebagai upacara “menek
kelih”, yaitu upacara syukuran karena anak tersebut sudah menginjak dewasa, meninggalkan
masa anak-anak menuju ke masa dewasa. Prosesi potong gigi ini memang membutuhkan
biaya yang sangat mahal, karena prosesinya membutuhkan beberapa kelengkapan sesajen dan
juga banyak keluarga yang hadir. Mahalnya biaya membuat orang Bali lebih memilih
Upacara Potong Gigi ini dilakukan secara berkelompok atau masal untuk menghemat biaya.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.babadbali.com/canangsari/banten/mepandes.htm

http://bobo.grid.id/Sejarah-Dan-Budaya/Budaya/5-Fakta-Seputar-Upacara-Potong-Gigi-Di-Bali-
Yang-Jarang-Diketahui

http://wayansuyasa-webblog.blogspot.co.id/2012/08/mepandesmetatahmesangihpotong-gigi_9.html

http://poethree-sweetgirl.blogspot.co.id/2011/04/upacara-potong-gigi-di-bali_24.html

https://serbaserbihindubali.blogspot.co.id/2012/01/mesangih.html

You might also like