You are on page 1of 68

AERODINAMIKA

Dr. Waluyo Adi Siswanto

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERISITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
DAFTAR ISI

BAB 1. UNIT DAN DIMENSI_________________________________________4


1.1. Dimensi dan Unit (Satuan) Dasar______________________________________________________4

1.2. Pembagi dan Pengali dari Satuan______________________________________________________5

1.3. Satuan Untuk Besaran-Besaran Fisik___________________________________________________5

1.4. Analisis Dimensional_________________________________________________________________6

1.5. Daftar Acuan______________________________________________________________________10

BAB 2. ATMOSFIR________________________________________________11
2.1. Pendahuluan______________________________________________________________________11

2.2. Internasional Standar Atmosfir_______________________________________________________12


2.2.1. Persamaan Buoyancy dan Pengukuran Tekanan________________________________________14
2.2.2. Perhitungan di Stratosfir (11 km sampai 20 km)_______________________________________15
2.2.3. Perhitungan di Troposfir (0 km sampai 11 km)________________________________________15
2.2.4. Program Komputer untuk membuat Tabel ISA_________________________________________15
2.2.5. Tabel ISA______________________________________________________________________16

2.3. Daftar Acuan______________________________________________________________________19

BAB 3. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI_20


3.1. Beberapa Istilah Dasar Dalam Aerodinamika___________________________________________20

3.2. Persamaan Kontinuitas_____________________________________________________________22

3.3. Teorema Bernoulli untuk aliran incompressible_________________________________________24

3.4. Tekanan Dinamik, Tekanan Statik dan Tekanan Total____________________________________26

3.5. Koefisien Tekanan__________________________________________________________________27

3.6. Aliran Melalui Tabung Venturi_______________________________________________________28

3.7. Pengukuran Kecepatan (kecepatan rendah)____________________________________________29


3.7.1. Prinsip alat pengukur kecepatan____________________________________________________29
3.7.2. Beberapa definisi kecepatan_______________________________________________________31

3.8. Aliran kecepatan tinggi______________________________________________________________32


3.8.1. Rasio panas spesifik, kecepatan suara dalam gas dan angka Mach_________________________32
3.8.2. Aliran Isentropik________________________________________________________________33
3.8.3. Rasio tekanan, rasio massa jenis dan rasio suhu pada aliran isentropik______________________35
3.8.4. Koefisien tekanan untuk kecepatan tinggi____________________________________________37
3.8.5. Pengukuran aliran kecepatan tinggi_________________________________________________39

iii
3.9. Contoh Persoalan__________________________________________________________________39

3.10. Daftar Acuan_____________________________________________________________________44

BAB 4. FENOMENA ALIRAN UDARA________________________________45


4.1. Sirkulasi__________________________________________________________________________45
4.1.1. Silinder tanpa sirkulasi___________________________________________________________46
4.1.2. Silinder dengan sirkulasi__________________________________________________________47

4.2. Pembagian Daerah Kecepatan Aliran Udara____________________________________________48


4.2.1. Aliran Subsonic_________________________________________________________________49
4.2.2. Aliran Transonic________________________________________________________________49
4.2.3. Aliran Supersonic_______________________________________________________________50
4.2.4. Aliran Hypersonic_______________________________________________________________51

4.3. Aliran melalui sayap pesawat (airfoil)_________________________________________________51

4.4. Keserupaan geometri dan keserupaan dinamik_________________________________________53

4.5. Daftar Acuan______________________________________________________________________54

BAB 5. STANDARD PENAMAAN AIRFOIL____________________________55


5.1. Dimensi dan geometri airfoil_________________________________________________________55

5.2. Penamaan Airfoil NACA____________________________________________________________57


5.2.1. NACA 4-digit__________________________________________________________________57
5.2.2. NACA 4-digit modified___________________________________________________________58
5.2.3. NACA 5-digit__________________________________________________________________59
5.2.4. NACA 5-digit modified___________________________________________________________60
5.2.5. NACA 16-series________________________________________________________________60
5.2.6. NACA 6-series_________________________________________________________________61
5.2.7. NACA 6A-series________________________________________________________________61

5.3. Program komputer untuk menggambar airfoil__________________________________________61

5.4. Daftar Acuan_______________________________________________________________________63

iv
BAB 1. UNIT DAN DIMENSI

Kegiatan pengukuran dan perhitungan akan selalu diperlukan di semua bidang ilmu
sains. Untuk pelaksanaan kegiatan tersebut suatu sistem yang menyatakan besaran sangat
dibutuhkan. Saat ini sudah ada satu sistem yang bisa digunakan disemua cabang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sistem tersebut dikenal dengan Systeme International
d’Unites, atau biasa dikenal dengan singkatan sistem SI.

Dalam sistem perhitungan, perlu dibedakan antara Dimensi dan Unit (satuan). Unit
(satuan) menyatakan sejumlah ukuran kuantitas, sedangkan Dimensi menunjukkan
kualitas ukuran. Dengan konsep ini untuk menunjukkan perpindahan benda dari satu
tempat ke tempat lain, biasanya dalam x meter. Disini meter merupakan unit (satuan)
karena menunjukkan ukuran kuantitas sedangkan kualitas yang diukur merupakan
panjang, yaitu sebesar x meter.

1.1. Dimensi dan Unit (Satuan) Dasar

Dimensi mempunyai 4 dasar yang bisa digunakan untuk menunjukkan besaran fisik.
Keempat dimensi dasar tersebut yaitu: massa [M], panjang [L], waktu [T] dan suhu [].

Unit (Satuan) dasar biasanya dinyatakan dengan singkatan, misalnya:

kg menyatakan kilogram,

m menyatakan meter,

s untuk detik,
O
C untuk derajat Celsius, serta

K menyatakan Kelvin.
1.2. Pembagi dan Pengali dari Satuan

Seringkali unit dasar yang sudah dituliskan diatas kurang sesuai apabila untuk
menyatakan ukuran yang terlalu besar atau yang terlalu kecil. Pada kasus-kasus yang
demikian, satuan bisa diberikan simbol pembagi atau pengali. Pengali atau pembagi
dituliskan didepan satuan dasar.

Sebagai ilustrasi, dibawah ini diberikan beberapa pengali dan pembagi satuan.

Pengali:

M (mega) : pengali satu juta,

k (kilo) : pengali seribu.

Pembagi:

m (mili) : pembagi seperseribu.

contoh:

1 MW = 1000000 W

1 mm = 0.001 m

1.3. Satuan Untuk Besaran-Besaran Fisik

Dengan menggunakan empat dimensi dasar dapat digunakan untuk mendifinisikan


dimensi dan satuan besaran-besarn fisik lainnya. Beberapa dimensi dan unit yang sudah
sering digunakan, khususnya dalam Aerodinamika bisa dilihat di .

Untuk mencari unit dan dimensi kuantitas yang lebih kompleks, harus menerapkan
prinsip homogenitas dimensi, yaitu dimensi di kedua suku persamaan harus sama.
Sebagai contoh untuk menemukan dimesi Gaya (Force), persamaannya ditulis terlebih
dahulu:

Gaya = massa x percepatan


dengan percepatan = kecepatan / waktu
Apabila dituliskan dimensinya:

Gaya = [M] x [(LT-1) / T] = [MLT-2]

6
Dari dimensi ini kemudian bisa dituliskan satuannya yaitu kg m s-2.

Oleh karena gaya satuannya biasa dinyatakan dalam N (Newton) maka dapat disimpulkan

1 N = 1 kg m s-2

Tabel UNIT DAN DIMENSI-1. Satuan dan Dimensi


Kuantitas Dimensi Unit (nama dan singkatan)
Length L Metre (m)
Mass M Kilogram (kg)
Time T Second (s)
Temperature  Degree Celcius (OC), Kelvin (OK)
Area L2 Square metres (m2)
Volume L3 Cubic metre (m3)
Speed LT-1 Metre per second (ms-1)
Acceleration LT-2 Metre per second per second (ms-2)
Angle 1 Radian or degree (O), dimensionless
Angular velocity T-1 Radians pe second (s-1)
Angular acceleration T-2 Radians per second per second (s-2)
Frequency T-1 Cycles per second, Hertz (s-1)
Density ML-3 Kilogram per cubic metre (kg m-3)
Force MLT-2 Newton N (kg m s-2)
Stress ML-1T-2 Newton per square metre (N m-2)
Strain 1 Expressed as %
Pressure ML-1T-2 Newtons per square metre (N m-2)
Energy Work ML2T-2 Joule (J)
Power ML2T-2 Watt (W)
Moment ML2T-2 Newton metre (N m)
Absolute viscosity ML-1T-1 Kilogram per metre second (kg m-1 s-1)
Kinematic viscosity L2T-1 Metre squared per second (m2 s-1)
Bulk elasticity ML-1T-2 Newtons per square metre (N m-2)

1.4. Analisis Dimensional

Dimensi seringkali digunakan untuk menentukan atau menguji hubungan suatu


parameter fisik dengan parameter-parameter lainnya. Agar lebih memahami bagaimana
analisis dimensional dilakukan, akan diberikan beberapa contoh penerapannya.

Contoh Soal UNIT DAN DIMENSI- 1:


Persamaan untuk menentukan periode osilasi bandul sederhana akan dilakukan dengan
analisis dimensional.

7
Jawab:

Sebagai awal memerlukan suatu anggapan yang masuk akal tentang parameter yang
memperngaruhi periode osilasi bandul.

Asumsi: osilasi bandul dipengaruhi oleh panjang tali bandul, l, percepatan gravitasi, g,
dan massa bandul, m. Anggapan ini bisa ditulis dengan cara matematika

P = f(l,g,m) , Pers. UNIT


DAN DIMENSI-1
dimana f merupakan fungsi yang belum diketahui.

Langkah berikutnya adalah fungsi diatas (Pers. UNIT DAN DIMENSI-1) dianggap dapt
dinyatakan dalam bentuk pangkat perubah bebas (indepentdent variables). Disamping itu
Pers. UNIT DAN DIMENSI-1 dikalikan dengan suatu konstanta. Persamaan yang baru
menjadi:

P = k. l g m , Pers. UNIT
DAN DIMENSI-2
dimana , , dan  merupakan perubah bebas dan k adalah konstanta.

Langkah selanjutnya menyamakan dimensi suku kiri dan suku kanan dari Pers. UNIT
DAN DIMENSI-2. Periode osilasi sudah diketahui yaitu dalam detik (second) dengan
dimensi T.

T = L [LT-2] M Pers. UNIT


DAN DIMENSI-3
atau

M0 L0 T1 = L L T-2 M Pers. UNIT


DAN DIMENSI-4
Dengan prinsip homogenitas dimensi, persamaan ini pangkatnya harus disamakan

+=0, Pers. UNIT


DAN DIMENSI-5
-2 = 1 , dan Pers. UNIT
DAN DIMENSI-6
=0 Pers. UNIT
DAN DIMENSI-7
Dari hubungan ketiga persamaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

8
 = -½ dan  = ½.

Hasilnya kemudian dimasukkan kedalam Pers. UNIT DAN DIMENSI-2 menjadi


persamaan untuk menhitung perioda osilasi bandul.

l
P  k l1/2 g 1 / 2  k Pers. UNIT
g
DAN DIMENSI-8
Dari contoh ini bisa memberikan gambaran bahwa analisis dimensional sangatlah
penting untuk menemukan hubungan antara parameter-parameter yang mempengaruhi
suatu besaran fisik.

9
Bab 1. Unit dan Dimensi Mesin-UMS

Contoh Soal UNIT DAN DIMENSI- 2:


Apabila aliran fluida melalui suatu silinder yang sumbunya tegak lurus terhadap arah
aliran, maka akan terjadi pusaran fluida dibelakang silinder yang disebut pusaran Eddy
yang frekuensinya tergantung beberapa faktor yaitu ukuran silinder (d), kecepatan aliran
(v), masa jenis fluida () dan viskositas fluida . Diminta untuk mendefinisikan
persamaan untuk menghirung frekuensi pusaran Eddy.

Jawab:

Frekuensi pusaran Eddy merupakan fungsi d, v,  dan ,

n = f(d,v,,) , Pers. UNIT


DAN DIMENSI-9
kemudian dituliskan dalam bentuk umum:

n = k d v   . Pers. UNIT
DAN DIMENSI-10
Dari persamaan ini baru dilakukan analisis dimensional

T-1 = L [LT-1] [ML-3] [L2T-1], atau Pers. UNIT DAN


DIMENSI-11
M0 L0 T-1 = L L T- M L-3 L2 T- Pers. UNIT
DAN DIMENSI-12
M0 L0 T-1 = L+-3+2 T-- M Pers. UNIT
DAN DIMENSI-13
Dimensi suku sebelah kiri dan sebelah kanan harus sama

Massa M 0= Pers. UNIT


DAN DIMENSI-14
Panjang L 0 = +-3+2 Pers. UNIT
DAN DIMENSI-15
Waktu T -1 = - - Pers. UNIT
DAN DIMENSI-16
Disini ada tiga persamaan dengan empat variabel yang tidak diketahui, oleh karena itu
ada salah satu variabel yang tidak bisa diketahui, dipilh . Dengan demikian variable
lainnya masih dinyatakan dalam .

=0

10
Bab 1. Unit dan Dimensi Mesin-UMS

=1-
 = -1 - 
Selanjutnya dimasukkan ke Pers. UNIT DAN DIMENSI-10 menjadi:

n = k d(-1-) v(1-) 0  . Pers. UNIT DAN


DIMENSI-17
Akhirnya persamaan ini bisa disusun kembali

v  vd 
nk   , Pers. UNIT
d   
DAN DIMENSI-18
atau bisa juga ditulis

nd  vd 
 g  , Pers. UNIT
v   
DAN DIMENSI-19
dimana g merupakan fungsi pengganti k dan indeks  yang masih belum diketahui.

1.5. Daftar Acuan

1. Houghton,E.L.; Carruthers,N.B., Aerodynamics for Engineering Students, Edward


Arnold A division of Hodder & Stoughton, Third Edition, 1982.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 1978.

11
BAB 2. ATMOSFIR

2.1. Pendahuluan

Perilaku suatu benda aerodinamik dalam fluida yang mengalir dipengaruhi oleh sifat
fisik dari fluida itu sendiri. Pesawat, sebagai benda aerodinamik, beroperasi dalam massa
fluida yang berada disekeliling dan diatas permukaan bumi. Massa udara diatas
permukaan bumi inilah yang disebut Atmosfir. Oleh karena itu, sebelum mempelajari
benda aerodinamik, perlu terlebih dahulu mengenal sifat-sifat atmosfir sebagai media
operasi dari pesawat.

Atmosfir pada dasarnya merupakan suatu campuran gas yang unsure utamanya berupa
Oxygen dan Nitrogen. Selain kedua unsur gas tersebut juga mengandung gas lain
termasuk hydrogen, helium, argon, krypton, dan neon. Dalam perhitungan aerodinamika,
sampai ketinggian tertentu, campuran gas tersebut variasinya sangat kecil sehingga
dianggap campuran gas homogen dengan komposisi seragam.

Gbr. ATMOSFIR-1. Pembagian lapisan International Standard Atmosphere

12
Atmosfir dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu Troposfir dan Stratosfir. Troposfir
merupakan lapisan atmosfir yang rendah dan dekat permukaan bumi sampai 11 km. Pada
lapisan bawah ini, suhu udara akan turun secara linier sebanding dengan kenaikan
ketinggian. Diatas lapisan bawah merupakan lapisan stratosfir (diatas 11 km). Pada
lapisan ini suhu udara tidak banyak mengalami perubahan, bahkan bisa dikatakan
konstan. Batas kedua lapisan tersebut dikenal dengan Tropopause. Ilustrasi pembagian
atmosfir dapt dilihat pada Gbr. ATMOSFIR-1.

Diantara sifat-sifat atmosfir, yang paling penting untuk dikenal adalah:

a. Suhu. Disamping satuan Celsius, seringkali dinyatakan juga dalam Kelvin.

b. Tekanan. Terminologi tekanan menyatakan gaya per satuan luas yang ditimbulkan
udara ke benda pada keadaan statik tetapi bukan karena adanya gerakan benda.
Tekanan lain akibat adanya gerak akan digunakan terminology secara spesifik seperti
teanan dinamik. Oleh karena itu apabila disebut tekanan selalu berarti tekanan statik.

c. Massa jenis. Massa jenis yaitu jumlah massa per satuan volume.

d. Viskositas. Berupa tegangan tangensial terdistribusi yang terjadi pada fluida saat ada
gerakan relatif terhadap fluida.

2.2. Internasional Standar Atmosfir

Untuk membantu para perancang dan operator pesawat terbang, satu persetujuan
tentang sifat-sifat atmosfir dituangkan dalam ISA 1976 (International Standard
Atmosphere). ISA ini didefinisikan menggunakan perhitungan referensi tekanan dan
suhu di permukaan laut, kemudian dihitung variasinya sebagai fungsi ketinggian. Data
dalam ISA merupakan data rata-rata yang diambil sepanjang tahun.

Tekanan, massa jenis dan suhu udara di permukaan laut yang digunakan standard adalah:

Tekanan (p0) = 101325.0 N/m2


Massa jenis (0) = 1.2250 Kg/m3
Suhu (T0) = 288.13 OK
Kecepatan suara (a0) = 340.3 m/s

13
Khusus untuk suhu udara dibagi menjadi 7 lapisan berdasarkan tingkat penurunan
suhunya (lapse rate). Di lapisan pertama (0 sampai 11 km) terjadi penurunan suhu
dengan tingkat penurunan sebesar 6.5 K/km. Dilapisan kedua (11 sampai 20 km) tidak
ada penurunan suhu, sedangkan di lapisan ketiga justru ada kenaikan suhu. Adapun data
lengkap penurunan suhu (lapse time) di ketujuh lapisan dapat dilihat di Tabel
ATMOSFIR-2.

Tabel ATMOSFIR-2. ISA Temperature Lapse rate


Ketinggian
Lapse rate
geopotensial (km)
0 – 11 -6.5
11 – 20 0.0
20 – 32 1.0
32 - 47 2.8
47 –51 0.0
51 – 71 -2.8
71 – 84.852 -2.0
Catatan: 84.552 km(geopotential) = 86 km(gemetric)

Sebagai gambaran variasi suhu dari ketinggian 0 km sampai 16 km menurut ISA dan
dua standard lainnya (Tropical Maximum Atmosphere Standard dan Arctic Minimum
Atmosphere) dapat dilihat pada Gbr. ATMOSFIR-1.

14
Gbr. ATMOSFIR-2. Variasi suhu menurut ISA, Tropical Maximum Atmosphere Standard
dan Arctic Minimum Atmosphere.

2.2.1. Persamaan Buoyancy dan Pengukuran Tekanan

Dengan menganggap suatu benda dalam keadaan kesetimbangan di media fluida yang
valumenya sangat besar, dapat digambarkan sebagai sebuah silinder kecil. Diameter
benda silinder A dan tingginya h.

(p+p)A

h
gAh

pA

Gbr. ATMOSFIR-3. Benda silinder kecil dalam media fluida

Oleh karena silinder tersebut dalam keadaan kesetimbangan, maka hubungan persamaan
gaya-gaya yang bekerja

(p  p)A   A h g - p A  0 . Pers.
ATMOSFIR-20

Setelah dibagi dengan A kemudian disederhanakan menjadi

p
 g . Pers.
h
ATMOSFIR-21

Oleh karena benda kecil (h mendekati 0), maka

dp
 g , Pers.
dh
ATMOSFIR-22

yang menunjukkan bahwa tekanan bervariasi dengan berubahnya ketinggian dalam fluida.

Persamaan diatas dapat disusun menjadi

15
dp  g dh . Pers.
ATMOSFIR-23
Untuk mencari perbedaan tekanan di dua ketinggian maka dapat langsung
diintegralkan
2 2
2 dp   1 g dh , Pers.
ATMOSFIR-24
sehingga diperoleh persamaan umum pengukuran tekanan

p1  p 2  g (h 2  h 1 ) Pers. ATMOSFIR-25

2.2.2. Perhitungan di Stratosfir (11 km sampai 20 km)

Variasi tekanan dan massa jenis dalam lapisan stratosfir mengikuti persamaan

p2 2  g (h  h 2 
  exp 1  Pers.
p1 1  RT s 
ATMOSFIR-26
dimana

R : konstanta gas (=287.26 J/kg OK),

Ts : suhu konstan di stratosfir (=216.6OK).

2.2.3. Perhitungan di Troposfir (0 km sampai 11 km)

Di lapisan troposfir, perubahan tekanan dan massa jenis mengikuti persamaan

g /(g LR )
p2  2 
  Pers.
p1  1 
ATMOSFIR-27
L : Lapse rate di daerah troposfir,

2.2.4. Program Komputer untuk membuat Tabel ISA

Untuk mempermudah dan memasyarakatkan ISA ke kalangan akademi dan


professional, sekarang sudah ada beberapa program komputer yang bisa didapat secara
bebas untuk keperluan pendidikan. Salah satunya yaitu yang dikeluarkan oleh PDAS
(Public Domain Computer Programs for Aeronautical Engineers). Untuk perhitungan

16
standard atmosfir, dapat menggunakan satu program komputer yang dilampirkan di
Lampiran A (dalam Fortran 90) dan Lampiran B (dalam FORTRAN 77).

Hasil keluaran dapat dilihat di Tabel ATMOSFIR-3 dan Tabel ATMOSFIR-4.

2.2.5. Tabel ISA

Pada Tabel ATMOSFIR-3, merupakan table umum yang mencakup ketinggian mulai –
2 km sampai 86 km dengan data dimunculkan setiap 2 km. Pada Tabel ATMOSFIR-4,
dapat dilihat sifat-sifat atmosfir mulai 0 sampai 20 km dengan penulisan data setiap 0.5
km.

17
Bab 2. Atmosfir Mesin-UMS

Tabel ATMOSFIR-3. ISA data setiap 2 km, ketinggian sampai 86 km

alt sigma delta theta temp press dens a visc k.visc


Km degK N/sq.m kg/cu.m m/sec kg/m-s sq.m/s

-2 1.2067E+0 1.2611E+0 1.0451 301.2 1.278E+5 1.478E+0 347.9 18.51 1.25E-5


0 1.0000E+0 1.0000E+0 1.0000 288.1 1.013E+5 1.225E+0 340.3 17.89 1.46E-5
2 8.2168E-1 7.8462E-1 0.9549 275.2 7.950E+4 1.007E+0 332.5 17.26 1.71E-5
4 6.6885E-1 6.0854E-1 0.9098 262.2 6.166E+4 8.193E-1 324.6 16.61 2.03E-5
6 5.3887E-1 4.6600E-1 0.8648 249.2 4.722E+4 6.601E-1 316.5 15.95 2.42E-5
8 4.2921E-1 3.5185E-1 0.8198 236.2 3.565E+4 5.258E-1 308.1 15.27 2.90E-5
10 3.3756E-1 2.6153E-1 0.7748 223.3 2.650E+4 4.135E-1 299.5 14.58 3.53E-5
12 2.5464E-1 1.9146E-1 0.7519 216.6 1.940E+4 3.119E-1 295.1 14.22 4.56E-5
14 1.8600E-1 1.3985E-1 0.7519 216.6 1.417E+4 2.279E-1 295.1 14.22 6.24E-5
16 1.3589E-1 1.0217E-1 0.7519 216.6 1.035E+4 1.665E-1 295.1 14.22 8.54E-5
18 9.9302E-2 7.4662E-2 0.7519 216.6 7.565E+3 1.216E-1 295.1 14.22 1.17E-4
20 7.2578E-2 5.4569E-2 0.7519 216.6 5.529E+3 8.891E-2 295.1 14.22 1.60E-4
22 5.2660E-2 3.9945E-2 0.7585 218.6 4.047E+3 6.451E-2 296.4 14.32 2.22E-4
24 3.8316E-2 2.9328E-2 0.7654 220.6 2.972E+3 4.694E-2 297.7 14.43 3.07E-4
26 2.7964E-2 2.1597E-2 0.7723 222.5 2.188E+3 3.426E-2 299.1 14.54 4.24E-4
28 2.0470E-2 1.5950E-2 0.7792 224.5 1.616E+3 2.508E-2 300.4 14.65 5.84E-4
30 1.5028E-2 1.1813E-2 0.7861 226.5 1.197E+3 1.841E-2 301.7 14.75 8.01E-4
32 1.1065E-2 8.7740E-3 0.7930 228.5 8.890E+2 1.355E-2 303.0 14.86 1.10E-3
34 8.0709E-3 6.5470E-3 0.8112 233.7 6.634E+2 9.887E-3 306.5 15.14 1.53E-3
36 5.9245E-3 4.9198E-3 0.8304 239.3 4.985E+2 7.257E-3 310.1 15.43 2.13E-3
38 4.3806E-3 3.7218E-3 0.8496 244.8 3.771E+2 5.366E-3 313.7 15.72 2.93E-3
40 3.2615E-3 2.8337E-3 0.8688 250.4 2.871E+2 3.995E-3 317.2 16.01 4.01E-3
42 2.4445E-3 2.1708E-3 0.8880 255.9 2.200E+2 2.995E-3 320.7 16.29 5.44E-3
44 1.8438E-3 1.6727E-3 0.9072 261.4 1.695E+2 2.259E-3 324.1 16.57 7.34E-3
46 1.3992E-3 1.2961E-3 0.9263 266.9 1.313E+2 1.714E-3 327.5 16.85 9.83E-3
48 1.0748E-3 1.0095E-3 0.9393 270.6 1.023E+2 1.317E-3 329.8 17.04 1.29E-2
50 8.3819E-4 7.8728E-4 0.9393 270.6 7.977E+1 1.027E-3 329.8 17.04 1.66E-2
52 6.5759E-4 6.1395E-4 0.9336 269.0 6.221E+1 8.055E-4 328.8 16.96 2.10E-2
54 5.2158E-4 4.7700E-4 0.9145 263.5 4.833E+1 6.389E-4 325.4 16.68 2.61E-2
56 4.1175E-4 3.6869E-4 0.8954 258.0 3.736E+1 5.044E-4 322.0 16.40 3.25E-2
58 3.2344E-4 2.8344E-4 0.8763 252.5 2.872E+1 3.962E-4 318.6 16.12 4.07E-2
60 2.5276E-4 2.1668E-4 0.8573 247.0 2.196E+1 3.096E-4 315.1 15.84 5.11E-2
62 1.9647E-4 1.6468E-4 0.8382 241.5 1.669E+1 2.407E-4 311.5 15.55 6.46E-2
64 1.5185E-4 1.2439E-4 0.8191 236.0 1.260E+1 1.860E-4 308.0 15.26 8.20E-2
66 1.1668E-4 9.3354E-5 0.8001 230.5 9.459E+0 1.429E-4 304.4 14.97 1.05E-1
68 8.9101E-5 6.9593E-5 0.7811 225.1 7.051E+0 1.091E-4 300.7 14.67 1.34E-1
70 6.7601E-5 5.1515E-5 0.7620 219.6 5.220E+0 8.281E-5 297.1 14.38 1.74E-1
72 5.0905E-5 3.7852E-5 0.7436 214.3 3.835E+0 6.236E-5 293.4 14.08 2.26E-1
74 3.7856E-5 2.7635E-5 0.7300 210.3 2.800E+0 4.637E-5 290.7 13.87 2.99E-1
76 2.8001E-5 2.0061E-5 0.7164 206.4 2.033E+0 3.430E-5 288.0 13.65 3.98E-1
78 2.0597E-5 1.4477E-5 0.7029 202.5 1.467E+0 2.523E-5 285.3 13.43 5.32E-1
80 1.5063E-5 1.0384E-5 0.6893 198.6 1.052E+0 1.845E-5 282.5 13.21 7.16E-1
82 1.0950E-5 7.4002E-6 0.6758 194.7 7.498E-1 1.341E-5 279.7 12.98 9.68E-1
84 7.9106E-6 5.2391E-6 0.6623 190.8 5.308E-1 9.690E-6 276.9 12.76 1.32E+0
86 5.6777E-6 3.6835E-6 0.6488 186.9 3.732E-1 6.955E-6 274.1 12.53 1.80E+0

Note:
alt : geometric altitude
sigma : density/sea-level standard density
delta : pressure/sea-level standard pressure
theta : temperature/sea-level standard temperature
temp : temperature
press : pressure
dens : density
a : speed of sound
visc : viscosity /10-6
kvisc : kinematic viscosity

18
Bab 2. Atmosfir Mesin-UMS

Tabel ATMOSFIR-4. ISA data setiap 0.5 km, ketinggian sampai 20 km


alt sigma delta theta temp press dens a visc k.visc vratio
Km degK N/sq.m kg/cm m/sec kg/ms sq.m/s 1/m

-0.5 1.0489 1.0607 1.0113 291.4 107478 1.285 342.2 18.05 1.40E-5 24.36
0.0 1.0000 1.0000 1.0000 288.1 101325 1.225 340.3 17.89 1.46E-5 23.30
0.5 0.9529 0.9421 0.9887 284.9 95461 1.167 338.4 17.74 1.52E-5 22.27
1.0 0.9075 0.8870 0.9774 281.7 89876 1.112 336.4 17.58 1.58E-5 21.28
1.5 0.8638 0.8345 0.9662 278.4 84559 1.058 334.5 17.42 1.65E-5 20.32
2.0 0.8217 0.7846 0.9549 275.2 79501 1.007 332.5 17.26 1.71E-5 19.39
2.5 0.7812 0.7372 0.9436 271.9 74691 0.957 330.6 17.10 1.79E-5 18.50
3.0 0.7422 0.6920 0.9324 268.7 70121 0.909 328.6 16.94 1.86E-5 17.64
3.5 0.7048 0.6492 0.9211 265.4 65780 0.863 326.6 16.78 1.94E-5 16.81
4.0 0.6689 0.6085 0.9098 262.2 61660 0.819 324.6 16.61 2.03E-5 16.01
4.5 0.6343 0.5700 0.8986 258.9 57752 0.777 322.6 16.45 2.12E-5 15.24
5.0 0.6012 0.5334 0.8873 255.7 54048 0.736 320.5 16.28 2.21E-5 14.50
5.5 0.5694 0.4988 0.8760 252.4 50539 0.697 318.5 16.12 2.31E-5 13.78
6.0 0.5389 0.4660 0.8648 249.2 47217 0.660 316.5 15.95 2.42E-5 13.10
6.5 0.5096 0.4350 0.8535 245.9 44075 0.624 314.4 15.78 2.53E-5 12.44
7.0 0.4816 0.4057 0.8423 242.7 41105 0.590 312.3 15.61 2.65E-5 11.80
7.5 0.4548 0.3780 0.8310 239.5 38299 0.557 310.2 15.44 2.77E-5 11.19
8.0 0.4292 0.3519 0.8198 236.2 35651 0.526 308.1 15.27 2.90E-5 10.61
8.5 0.4047 0.3272 0.8085 233.0 33154 0.496 306.0 15.10 3.05E-5 10.05
9.0 0.3813 0.3040 0.7973 229.7 30800 0.467 303.8 14.93 3.20E-5 9.51
9.5 0.3589 0.2821 0.7860 226.5 28584 0.440 301.7 14.75 3.36E-5 8.99
10.0 0.3376 0.2615 0.7748 223.3 26499 0.414 299.5 14.58 3.53E-5 8.50
10.5 0.3172 0.2422 0.7635 220.0 24540 0.389 297.4 14.40 3.71E-5 8.02
11.0 0.2978 0.2240 0.7523 216.8 22699 0.365 295.2 14.22 3.90E-5 7.57
11.5 0.2755 0.2071 0.7519 216.6 20984 0.337 295.1 14.22 4.21E-5 7.00
12.0 0.2546 0.1915 0.7519 216.6 19399 0.312 295.1 14.22 4.56E-5 6.47
12.5 0.2354 0.1770 0.7519 216.6 17933 0.288 295.1 14.22 4.93E-5 5.99
13.0 0.2176 0.1636 0.7519 216.6 16579 0.267 295.1 14.22 5.33E-5 5.53
13.5 0.2012 0.1513 0.7519 216.6 15327 0.246 295.1 14.22 5.77E-5 5.12
14.0 0.1860 0.1398 0.7519 216.6 14170 0.228 295.1 14.22 6.24E-5 4.73
14.5 0.1720 0.1293 0.7519 216.6 13100 0.211 295.1 14.22 6.75E-5 4.37
15.0 0.1590 0.1195 0.7519 216.6 12111 0.195 295.1 14.22 7.30E-5 4.04
15.5 0.1470 0.1105 0.7519 216.6 11197 0.180 295.1 14.22 7.90E-5 3.74
16.0 0.1359 0.1022 0.7519 216.6 10352 0.166 295.1 14.22 8.54E-5 3.46
16.5 0.1256 0.0945 0.7519 216.6 9571 0.154 295.1 14.22 9.24E-5 3.19
17.0 0.1162 0.0873 0.7519 216.6 8849 0.142 295.1 14.22 9.99E-5 2.95
17.5 0.1074 0.0808 0.7519 216.6 8182 0.132 295.1 14.22 1.08E-4 2.73
18.0 0.0993 0.0747 0.7519 216.6 7565 0.122 295.1 14.22 1.17E-4 2.52
18.5 0.0918 0.0690 0.7519 216.6 6994 0.112 295.1 14.22 1.26E-4 2.33
19.0 0.0849 0.0638 0.7519 216.6 6467 0.104 295.1 14.22 1.37E-4 2.16
19.5 0.0785 0.0590 0.7519 216.6 5979 0.096 295.1 14.22 1.48E-4 2.00
20.0 0.0726 0.0546 0.7519 216.6 5529 0.089 295.1 14.22 1.60E-4 1.85

Note:
alt : geometric altitude
sigma : density/sea-level standard density
delta : pressure/sea-level standard pressure
theta : temperature/sea-level standard temperature
temp : temperature
press : pressure
dens : density
a : speed of sound
visc : viscosity /10-6
kvisc : kinematic viscosity
vratio : (ratio of speed of sound to kinematic viscosity) /106

19
Bab 2. Atmosfir Mesin-UMS

2.3. Daftar Acuan

1. Houghton,E.L.; Carruthers,N.B., Aerodynamics for Engineering Students, Edward


Arnold A division of Hodder & Stoughton, Third Edition, 1982.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 1978.
3. Kermode,A.C., Flight Without Formulae, How and Why an Aeroplane Flies Explained
in Simple Language, Ptiman Publishing, 4th Ed., 1975.
4. Carmichael,R.L., Public Domain Computer Programs for the Aeronautical Engineer,
1998.

20
BAB 3. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN
INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI

3.1. Beberapa Istilah Dasar Dalam Aerodinamika

Sebagai dasar ilmu Aerodinamika dimulai dari aliran satu dimensi ideal dengan media
udara yang mempunyai karakteristik: aliran inviscid, steady dan incompressible.

Yang dimaksud aliran inviscid disini adalah udara dianggap coefisien viskositasnya
nol. Anggapan ini akan benar untuk kondisi tertentu saja. Sebagai contoh apabila ada
aliran udara melewati suatu benda, maka udara dapat dianggap tidak mempunyai
viskosistas di daerah yang jauh dari permukaan benda. Akan tetapi di sekitar permukaan
benda dan dibelakang benda dimana kemungkinan terjadi pusaran viskositas jelas tidak
bisa diabaikan.

Pada aliran steady yaitu pola aliran di seluruh bidang aliran tidak pernah berubah
sebagi fungsi waktu, dengan kata lain kecepatan lokal di setiap titik pada bidang aliran
selalu konstan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE
DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-4, parameter aliran yang diukur di lokasi
P(x,y) tidak akan berubah, walupun aliran terus menerus relatif terhadap aerofoil tetap.

y
P(x,y)

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-4. Aliran


Steady: Aliran udara kecepatan V melalui aerofoil

Satu ilustrasi lain diberikan pada . Aerofoil sekarang dianggap yang bergerak
sedangkan udara tetap dengan koordinat x’ dan y’. Parameter aliran diukur pada lokasi
P’(x’,y’) relatif terhadap udara tetap. Pada saat t 1 sayap masih berada di A1. Saat itu P’
jaraknya masih jauh terhadap sayap sehingga pengaruhnya sangat kecil. Pada saat t 2 di

21
A2, sayap berada di bawah P’ sehingga pengaruh sayap terhadap pengukuran di lokasi P’
jauh lebih besar dibanding A1. Pada saat t3 pengaruhnya kembali mengecil karena sudah
jau dari P’. Dari contoh sederhana ini bisa diambil kesimpulan bahwa hasil pengukuran
di P’ tidaklah konstan dengan demikian merupakan persoalan tidak steady (unsteady).
Apabila koordinat referensi diubah dari relatif terhadap udara menjadi relatif terhadap
sayap maka menjadi aliran steady seperti yang terjadi di . Persoalan dengan mengubah
referensi koordinat sehingga menyederhanakan dari unsteady ke steady seringkali diberi
istilah persoalan quasi-steady.

y’
P’(x’,y’)

A2
A3
t2 A1
t3
t1

x’

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-5. Aliran


quasi-steady: Aerofoil berkecepatan V melalui udara

Q P

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-6. Aliran


unsteady
Aliran lainnya adalah aliran unsteady. Untuk menjelaskan aliran ini digunakan contoh
di Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-6.
Udara mengalir dari kiri ke kanan melewati silinder. Dibelakang silinder terjadi pusaran

22
udara yang juga bergerak dengan arah sama dengan arah aliran tetapi dengan kecepatan
lebih rendah. Daerah dibelakang silinder ini (lokasi P) disebut terjadi wake. Di daerah
ini parameter aliran berubah dengan cepat sehingga disebut unsteady. Di lokasi Q,
meskipun sebenarnya terjadi wake, namun sangat kecil sehingga masih bisa dianggap
steady.

Disamping aliran steady dan unteady, dalam Aerodinamika juga mempertimbangkan


incompressible dan compressible. Aliran incompressible menggangap massa jenis udara
selalu konstan. Penyederhanaan ini tampak sekali tidak sesuai dengan kenyataan karena
udara mempunyai molekul-molekul sangat renggang sehingga sudah pasti sangat mudah
dapat dimampatkan (compressible). Namun demikian apabila aliran udara mempunyai
kecepatan rendah (kurang dari setengah kecepatan suara) pemampatan udara bisa
dikatakan sangat kecil atau perubahan massa jenis udara diabaikan sehingga diabaikan.
Apabila di suatu lokasi aliran ada yang mempunyai kecepatan diatas setengah kecepatan
suara maka udara akan benar-benar termampatkan dan konsekuensinya massa jenis akan
terjadi perubahan signifikan. Dari dua penjelasan diatas diperoleh dua perbedaan:
anggapan aliran incompressible hanya untuk low-speed flow, sedangkan aliran
compressible pada high-speed flow.

Untuk menjelaskan aliran udara ada beberapa terminologi yang sering digunakan:
Streamline, Particle Path, Stream Tube dan Stream filament.

Streamline didefinisikan sebagai suatu garis imajiner yang melalui setiap titik pada
bidang aliran. Oleh karena juga berarti batas benda pejal, maka bisa diartikan batas
permukaan yang dilewati aliran.

Particle path merupakan lintasan yang dilalui setiap partikel aliran udara (fluida).
Pada aliran steady vektor kecepatan selalu tangensial dari particle path ini, sehingga
partcle path akan sama dengan steamline.

Stream tube merupakan permukaan tertutup melalui bidang aliran, sedangkan stream
filament merupakan stream tube yang kecil sekali untuk tiap-tiap partikel aliran.

23
3.2. Persamaan Kontinuitas

Pada Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-7


menunjukkan aliran inviscid di stream filament. A 1 adalah penampang di lokasi 1 dan A2
penampang lokasi 2. Massa jenis di lokasi 1 dan lokasi 2 yaitu 1 dan 2. Di lokasi 1
kecepatannya V1 dan di lokasi 2, V2.

Oleh karena tidak ada fluida yang keluar dinding dalam media fluida kontinyu maka
aliran massa di kedua lokasi akan sama.

1 V1 A1 = 2 V2 A2 Pers. ALIRAN
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-28

2
2 V2
A2

A1
1
V1

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-7. Aliran


inviscid di stream filament

Persamaan ini merupakan persamaan kontinuitas, menyatakan bahwa harga  V A akan


selalu konstan di semua lokasi.

 V A = konstan disepanjang stream filament. Pers. ALIRAN


COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-29
Secara umum untuk aliran incompressible dan compressible bisa dinyatakan dalam
bentuk umum:

Aliran Incompressible:

 VdA = konstan Pers. ALIRAN


A
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-30

24
Aliran Compressible

 VdA = konstan Pers. ALIRAN


A
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-31

3.3. Teorema Bernoulli untuk aliran incompressible

Bernoulli memberikan teorema untuk aliran inviscid incompressible untuk keadaan


seperti ilustrasi

p2
V1t 2
2 V2
A2

V1t
1

A1
1 h2
V1
p1
h1

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-8. Aliran


inviscid incompressible Bernoulli
1 1
p1  V12  gh1  p 2  V22  gh 2 . Pers. ALIRAN
2 2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-32
Secara umum bisa dikatakan

1
p V 2  gh  konstan. Pers. ALIRAN
2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-33

25
Untuk perhitungan pesawat terbang yang melayang di atmosfir, harga gh angkanya
sangat kecil dibanding dengan dua suku lainnya. Oleh karena itu bisa diringkas menjadi:

1
p V 2  konstan. Pers. ALIRAN
2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-34

26
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

Contoh Soal Soal ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU


DIMENSI- 3:
Sebuah pesawat terbang dengan kecepatan 150 km/h di ketinggian 1000 m. Di suatu
titik (titik A) di sayap, kecepatan relatif terhadap sayap adalah 60 m/s. Hitunglah tekanan
yang dialami titik A tersebut.

Jawab:

Persoalan sesungguhnya (Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE


SATU DIMENSI-9)

Vair = 0 km/h

VA = 60 m/s
A
Vw =150km/h (relatif terhadap sayap)

1000 m Pengamat

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-9.


Pesawat bergerak, udara tetap.

Pada kasus ini sebenarnya merupakan persoalan unsteady apabila apabila


menggunakan koordinat tetap, yaitu koordinat bumi dimana seorang pengamat berdiri.
Namun demikian persoalan ini bisa diubah menjadi persoaalan steady (quasi-steady) bila
menggunakan koordinat bergerak sesuai dengan gerak sayap pesawat. (penjelasannya
lihat sub-bab 3.1). Dengan pendekatan tersebut, sayap sekarang dianggap tetap tetap
udara yang bergerak (Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU
DIMENSI-10).

Pengamat

VA = 60 m/s
A
Vw=Vair =150km/h (relatif terhadap sayap)

1000 m

27
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-10.


Pesawat tetap, udara bergerak.
Persaoalan sekarang menjadi persoalan steady, incompressible (kecepatan rendah),
inviscid flow dan perbedaan ketinggian diabaikan. Oleh karena itu Pers. ALIRAN
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-34 bisa langsung
digunakan.

1
p V 2  konstan
2

1 2 1
p air  Vair  p A  VA2 Pers. ALIRAN
2 2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-35
Untuk mengetahui tekanan dan massa jenis udara di ketinggian 1000 m, digunakan ISA
dari Tabel ATMOSFIR-4.

p 
  air  0.8870   0.9075
po o

Tekanan di permukaan laut po = 101325 N/m2,

massa jenis di permuaan laut o = 1.225 kg/m3.

Maka akan diperoleh tekanan dan massa jenis di ketinggian 1000 m.

Dari Tabel ATMOSFIR-4 juga bisa diperoleh secara langsung

pair = 89876 N/m2 dan massa jenis  = 1.112 kg/m3.

Dengan demikian tekanan di titik A bisa dihitung:

1
2
p A  p air   Vair
2
 VA2 
sehingga akan diperoleh pA = 88.6 kPa.

3.4. Tekanan Dinamik, Tekanan Statik dan Tekanan Total

Pada saat kecepatan nol akan terjadi tekanan terbesar. Dengan menghubungkan ke
persamaan Bernoulli, maka akan diperoleh

28
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

1
p V 2  po. Pers. ALIRAN
2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-36
Pada lokasi dimana kecepatannya nol disebut titik stagnasi, tekanan di lokasi ini juga
disebut tekanan stagnasi.

Apabila ada aliran udara ke suatu benda akan selalu terjadi fenomena di suku sebelah
kiri Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-36
dan di setiap lokasi mempunyai tekanan konstan. Tekanan ini merupakan tekanan total
yang terjadi karena tekanan statik karena ketinggian dan tekanan dinamik karena adanya
aliran udara. Tekanan statik umumnya hanya disebut tekanan saja.

1
p V 2  tekanan total (konstan)
2

Tekanan dinamik
Tekanan statik (tekanan)

Dari hubungan dapat diambil esimpulan penting mengenai tekanan:

a. Tekanan total = tekanan statik + tekanan dinamik,


b. Tekanan total selalu konstan di bidang aliran,
c. Tekanan statik dan tekanan dinamik bisa berubah-ubah,
d. Pada titik stagnasi tekanan total sama dengan tekanan statik karena tekanan dinamik-
nya nol,
e. Di lokasi manapun, tekanan statik atau tekanan dinamik tidak akan melampaui tekanan
total.

3.5. Koefisien Tekanan

Koefisien tekanan aliran incompressible didefinisikan sebagai:

p p
Cp  1
1
v 2
Pers. ALIRAN
2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-37
dimana

Cp = koefisien tekanan (pressure coefficient),

29
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

p1 = tekanan statik di sembarang lokasi dalam bidang aliran yang mempunyai


kecepatan q,
p = tekanan statik di aliran bebas (free stream) yang tidak terganggu benda lain,
v = kecepatan aliran di aliran bebas (free stream).
Dari persamaan Bernoulli untuk aliran incompressible:

1
p1  p  ( v 2  q 2 ) , Pers. ALIRAN
2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-38
Memasukkan Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU
DIMENSI-38 ke Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU
DIMENSI-37, koefisien tekanan menjadi:

Cp 
1
2

 v2  q2 
1 , Pers. ALIRAN
v 2
2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-39
atau
2
 q 
Cp  1    . Pers. ALIRAN
v 
 
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-40
Dari kedua persamaan kefisien tekanan (Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN
INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-40 dan Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN
INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-37) dapat diambil beebrapa kesimpulan:

a. Apabila Cp positif, maka p1> p dan q < v ,


b. apabila Cp berharga 0, maka p1 = p dan q = v ,
c. apabila Cp berharga negatif, p1 < p dan q >v.
Di titik stagnasi harga koefisien tekanan Cpo harganya akan selalu sama dengan satu.
Cpo = 1 (selalu)

3.6. Aliran Melalui Tabung Venturi

Tabung Venturi merupakan suatu tabung yang mempunyai penampang bervariasi


dengan konfigurasi penampang mengecil kemudian membesar lagi di ujungnya. Ilustrasi

30
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

tabung venturi bisa dilihat pada Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN


INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-11.

throat
A1 A2
V1 Vt At V2
pt p2
p1

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-11.


Tabung Venturi.
Apabila aliran melalui tabung Venturi incompressible, persamaan kontinuitas dan
Bernoulli akan berlaku di ketiga penampangnya.

kontunuitas : A1 V1 = At Vt = A2 V2 Pers. ALIRAN


COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-41
1 2 2 1 2 1
Bernoulli : p1  V1  p t  Vt  p 2  V2 Pers. ALIRAN
2 2 2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-42
Massa udara yang melalui tabung sebanyak  A V.

Kecepatan di bagian penampang terkecil (throat) adalah yang tercepat dan tekanannya
terendah.

Penerapan tabung Venturi ini pada terowongan angin (Wind Tunnel) untuk mencapai
kecepatan tinggi, atau untuk mengkontrol kecepatan aliran.

3.7. Pengukuran Kecepatan (kecepatan rendah)

3.7.1. Prinsip alat pengukur kecepatan

Kecepatan pesawat terbang diukur dengan alat pitot-static tube (Gbr. ALIRAN
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-12) yang merupakan
gabungan pitot tube dan static tube. Kedua tabung dijadikan satu dalam satu sumbu
aksial. Static tube ada dibagian luar sedangkan pitot tube di bagian dalam. Kedua ujung

31
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

tabung digabungkan menjadi satu untuk mengukur perbedaan tekanan statik dari static
tube dan tekanan total dari pitot tube.

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-12. Pitot-


static tube.

Instrument pitot-static tube, atau pengukur kecepatan (air speed indicator) dipasang di
aliran udara dengan ujung lubang mengarah langsung ke aliran.

1 1
pA  VA2 = p B  V 2 Pers. ALIRAN
2 2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-43
Oleh karena VA = 0, maka kecepatan aliran udara bisa dihitung

2 p A  p B 
V Pers. ALIRAN

COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-44
atau

2p
V Pers. ALIRAN

COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-45
Contoh Soal ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI- 4
Seorang mahasiswa Teknik Mesin UMS di pedesaan diminta untuk mengukur
kecepatan aliran air yang mengalir dalam suatu pipa. Oleh karena tidak mempunyai air-
speed indicator (pitot-static tube) dia memutuskan untuk membuat cara pengukuran
sendiri dengan prinsip pitot-static tube menggunakan satu rangkaian pipa kecil yang diisi
air raksa. Satu ujung ditempatkan ditengah aliran air yang diukur, ujung lainnya dipasang
di dinding (lihat Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU
DIMENSI-13). Setelah dilakuan pengukuran, terjadi perubahan ketinggian air raksa

32
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

setinggi 40 mm. Berapakah kecepatan aliran air tersebut. Spesifik gravity air raksa SG Hg
= 13.6, percepatan gravitasi g = 9.81 m/s2.

Jawab:

40 mm

Air raksa

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-13.


Rangkaian sederhana pengukuran kecepatan

Kecepatan dihitung menurut Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN

2p
INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-45: V 

Spesific gravity SGHg = (Hg/air) = 13.6

p = Hg g h - air g h = air g h (SGHg – 1)


2  air gh (SG Hg  1) 
V 2gh (SG Hg  1)
 air

V = 2 (9.81) 0.004 (13.6-1) = 3.14 m/s

3.7.2. Beberapa definisi kecepatan

Alat pengukur kecepatan dengan pitot-static tube yang digunakan di labboratorium dan
di pesawat terbang mempunyai perbedaan. Di laboratorium biasanya digunakan
manometer dengan media zar cair. Untuk pesawat terbang, sistem manometer dengan zat
cair tidak bisa diterapkan, sebagai gantinya biasa menggunakan aneroid barometric
capsule atau menggunakan pressure transducer.

33
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

Aneroid barometer capsule berupa suatu kapsul berlubang. Oleh karena adanya
perbedaan tekanan total dan statik, akan menyebabkan kapsul tersebut akan mengembang.
Expansi kapsul kemudian dihubungkan ke mekanisme jarum penunjuk kecepatan.
Kecepatan ini merupakan kecepatan yang terbaca atau Indicated Air Speed (IAS).
Pressure transducer merupakan sensor elektronik pembaca perbedaan tekanan yang
kemudian bisa dikalibrasi ke penunjuk kecepatan aliran udara.

Kecepatan suatu pesawat terbang relatif terhadap udara dinamakan kecepatan


sesungguhnya atau True Air Speed (TAS). Apabila TAS sebesar V m/s namun masih
delam katagori kecepatan rendah di udara dengan massa jenis  kg/m3, maka perbedaan
tekanan yang terjadi di aneroid capsule

1
p = V 2 . Pers. ALIRAN
2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-46
Misalnya indicator pengukur kecepatan yang dipasang di pesawat terbang dibuat
dengan baik sekali sehingga bisa dikatakan perbedaan tekanan yang diukur dan
dikonversi ke jarum penunjuk kecepatan sangat akurat. Kecepatan yang terbaca bisa di
kalibrasi menjadi kecepatan ekivalen VE atau Equivalent Air Speed (EAS) menggunakan
asumsi udara mempunyai masa jenis standar o = 1.225 kg/m3, melalui persamaan

1
p =  o VE2 . Pers. ALIRAN
2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-47
Dari Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-46
dan Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-46
diperoleh hubungan EAS (VE) dari TAS (V).


VE  V V  , Pers. ALIRAN
o
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-48
dimana  = /o, yaitu rasio massa jenis udara sekitar terhadap massa jenis di permukaan
laut.

Secara ringkas ketiga definisi kecepatan bisa disimpulkan sebagai berikut:

34
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

a. Indicated Air Speed (IAS) merupakan yang ditunjukkan indikator kecepatan udara yang
masih mengandung kesalahan-kesalahan karena ketidak akuratan alat.

b. Equivalent Air Speed (EAS) merupakan kecepatan yang ditunjukkan oleh alat
pengukur kecepatan yang tidak mempunyai kesalahan dan sudah dikalibrasi.

c. True Air Speed (TAS) merupakan kecepatan pesawat terbang sesungguhnya relatif
terhadap udara.

Operator pesawat terbang (pilot/navigator) perlu mengetahui TAS. Namun demikian


EAS yang diperoleh dengan kalibrasi terhadap asumsi o merupakan suatu pendekatan
yang cukup baik. Agar diperoleh TAS kalibrasi terhadap compressibilitas udara perlu
dipertimbangkan.

3.8. Aliran kecepatan tinggi

3.8.1. Rasio panas spesifik, kecepatan suara dalam gas dan angka Mach

Untuk kecepatan tinggi ada beberapa definisi yang sering digunakan dalam
perhitungan aerodinamika berkecepatan tinggi yaitu rasio panas spesifik (the ratio of
specific heats1), kecepatan sura dalam gas (acoustic speed) dan angka Mach (Mach
number).

Rasio panas spesifik ( )

Rasio panas spesifik merupakan perbandingan panas spesifik pada tekanan konstan
terhadap panas spesifik volume konstan.

cp
 . Pers. ALIRAN
cv
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-49
Harga rasio panas spesifik  tergantung pada suhu, namum demikian dalam
perhitungan aerodinamika biasa dianggap konstan sebesar 1.4, yaitu harga teoritis untuk
gas ideal.

Panas spesifik (cp dan cv) bisa juga dinyatakan dalam konstanta gas R yang besarnya

1
Seringkali juga disebut adiabatic index of the gas

35
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

R = cp - cv . Pers. ALIRAN
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-50
Dalam satuan SI, besarnya R sama dengan 287.26 J/kg oK atau 287.26 J/kg oC.

Dengan menggunakan konstanta gas R, maka panas spesifik bisa dituliskan


cp  R , Pers. ALIRAN
 1
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-51
1
cv  R . Pers. ALIRAN
 1
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-52
Kecepatan suara dalam gas (acoustic speed) a

Kecepatan suara dalam gas dinyatakan dalam fungsi rasio panas spesifik, tekanan dan
massa jenis.

p
a  RT     1 c p T . Pers. ALIRAN

COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-53
Angka Mach (Mach number) M

Angka Mach2 merupakan suatu angka yang menunjukkan kelipatan kecepatan terhadap
kecepatan suara.

v
M= . Pers. ALIRAN
a
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-54

3.8.2. Aliran Isentropik

Pada alairan dengan kecepatan tinggi yang terjadi adalah aliran compressible. Salah
satu aliran compressible yang penting dalam cabang ilmu aerodinamika adalah aliran
yang disebut isentropik (isentropic flow). Aliran isentropik ini merupakan aliran
compressible yang tidak ada gesekannya dan tidak terjadi perpindahan panas.

Penerapan aliran isentropik sangat luas dan cukup valid meskipun untuk hal-hal
khusus perlu modifikasi untuk memperhitungan pengaruh gesekan.

Dalam aliran compressible berlaku hubungan:


2
Mach diambil dari nama fisikawan Austria Ernst Mach. Angka Mach di pesawat terbang merupakan
perbandingan kecepatan pesawat terhadap kecepatan suara di atmosfir sekitar.

36
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

dp 1 2
 
 v  konstan
2
Pers. ALIRAN
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-55
dp
Untuk menghitung  
terlebih dahulu diperkirakan bahwa tekanan p akan berbanding

lurus dengan , atau bila ditulis

p  c  , Pers. ALIRAN
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-56
1/ 
1 c
  Pers. ALIRAN
  p 
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-57
dimana c adalah suatu konstanta.

Kemudian apabila Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU


DIMENSI-55 ditulis lagi menggunakan persamaan diatas akan diperoleh

1 1 2
c1 /   dp  v  konstan Pers. ALIRAN
1/  2
p
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-58
1 1
c1 /  p1 (1 /  )  v 2  konstan Pers. ALIRAN
1  (1 /  ) 2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-59
akhirnya akan diperoleh:

 p 1 2
 v  konstan . Pers. ALIRAN
 1  2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-60
Persamaan ini bukan hanya bisa digunakan pada aliran isentropik tetapi juga aliran
adiabatik seperti misalnya untuk shock waves.

p
Oleh karena 
= a2 , maka Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN

INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-60 dapat dinyatakan kedalam bentuk lain

a2 1
 v 2  konstan , Pers. ALIRAN
 1 2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-61
atau apabila menggunakan angka Mach M2 = v2/a2 bisa ditulis

37
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

 2 
  M 2 a 2  konstan . Pers. ALIRAN
 (   1) 
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-62

3.8.3. Rasio tekanan, rasio massa jenis dan rasio suhu pada aliran isentropik

Untuk mengetahui rasio tekanan digunakan Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN


INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-60

 p1 1 2  p2 1 2
 v1   v2 , Pers. ALIRAN
  1 1 2   1 2 2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-63
 p (  1) /  
v 2 2  v12   p1 p 2   p2 
      1   1 . Pers. ALIRAN
2   1  1  2    1 2  p 2  
 
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-64

p   2 p 2
Akhirnya dengan menggunakan 1   1  dan a 2  , diperoleh hasil akhir
p 2  2  2
 /(  1)
p1    1 v 22  v12 
 1 . Pers. ALIRAN
p 2  2 a 22 
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-65
Pada titik stagnasi v1=0, p1 = po , p2 = p

 /(  1) 3.5
po   1 2   M 2 
 1  M   1  untuk udara (=1.4). Pers. ALIRAN
p  2   5 

COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-66
Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-65 dapat dinyataan ke dalam persamaan
massa jenis :

1/  1 /(  1)
1  p1    1 v2  v2 
   1  2 1  Pers. ALIRAN
 2  p 2  
 2 a 2 
2

COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-67


Dengan cara yang sama seperti rasio tekanan
1 /(  1)
o   1 2 
 1  M  . Pers. ALIRAN
  2 
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-68

38
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

2.5
o  M2 
 1   , untuk udara (=1.4). Pers. ALIRAN
  5 
 
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-69

Rasio Po/P, Rho0/Rho, To/T untuk angka Mach:0 s/d 2


9
To/T
8 Rho0/Rho
Po/P
7

5
Ratio

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
Mach Num ber

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-14.


Kurva rasio po/p, To/T dan o/, kecepatan 0 s/d 2 Mach.

39
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

Rasio Po/P, Rho0/Rho, To/T untuk angka Mach:2 s/d 4


160 4,5

140 Rho0/Rho (primary) 4


Po/P (primary)
3,5
120 To/T (secondary)
3

Ratio (secondary)
100
Ratio (primary)

2,5
80
2
60
1,5
40
1

20 0,5

0 0
2 2,2 2,4 2,6 2,8 3 3,2 3,4 3,6 3,8 4
Mach Num ber

Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-15.


Kurva rasio po/p, To/T dan o/, kecepatan 2 s/d 4 Mach.

Untuk mencari rasio suhu, digunakan hubungan bahwa T berbanding lurus dengan p/,
sehingga bisa langsung menggunakan perbandingan

(  1) /     1 v 22  v12 
T1  p1 
   1   Pers. ALIRAN
T2  p 2  
 2 a 2
2


COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-70
Rasio temperatur menjadi

To    1 2 
 1  M  Pers. ALIRAN
T  2 
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-71
To  M 2 
 1 , untuk udara (=1.4). Pers. ALIRAN
T  5 

COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-72
Kurva rasio tekanan, massa jenis dan suhu untuk kecepatan 0 s/d 2 Mach dapat dilihat
pada Gbr. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-14,
sedangkan untuk kecepatan 2 sampai 4 Mach dilukiskan pada Gbr. ALIRAN
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-15.

40
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

3.8.4. Koefisien tekanan untuk kecepatan tinggi

Pada Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-


37 untuk udara incompressible, sudah diperkenalkan Cp. Pada bab ini akan diperiksa
seberapa besar kesalahan asumsi incompresible bila diterapkan pada kecepatan tinggi.

Dari Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-


37, penyebut persamaan itu bisa dituliskan dalam bentuk lain sebagai fungsi panas
spesifik rasio (ratio of specific heats) untuk kecepatan tinggi  dan kecepatan suara dalam
gas (acoustic speed) a.

1 2 1   1 v2
v    pv 2  p , Pers. ALIRAN
2 2  p  2 a2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-73
atau bisa juga dituliskan dalam angka Mach.

1 2 1
v  pM 2  0.7 p M 2 . Pers. ALIRAN
2 2
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-74
Koefisien tekanan stagnasi kemudian bisa dituliskan dalam fungsi angka Mach

po  p  po
1 
C po     1 Pers. ALIRAN
2 2
0.7 p M 0.7 M  p 
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-75
Menurut Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-
66, rasio tekanan po/p pada kecepatan tinggi
7/2
po  M 2 
 1  ,
p  5 

Berdasarkan teorema binomial,


7/2
po  M2 
 1  
p  5 
 

7  M 2  7 5 1  M2  7 5 3 1  M2
   
 7 5 3 1 1  M2 
     Pers. ALIRAN
 1
2  5  2 2 2!  5  2 2 2 3!  5
   
 2 2 2 2 4!  5 
  

7M 2 7M 4 7M 6 7M 8
 1    
10 40 400 16000
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-76

41
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

Kemudian disubstitusi ke Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE


SATU DIMENSI-75 menjadi

1  7M 2 7M 4 7M 6 7M 8 
C po       
2  10 40 400 16000 
0.7 M  
Pers. ALIRAN
2 4 6
M M 7M
 1   
4 40 1600
COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-77
Dari sini bisa dilihat dengan jelas kesalahan koefisien tekanan pada kecepatan tinggi.
Untuk titik stagnasi, koefisien apabila aliran dianggap incompressible hasilnya akan
selalu satu (lihat 3.5). Namun demikian Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN
INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-77 jelas memperlihatkan bahwa koefisien tekanan
mempunyai harga lebih dari satu dan cenderung meningkat makin tinggi angka Mach.
Harga Cpo menurut Pers. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU
DIMENSI-77 dapat dilihat pada Tabel ALIRAN COMPRESSIBLE DAN
INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-5.

Tabel ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI-5


Variasi koefisien tekanan di titik stagnasi
M Cpo
0 1
0.2 1.01
0.4 1.04
0.6 1.09
0.7 1.13
0.8 1.16
0.9 1.22
1.0 1.28
Pada kecepatan M=0.2 kesalahan hanya 1%. Kesalahan ini makin meningkat dengan
meningkatnya kecepatan. Misalnya saat M=0.6 kesalahannya 9% dan saat M=1
menunjukkan angka kesalahan yang sangat tinggi yaitu 28%.

Sebagai acuan kasar, kompresibilitas dapat diabaikan apabila kecepatan tidak


melampaui100 m/s.

3.8.5. Pengukuran aliran kecepatan tinggi

Seperti pengukuran aliran kecepatan rendah (lihat bab 3.7), peralatan yang digunakan
tetap sama yaitu pitot-static tube untuk mengukur tekanan dinamiknya. Namun demikian

42
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

apabila kalibrasi alat ukur untuk kecepatan rendah, maka bila digunakan mengukur
kecepatan tinggi akan membaca lebih tinggi.

1  M2 M4 
Tekanan dinamik = v 2 1    
2  4 40 
 

seringkali disederhanakan

1  M 2  1  v 2 
Tekanan dinamik = v 2 1  = v 2 1 
2  4  2  4a 2 
 

3.9. Contoh Persoalan

Contoh Soal ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI- 5:


Udara mengalir melalui saluran seperti pada gambar dibawah. Di saluran udara masuk
tekanan absolutenya 350kPa, suhu 60oC sedangkan kecepatannya 183 m/s. Di saluran
keluar kecepatannya 1.3 Mach dengan tekanan stagnasi 385 kPa pada suhu 350 oK.
Hitunglah tekanan stagnasi isentropik dan suhunya di saluran masuk. Hitung tekanan di
saluran keluar dan suhunya.

Flow

inlet outlet
Jawab:

po2 = 385 kPa


p1 = 350 kPa
To2 = 350 K
T1 = 60 C
M2 = 1.3
V1 = 183 m/s

1 2

kecepatan suara di saaluran masuk a1 = RT

a1  (1.4).(287).(273  60  366 m/s

43
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

v 183
M1  1   0.5
a 1 366

Untuk menghitung tekanan stagnasi isentropik bisa digunakan persamaan rasio


tekanan pada kecepatan tinggi.

Persamaan umumnya:
7/2
po  M 2 
 1  .
p  5 

Saluran masuk 1:
7/2
p o1  M 2
 1 1 
p1  5 

7/2 3.5
 M 2  0.5 2 
p o1  1  1  p1  1  350  415 kPa
 5   5 
 

 M 2  0.5 2 
To1  1  1  T1  1  ( 273  60)  350 o K
 5   5 
   

Saluran keluar 2:
7/2
p o 2  M 2 2 
 1
p 2  5 

3.5
 M 2 385
p 2  1  2  p o2  kPa  139 kPa
 5  2.77

1
 M 2 350 o K
T2  1  2  To 2   262 o K
 5  1.338

Contoh Soal ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI- 6:


Alat pengukur kecepatan yang dipasang di pesawat sudah dikalibrasi dengan
menganggap udara incompressible dengan referensi udara standard. Pada saat pesawat
terbang, alat menunjukkan angka 950 km/h.

44
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

a. Berapakah kecepatan EAS (Equivalent Air Speed),


b. Berapakah kecepatan sesungguhnya TAS (True Air Speed)

Jawab:

a. Oleh karena alat ukur sudah dikalibrasi dan tidak ada kesalahan instrumen, maka angka
yang ditunjuk sudah merupakan EAS

vE = 950 km/h = 263.9 m/s

b. Menghitung kecepatan sesungguhnya TAS

Perbedaan tekanan di alat ukur

1
po  p  v E 2
2
Karena kalibrasi menganggap udara incompressible pada massa jenis dan tekanan
udara standard, maka =1.226 kg/m3 dan p=101325 N/m2.
1 1 N
po  v E 2  p  (1.226)263.9  101315  144016
2 2 m2
Bila dibagi dengan p maka diperoleh rasio tekanan po/p
po
 1.421
p

Kemudian menggunakan hubungan bahwa


7/2
po  M 2 
 1  , maka
p  5 

 2 
1  M   1.4212 / 7 , akhirnya akan diperoleh
 5 

M = 0.728

Oleh karena M=v/a ; a=340.3 m/s (udara standard)

maka kecepatan sesungguhnya (TAS) v = M.a = 247.7 m/s = 891.9 km/h

Contoh Soal ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI- 7:

45
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

Pesawat “Garuda” DC-9 sedang terbang di atas UMS. Altimeter pesawat tersebut
menunjukkan ketinggian 9 km. Kecepatan sesungguhnya (TAS) pesawat DC-9 tersebut
270 m/s.
a. Berapakah tekanan, massa jenis dan suhu udara menurut ISA, gunakan Tabel
ATMOSFIR-4.
b. Hitunglah kecepatan suara pada ketinggian tersebut.
c. Hitunglah kecepatan TAS menurut angka Mach.
d. Hitunglah kecepatan ekivalen EAS dengan anggapan udara incompressible.
e. Hitunglah kecepatan ekivalen EAS dengan anggapan udara compressible.

Jawab:
a. Menurut ISA (Tabel ATMOSFIR-4) pada ketinggian 9 km
Tekanan p = 30800 N/m2
Suhu T = 229.7 oK = -43.3 oC
Massa jenis  = 0.467 kg/m3
b. Kecepatan suara pada ketinggian 9 km dapat dihitung dari informasi suhu
a  20.05 T  20.05(229.7)  303.9 m/s

c. TAS dalam Mach M = v/a


270
M  0.89
303.9
d. Menghitung kecepatan ekivalen dengan anggapan udara incompressible.
Rasio Tekanan dapat dihitung
7/2 7/2
po  M 2   0.89 2 
 1   1    1.673
p  5   5 
  

Tekanan stagnasi:
p o  1.673 p  1.673 (30800) N/m2

Perbedaan tekanan:
p o  p  1.673(30800)  30800  20728 N/m 2

Perbedaan tekanan ini harus memenuhi hubungan (udara incompressible):


1
po  p  v E 2
2

46
Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi Mesin-UMS

vE  2 p o  p  /   2(20728) / 1.225  184 m/s

e. Menghitung kecepatan ekivalen EAS dengan anggapan udara compressible


Apabila memperhitungkan udara compressible TAS dapat dikoreksi menggunakan

vE  v
o


dapat dilihat dari Tabel ATMOSFIR-4, yaitu 0.3813
o

sehingga TAS dengan anggapan udara compressible


vE = 270 0.3813 =166.7 m/s

3.10. Daftar Acuan

1. Houghton,E.L.; Carruthers,N.B., Aerodynamics for Engineering Students, Edward


Arnold A division of Hodder & Stoughton, 3rd Edition, 1982.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 2nd, 1978.
3. Fox,R.W.; McDonald,A.T., Introduction to Fluid Mechanics, John Wiley and Sons, 2nd
Edition, 1978.
4. Carmichael,R.L., Public Domain Computer Programs for the Aeronautical Engineer
Version 3.0, 1998

47
BAB 4. FENOMENA ALIRAN UDARA

Pada bab sebelumnya sudah diberikan dasar-dasar aliran satu dimensi baik aliran
incompressible maupun compressible khususnya aliran isentropik. Dalam bab ini akan
dibahas fenomena fisik bagaimana aliran udara melalui benda diam. Disini akan
dijelaskan bagaimana gambaran aliran melalui benda, mekanisme terjadinya gaya
aerodinamik serta berbagai fenomena aliran udara. Walaupun perhitungan matematik
dibalik penjelasan sangat diperlukan, namun dalam bab ini tinjauan matematika belum
diberikan.

Ada sesuatu anggapan yang perlu diketahui yaitu aliran udara mempunyai arah
horisontal dengan pertimbangan pesawat pada keadaan terbang datar (level flight).

4.1. Sirkulasi

Apabila ada sembarang benda yang berpenampang kurva C (lihat Gbr. FENOMENA
ALIRAN UDARA-18), maka kecepatan di titik P besarnya q dengan sudut .

Hasil perkalian komponen kecepatantangensial qs dengan panjang elemen ds

qs . s = q cos s Pers.
FENOMENA ALIRAN UDARA-78
Sirkulasi didefinisikan sebagai integral hasil perkalian persamaan diatas ke seluruh
kurva C

 q
C
s ds   q cos  ds
C
Pers.
FENOMENA ALIRAN UDARA-79

48
Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-16. Vektor kecepatan di kurva sembarang
Contoh paling sederhana mengenai aliran sirkulasi adalah aliran mengitari lingkaran
sempurna (free vortex). Aliran mengitari lingkaran juga beripa garis-garis lingkran yang
kecepatannya berbanding terbalik dengan jarak dari pusat lingkaran (lihat Gbr.
FENOMENA ALIRAN UDARA-18)

q=k/r

Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-17. Free vortex

Sirkulasi dapat dihitung dengan sangat sederhana yaitu perkalian tangensial kecepatan
ke seluruh kurva.

k
 2r  2k Pers.
r
FENOMENA ALIRAN UDARA-80
dimana k suatu konstanta dan r jarak ke pusat lingkaran.

4.1.1. Silinder tanpa sirkulasi

Untuk menjelaskan teori sirkulasi, yang paling mudah dipahami adalah dengan
mengamati aliran melalui tabung berpenampang lingkaran penuh (circular), seperti
terlihat pada Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-18.

49
Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-18. Aliran melalui tabung berpenampang lingkaran
penuh

Garis ABCD disebut garis streamline pembagi karena memisahkan aliran yang
melewati bagian atas dan bagian baah lingkaran. Titik B dan C merupakan titik
stagnasinya.

Garis-garis streamline dibagian atas dan bawah lingkaran mempunyai jarak antara
yang saling berdekatan, sedangkan di depan dan belakang lingkaran jarak antaranya lebih
renggang. Hali ini menunjukkan kecepatan dibagian atas dan bawah lebih tinggi
dibandingkan kecepatan di depan dan belakang.

Pada kasus ini, pola garis-garis streamline simetri terhadap subu vertikal (garisEF) dan
horisontal (garis BC).

4.1.2. Silinder dengan sirkulasi

Suatu silinder bersirkulasi searah jarum jam berada pada aliran udara. Aliran udara
yang terjadi akan seperti yang dilukiskan di Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-19.

50
Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-19. Aliran udara pada silinder bersirkulasi

Dengan adanya siirkulasi maka akan terjadi beberapa karekateristik sebagai berikut:

a.Kedua titik stagnasi akan bergeser ke bawah. Tingkat pergeseran tergantung dari
besarnya sirkulasi dan kecepatan aliran bebasnya, atau tergantung dari rasio /V.

b. Pengaruh adanya sirkulasi biasanya dengan meningkatnya kecepatan diatas permukaan


silinder dan menurunnya kecepatan di bawah silinder. Meningkatnya kecepatan
ditandai dengan semakin rapatnya streamlines bagian atas permukaan penampang
silinder.

c. Bagian bawah silinder terjadi kenaikan tekanan sedangkan bagian atasnya ada
penurunan tekanan, sehingga timbul lift, yaitu gaya angkat terhadap benda.

Timbulnya lift karena adanya sirkulasi dapat didemonstrasikan dengan pemutaran


silinder yang permukaannya kasar di udara yang mengalir. Dengan pemutaran silinder
kasar ini, udara akan ikut berputar dan kecepatannya bertambah, sehingga terjadi
fenomena sirkulasi. Hal ini dikenal dengan Magnus effect.

4.2. Pembagian Daerah Kecepatan Aliran Udara

Kesuksesan penerbangan berawak dimulai sejak 17 Desember 1903, ketika dua


bersaudara Orville dan Wilbur Wright berhasil terbang ke udara diatas bukit pasir di
North Carolina dengan pesawatnya Flier I yang sangat bersejarah. Kesuksesan mereka
berlanjut sampai sekarang dengan munculnya pesawat-pesawat subsonic, supersonic
bahkan hypersonic. Diabad ke duapuluh, penerapan udara compressible semakin banyak
di permasalahan teknik secara umum meskipun yang paling sering dijumpai hanya di
dunia pesawat dan peroketan.

Dengan semakin bervariasinya kecepatan, maka perlu didefinisikan daerah kecepatan


aliran berdasarkan kecepatan udara yang melewati bendar aerodinamis seperti yang
ditampilkan pada Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-20 sampai Gbr. FENOMENA
ALIRAN UDARA-23.

Untuk membedakan daerah kecepatan, yang digunakan sebagai kriteria adalah


kecepatan aliran di daerah sekitar benda aerodinamik, dalam skala angka Mach (M).

51
Sedangkan yang digunakan sebagai pembeda daerah kecepatan adalah kecepatan aliran
bebas (free-stream) V dalam skala menurut angka Mach (M).

Kecepatan aliran disekitar benda aerodinamik:

V
M , Pers.
a
FENOMENA ALIRAN UDARA-81
V
M  , Pers.
a
FENOMENA ALIRAN UDARA-82
dimana indeks  menunjukkan aliran bebas (jauh dari benda), sedangkan yang tanpa
indeks menunjukkan aliran disekitar benda.

Daerah kecepatan aliran dapat dibedakan menjadi 4 kelompok aliran yaitu aliran
subsonic, aliran transonic, aliran supersonic dan aliran hypersonic.

4.2.1. Aliran Subsonic

Aliran subsonic dapat didefinisikan dengan ilustrasi pada Gbr. FENOMENA ALIRAN
UDARA-20. Apabila kecepatan aliran udara bebas yang jauh dari benda (M ) kurang
dari 0.8 maka kecepatan aliran di semua tempat disekitar aerofoil (M) akan kurang dari 1.

Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-20. Aliran Subsonic

Pada aliran subsonic, streamline mempunyai karakteristik garis yang halus dan terbagi
secara merata. Diadaerah bagian atas aerofoil akan mempunyai kecepatan lebih tinggi
dari kecepatan bebas, tetapi tetap tidak melebihi 1 Mach.

Dengan demikian aliran subsonic bisa didefinisikan sebagai aliran yang semua
kecepatan sekitar benda aerodinamik (aerofoil) tidak melebihi 1 Mach.

52
4.2.2. Aliran Transonic

Apabila kecepatan aliran bebas (M) kurang dari 1 Mach tetapi sangat dekat dengan 1
(lebih besar dari 0.8 Mach), maka sebagian aliran diatas aerofoil akan mempunyai
kecepatan dikatas 1 Mach, seperti terlihat pada Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-
21(a). Meskipun kecepatan aliran tidak melebihi 1 Mach namun sangat memungkinkan
terjadi kecepatan lokal disekitar aerofoil yang melebihi 1 Mach. Hal ini sangat mungkin
terjadi karena keceptan diatas aerofoil mempunyai kecepatan diatas kecepatan aliran
bebasnya.

Biasanya daerah kecepatan yang lebih dari 1 M dilingkupi dengan shock wave dimana
terjadi diskontinuitas dan terjadi perubahan sifat-sifat udara.

Apabila kecepatan aliran bebas lebih dari 1 M tetapi kurang dari 1.2 M, pola lonjakan
(shock wave) akan bergeser ke belakang (trailing edge) aerofoil, sedangkan di bagian
depan (leading edge) akan muncul lonjakan kecepatan yang kedua yang biasa disebut
bow shock. Ilustrasi aliran keceptan ini dapat dilihat pada Gbr. FENOMENA ALIRAN
UDARA-21(b).

Di depan bow shock, aliran udara masih tetap paralel terhadap aliran bebas. Setelah
melewati bow shock yang mempunyai bidang normal terhadap arah aliran bebas, aliran
udara kemudian menjadi lebih kecil dari 1 M, kemudian akan kembali supersonic hapir
diseluruh lokasi yang diakhiri dengan trailing-edge shock.

Pada Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-21(a) dan Gbr. FENOMENA ALIRAN


UDARA-21(b) menunjukkan adanya daerah campuran kecepatan subsonic dan
supersonic di sekitar aerofoil. Karakteristik ini kemudian disebut aliran transonic yaitu
apabila disekitar aerofoil mempunyai campuran ekcepatan subsonic dan supersonic.

53
a

Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-21. Aliran Transonic

4.2.3. Aliran Supersonic

Apabila seluruh kecepatan aliran disekitar benda aerodinamik (aerofoil) merupakan


kecepatan supersonic maka disebut aliran supersonic (lihat Gbr. FENOMENA ALIRAN
UDARA-22). Biasanya hal ini terjadi bila kecepatan aliran bebas yang besarnya lebih
dari 1.2 M melalui benda yang ujungnya tajam. Akan terjadi fenomena oblique shock
dimulai dari ujung benda tajam.

Didepan oblique shock, streamlines merupakan garis-garis lurus yang paralel terhadap
aliran bebas, sedangkan dibelakangnya streamlines juga berupa garis-garis lurus tetapi
arahnya sejajar dengan permukaan benda tajam.

Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-22. Aliran Supersonic

54
4.2.4. Aliran Hypersonic

Apabila aliran udara bebas tinggi sekali (diatas 5 M), kenaikan suhu, udara, tekanan
dan massa jenis disepanjang oblique shock benar-benar menimbulkan suatu ledakan.
Oblique shock juga akan sangat dekat dengan permukaan benda tajam, seperti terlihat
pada Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-23.

Pada kondisi ini suhu udara di permukaan benda akan sangat tinggi, bahkan karena
tingginya akan menyebabkan terjadinya ionisasi udara.

Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-23. Aliran Hypersonic

4.3. Aliran melalui sayap pesawat (airfoil)

Suatu penampang sayap pesawat (aerofoil) berada di suatu ketinggian tertentu dengan
aliran seragam dan inviscid dan tanpa adanya sirkulasi, pola streamline akan seperti yang
terlukis pada Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-24. Pada kondisi ini terjadi dua titik
stagnasi di depan dan belakang, serta tidak ada lift dan drag di aerofoilnya.

Apabila terjadi sirkulasi (searah jarum jam), maka pola streamline akan berubah sesuai
dengan seberapa besar sirkulasi yang terjadi. Pola streamline dengan berbagai variasi
sirkulasi dapat dilihat pada Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-25. Pada saat sirkulasi
 kecil polanya akan seperti gambar Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-25(a), akan
tetapi dengan meningkatnya sirkulasi  akan diikuti dengan turunnya kedua titik stagnasi
bagian depan dan belakang aerofoil, lihat Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-25(b).
Dari sini maka dapat dipahami bahwa pada suatu sirkulasi  tertentu, garis aliran
dibelakang aerofoil akan tepat berada diujung aerofoil, seperti terlukis pada Gbr.
FENOMENA ALIRAN UDARA-25(c). Kondisi ini yang disebut dengan kondisi Kutta
(Kutta condition).

55
Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-24. Aliran udara melewati aerofoil

Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-25. Streamline aerofoil dengan sirkulasi

Pada semua Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-25 sirkulasi arahnya searah jarum
jam yang berarti diatas aerofoil terjadi peningkatan kecepatan dan penurunan tekanan,
sedangkan dibawah aerofoil terjadi penurunan kecepatan karena adanya kenaikan
tekanan. Dengan adanya perbedaan tekanan ini maka timbul gaya keatas (lift) terhadap
aerofoil.

56
Kondisi Kutta menganggap bahwa sama sekali tidak ada gesekan sehingga sliran
meninggalkan aerofoil dengan mulus sekali. Namun demikian dalam prakteknya hal ini
jarang sekali mendapatkan aerofoil yang benar-benar sangat mulus. Yang terjadi adalah
sedikit turbulensi dibelakang aerofoil (Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-26) sampai
pada jarak tertentu baru hilang. Daerah ini dinamakan wake yaitu daerah turbulensi
akibat pengaruh gesekan tidak bisa diabaikan.

Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-26. Wake dibelakang aerofoil

Pengaruh adanya wake ini akan mengurangi besarnya sirkulasi  dari yang
diperkirakan sebagai harga kondisi Kutta, sehingga tidik stagnasi berada diatas aerofoil
dan mengurangi lift.

Sebelumnya sudah diperkenalkan dengan kondisi Kutta yaitu aliran udara


meninggalkan aerofoil dengan mulus, dengan anggapan tidak ada gesekan.

Biasanya besarnya pengurangan lift sekitar 10% dibawah harga yang diperoleh dari
teori sirkulasi.

4.4. Keserupaan geometri dan keserupaan dinamik

Dua benda dikatakan mempunyai keserupaan geometri (geometrical similarity) jika


mempunyai bentuk yang sama (identik) meskipun ukurannya berbeda. Apabila kedua
benda selain mempunyai bentuk serupa juga rasio kecepatan local disekitar benda
terhadap kecepatan aliran bebas sama, maka kedua benda tersebut disebut mempunyai
keserupaan dinamik (dynamic similarity). Pada kondisi keserupaan dinamik, besarnya
koefisien gaya-gaya aerodinamik akan sama. Keserupaan dinamik akan terjadi pada
aliran incompressible dan inviscid.

57
Namun demikian, pada kasus aliran bukan inviscid, terjadinya boundary layer perlu
diperhitungkan oleh karena di model yang satu boundary layernya laminar tetapi di model
lainnya yang berbeda skala sudah terjadi boundary layer turbulen. Apabila transisinya
boundary layer terjadi di lokasi sepertiga dari ukuran aerofoil (lihat Gbr. FENOMENA
ALIRAN UDARA-27), maka masih tetap dianggap mempuinyai keserupaan dinamik.
Pada kondisi ini angka Reynold besarnya masih tetap sama.

Gbr. FENOMENA ALIRAN UDARA-27. Transisi boundary layer di lokasi sepertiga


ukuran aerofoil

Dari penjelasan diatas kemudian diberikan suatu definisi keserupaan dinamik yaitu
harus memenuhi keserupaan geometri serta mempunyai angka Reynold sama.

4.5. Daftar Acuan

1. Houghton,E.L.; Carruthers,N.B., Aerodynamics for Engineering Students, Edward


Arnold A division of Hodder & Stoughton, 3rd Edition, 1982.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 2nd, 1978.
3. Anderson,J.D., Modern Compressible Flow, Mc Graw Hill, 2nd Ed., 1997.
4. Ladson,C.L., et. all, Computer Program to Obtain Ordinates for NACA Aerofoils,
National Aeronautics and Space Administration (NASA) Technical Memorandum
4741, December 1996.

58
BAB 5. STANDARD PENAMAAN AIRFOIL

Airfoil atau seringkali dikenal dengan nama Aerofoil merupakan hal yang penting
dipelajari dalam aerodinamika oleh karena sebagian besar analisis akan berkisar di sekitar
airfoil ini. Airfoil adalah suatu bentuk geometri yang apabila ditempatkan di suatu aliran
fluida akan memproduksi gaya angkat (lift) lebih dari gaya hambatan (drag).

Saat ini bentuk geometri yang sangat bervariasi sudah mempunyai standard penamaan
tertentu. Salah satu yang paling sering digunakan di dunia internasional adalah standard
airfoil menurut National Advisory Committee for Aeronautics (NACA).

5.1. Dimensi dan geometri airfoil

Agar tujuan mendapatkan gaya angkat (lift) lebih besar dari gaya hambatan (drag),
penampang benda dibentuk dengan geometri seperti dilukiskan pada Gbr. STANDARD
PENAMAAN AIRFOIL-28. Dengan geometri seperti ini maka aliran menjadi streamline.

X c
t Y
V d
Y

X

Gbr. STANDARD PENAMAAN AIRFOIL-28. Bentuk dan dimensi airfoil

Dibagian depan (leading edge), bentuknya berupa kurva sehingga udara akan mengalir
dengan halus. Dibagian belakang (trailing edge), mempunyai geometri runcing agar
kondisi Kutta bisa terpenuhi, dan wake yang terjadi dibelakang airfoil menjadi minimal
atau sangat tipis.
Untuk mendefinisikan geometri airfoil, ada beberapa ukuran yang sering digunakan
sebagai acuan, yaitu:

a. Chord line, garis XX

Merupakan garis lurus yang menghubungkan pusat kelengkungan leading edge dan
trailing edge.

b. Chord length, c

Merupakan jarak dari titik di kurva leading edge ke titik di trailing edge yang
diperoleh dari perpanjangan garis XX (chord line).

c. Maximum thickness (ketebalan maksimum), t

Merupakan ketebalan maksimum yang diukur tegak lurus terhadap chord line.
Ketebalan airfoil dinyatakan sebagai rasio ketebalan terhadap chord, t/c. Biasanya
untuk kecepatan subsonic besarnya t/c sekitar 12-14%, sedangkan untuk kecepatan
supersonic sangat tipis, sekitar 3-4%.

Apabila geometri airfoil tidak simetris terhadap garis chord, XX, maka ada tambahan
informasi untuk menjelaskan ketidak simetrisan.

Informasi tambahan itu berupa:

a. Mean line, garis YY

Garis ini diperoleh dengan menghubungkan titik-titik tengahan antara bagian atas dan
bawah airfoil.

b. Camber, d

Merupakan jarak maksimum camber line yang diukur dari garis chord. Biasanya
dinyatakan sebagai rasio terhadap chord, d/c. Untuk airofoil kecepatan subsonic, harga
d/c sekitar 2-3%, sedangkan untuk keceptan supersonic bentuknya simetris sehingga
tidak memiliki camber. Rasio d/c seringkali diberi simbol p.

Informasi tambahan lain menyangkut geometri airfoil berupa:


a. Lokasi ketebalan maksimal dan camber dinyatakan dalam persentase chord dari leading
edge. Informasi ini lokasi camber maksimal biasanya diberi simbol m, sedangkan
lokasi ketebalan maksimal diberi simbol k.

b. Angle of attack, sudut serang

Memberikan informasi posisi airfoil terhadap aliran udara, diukur berdasarkan sudut
garis chord terhadap aliran bebas.

5.2. Penamaan Airfoil NACA

Nama atau kode penulisan airfoil dapat secara langsung memberikan informasi utama
mengenai bentuk geometri airfoil. Cara pemberian nama airfoil sudah distandardkan
secara internasional menggunakan cara penamaan menurut NACA (National Advisory
Committee for Aeronautics). Berbagai variasi geometri airfoil kemudian bisa dituliskan
dengan kode-kode tertentu menurut NACA.

Ada tujuh jenis cara penamaan menurut NACA yaitu: NACA 4-digit, 4digit modified,
5-digit, 5-digit modified, 16-series, 6-series dan 6A-series.

Secara garis besar akan dijelaskan bagaimana membaca informasi NACA airfoil.

5.2.1. NACA 4-digit

Cara penamaan dengan pemberian kode 4 angka (digit) merupakan cara yang paling
sederhana dan palingmudah.

Penulisan NACA 4 digit mempunyai bentuk: NACA xxxx

Dua digit pertama digunakan untuk memberikan kesimetrisan airfoil sedangkan dua
digit terakhir digunakan sebagai informasi kerampingan penampang airfoil.

Oleh karena informasi ketidaksimetrisan yang biasanya dinyatakan dalam informasi


camber, hanya 2 angka saja pertama, maka dalam sistem NACA 4 digit ini
ketidaksimetrisan dikenal dengan camber 2-digit.

Secara diagram NACA 4-digit bisa diterangkan sebagai berikut:


NACA pmxx
kerampingan
ketidaksimetrisan camber 2 digit
Kerampingan:

Dinyatakan dalam ukuran tidak berdimensi yaitu rasio ketebalan maksimum airfoil
terhadap panjang chord, t/c, yang dinyatakan dalam persen.

Ketidaksimetrisan:

Dijelaskan dengan dua informasi yaitu p dan m. Simbol p merupakan perbandingan


camber maksimal d terhadap panjang chord c, d/c, dalam persen. Sedangkan simbol m
menunjukkan lokasi camber (d) maksimal yang dinyatakan dalam persepuluh chord, dari
leading edge.

Apabila Airfoilnya simetris, maka tidak mempunyai camber, sehingga p=0 dan m=0.

Contoh Soal STANDARD PENAMAAN AIRFOIL- 8:


Apakah informasi yang ditunjukkan oleh kode NACA 4-digit:
a. NACA 0014
b. NACA 2312

Jawab:
a. Merupakan airfoil yang simetris antara bagian bawah dan atas chord. Ukuran
ketebalan maksimal airfoil sebesar 14 persen dari panjang chord.

b. Airfoil ini merupakan airfoil yang tidak simetris. Ukuran ketebalan maksimal besarnya
12 persen dari panjang chord. Ukuran camber (d) sebesar 2 persen panjang chord,
sedangkan lokasi camber terbesar ada di 3 persepuluh (0.3) chord.

5.2.2. NACA 4-digit modified

Standard NACA 4-digit merupakan cara paling sederhana. Agar memperoleh


informasi yang lebih akurat tentang suatu airfoil, maka NACA 4-digit dimodifikasi
menjadi NACA 4-digit modified dengan ditambahkan garis tengah (dash) dan dua angka
(digit) dibelakangnya.

Bentuknya menjadi: NACA pmxx-ik

Empat digit pertama sama seperti yang sudah dijelaskan si bab sebelumnya (5.2.1).
Angka pertama setelah garis tengah (i) merupakan nomor indeks untuk menjelaskan
radius kelengkungan leading edge. Indeks ini akan digunakan radius leading edge, yang
merupakan fungsi nomor indeks:

2
 ( t / c) i 
R le  0.5 0.2969  Pers.
 0.2 6 
STANDARD PENAMAAN AIRFOIL-83
Apabila nomor indeks i=0 menunjukkan bahwa radiusnya 0 atau di leading edge runcing.
Untuk penggunaan normal indeksnya sama dengan 6.

Angka kedua setelah garis tengah (k) memberikan informasi letak ketebalan (t)
maksimum diukur dari leading edge, dinyatakan dalam persepuluh chord.

Contoh Soal STANDARD PENAMAAN AIRFOIL- 9:


Terangkan informasi apa yang bisa diambil dari kode airfoil NACA 2312-63

Jawab:

Airfoil ini merupakan airfoil yang tidak simetris. Ukuran ketebalan maksimal besarnya
12 persen dari panjang chord. Lokasi ketebalan maksimal berada pada jarak 0.3 chord,
dari leading edge.

Ukuran camber (d) sebesar 2 persen panjang chord, sedangkan lokasi camber terbesar ada
di 3 persepuluh (0.3) chord.

Radius kelengkungan di leading edge mempunyai nomor indeks 6

5.2.3. NACA 5-digit

Pada sistem NACA 4-digit ukuran ketidaksimetrisan airfoil dinyatakan dengan camber
2-digit, yang kodenya dituliskan di dua angka pertama. Pada sistem NACA 5 digit,
ketidak simetrisan airfoil dinyatakan dengan sistem 3 digit, oleh karena itu kodenya
terderi 3 digit untuk ketidak simetrisan dan 2 digit tetap sama untuk kerampingan.

Bentuknya NACA 5-digit menjadi NACA yyyxx

Angka pertama menunjukkan dua pertiga dari koefisien angkat (corfficient of lift),
yang dinyatakan dalam persepuluh. Biasanya angkanya 2.

Angka kedua menunjukkan lokasi camber (d) maksimal yang dinyatakan dalam
persepuluh chord, dari leading edge.
Angka ketiga menunjukkan reflex trailing edge. Apabila harganya 0, nonreflex traling
edge, sedangkan 1 berarti reflex trailing edge. Pada sistem reflex terjadi pembalikan
radius camber line menjelang trailing edge. Apabila radius kurva garis camber negatif,
maka menjelang akhir airfoil di trailing edge akan membalik menjadi positif.

Dua angka terakhir menunjukkan kerampingan airfoil yang dinyatakan dalam rasio t/c
(dalam persen).

Airfoil yang umum dalam NACA 5-digit mempunyai 3 digit pertama seperti pada

Tabel STANDARD PENAMAAN AIRFOIL-6


3-digit pertama NACA 5-digit dan 5-digit modified
Non-Reflex Reflex
210 -
220 221
230 231
240 241
250 251

Contoh Soal STANDARD PENAMAAN AIRFOIL- 10:


Terangkan informasi apa yang bisa diambil dari kode airfoil NACA 23012

Jawab:

Airfoil mempunyai design lift coefficient 0.2. Lokasi camber maksimal (d) pada jarak 0.3
chord dari leading edge. Kerampingan airfoil itu ketebalannya (t) sebesar 12 % ukuran
chord.

5.2.4. NACA 5-digit modified

Pada NACA 5-digit modified mempunyai tambahan garis tengah dan dua digit
tambahan dibelakangnya, seperti pada NACA 4-digit modified (lihat 5.2.2).

5.2.5. NACA 16-series

NACA 16-series pada dasarnya sama dengan NACA 4-digit modified dengan kasus
khusus, yaitu mempunyai nomor indeks untuk radius leading edge sama dengan 4 dan
lokasi ketebalan maksimal (t) pada jarak 0.5 chord.

Bentuk NACA 16-series : NACA 16-yxx


Angka pertama setelah angka 16- menunjukkan koefisien gaya angkat (lift coefficient).
Informasi ketidak simetrisan lainnya sama sekali tidak dimunculkan dalam sistem ini.
Bila airfoil simetris angka pertama ini sama dengan 0.

Dua angka terakhir menunjukkan kerampingan airfoil yaitu persentase t/c.

Contoh Soal STANDARD PENAMAAN AIRFOIL- 11:


Tuliskan ke dalam sistem NACA 4-digit modified: NACA 16-014

Jawab:

NACA 16-014 identik dengan NACA 0014-45

5.2.6. NACA 6-series

Profil ketebalan dinyatakan dengan kode mulai 63 sampai 67. Kemudian tiga angka
terakhir penjelasannya sama dengan dengan NACA 16-series. Data mengenai profil
ketebalan tidak dimunculkan dalam sistem ini, tetapi hanya diganti dengan kode 63
sampai 67.

Sebagai contoh penulisan: NACA 63-010, NACA 65-012, NACA 64-212

5.2.7. NACA 6A-series

Profil ketebalan dinyatakan dengan kode 63A, 64A dan 65A. Kemudian tiga angka
terakhir penjelasannya sama dengan dengan NACA 16-series dan NACA 6-series. Pada
sistem ini garis tengan (dash) diganti dengan huruf A.

Sebagai contoh penulisan: NACA 63A010, NACA 65A012, NACA 64A212.

5.3. Program komputer untuk menggambar airfoil

Banyak program-program komputer yang dikembangkan di berbagai penjuru dunia


untuk memudahkan para perancang airfoil melaksanakan tugasnya.

Salah satu diantaranya adalah yang ditulis oleh Ralph Carmichael dari PDAS (Public
Domain Aeronautical Software). Program ini baik sekali bagi yang mempelajari Airfoil
tingkat dasar karena data masukannya benar-benar harus dikontrol oleh pemakainya,
artinya pemakai harus mengerti benar parameter-parameter untuk menggambarkan airfoil.
Sebagai salah satu contoh masukan yang diperlukan untuk menggambarkan airfoil
NACA 23012-64 dapat dilihat dibawah ini:

This is a 0012-64 thickness (four-digit-modified) with a 230 mean line.


&INPUT4
NAME = 'NACA 23012-64',
PROFILE = '4-DIGITMOD',
TOC = 0.12,
RLE = 0.01587,
XM = 0.4,
D1 = 0.315,

CAMBER = '3-DIGIT',
CMB = 15.957,
CM = 0.2025,
&END

Hasil visualisasi geometri NACA 23012-64 dapt dilihat pada Gbr. STANDARD
PENAMAAN AIRFOIL-29.

Gbr. STANDARD PENAMAAN AIRFOIL-29. Bentuk geometri NACA 23012-64 dalam


poscript (ps) file

Contoh lainnya adalah program komputer NVFoil yang dikembangkan Faculty of


Engineering of the University of Napoli, Italy. Interaksi pemakai untuk mengkontrol
masukan-masukan sudah tidak penuh. Program ini mudah digunakan tetapi memerlukan
pengetahuan agar memperoleh hasil yang diharapkan. Selain memberikan ukuran dan
visualisasi geometri airfoil standard NACA, juga memberikan prediksi koefisien gaya-
gaya aerodinamik dengan variasi besar sudut serang. Penampilan program ini bisa dilihat
pada Gbr. STANDARD PENAMAAN AIRFOIL-30.

Gbr. STANDARD PENAMAAN AIRFOIL-30. Program komputer NVFoil untuk


menggambar NACA airfoil dan menghitung koefisien gaya aerodinamiknya.

5.4. Daftar Acuan

1. Ladson,C.L.; Brooks,C.W.Jr.;Hill,A.S., Computer Program to Obtain Ordinates for


NACA Aerofoils, National Aeronautics and Space Administration (NASA) Technical
Memorandum 4741, December 1996.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 2nd, 1978.
3. Ladson,C.L.;Brooks,C.W.Jr., Development of a Computer Program to Obtain
Ordinates for NACA-6 and 6A-Series Airfoils, NASA TM X-3069, 1974.
4. Ladson,C.L.;Brooks,C.W.Jr., Development of a Computer Program to Obtain
Ordinates for NACA 4-Digit, 4-Digid Modified, 5-Digid, and 16-Series Airfoils, NASA
TM-3284, 1975.
5. Carmichael,R.L., Public Domain Computer Programs for the Aeronautical Engineer,
1998.

You might also like