You are on page 1of 37

Alat dan Bahan

Laboratorium Farmasetika dan Farmakognosi

No Nama Alat/Bahan Gambar Keterangan


Terbuat dari tanduk
kerbau atau sapi.
Dibuat secara manual
1 Sendok Tanduk dengan tangan tanpa
mesin. biasa
\ digunakan untuk
meracik obat.

Untuk mengaduk zat


yang cair,terbuat dari
2 Batang Pengaduk kaca panjang. Jadi
mudah untuk
mengaduk.

Untuk menimbang
sediaan cair, bisa
juga untuk
3 Cawan Penguap meleburkan bahan
setengah padat untuk
sediaan salep

Untuk
mencampurkan
sediaan yang mudah
4 Erlenmeyer menguap. karena
mulut erlenmayer
lebih kecil dari pada
beakerglass
Untuk menumbuk
atau menghaluskan
bahan obat,bisa juga
untuk
5 Mortir dan Stampher mencampur,tapi
bahannya yang padat.
Seperti,puyer atau
tablet

untuk mengukur
6 Gelas Ukur cairan yang kita
butuhkan
7 Beker Glass

Untuk mengambil
8 Sendok Porselen bahan-bahan
organik

Kaca Arloji/Gelas Untuk menimbang


9
Arloji bahan yang padat

10 Gelas Spirtus

Digunakan untuk
mengambil bahan
11 Pinset/Penjepit
atau anak
timbangan
Untuk membersihkan
dan mengambil sisa-
sisa obat yang masih
12 Sudip tersisa di dalam
mortir, dan untuk
memasukkan sediaan
ke wadah

pipet fungsinya untuk


mengambil sediaan
13 Pipet Tetes cair yang jumlahnya
sedikit contohnya air
dan alkohol.
Digunakan untuk
Timbangan Miligram
14 menimbang obat
atau bahan obat

Digunakan untuk
15 Timbangan Analitik menimbang obat
atau bahan obat

Untuk mencetak
16 Alat Pencetak Kapsul
kapsul

Memanaskan air
17 Penangas Air atau zat/bahan
obat

Untuk mengayak
18 Mesh
serbuk
Untuk menyimpan
19 Lemari Obat bahan atau obat
agar aman

Untuk mengemas
20 Kertas Perkamen sediaan obat
(puyer)

Untuk mengemas
21 Cangkang Kapsul sediaan obat
(kapsul)

Vaselin album, Vaselin Flavum,


gliserin, talk, asam salisilat, acid borat,
Zn, oleum, mint, ethanol,
alkohol,sacarum lactis, glukosa,
Bahan
gliserin, kamfer,eter/aseton, alkohol,
asam stearate, trietanolamin, adeps
lanae, paraffin cair, carboxymetil CMC,
tween, PEG, champor
Format Jurnal Praktikum Ilmu Resep

Daftar Isi

I. Daftar Farmasi Kit dan buku-buku yang diperlukan


a. Jas Praktikum
b. Buku besar untuk jurnal resep
c. Farmasi kit
1. Serbet/lap/tissue
2. Sendok tanduk
3. Sendok porselen
4. Sudip
5. Kertas puyer
6. Sabun cuci
7. Lem
8. Isolasi
9. Steples
10. Plastik klip
d. Buku yang diperlukan
1. Farmakope Indonesia Edisi III
2. Farmakope Indonesia Edisi IV
3. Informasi Spesialite Obat (ISO)
4. Fornas
5. Ilmu Meracik Obat
II. Petunjuk Pembuatan Jurnal Praktikum
1. Salinan Resep
2. Resep Latin
3. Resep Indonesia
4. Daftar Monografi/Uraian Bahan
a. Sinonim bahan obat
b. Pemerian, kelarutan, rasa
c. Dosis Maksimal/ Dosis Lazim
d. Khasiat bahan obat
5. Perhitungan Dosis dan Pengambilan Bahan
6. Alat dan Bahan
7. Cara Kerja/Prosedur Kerja
8. Etiket
9. Diagnosa
10. Copy Resep
11. Dasar Teori
12. Pembahasan
13. Kesimpulan
14. Daftar Pustaka
Format Jurnal Praktikum Farmakognosi Simplisia

I. Judul Praktikum
II. Tujuan
III. Manfaat
IV. Dasar Teori
V. Klasifikasi Tanaman yang akan dibuat simplisia
VI. Alat Bahan
VII. Cara Kerja
VIII. Hasil

Gambar/Foto/Asli Simplisia Gambar/Foto/Asli Simplisia Gambar/Foto/Asli Simplisia


yang sudah dibuat yang sudah dibuat yang sudah dibuat

Deskripsi Simplisia Deskripsi Simplisia Deskripsi Simplisia

IX. Pembahasan
X. Kesimpulan
XI. Daftar Pustaka
Contoh nama Simplisia
1. C. xanthorhizza (Rhizoma (Rimpang Temulawak)
2. Curcuma domestica Rhizoma (Rimpang kunyit)
3. Languatis Rhizoma (Rimpang Lengkuas)
4. C.aeruginosae Rhizoma (Rimpang Temu Hitam)
5. Zingiber officinalle (Rimpang Jahe)
6. Mirabilis Tuber (Umbi Bunga Pukul Empat)
7. Kaemferiae Rhizoma (Rimpang Kencur)
8. Curcuma alba Rhizoma (Rimpang Kunyit Putih)
9. Tinosporae Caulis (Batang Brotowali)
10. Cinamommum burmannii Cortex (Kulit Kayu Manis)
11. Santali Lignum (Kayu Cendana)
12. Folium, Herba Digitalis Folium (Daun digitalis)
13. Phylantii Herba (Herba Meniran)
14. Sonchi Folium (Daun Tempuyung)
15. Apii graveolens Folium (Daun Seledri)
16. Carica papaya Folium (Daun Pepaya)
17. Gynura Folium (Daun Dewa)
18. Andrographis paniculata Folium (Daun Sambiloto) Flos, Fructus, Semen
19. Amomi Fructus (Buah Kapulaga)
20. Caryophylli Flos (Bunga Cengkeh)
21. Piperis albi Fructus (Buah lada putih)
22. Piperis nigri Fructus (Merica Hitam)
23. Coffea Semen (Biji Kopi)
24. Myristicae Semen (Biji Pala) Amilum
25. Amilum oryzae
26. Amilum mannihot
27. Amilum maydis
28. Amilum metroxilon
29. Psidii Folium (daun jambu biji)
30. Orthosiphonis Folium (daun kumis kucing)
31. Sericocalycis Folium (daun kejibeling)
32. Polyanthi Folium (daun salam)
33. Capsii fructus (buah cabai merah)
PEMBUATAN
SIMPLISIA
17 OKTOBER 2014RYZTITINGGALKAN KOMENTAR
1. PENGUMPULAN BAHAN BAKU
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda
antara lain tergantung pada :

1. Bagian tanaman yang digunakan.


2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan
senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen.
Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut
mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.

2. SORTASI BASAH
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran
atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia.
Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman
obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang,
daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus
dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba
dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah
mikroba awal.
3. PENCUCIAN
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata
air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang
mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-
sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah
mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali,
jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia
dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan
biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi
dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah
rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan
untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan
bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada
permukaan bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan
mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah
Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus,
Enterobacter dan Escherishia. Pada simplisia akar, batang atau
buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk
mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar
jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan
simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak
memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan
dengan tepat dan bersih.
4. PERAJANGAN
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk
mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung
dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari.
Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki.

Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat


penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan.
Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa
yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti
temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis
lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk
mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama
perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk
mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam
pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama
satu hari.

5. PENGERINGAN
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu
yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan
menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu
atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam
simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media
pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu
dalam sel, masih dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif
sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut
masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang
masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang
merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara
proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi
dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera
setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum
bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih
dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk
menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan
pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70%
atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian
selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak
berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar
matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1
yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah
suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan
bahan simplisia tidak dianjurkan menggunakan alat dari
plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-
faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh
simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan
selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat
mengakibatkan terjadinya “Face hardening”, yakni bagian
luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih
basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia
yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau
oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air
permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari
dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan
menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya.
“Face hardening” dapat mengakibatkan kerusakan atau
kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara


pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu
300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak
melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa
aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus
dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300
sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu
dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari
pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg.
Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara
pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan.
Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses
pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan
digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan
yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.

1. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian
tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara
pengeringan :

1. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan


untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras
seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan
rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan
dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di
Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah,
yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah
dipotong-potong di udara terbuka di atas tampah-tampah
tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan
aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat
tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya
baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau
kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau
cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu
pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang
atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia
tersebut kering. F’IDC (Food Technology Development
Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar
matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap
dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian
dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus
cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah
jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk
mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan
demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan
simplisia.
2. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan
sinar matahari langsung. Cara ini terutama digunakan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga,
daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif
mudah menguap.
2. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan
pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika
melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan
suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban,
tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan
buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu
sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik,
udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau
lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah
disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini
dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis
dan murah dengan hasil yang cukup baik.

Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh


simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan
akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat,
tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh
misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk
penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh
simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan
menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia
dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.

Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat


tergantung pada jenis simplisia, kadar airnya dan cara
penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat tahan lama
dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai
8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan
selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.

6. SORTASI KERING
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap
akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak
diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada
dan tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan
sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan.
Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat
dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk
rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang
terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya
partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang
tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

Pengawetan
Simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari
serangga atau cemaran atau mikroba dengan penambahan
kloroform, CCl4, eter atau pemberian bahan atau penggunaan
cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang
membahayakan kesehatan.

Wadah
Wadah adalah tempat penyimpanan artikel dan dapat
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan artikel.
Wadah langsung (wadah primer) adalah wadah yang langsung
berhubungan dengan artikel sepanjang waktu. Sedangkan
wadah yang tidak bersentuhan langsung dengan artikel
disebut wadah sekunder.

Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang


disimpan didalamnya baik secara fisika maupun kimia, yang
dapat mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau
kemurniannya hingga tidak memenuhi persyaratan resmi.

Wadah tertutup baik: harus melindungi isi terhadap masuknya


bahan padat dan mencegah kehilangan bahan selama
penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.
Suhu Penyimpanan
Dingin : suhu tidak lebih dari 80C, Lemari pendingin
mempunyai suhu antara 20C– 80C, sedangkan lemari pembeku
mempunyai suhu antara -200C dan -100C.
Sejuk : suhu antara 80C dan 150C. Kecuali dinyatakan
lain, bahan yang harus di simpan pada suhu sejuk dapat
disimpan pada lemari pendingin.
Suhu kamar : suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali
adalah suhu yang di atur antara 150C dan 300C.
Hangat : hangat adalah suhu antara 300C dan 400C.
Panas berlebih : panas berlebih adalah suhu di atas 400C.
Tanda dan Penyimpanan
Semua simplisia yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda
palang medali berwarna merah di atas putih dan harus
disimpan dalam lemari terkunci. Semua simplisia yang
termasuk daftar obat keras kecuali yang termasuk daftar
narkotika, diberi tanda tengkorak dan harus disimpan dalam
lemari terkunci.

Kemurnian Simplisia
Persyaratan simplisia nabati dan simplisia hewani
diberlakukan pada simplisia yang diperdagangkan, tetapi pada
simplisia yang digunakan untuk suatu pembuatan atau isolasi
minyak atsiri, alkaloida, glikosida, atau zat aktif lain, tidak
harus memenuhi persyaratan tersebut.

Persyaratan yang membedakan strukrur mikroskopik serbuk


yang berasal dari simplisia nabati atau simplisia hewani dapat
tercakup dalam masing–masing monografi, sebagai petunjuk
identitas, mutu atau kemurniannya.

Benda Asing
Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh
mengandung organisme patogen, dan harus bebas dari
cemaran mikro organisme, serangga dan binatang lain
maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang
bau dan warna, tidak boleh mengandung lendir, atau
menunjukan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan
simplisia nabati harus dibebaskan dari pasir, debu, atau
pengotoran lain yang berasal dari tanah maupun benda
anorganik asing.

Dalam perdagangan, jarang dijumpai simplisia nabati tanpa


terikut atau tercampur bagian lain, maupun bagian asing, yang
biasanya tidak mempengaruhi simplisianya sendiri. Simplisia
tidak boleh mengandung bahan asing atau sisa yang beracun
atau membahayakan kesehatan. Bahan asing termasuk bagian
lain tanaman yang tidak dinyatakan dalam paparan monografi.

Pemalsuan Dan Penurunan Mutu Simplisia


Pemalsuan umumnya dilakukan secara sengaja, sedangkan
penurunan mutu mungkin dilakukan secara tidak sengaja.

Simplisia dianggap bermutu rendah jika tidak memenuhi


persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan, khususnya
persyaratan kadarnya. Mutu rendah ini dapat disebabkan oleh
tanaman asal, cara panen dan pengeringan yang salah,
disimpan terlalu lama, kena pengaruh kelembaban, panas atau
penyulingan.

Simplisia dianggap rusak jika oleh sebab tertentu, keadaannya


tidak lagi memenuhi syarat, misalnya menjadi basah oleh air
laut, tercampur minyak pelumas waktu diangkut dengan kapal
dan lain sebagainya.
Simplisia dinyatakan bulukan jika kwalitasnya turun karena
dirusak oleh bakteri, cendawan atau serangga.

Simplisia dinyatakan tercampur jika secara tidak sengaja


terdapat bersama-sama bahan-bahan atau bagian tanaman lain,
misalnya kuncup Cengkeh tercampur dengan tangkai
Cengkeh, daun Sena tercampur dengan tangkai daun.

Simplisia dianggap dipalsukan jika secara sengaja diganti,


diolah atau ditambahi bahan lain yang tidak semestinya.
Misalnya minyak zaitun diganti minyak biji kapas, tetapi tetap
dijual dengan nama minyak Zaitun. Tepung jahe yang
ditambahi pati terigu agar bobotnya bertambah, ditambah
serbuk cabe agar tetap ada rasa pedasnya, ditambah serbuk
temulawak agar warnanya tampak seperti keadaan semula.
cara pembuatan
simplisia Daun tapak
liman
Selasa, 22 April 2014

cara pembuatan simplisia daun tapak liman


JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

I. Judul

Metode pembuatan simplisia Daun Tapak Liman (Elephantrophus scaber).

II. Tujuan

 Untuk mengetahui cara pembuatan simplisia daun Tapak Liman yang baik dan benar.

 Mengetahui mutu simplisia daun tapak liman yang baik.

 Mengetahui makroskopik dan mikroskopik pada simplisia Elephantrophus scaber

III. Latar belakang

Pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional merupakan suatau produk pelayanan
kesehatan yang strategis karena berdampak positif terhadap tingkat kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.

Tanaman obat dapat memberikan nilai tambah apabila diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis
produk. Tanaman obat tersebut dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti simplisia
(rajangan), serbuk, minyak atsiri, ekstrak kental, ekstrak kering, instan, sirup, permen, kapsul
maupun tablet.

Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagi bahan baku obat yang mengalami
pengolahan atau baru dirajang saja, tetapi sudah dikeringkan. Permintaan bahanbaku simplisia
sebagai bahan baku obat-obatan semakin meningkat dengan bertambahnya industri jamu. Selain itu,
efek samping penggunaan tanaman obat untuk mengobati suatu penyakit lebih kecil dibandingkan
obat sintetis.
Proses pembuatan simplisia diperlukan beberapa tahapan yaitu pengumpulan bahan baku,
sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan.
Agar simplisia memiliki mutu dan ketahanan kualitas yang baik, selain proses pengumpulan baku,
sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan dan sortasi kering, juga perlu diperhatikan proses
pengepakan dan penyimpanan karena sangat berpengaruh pada kandungan kadar zat aktif dalam
simplisia.

Daun Tapak liman (Elephantrophus scaber) nama tumbuhan ini mungkin jarang kita dengar.
Tapi, sebetulnya bentuk tanaman ini tidak seasing namanya. Jika kita perhatikan dengan seksama,
hampir dapat dipastikan orang akan langsung mengenalnya sebagai tanaman rumput liar yang
terdapat di halaman rumah atau di lingkungan sekitar,

Daun Tapak liman biasanya digunakan untuk obat demam, batuk, sariawan, mencret menahun,
panas, penyakit cacing dan sebagai perangsang nafsu kelamin. Karena pemanfaatan daun tapak
liman sebagai pengobatan masih kurang, mendorong kami untuk mengolah daun tapak liman
tersebut menjadi simplisia yang berkhasiat serta mengidentifikasi kandungan zat apa yang terdapat
dalam simplisia daun tapak liman.

IV. Dasar teori

SIMPLISIA

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.
Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

 Jenis Simplisia

a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.

b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-zat berguna
yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia
harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyarata minimal tersebut, ada
beberapa faktor yang berpengaruh , antara lain adalah :

1. Bahan baku simplisia.

2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.

3. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.

A. PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM.


1. BAHAN BAKU

Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar
atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di
hutan atau tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai
tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman
budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman simplisia
dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-kecilan berupa tanaman
tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan
pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam tumbuhan obat.

2. DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA

a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat, tetapi dengan suhu yang tidak
terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang.
Pengeringan dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya.
Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya,
sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak
diinginkan.

c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.

Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati, penyaringan sari air dan proses
khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki
mutu sesuai dengan persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus terbebas
dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat dan lain-lain.

3. TAHAP PEMBUATAN

Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

A. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada :

1. Bagian tanaman yang digunakan.

2. Umur tanaman yang digunakan.

3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang
akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam
jumlah yang terbesar.Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada
umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid hiosiamina mula-
mula terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pembentukan hiosiamina berpindah pada batang
yang masih hijau. Pada tahun kedua batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang
pada daun kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai
dalam pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada
saat tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah
makin tua.Contoh lain, tanamanMenthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl daunnya.
Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman
ini dicapai pada saat tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan terkumpul
dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yangdikumpulkandan waktu
pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di samping waktu panen yang
dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang
mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari.
Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkanstabilitas
kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :

1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti kedawung (Parkia rosbbrgii),
pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum
kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus
cornrnunis).

2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering dihubungkan dengan
tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah seperti
perubahan tingkat kekerasan misal labu merah (Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna,
misalnya asam (Tarnarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh
(Averrhoa belimbi), jeruk nipis (Citrui
aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus), pare (Mornordica charantia).

3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan dilakukan
pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu
penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, sehingga mempunyai
mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun pucuk ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).

4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih yang telah
membuka sempurna dan terletak di bagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari sempurna.
Pada daun tersebut terjadi kegiatan asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal sembung (Blumea
balsamifera).

5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada
saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya
dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.
6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan pada saat umbi
mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang merah
(Allium cepa).

7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada musim kering dengan
tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum.
Panen dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini
keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak
tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk
memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya tidak
digunakan bila diperkirakan akan merusak senyawa aktif siniplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya.
Cara pengambilan bagian tanaman untuk penibuatan simplisia dapat dilihat pada tabel I hal. 6.

B. SORTASI BASAH

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-
bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya
harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam
mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut
dapat mengurangi jumlah mikroba awal.

C. PENCUCIAN

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan
simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan
simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan
dalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu kali dapat
menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba
yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari
semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba.
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air
yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat
bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat
pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umuln terdapat dalam
air adalah Pseudomonas, Proteus,Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada
simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah
mikroba awal karena sebagian besar
jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut
mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.

D. PERAJANGAN

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan


bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari.
Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat
waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi
bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring,
jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya
kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan
logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.

E. PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,sehingga dapat disimpan
dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat
merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat
bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih
mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik
yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses
sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati.
Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan
proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu,
merendam bahan simplisia dengan etanol 70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian
selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang
dari 10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu alat
pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban
udara, aliran udara, Waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia
tidak dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor
tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama
penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni bagian
luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan
simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang
menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan
tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening"
dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat
dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia
yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu
serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi
tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga
tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan
menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan
orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.

1. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua
cara pengeringan :

a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif
keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil.
Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah
dan murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di
atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini
kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di
daerah yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang
mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang atau mikroba
lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F'IDC (Food Technology Development Center IPB)
telah merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut
ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas
rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika
tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan
demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan simplisia.

b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini terutama
digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan
mengandung senyawa aktif mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan

Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika
melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu
kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai
berikut: “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik, udara
panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah
disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana,
praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.

Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena
pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca.
Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar
matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu
alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.

Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis simplisia, kadar airnya dan
cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya
diturunkan 4 sampai 8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan dengan
kadar air 10 sampai 12%.

F. SORTASI KERING

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk
memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-
pengotoran lain yang masill ada dan tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia
dibungkus untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan
dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang
terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah
lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

B. METODOLOGI DAN PARAMTER STANDARISASI SIMPLISIA

Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang diperlukan dalam analisa mutu siplisia
, yaitu :

1. Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ) :

a. Pengujian Organoleptik

b. Pengujian Makroskopik

c. Pengujian Mikroskopik

2. Parameter Non Spesifik :

a. Penetapan kadar air dengan destilasi

b. Penetapan susut pengeringan

c. Penetapan kadar abu

d. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

e. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

f. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

g. Uji cemaran mikroba

3. Parameter Spesifik :

a. Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari

Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran simplisia )

1. Uji Organoleptik

Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia yang diuji.

2. Uji Makroskopik

Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran
dan warna simplisia yang diuji.

3. Uji Mikroskopik

Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan.
Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan maupun serbuk. Tujuannya adalah untuk mencari unsur-unsur
anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal
yang spesifik bagi masing-masing simplisia. Serbuk yang diperiksa adalah serbuk yang homogen dengan derajat
kehalusan 4/18 yang dipersyaratkan oleh MMI. Ada 4 cara pengamatan menggunakan mikroskop yaitu :

1. MIKROSKOPIK 1

Menggunakan medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur lepas, butir pati, butir tepung sari,
serabut, sel batu, rambut penutup, rambut kelenjar lepas serta beberapa jenis jaringan khas lainnya

2. MIKROSKOPIK 2

Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan larut akan larut dan jaringan yang
berisi klorofil menjadi jernih sehingga pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil,
rongga minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.

3. MIKROSKOPIK 3

· Diakukan pewarnaan terhadap serbuk. Sebaiknya dilakukan setelah serbuk dijernihkan dengan chloral
hidrat, namun dalam hal-hal tertentu boleh langsung menambahkan pereaksi tanpa didahului penjernihan
jaringan.

· Pereaksi yang biasa digunakan misalnya floroglusin-asam klorida akan menimbulkan warna merah pada
sel yang berisi lignin ( sel batu, serabut dan xilem ).

4. MIKROSKOPIK 4

Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan untuk mendeteksi ada tidaknya
kerangka silika pada tanaman yang banyak mengandung silika seperti familia Poaceae / Gramineae dan
Equisetaceae.

4. Parameter Non-Spesifik

1. Penetapan Kadar Air ( MMI )

Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional akan mempercepat pertumbuhan
mikroba dan juga dapat mempermudah terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat
mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas kandungan air pada suatu simplisia
sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.

Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya
kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut.
Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan
bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%.
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu ;

a. Metode Titrimetri

Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium
dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah stoikiometri reaksi
tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat
pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode
ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari
kelembaban udara ( Anonim, 1995 ).

Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir nitrogen atau melalui pipa samping
yang dapat disumbat. Pengadukan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau
dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering 1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan
dengan tahanan variable lebih kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang cocok
yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi
Karl Fishcer, penunjuk mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan semula. Pada titik
akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara
perlahan-lahan, umumnya dilakukan titrasi tidak langsung.

b. Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang ulang kali di dalam labu dan
menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan
tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).

Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.

c. Metode Gravimetri.

Dengan menghitung susut pngeringan hingga tercapai bobot tetap ( Anonim, 1995 ).

2 Penetapan Susut Pengeringan ( MMI )

Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.kecuali dinyatakan lain , suhu peetapan adalah
105oC , keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu
penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai
2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap.

Susut pengeringan = (bobot awal – bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk simplisia yang tidak mengandung
minyak atsiridan sisa pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh
kelembaban lingkungan penyimpanan.

3 Penetapan Kadar Abu (MMI)

Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap dari suatu simplisia pada
pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu dapat berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari
pengotoran lain misalnya pasir atau tanah.

4. Penetapan Kadar Abu yang tidak larut Asam (MMI)


Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau tanah silikat.

5. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam air (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air dari suatu simplisia.

6. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan etanol dari suatu
simplisia.

7. Uji Cemaran Mikroba

a. Uji Aflatoksin

Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus.

b. Uji Angka Lempeng Total

Untuk mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan angka lempengan total yang ditetapkan oleh
Kementrian Kesehatan yaitu 10oC FU/gram.

c. Uji Angka Kapang

Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng total yang ditetapkan oleh Kemenkes yaitu
104 CFU/gram.

5. Parameter Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ).

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan kimia simplisia
digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa
kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian senyawa
kimia aktif dari simplisia yang masih kasar.

Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari

Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : minyak atsiri,
karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak, senyawa fenolik ( fenol-fenol asam fenolat, fenil
propanolol, flavonoid, antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik, glikosida, saponin, tani, karbohidrat dan
lain-lain.

Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk, ekstrak atau dalam bentuk sediaan.
Mula-mula serbuk simplisia disari dengan larutan penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut
non polar, pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan kelompok kandungan
kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter minyak tanah (petroleum eter) atau heksan. Pelarut
kurang polar seperti eter, clhoroform dll. Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya dengan
berbagai perbandingan, umumnya dipakai etanol air 70%.

Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil pengocokan terakhir bila diuapkan
tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat soxhlet.
Untuk cara pengocokan dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan cairan penyari selama satu
malam. Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan untuk penyariankandungan kimia yang telah diketahui stabil.
Penggunaan eter sebagai cairan penyari tidak dianjurkan mengingat sifatnya yang mudah terbakar.

Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu :

1. Sari dalam eter minyak tanah atau heksana

Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak atsiri, lemak dan asam lemak
tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain kelompok tersebut diatas, kemungkinan terkandung pada
klorofil dan resin yang disebut senyawa pengotor.

2. Sari dalam eter atau kloroform

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagi berikut :

a. Alkaloid

b. Senyawa fenolik :

* fenol-fenol

* asam fenolat

* fenil propanoid

* flavonoid

* antrakuinon

* xanton dan stilben

c. Koponen minyak atsiri tertentu

d. Asam lemak.

3. Sari dalam etanol-air

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :

a. Garam alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi.

b. Antosianin

c. Glikosida

d. Saponin

e. Tanin

f. Karbohidrat
Klasifikasi Tanaman Tapak Liman (Elephantopus scaber L)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Elephantopus
Spesies : Elephantopus scaber L.

DESKRIPSI TANAMAN

Pertelaan : terna, tegak dengan rimpang yang menjalar, tinggi 10 cm sampai 80 cm, batang kaku, berambut
panjang dan rapat, bercabang. Daun berkumpul di da bawah, membentuk roset, bentuk daun
jorong, bundar telur sungsang, panjang 3 cm sampai 38 cm, lebar 1 cm sampai 6 cm, permukaan
daun agak berambut. Perbungaan berupa bonggol, bergantung banyak, berbentuk bulat telur dan
sangat tajam; daun pelindung kaku, daun pembalut dari tiap bunga kepala berbentuk jorong, lanset,
sangat tajam dan berselaput, 4 daun pembalut dibagian luar panjang 5 mm, tidak berambut, 4 daun
pembalut dibagian dalam panjang 10 mm berambut rapat; panjang mahkota bunga 7 mm sampai 9
mm, berbentuk tabung, berwarna putih, ungu kemerahan, ungu pucat. Buah merupakan buah
longkah,panjang 4 mm, berambut; papus berambut kasar 5, kadang-kadang 6, melebar pada bagian
pangkalnya, kaku, berambut, panjang 5 mm sampai 6 mm.

Ekologi dan penyebaran : diduga tumbuhan ini barasal dari daerah tropik di Amerika. Tumbuhan ini telah lama
dimasukkan ke pulau Jawa dan sekarang meluas dari daerah rendah sampai daerah dengan
ketinggian 1200m diatas permukaan laut. Tumbuhan merupakan gulma, pada tempat-tempat
tertentu sering ditemukan dalam jumlah banyak terutama dilapangan rumput.

Sifat dan Khasiat :Rasa agak pahit pedas, sifany sejuk, astringen. Berkhasiat pereda demam (antipiretik),
antibiotik, antiradang, peluruh kencing (diuretik), peluruh dahak, peluruh haid, afrodisak,
menghilangkan bengkak, penawar racun (detoksikan), mempercepat pengeluaran nanah dan
pelembut kulit.

Kandungan Kimia :Daun tapak liman mengandung elephantopin, deoxyelephantopin, isodeoxyelephantopin, 11, 1
dihydrodeoxyelephantopin, elephantin, efriedelinol, stigmasterol, triacontan-1-ol, dotriacontan-1-ol,
lupeol, lupeol acetate. Stigmasterol turunan steroid, yang dapat memacu gairah seksual.Bunga
mengandung flavonoida luteolin-7-glicosoida. Akar mengandung epiprirlinol, lupeol dan stigmasterin

V. Pembuatan Simplisia

1. Determinasi
1.b tumbuh-tumbuhan dengan bungan sejati, sedikit dikitnya dengan benang sari dan atau putik .
tumbuh-tumbuhan benrbunga. 2

2.b tidak ada pembelit. Tumbuh-tumbuhan dapat juga memanjat atau membelit (dengan
batang,poros daun atau tangkai daun ). 3

3.b daun tidak berbentuk jarum atau tidak terdapat dalam berkas tersebut

di atas. 4

4.b tumbuh-tumbuhan tidak menyerupai bangsa rumput. Daun dan atau bunga berlainan dengan
yang diterangkan diatas. 6

6.b dengan daun yang jelas. 7

7.b bukan tumbuh-tumbuhan bangsa palem atau yang menyerupainya. 9

9.a tumbuh-tumbuhan memanjat atau membelit1 (golongan 4). 41

41.b tumbuh-tumbuhan tidak memanjat dengan akar udara. Daun tidak

Silindris. 42

42.b tumbuhan tidak demikian 43

43.a daun berhadapan atau dalam karangan 44

44.b daun tunggal. 45

45.a daun bertulang melengkung atau menjari, yaitu : pasangan tulang daun yang paling bawah
menuju kedekat atau samping pada ujung daun. 46

46.a bunga kuning, merupakan bunga bongkol, yang pada pangkalnya diselubungi oleh pembalut
bersama, yang terdiri dari banyak daun pelindung. 121.compositae

Famili Compositae (bangsa bunga matahari)

Herba, perdu atau tumbuh-tumbuhan memanjat, jarang pohon, dengan daun tersebar atau
berhadapan, tunggal, kadang-kadang bertoreh dalam, tanpa daun penumpu kecil. Bunga dalam
bongkol kecil dengan daun pembalut, sering dalam satu bongkol yang sama terdapat dua macam,
adalah bunga cakram,bentuk tabung, dan bunga tepi bentuk pita. Bunga tepi terdapat dalam satu
lingkaran atau lebih; yang dengan pita besar mencolok atau lebar disebut ‘ bunga jari –jari’. Semua
bunga juga bias bentuk tabung, atau bias seluruhnya bentuk pita. Daun pelindung dari bunga
tersendiri kadang-kadang seperti sisik sekam terdapat di atas dasar bunga bersama. Bunga
beraturan atau setangkup tunggal, berkelamin satu atau dua atau mandul, berbilangan 4-5 , dengan
kelopak yang umumnya sangat tidak jelas (diganti dengan rambut, rambut sikat atau sisik). Mahkota
berdaun lepas, kadang-kadang bentuk lidah. Benang sari tertancap dalam tabung mahkota berseling
terhdapa tajunya, kebanyakan dengan tangkai sarinya yang lepas dan hampir tanpa pengecualian
dengan kepala sari yang tumbuh bersatu menjadi buluh. Bakal buah tenggelam, dengan satu bakal
biji. Tangkai putik satu, kebanyakan dengan dua kepala putik. Buah keras biji satu, kering( peny.). biji
umumnya tumbuh bersatu dengan kulit buah. Sel getah dan kelenjar minyak sering terdapat
padanya.

1.a bongkol kecil tanpa bunga pita ; semua bunga tabung. 2

2.b karangan bunga lain. Batang tidak bersayap. 3

3.a anak bongkol berbunga 4, dalam jumlah besar bersatu menjadi berkas ; berkas tunggal di puncak
cabang dan rantingnya, dalam pembalut bentuk cawan yang terdiri atas 3-4 daun pelindung kaku,
segitiga bentuk talang,runcing. 2.Elephantopus

Elephantopus

Herba menahun, tegak, mencolok karena warnanya yang hijau tua, dengan akar bentuk tombak
yang kuat, tinggi 0,1-0,2 meter. Batang bulat,kaku,keras, sangat liat. Daun yang bawah dalam roset akar, pada
tangkai bentuk pelepah, pendek;memanjang hingga bulat telur terbalik, berlekuk tidak teratur atau tidak
berlekuk, dengan tepi keriting, yang bergerigi lemah, berambut, 4-35 kali 2-7 cm ; daun batang jauh lebih kecil,
berjarak besar. Daun membalut dari bongkol khusus 8, 4 yang paling luar jauh lebih pendek dari pada 4 yang
terdalam. Tabung mahkota putih, panjang kurang lebih 0,5 cm pinggiran memutar keluar, bertaju 5, ungu
kemerahan, jarang putih. Kepala sari berlekatan. Tangkai putik dengan 2 cabang panjang yang berambut. Buah
keras sempit, dengan ujung terpancung dan dengan 4-6 rambut sikat. Rambut sikat langsing dan boleh dikata
lurus. Musim bunga terbesar april-oktober. Asal Amerika tropis ; 1-1.200 meter. Lading berumput, tepi jalan
dan tepi tanggul, galengan, jalan setapak dalam hutan, tepi hutan. Tapak liman, S, J, Bala guduh, S, Lelobakan,
S, Cancang-cancang, S, Tapak tangan, J, Talpak tana, Md, Olifantspot, N. Elephantopus
scaber L.

2. Pengumpulan Bahan Baku

Pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih yang telah
membuka sempurna dan terletak di bagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari
sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegiatan asimilsai yang sempurna. Pemanenan dilakukan pada
pagi hari, hal ini ditujukan agar kandungan senyawa di dalam daun tapak liman masih banyak.

3. Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
bahan simplisia. Hal ini dilakukan dengan cara memisahkan daun tapak liman yang kering dengan
yang masih segar, dan membersihkan daun tapak liman dari kotoran seperti tanah. Tanah
mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanag berikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.

4. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada daun
tapak liman. Pencucian dilakukan dengan air mengalir dan lakukan sebanyak 3 kali. Hal ini dilakukan
agar jumlah mikroba dapat berkurang 42% dari jumlah mikroba awal.

5. Perajangan
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan daun tapak liman. Perajangan
dilakukan setelah daun tapak liman utuh dikeringkan selama 1 hari. Penjemuran sebelum
perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.
Perajangan dilakukan dengan cara memotong bagian daun dari tapak liman, jangan terlalu tipis.

6. Pengeringan

Pengeringan daun tapak liman dilakukan dibawah sinar matahari dengan ditutupi kain berwarna
hitam. Fungsi dari kain adalah untuk menyerap matahari dan menutup kemungkinan terjadinya
penguapan zat aktif dari daun tapak liman.

7. Sortasi kering

Dilakukan dengan cara memisahkan bahan-bahan yang menempel pada simplisia , seperti pasir,
kerikil dan lain-lain.

8. Penyimpanan Dan Pengepakan

Setelah sortasi kering, simpan simplisia daun tapak liman di wadah tertutup rapat.
ISI BUKU PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK SMK FARMASI (KUNING)
DESKRIPSI PRODUK
Daftar isi
1. Dasar-Dasar Kefarmasian
Ruang Lingkup Kefarmasian
Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009
Undang-Undang Narkotik, Undang-Undang
Psikotropika, dan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen
2. Penggolongan Obat
Pendahuluan
Penggolongan Obat
1. Golongan obat bebas
2. Golongan obat bebas terbatas
3. Golongan obat keras
4. Golongan obat wajib apotek (OWA)
5. Golongan obat psikotropika
6. Golongan obat narkotik
Pengelompokan Obat
3. Penggolongan Alat Kesehatan dan PKRT
Undang-Undang Alat Kesehatan
Alat Kesehatan
Jenis dan Fungsi Alat Kesehatan
Undang-Undang PKRT
Jenis-Jenis PKRT
Penandaan dan Periklanan PKRT
4. CPOB, CPOTB, dan CPKB
Ketentuan CPOB
Ketentuan CPKB
Ketentuan CPOTB
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Cara Pembuatan Obat Tradisonal yang Baik
(CPOTB)
Lampiran 1: Gambar-Gambar Alat Kesehatan
Lampiran 2: Undang-Undang No.36 Tahun 2009

DESKRIPSI PRODUK )COKLAT)

Daftar isi :
1.Dasar-Dasar Kefarmasian
2. Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Psikotropika, dan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen
Farmakognosi jilid 1

DESKRIPSI PRODUK

Judul:
Pengarang: Drs.Fery Norhendy Apt dkk
Daftar Isi:
1.Pendahuluan
2.Rhizoma
3.Radix
4.Cortex
5.Bulbus,Cormus,Tuber,Lignum,dan Caulis
6.Herba
7.Folium
8.Flos
9.Fructus

Farmakognosi jilid 2

Daftar isi
1. Semen
2. Amylum
3. Oleum
4. Simplisia dari Phycophyta, Myophyta, dan
Mycophyta
5. Getah, Damar, dan Malam
6. Pengolahan Bahan Nabati
7. Simplisia dari Hewan
8. Simplisia dari Minyak Mineral
9. Pembuatan dan Pengujian Obat Bahan Alam Indonesia
FARMAKOGNOSI Jilid 2
Rp 59.000
Rp 50.150

DESKRIPSI PRODUK
Daftar isi
1. Obat Tradisional
2. Galenika
3. Ekstrak
4. Tinctura
5. Infusa
6. Air Aromatika
7. Sirup
8. Minyak Lemak
9. Minyak Atsiri
FARMAKOGNOSI Jilid 3
Rp 69.000
Rp 58.650

DESKRIPSI PRODUK
Daftar isi
1. Simplisia dari Phycophyta dan Mycophyta
2. Simplisia dari Getah, Damar, dan Malam
3. Simplisia dari Pengolahan Bahan Nabati
4. Simplisia Hewani
5. Simplisia dari Pengolahan Bahan Mineral
6. Pengujian Simplisia Secara Organoleptis
dan Mikroskopis
7. Pengujian Obat Tradisonal

You might also like