You are on page 1of 26

1.

Brief Intervention (Bl)


Brief Intervention dipertimbangkan untuk berbagai kondisi yang
melibatkan waktu tenaga profesional yang terbatas untuk mencoba
merubah penggunaan NAPZA.Berbagai intervensi membutuhkan waktu antara 5 menit
sampai 2 jam. Bl khususnya dapat dipargunakan untuk pelayanan dasar di puskesmas dan
dapat juga digunakan di ruang emergensi, bangsal rumah sakit, dan berbagai kondisi layanan
kesehatan lain. Intervensi direkomendasikan untuk beberapa kondisi seseorang seperti
dibawah ini:
 Penggunaan alkohol yang membahayakan tetapi belum ketergantungan
 Ketergantungan alkohol ringan sampai sedang
 Ketergantungan nikotin/perokok
 Ketergantungan kanabis ringan sampai sedang
Bl tidak direkomendasikan untuk kondisi dibawah ini ; Pasien yang kompleks dengan isu-isu
masalah psikologis/ psikiatrik
 Pasien dengan ketergantungan berat
 Pasien dengan kemampuan membaca yang rendah
 Pasien dengan kesulitan terkait dengan gangguan fungsi kognitif
Pada kondisi ini direkomendasikan untuk melakukan wawancara mendalam. Bl dapat
menggunakan barbagai bentuk format tetapi seringkali termasuk:
1. asesmen singkat
2. materi self- help ( materi yang membantu pemahaman NAPZA (contoh leaflet tentang
penanganan overdosis, cara menyuntik
3. informasi tingkat penggunaan yang aman
4. anjuran untuk mengurangi konsumsi
5. pengurangan dampak buruk
6. pencegahan kekambuhan
7. asesmen untuk kesiapan berubah termasuk wawancara
8. memotivasi
9. Konseling singkat termasuk pemecahan masalah dan tujuan
10. follow -up.
Enam elemen terapi dalam intervensi singkat yang sering digunakan dan berhasil adalah:
F : Feedback → memberikan umpan balik hasil asesmen klinis
R : Responsibility →meyakinkan bahwa perilaku penggunaan NAPZA dan masalah yang
ditimbulkannya menjadi tanggung jawab individu.
A : Advice → memberikan kejelasan, anjuran praktis dan materi self help
M : Menu → memberikan beberapa opsi dan intervensi dalam perubahan perilaku
E : Empathy → memperlihatkan sikap tidak menghakimi dan menghayati pasien
S : Self-Efficacy → menekankan kepercayaan terhadap kemampuan individu untuk berubah
2. Konseling Dasar
"....konseling sendiri biasanya tidak cukup untuk merubah perilaku
penggunaan NAPZA pada kebanyakan pasien...,"
 Konseling adalah suatu proses pertolongan dimana seseorang, dengan tulusdan tujuan
jelas, memberikan waktu, perhatian dan keahliannya membantu pasien untuk
mempelajari situasi mereka, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap
keterbatasan yang diberikan lingkungan mereka.
 Tujuan dan fungsi konseling ;
 Membantu pasien untuk mempelajari dan memperoleh solusi jangka panjang yang
memuaskan bagi masalah-masalah yang dialaminya.
 Fungsi Utama Konseling ;
1) Menyampaikan informasi penting
2) Membantu pasien mengklarifikasi dan menempatkan
3) masalah
4) Membantu pasien memilih dan mengambil pendekatan
5) realistik
6) Memberikan dukungan psikomotor melalui ketrampilan
7) komunikasi
 Konselor membuat suatu kondisi dimana pasien dapat menjadi teman baik melalui
pikiran dan perasaan mereka.
 Konselor tidak memberikan nasehat, tetapi membantu orang untuk:
o Mampu mengerti perasaan mereka
o Menemukan dan memilih alternatif yang nampaknya paling
baik bagi mereka
 Karakteristik konseling adalah :
o Merupakan suatu proses interaktif
o Merupakan hubungan yang interaktif
o Berdasarkan pada kolaborasi
o Melibatkan berbagai ketrampilan konselor
o Menekankan pada kebebasan personal Menekan-kan pilihan
o Menggunakan penguatan positif Menggunakan dukungan emosional
o Pencatatan secara formal
 Dalam proses konseling agar terbangun suatu hubungan terapeutik seorang konselor
harus mampu
 Melakukan percakapan yang efektif:
o Mendengarkan dengan aktif
o Mencoba mengerti perasaan pasien
o Menanyakan pertanyaan yang baik
o Menghargai pasien maupun perasaan pasien, dan tidak memaksanya berubah
o Tidak menyalahkan atau menghakimi
o Mehyediakan informasi yang tepat
o Menyatakan bahwa pasien tidak sendiri menghadapi masalah → untuk
mencegah pasien merasa gagal atau ditolak
 Memahami prinsip-prinsip umum dalam konseling
3. Wawancara Motivasional (Motivational Interviewing -Ml)
Motivasi adalah suatu keadaan kesiapan atau keinginan untuk berubah, selalu berfluktuasi
dari waktu ke waktu atau dari situasi kesituasi lain. Dasar pemikiran atau alasan melakukan
wawancara motivasional ini adalah bahwa untuk mencapai perubahan adalah lebih mudah
bila motivasi untuk berubah tersebut datang dari dalam dirinya sendiri, dari pada dipaksakan
oleh konselor atau terapis.
Wawancara motivasionil adalah sebuah wawancara yang interaksinya berpusat pada pasien
dan bertujuan untuk membantu seseorang menggali dan mengatasi ambivalensi tentang
penggunaan NAPZA melalui tahap perubahan. Ini sangat berguna bila dilakukan pada pasien
yang berada pada tahap prekontemplasi dan kontemplasi, tapi prinsip dan keterampilan
wawancara sangat penting pada semua tahap.
Wawancara motivasional didasari pada pengertian bahwa:
o Pengobatan yang efektif dapat membantu proses perubahan
o Motivasi untuk berubah terjadi dalam konteks hubungan antara pasien dan terapis
o Gaya dan semangat dari intervensi sangat menentukan keberhasilan terapis,
khususnya empati yang dihubungkan dengan perbaikan hasil pengobatan.
Pendekatan intervensi singkat ini didasarkan pada prinsip wawancara motivasional yang
dikembangkan oleh Miller dan kemudian di perluas oleh Miller dan Rollnick.
Prinsip wawancara motivasional
Mengekpresikan Empati
Dalam situasi klinis keterlibatan empati memberikan gambaran bahwa konselor atau petugas
kesehatan menerima pasien apa adanya, tidak menghakimi dan dapat memahami pasien serta
menghindari memberikan label, misalnya menyebut pasien sebagai "alkoholik" atau
"pecandu". Hal ini sangat penting untuk menghindari adanya konfrontasi dan menyalahkan
atau mengkritik pasien. Keterampilan mendengarkan dan merefleksikan merupakan bagian
penting dari ekpresi empati. Empati yang dilakukan oleh tenaga kesehatan merupakan faktor
penting untuk mengetahui bagaimana respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.
Ketidakcocokan (perbedaan).
Orang lebih mungkin dimotivasi untuk mengubah perilaku penggunaan NAPZA bila mereka
melihat ada perbedaan. Antara penggunaan NAPZA dan masalah yang berhubungan dengan
perilaku mereka saat ini serta arah yang mereka inginkan dalam kehidupan mereka.
Semakin besar perbedaan antara tujuan, nilai dan perilaku mereka saat ini, kemungkinkan
besar pasien dapat berubah. Wawancara motivasional bertujuan untuk menciptakan dan
menjelaskan perbedaan antara perilaku saat ini dan tujuan yang lebih basar dan menilai cara
pandang pasien terhadap hal tersebut. Hal ini penting bagi pasien untuk mengidentifikasi
tujuan/dan nilai serta untuk mengekspresikan alasan-alasan mereka untuk berubah.
Menghindari argumentasi
Prinsip utama dari wawancara motivasional adalah dapat menerima bahwa adanya
ambivalensi dan resistensi untuk berubah adalah suatu hal yang normal dan untuk mengajak
pasien mempertimbangkan antara informasi yang didapat dan pandangan terhadap
penggunaan NAPZA mereka. Pada saat pasien memperlihatkan resistensinya, tenaga
kesehatan harus dapat menggambarkan kembali atau merefleksikannya. Ini biasanya penting
untuk menghindari argumentasi dan perdebatan.
Dukungan keyakinan diri (kepercayaan)
Seperti yang telah didiskusikan diatas pasien yakin bahwa mengurangi atau menghentikan
perilaku penggunaan NAPZA adalah penting dan mereka mampu melakukannya. Melakukan
negosiasi dan membangun kepercayaan untuk membujuk pasien bahwa sesuatu yang dapat
mereka lakukan adalah bagian penting dari wawancara motivasional. Kepercayaan terapis
pada kemampuan pasien untuk mengubah perilaku mereka juga penting dan dapat menjadi
sugesti diri sendiri.
Keterampilan-keterampilan khusus
Wawancara motivasional dilaksanakan dengan menggunakan lima keterampilan khusus.
Keterampilan ini bertujuan untuk mendorong pasien mau berbicara, menggali ambivalensi
mereka terhadap penggunaan NAPZA dan menjelaskan alasan mereka untuk mengurangi
atau berhenti menggunakan NAPZA. Empat keterampilan pertama tersebut sering dikenal
dengan singkatan OARS:-Open ended questions (Pertanyaan terbuka), Affirmation
(Penegasan), Reflective listening (mendengarkan dengan cara merefleksikan), Summarising
(menyimpulkan).
Keterampilan kelima adalah "berbicara mengenai perubahan" OARS dapat membantu pasien
menyampaikan argumentasi untuk mengubah perilaku pengguna NAPZA mereka.
OARS
Pertanvaan terbuka (Open Ended Questions)
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban panjang dan membuka
pintu kepada seseorang agar mareka mau berbicara. Contoh pertanyaan terbuka antara lain:
o " Apa manfaat yang anda rasakan dengan menggunakan NAPZA"?
o "Ceritakan kepada sayi, hal apt yang anda rasakan kurang baik tentang
penggunaan....(NAPZA)
o "Anda kelihatan khawatir dengan penggunaan NAPZA yang anda lakukan selama
ini?" bisa disampaikan pada saya tentang hal tersebut lebih lanjut?"
o "Seberapa khawatirnya anda pada hal tersebut"
o " Bagaimana perasaan anda tentang.......?"
o "Apa yang akan anda lakukan berkaitan dengan hal tersebut?"
o " Apa yang anda ketahui tentang .......?"
Penegasan (Affirmation)
Termasuk pernyataan apresiasi serta pengertian membantu menciptakan lingkungan yang
mendukung, serta membangun relasi dengan pasien. Memberikan penegasan terhadap
kekuatan pasien dan usaha untuk berubah dapat membantu membangun keyakinan,
sementara penegasan pernyataan motivasi diri (atau berbicara tentang perubahan) mendorong
kesiapan untuk berubah.
Contoh penegasan termasuk:
o "Terima kasih untuk kedatangannya pada hari ini"
o "Saya menghargai kemauan saudara untuk berbicara pada saya tentang penggunaan
NAPZA"
o "Anda adalah orang yang tepat untuk mengatasi kesulitan ini"
o "Saya dapat melihat bahwa anda merupakan orang yang tangguh"
o "Itu adalah ide yang bagus"
o "Hal ini sulit untuk dibicarakan mengenai.................... saya sangat menghargai jika
anda tetap seperti ini" .
Mendenqarkan dengan cara merefleksikan (Reflective listening)
Mendengarkan dengan cara merefleksikan adalah suatu pernyataan
yang dapat menebak apa yang dimaksud pasien. Hal ini penting untuk merefleksikan kembali
perkataan dan perasaan pasien yang telah diucapkan. Mendengarkan dengan cara
merefleksikan adalah sama halnya seperti menggunakan cermin untuk seseorang sehingga
mereka dapat mendengar apa yang dikatakan terapis seperti apa yang telah mereka
sampaikan. Mendengarkan dengan cara merefleksikan menunjukkan pada pasien bahwa
terapis mengerti apa yang telah dikatakan atau dapat digunakan untuk mengklarifikasi apa
yang dimaksud oleh pasien. Mendengarkan dengan cara merefleksi yang efektif dapat
mendorong pasien untuk tetap berbicara, untuk itu terapis harus memberikan cukup waktu
agar hal ini dapat dilakukan Dalam wawaneara motivasional, mendengarkan dengan cara
merefleksikan digunakan secara aktif untuk menyoroti ambivalensi pasien tentang
penggunaan NAPZA , mengarahkan pasien untuk mengenali dan peduli dengan masalahnya
serta memperkuat pernyataan yang mengindikasikan bahwa pasien berfikir tentang
perubahan. Contoh :
o "Anda terkejut bahwa skor anda memperlihatkan bahwa Anda mempunyai masalah
yang berisiko"
o "Hal ini sangat penting untuk mempertahankan hubungan Anda dengan istri"
o "Anda merasa tidak nyaman membicarakah hal ini"
o "Anda marah karena istri sering mengomeli bila anda banyak merokok"
o "Maukah anda mengurangi penggunaan alkohol pada saat pesta"
o "Anda sangat menikmati ekstasi dan tidak mau menghentikannya tapi secara
bersamaan anda juga melihat bahwa hal ini dapat menyebabkan beberapa masalah
yang berkaitan dengan finansial dan hukum".
Membuat kesimpulan (Summarising)
Membuat kesimpulan atau merangkum adalah hal yang penting untuk menyamakan persepsi
terhadap apa yang telah dikatakan pasien serta mempersiapkan pasien untuk berubah.
Pertama pasien dapat mendengarkan apa yang ia katakan kemudian ia mendengar terapisnya
merefleksikan apa yang telah diucapkan dan kemudian ia mendengarkan kembali dalam
kesimpulan atau rangkuman. Terapis memilih apa yang akan dimasukkan dalam rangkuman
dan petunjuk apa yang dapat digunakan untuk berubah. Hal ini penting untuk membuat suatu
rangkuman.
Sebagai contoh suatu rangkuman:
"Jadi kelihatannya anda benar-benar menikmati ekstasi dan shabu pada saat pesta dan anda
tidak memikirkan bahwa Anda menggunakannya lebih banyak dari teman anda . Pada sisi
lain anda lebih banyak menghabiskan uang untuk membeli NAPZA dibandingkan
penghasilan anda dan ini sangat mengkawatirkan anda. Anda juga menemui kesulitan untuk
membayar tagihan dan kartu kredit anda ditolak. Pasangan anda sangat marah dan sangat
membenci perilaku anda. Anda juga mempunyai masalah tidur dan kesulitan mengingat
sesuatu."
Berbicara menqenai perubahan (Eliciting change talk)
Keterampilan kelima adalah "Berbicara mengenai perubahan" adalah suatu strategi untuk
membantu pasien mengatasi ambivalensi dan bertujuan agar pasien dapat menyampaikan
pendapatnya untuk mau berubah. Ada empat kategori penting untuk membicarakan
perubahan :
o Mengenali kerugian bila tetap menggunakan NAPZA
o Mengenali manfaat blla tidak menggunakan NAPZA
o Menyampaikan optimisme tentang perubahan
o Menyampaikan tujuan untuk berubah
Terdapat beberapa cara yang dapat menggambarkan "berbicara mengenai perubahan" dari
pasien, Mengajukan pertanyaan langsung dan terbuka, contoh :
o "Apa yang menyebabkan anda khawatirkan dengan penggunaan NAPZA ?"

o "Apa yang anda pikirkan terjadi jika anda tidak berubah?"

o > "Manfaat apa yang akan didapatkan jika anda mengurangi penggunaan NAPZA ?"
o > "Apa yang anda inginkan dalam kehidupan Anda lima tahun mendatang?"
o "Apa yang akan anda kerjakan apabila anda memutuskan untuk berubah?"
o "Seberapa yakinkah anda bahwa anda dapat berubah?"\
o "Seberapa penting bagi anda untuk mengurangi penggunaan NAPZA?"
o "Apa yang anda fikirkan saat ini tentang penggunaan NAPZA anda ?"
4. Cognitif Behavioral Therapy (CBT)
Cognitive Behavioral Therapy atau yang lebih dikenal dengan CBT adalah sebuah
psikoterapi yang mulai banyak digunakan oleh para profesional dan terapis dalam
menghadapi berbagai persoalan-persoalan psikologis individual, bahkan sampai kepada
penggunaan dalam manajemen perusahaan dalam meningkatkan kinerja dan produktifitas
yang sustainable dan resilience. CBT sebagai sebuah bentuk psikoterapi digunakan oleh para
profesional karena:
1. CBT adalah jangka pendek, sangat kompatibel dengan berbagai sumber daya yang tersedia
bagi pasien.
2. CBT telah teruji secara klinis dan didukung oleh percobaan empirikal yang solid.
3. CBT terstruktur, goal-oriented (berorientasi pada sasaran perawatan yang telah dirancang),
fokus pada masalah yang dihadapi saat ini yang bergumul untuk mengatasi problem NAPZA
yang dialami pasien.
4. CBT sangat fleksibel, pendekatan sangat individual tetapi dapat disesuaikan dengan
berbagai bentuk perawatan (inpatient, outpatient) demikian juga formatnya (kelompok dan
perorangan).
5. Sangat cocok dikombinasikan dengan berbagai terapi seperti MET, Ml, Medis, dll. Dengan
dasar diatas, maka para ahli yang menggunakan CBT mengembangkan apa yang disebut
kompetensi CBT untuk berbagai gangguan yang didasari oleh meta-analisa diatas. Asumsi
yang dipakai adalah, setiap bentuk gangguan sifatnya sangat khusus. terhadap pribadi yang
khusus, lingkungan yang khusus, dan sasaran individu (penderita gangguan) yang juga
khusus. Maka untuk setiap gangguan, harus dilakukan studi yang mendalam sehingga dapat
diterapkan secara efektif dan efisien, sesuai dengan sifatnya / hakekat CBT. Intervensi CBT
lahir dari 2 (dua) teori - teori ilmu psikologi yang telah berkembang sejak tahun 1950 sampai
1970, yaitu mulai dari psikoanalisa; client center Rogerian; terapi perilaku dalam bentuk
desentisisasi, modifikasi perilaku, aktivasi perilaku-conditioning; (1950an); lalu terapi
kognitif REBT menurut Albert ElHs,cognitive therapy dari Aaron Beck tahun 1970an; dan
pada tahun 1990an pendekatan-pendekatan yang baru muncul seperti mindful therapy and
acceptance & committment therapy, dengan tujuan utama adalah merestruktur cara berpikir
lama dan mengubah perilaku lama dalam suatu proses pembelajaran.
Dasar Teori CBT
Setiap model dan metoda intervensi, apapun pendekatannya, memerlukan dasar teori yang
sudah terbukti (evidence based} dan teruji secara klinis. CBT menggunakan dua teori, yaitu
teori terapi kognitif dan teori terapi perilaku yang telah ada dalam dunia terapiselama ini.
Untuk menghemat waktu dan mengejar efektifitas, maka dalam praktik, digunakan sekitar
80% terapi kognitif; khususnya bagi pasien remaja dan dewasa. Terapi kognitif, bertujuan
untuk membangun pikiran dan tindakan yang lebih rasional, dengan mengidentifikasi
keyakinan-keyakinan inti dan asumsi-asumsi yang tidak rasional yang mengakibatkan atau
menjadi kebiasaan (otomatis) dan bekerja kearah mengkoreksinya. Sedangkan muatan terapi
perilaku, lebih menekankan teori pembelajaran sosial berupa modeling dan conditioning
sebagaimana pasien belajar menggunakan NAPZA. Didasari atas kedua terapi diatas, CBT
dikembangkan sesuai dengan kondisi dan latar belakang pasien, lingkungan hidupnya,
dan budaya lingkungannya. Semakin luas pengetahuan terapis, maka akan sangat efektif bagi
terapis dalam mengaplikasikan CBT terhadap pasien. Jadi CBT didasari atas meta-analisa,
maka dari itu efektifitasnya sangat tinggi yang akibatnya memiliki efisiensi atau waktu
perawatan yang relatif singkat dibanding dengan cara pendekatan tradisional.
Kesiapan Terapis CBT
CBT untuk adiksi didasari atas asumsi pendekatan biopsikososial. Dengan demikian para
terapis harus mengembangkan pemikiran yang komprehensif terlebih dahulu sebelum
melakukan perawatan; pertanyaan-pertanyaan dibawah ini harus menjadi bagian dari asumsi
asumsi terapis sebelum menghadapi pasien; yang akan ditanyakan dan di selidiki:
- Apakah pasian memiliki gangguan atau penyakit tertentu
sebelum menggunakan NAPZA dan sebagai akibat dari
penggunaan NAPZA; kemana saya harus merujuknya bila hal
ini ada?
- Apakah pasien memiliki gejala dual diagnosis? Merujuk ke
psikiater mana yang mengerti masalah adiksi dan gangguan
psikiatrik yang berhubungan dengan adiksi.
- Gangguan psikologis apa saja yang diderita pasien? Perangkat
asesmen dan analisa apa yang harus dipakai untuk
mengetahuinya?
- Kemudian dari hasil-hasil diatas apakah tingkat keparahannya
pasien? Tingkat perawatan apa yang berguna dan harus
dilaksanakan bagi pasien bersangkutan?
- Apa saja faktor-faktor berisiko bagi pasien bila dia harus
menjalani perawatan rawat jalan maupun rawat inap?
- Sampai dimana tingkat motivasi pasien untuk berhenti
menggunakan NAPZA? Apa faktor-faktor penentu motivasi
tersebut sehingga pasien datang keperawatan atau dipaksa
menjalankan keperawatan.
- Apa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki pasien sehingga
dia mampu bertahan dengan keadaan emosional dan pefilaku
sampai saat ini? Latar belakang sosial dan individual perlu
diperhatikan.
- Dan beberapa pertanyaan yang spesifik yang timbul ketika
berhadapan dengan pasien secara langsung; termasuk alat assessmen apa yang nanti akan
digunakan, siapa yang akan menjadi pendamping (peer counselor), siapa yang menjadi
manager kasus, dan terakhir apakah fasilitas yang dimiliki terapis sudah memadai dalam
menjawab pertanyaanpertanyaan diatas. Keberhasilan menjawab sebanyak mungkin
pertanyaan diatas akan menentukan langkah-langkah intervensi selanjutnya apakah menjadi
mudah atau sulit. Terapis harus melengkapi diri dengan pertanyaan-pertanyaan diatas yang
akan dilakukan pada pasien pada tahap awal perawatan primer.

5. Pencegahan Kekambuhan, kambuh merupakan pengalaman yang sering terjadi dalam


porses pemulihan pasien Gangguan penggunaan NAPZA. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor yang dapat diprediksi dalam kekambuhan adalah sistem keyakinan yang salah
dan menetap (....'Saya seorang pecandu dan saya tidak bisa berhenti menggunakan
NAPZA...') Di bawah ini beberapa strategi yang digunakan dalam pencegahan kekambuhan :

Tingkatkan komitmen untuk berubah (misal menggunakan

wawancara memotivasi)

Identifikasi situasi resiko tinggi yang menimbulkan

kekambuhan (Kapan, dimana, dengan siapa dan bagaimana


penggunaan Napza bisa terjadi)

Mengajarkan kam§mpuan msnghadapi masalah (coping skill),

misalnya ; ketrampilan sosial, ketrampilan manajemen diri,


monitoring diri dari penggunaan NAPZA,

Mengembangkan strategi untuk menghadapi situasi yang dapat

menyebabkan terjadinya kekambuhan :


- apa yang harus dilakukan pasien dalam suatu kejadian
yang dapat menimbulkan kambuh?
- dimana pasien mendapatkan dukungan?
- apa peran yang dapat diberikan dari teman atau keluarga?
- seberapa cepat pasien harus membuat perjanjian untuk
kembali ke tempat praktek?
6. Program 12 Langkah
Fokus dari Program 12 Langkah adalah penerapan langkahlangkah
itu dalam kehidupan sehari-hari. Disinilah penggunaan
istilah Falsafah menjadi lebih relevan, karena langkah-langkah ini

menjadi panduan untuk menjalani kehidupan sebagai seorang


pecandu yang ingin mempertahankan kebersihannya dan membina
perjalanan spiritualnya. Jadi, lebih dari sekedar peraturan, 12
Langkah menjadi "Falsafah Hidup" seorang pecandu, untuk
diamalkan ketika menjalani kehidupan kesehariannya. Dan,
berdasarkan paradigma Disease Model of Addiction, penyakit
kecanduan mempunyai potensi untuk kambuh sewaktu-waktu
apabila tidak diredam oleh program pemulihan yang
berkesinambungan. Dengan pengamalan atau praktek dari langkahlangkah
inilah para pecandu akan dapat meredam penyakitnya agar
tidak kambuh, sepanjang hayatnya. Pada penjelasan ini, setiap
langkah akan diuraikan secara singkat maknanya dan karena setiap
langkah di targetkan untuk mengatasi setiap aspek spesifik dalam
penyakit kecanduan, uraian ini akan mencakup fungsi klinikal
.yang dapat diterapkan baik dalam kondisi di dalam atau d iluar
institusi/panti rehabilitasi.
Berikut ini adalah contoh 12 Langkah seperti yang tertera dalam
program Narcotic Anonymous (NA)
12 LANGKAH NARCOTIC ANONYMOUS
1. Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap adiksi kita,
sehingga hidup kita menjadi tidak terkendali.
2. Kita menjadi yakin bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari
kita sendiri yang dapat mengembatikan kita kepada kewarasan.
3. Kita membuat keputusan untuk menyerahkan kemauan dan
arah kehidupan kita kepada kasih Tuhan sebagaimana kita
mamahamiNya.
4. Kita membuat inventaris moral diri kita sendiri secara penuh,
menyeluruh dan tanpa rasa gentar.
5. Kita mengakui kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri dan
kepada seorang manusia lalnnya, setepat mungkin sifat dari
kesalahan-kesalahan kita.
6. Kita siap sepenuhnya agar Tuhan menyingkirkan semua
kecacatan karakter kita.
7. Kita dengan rendah hati memohon kepadaNya untuk
menyingkirkan semua kekurangan-kekurangan kita.
8. Kita membuat daftar orang-orang yang telah kita sakiti dan
menyiapkan diri untuk meminta maaf kepada mereka semua.
9. Kita menebus kesalahan kita secara langsung kepada orangorang
tersebut bilamana memungkinkan, kecuali bila
melakukannya akan justru melukai mereka atau orang lain.
10. Kita secara terus menerus melakukan inventarisasi pribadi kita
dan bilamana kita bersalah, segera mengakui kesalahan kita.

11. Kita melakukan pencarian melalui doa dan meditasi untuk


memperbaiki kontak sadar kita dengan Tuhan sebagaimana kita
memahamiNya, berdoa hanya untuk mengetahui kehendakNya
atas diri kita dan kekuatan untuk melaksanakannya.
12. Setelah mengalami pencerahan spiritual sebagai hasil dari
langkah-langkah ini, kita mencoba menyampaikan pesan ini
kepada para pecandu dan untuk menerapkan prinsip-prinsip ini
dalam segala halyang kita lakukan.
Langkah Pertama
"Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap adiksi kita,
sehingga hidup kita menjadi tidak terkendali."
Langkah pertama adalah pernyataan masalah. Sebuah pengakuan
atas adanya suatu masalah, dimana pengakuan ini diperlukan untuk
memulai proses pemulihan. Suatu penerimaan di dalam diri yang
memerlukan pengkajian diri yang jujur dan dipatahkannya
penyangkalan harus mendahului pengakuan ini. Langkah ini adalah
satu-satunya langkah yang menyebutkan adiksi, alkoholisme, atau
perilaku kecanduan yang lain. Perlu dicatat bahwa Langkah Satu
tidak mengatakan ."berhenti melakukan ini, setelah itu lakukan
ini." Pecandu diharapkan sudah mencapai titik maksimal dalam
kehancurannya, lalu mencari jawabannya dalam program ini. Dua
hal yang dibicarakan dalam langkah ini adalah ketidakberdayaan
dan ketidakterkendalian. Kedua hal ini tidak sama;
ketidakberdayaan berarti kecanduan itu sendiri, ketidakmampuan
untuk mengatur perilakunya, sementara ketidakterkendalian dilihat
dari akibat atau konsekuensi dari perilaku kecanduan itu. Ini adalah
langkah yang sukar untuk diambil, karena, siapa yang suka untuk
mengaku kalah? Untuk mencapai titik ini, seorang pecandu harus
sudah mencapai tahap yang disebut Hit Bottom (mencapai dasar),
dimana dampak dari kecanduan itu sudah begitu banyak
menghasilkan penderitaan sehingga pecandu mulai berpikir untuk
merubah hidupnya, atau bahkan mulai mencari pertolongan.
Sebelum mereka mencapai tahap ini, para pecandu akan tetap
berpikir bahwa dengan membuat perubahan-perubahan kecil dalam
hidupnya maka masalah akan tereelesaikan. Konselor harus
berhati-hati agar tidak terperangkap dalam membantu pecandu
meyelesaikan masalah-masalah ini. Pecandu akan terus mencari
alasan dari kecanduannya, apakah itu orangtua, lingkungan,
pergaulan, dsb. Seringkali terdengar mereka mengeluh, "kalau saja
masalah ini selesai, saya tentu tidak akan pakai NAPZA lagi'.
"Masalah ini" adalah masalah yang mengecohkan dari
permasalahan yang sebenarnya, yaitu adiksi itu sendiri. Konselor
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
62
harus bisa membantu pecandu untuk melewati rintangan yang
berupa penyangkalan ini, yang memang merupakan masalah utama
yang dihadapi dalam pemahaman Langkah Pertama.
Langkah Kedua
"Kita menjadi yakin bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kita
sendiri yang dapat mengembalikan kita kepada kewarasan."
Pada langkah inilah unsur spiritual dari program 12 langkah mulai
nampak. Langkah kedua mewakili pemikiran para pendahulu AA
yang meyakini bahwa satu-satunya solusi dari masalah kecanduan
ini terletak di aspek spiritual dari seorang pecandu, Ketika di
Langkah Satu pecandu berhadapan dengan keadaan yang tidak
memberikan banyak harapan, dan pada akhirnya terpuruk dan
menyerah kalah, di Langkah Dua harapan mulai bersinar lagi. Di
langkah kedua inilah juga dijelaskan penekanan atas perbedaan
antara proses spiritual dan proses keagamaan. Pembinaan spiritual
bermakna mengakui ketidakberdayaan pada diri sendiri dan
menemukan kekuatan di luar diri sendiri, suatu proses yang bisa
dilakukan melalui program keagamaan atau tidak. Karena 12
Langkah ditetapkan untuk semua pecandu, program ini menjauh
dari membela atau mementingkan agama tertentu. Konselor yang
bekerja menolong orang yang sedang menjalani Langkah ini, harus
memberikannya banyak ruangan agar ia dapat menemukan sendiri
konsep Kekuatan yang lebih besar yang ia rasa paling nyaman
baginya.
Langkah Ketiga
" Kita membuat keputusan untuk menyerahkan kemauan dan arah
kehidupan kita kepada kasih Tuhan sebagaimana kita
memahamiNya"
Langkah ketiga lebih mengembangkan lagi konsep Kekuatan yang
Lebih Besar, atau Higher Power yang bisa juga disebut Tuhan oleh
mereka yang mempercayainya. Langkah ini membawa kepada
tindakan yang konkrit untuk pertama kalinya, yaitu menyerahkan
seluruh kehidupan seorang pecandu kepada Higher Power yang
diyakininya. Disinilah seorang konselor berperan untuk membantu
pecandu menemukan konsep Higher Power yang paling bisa
diterima dan di percaya olehnya. Program 12 langkah bukanlah
program keagamaan. Program ini diperuntukkan kepada semua
pecandu, apapun latar belakang agamanya, atau tidak beragama
sekalipun. Langkah ini mendorong pecandu untuk menyerahkan
kendali atas hidupnya, karena seperti dibuktikan di Langkah
Pertama, ia tidak dapat lagi mengendalikannya. Higher Power
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
63
tidak perlu menyerupai konsep Tuhan seperti dalam agama formal,
tetapi apa saja yang dapat mendatangkan rasa "penguatan" pada
diri pecandu, dan disinilah konselor dapat membantu untuk
menemukannya.
Langkah Keempat dan Kelima
"Kita membuat inventaris moral diri kita sandiri secara penuh,
menyeluruh dan tanpa rasa gentar."
"Kita mengakui kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri dan kepada
seorang manusia lainnya, setepat mungkin sifat dari kesalahankesalahan
kita."
Ketiga langkah pertama, apabila diserap dengan baik, akan menjadi
fondasi spiritual yang kokoh, memungkinkan proses analisa diri
yang lebih mendalam dan memerlukan lebih banyak lagi kejujuran
dan keberanian. Kedua Langkah ini bertalian karena keduanya
membentuk suatu proses tertentu yang sangat penting di dalam
proses pelaksanaan 12 langkah. Keduanya membentuk satu ritual
yang khusus, yaitu membuka diri secara total,
mendokumeritasikannya, dan menceritakannya kepada paling
sedikit satu orang lain. Dalam konsep 12 langkah, "penyembuhan
luka-luka lama" tidak akan terjadi apabila luka-luka tersebut tidak
dibawa kepermukaan dan diakui keberadaannya. Baru setelah
itulah proses penyembuhan bisa dimulai. Ketiga kategori utama
yang biasanya diminta untuk dituliskan adalah kebencian,
ketakutan, dan sex. Karena ketiga topik ini begitu berkaitan dengan
dua isu utama yang selalu menghantui pecandu, yaitu perasaan
malu dan perasaan bersalah. Menyembunyikan atau memendam
pengalaman-pengalaman hidup yang berhubungan dengan ketiga
topik tersebut akan menjadikannya beban spiritual yang tidak
memungkinkan proses perubahan dan pertumbuhan yang positif.
Untuk meringankan beban itu dan memulai adanya perbaikan
rohani dalam diri seorang pecandu, ia harus bisa menerima
kenyataan itu mengenai masa lalunya untuk kemudian bisa
memaafkan. Oleh sebab itu, setelah berbagai hal yang menyakitkan
tersebut terangkat ke permukaan dan tidak lagi ditutup-tutupi,
pecandu diminta untuk berbagi mengenai cerita itu dengan satu
orang lagi yang bisa ia percayai. Bisa dibayangkan tentunya kedua
langkah ini adalah langkah yang cukup sulit dan seringkali bahkan
menakutkan, terutama bagi mereka yang baru mencobanya untuk
pertama kali. Disinilah peran konselor menjadi sangat penting
untuk membantu pecandu untuk mendapatkan kekuatan untuk
menyelesaikan langkah Ini. Pecandu harus dapat melihat bahwa
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
64
kejujuran menjadi modal utama, dan tugas konselor jugalah untuk
memupuk sifat yang baik ini dalam pecandu yang ditolongnya.
Langkah Keenam dan Ketujuh
"Kita siap sepenuhnya agar Tuhan menyingkirkan semua kecacatan
karakter kita." "Kita dengan rendah hati memohon kepadanya
untuk menyingkirkan semua kekurangan-kekurangan kita."
Kedua Langkah ini adalah esensi dari proses perubahan diri dalam
12 Langkah. Lima langkah pertama telah mendapatkan masalah
utama, mencari solusi spiritual, dan mencari dan mengangkat
berbagai beban dan kesulitan yang memperberat masalah utama.
Setelah itu, kedua Langkah ini, enam dan tujuh, menawarkan
kepada pecandu apabila la ingin meneruskan proses perubahan
memasuki tahap yang baru dan memerlukan taraf kepercayaan dan
keyakinan yang lebih mantap lagi. Kedua Langkah inilah yang
membawa proses ini melampaui lebih dari hanya berhenti
menggunakan NAPZA atau kecanduan lainnya. Di titik inilah
menjadi semakin jelas bahwa 12 langkah akan membawa pecandu
kepada perbaikan diri yang terus-menerus. Pecandu akan sadar
bahwa dengan hanya berhenti menggunakan NAPZA, tetapi
perilaku hidupnya, kondisi mental dan spiritualnya, masih
menyerupai ketika ia aktif dalam kecanduannya, ia tetap tidak akan
mendapatkan kebahagiaan. Kedua Langkah ini menjadi papan
loncatan untuk suatu proses ke depan yang akan memakan masa
dan tenaga yang cukup banyak. Setelah mengetahui dengan jelas
semua kerusakan yang ada pada diri pecandu, ia diharapkan untuk
bertanya pada dirinya, apakah ia sudah siap untuk merubahnya?
Dan apakah ia sudah sampai pada titik kerendahan hati dimana ia
tidak akan merasa selalu mampu untuk menyelesaikan semua
masalah, tetapi meminta kepada Higher Power untuk
melakukannya untukdia? Rekan konselor adalah membantu
pecandu melewati rasa "serba mampu" yang datang dari ego yang
besar dan menumbuhkan kerendahan hati, yang merupakan prinsip
spiritual yang diperlukan untuk kedua langkah ini.
Langkah Delapan dan Langkah Sembilan
"Kita membuat daftar orang-orang yang telah kita sakiti dan
menyiapkan diri untuk meminta maaf kepada mereka semua."
"Kita menebus kesalahan kita secara langsung kepada orang-orang
tersebut bilamana memungkinkan, kecuali bila melakukannya akan
justru melukai mereka atau orang lain."
Sampai pada langkah ketujuh, fokus dari proses 12 langkah ini
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
65
masih ditujukan kepada diri pecandu yang menjalani proses ini
sendiri. Memasuki langkah kedelapan, tahap perkembangan dan
kematangan spiritual pecandu sudah dianggap cukup mantap untuk
mulai melihat keluar dirinya kepada kerusakan-kerusakan yang
ditimbulkan dalam hubungannya dengan orang-orang lain. Ada tiga
tugas utama yang diminta disini: membuat daftar (berbeda dengan
daftar pada Langkah Empat), menyadiakan diri, dan memperbaiki
kesalahan secara langsung. Pada kedua langkah ini, usaha untuk
menyelesaikan perasaan malu dan perasaan bersalah ditingkatkan
intensitasnya. Dengan mengadakan perbaikan langsung, apakah itu
meminta maaf, memperbaiki kerusakan, atau membayar hutang
atau barang yang pernah dicuri, proses ini membebaskan pecandu
secara total dari belenggu perasaan malu, takut, dan bersalah, dan
akan lebih meringankan lagi beban mental pecandu dan
memungkinkan untuk pertumbuhan spiritual yang lebih sehat lagi.
Daftar yang dibuat tidak sepenuhnya sama dengan daftar yang telah
dibuat di Langkah Empat. tetapi berdasarkan apa yang telah dicapai
di langkah itu. Setelah itu, kesediaan diperlukan untuk menyiapkan
diri sebelum membuat perbaikan langsung. Kesediaan juga
memudahkan pecandu untuk mulai belajar memaafkan. Memaafkan
orang lain, dan yang terpenting adalah memaafkan diri sendiri,
sesuatu yang sering sulit bagi seorang pecandu. Kemudian,
keberanian yang luar biasa diperlukan untuk mengambil Langkah
Sembilan, dimana tindakan yang sebenarnya akan dilakukan.
Kecenderungan utama dari seorang pecandu adalah untuk
memusatkan perhatiannya kepada rasa ketakutan, malu, dan
bersalahnya. Disinilah peran konselor menjadi sangat penting untuk
mempersiapkan pecandu. Diperlukan bimbingan yang tepat untuk
menilai kesiapan yang sesungguhnya. Langkah ini ditempatkan
pada nomor sembilan karena untuk mencapainya harus melalui
proses pemantapan spiritual yang prima, agar tidak menimbulkan
kerugian atau menyakiti orang lain dan diri sendiri. Perlu
pertimbangan yang benar-benar matang untuk memutuskan
perbaikan mana yang harus didahulukan dan yang mana mungkin
belum sampai pada saatnya. Bayangkan, bagaimana misalnya
susahnya mendatangi orangtua dari seseorang yang pernah dibunuh
dan mengakui sebagai pembunuhnya dan meminta maaf.
Langkah Sepuluh
"Kita secara terus menerus melakukan inventarisasi pribadi kita
dan bilamana kita bersalah, segera mengakui kesalahan kita."
Langkah ini adalah permulaan dari apa yang disebut langkahlangkah
pemeliharaan. Dari Langkah Satu sampai Sembilan dasar
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
66
yang kuat telah semakin diperkokoh, masa lalu yang buruk telah
dengan jujur di ditelusuri dan dibersihkan, dan kerusakankerusakan
baik pada diri sendiri atau yang berhubungan dengan
orang lain telah diperbaiki, lalu bagaimana mempertahankan semua
pencapaian ini? Langkah-langkah sepuluh, sebelas dan duabelas
adalah langkah-langkah khusus untuk tujuan itu. Di Langkah
Kesepuluh pecandu diminta untuk terus-menerus mengawasi
dirinya sendiri, memonitor kehidupannya sehari-hari, dan dengan
jujur mengakui apabila berbuat kesalahan atau berperilaku seperti
pola lama ketika masih aktif dalam kecanduannya.
Konselor dapat membantu pecandu dalam proses analisa diri yang
diminta dalam langkah ini. Dari setiap hasil dari pengawasan atau
inventarisasi yang secara rutin dilakukan, sesuatu hal yang baru
akan dapat dipelajari, dan dalam proses pembelajaran ini peran
konselor menjadi sangat penting. Mereka yang telah mencapai
tahap ini biasanya akan lebih pro-aktif dan mempunyai tingkat
kesediaan yang tinggi untuk menjalani program, membuatnya
mudah untuk dibimbing dan diajak bakerjasama. Pada tahap ini
jugalah seringkali banyak perubahan kepribadian yang bisa
disaksikan dengan nyata.
Langkah Sebelas
"Kita melakukan pencarian melalui doa dan meditasi untuk
memperbaiki kontak sadar kita dengan Tuhan sebagaimana kita
mamahamiNya, berdoa hanya untuk mengetahui kehendakNya atas
diri kita dan kekuatan untuk melaksanakannya."
Langkah Kesebelas berfungsi sebagai jembatan menuju Higher
Power sebagai sumber kekuatan, dan bagaimana memastikan
bahwa kekuatan itu terus ada dengan membina hubungan yang
terus menerus juga dengan Higher Power itu. Di Langkah ini
meditasi dan doa dianjurkan untuk terus dilakukan dan disebutkan
secara bersamaan, menunjukkan bahwa keduanya adalah praktek
yang lazim digunakan dalam Langkah Sebelas untuk berhubungan
dengan Higher Power. Sekali lagi perlu dicatat, program 12
Langkah bukanlah program keagamaan. Artinya, tidak ada anjuran
untuk menjadi pemeluk agama tertentu untuk bisa menjalani 12
Langkah. Tetapi yang dianjurkan adalah, meyakini akan adanya
kekuatan lain selain diri sendiri yang dapat membantu, apapun
bentuk dari sumber kekuatan tersebut, dan untuk terus berhubungan
melalui doa dengannya. Program 12 Langkah adalah program
spiritual khusus bagi mereka yang mempunyai penyakit adiksi, dan
harus bisa mengakomodasi kepentingan dari semua pecandu dari
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
67
latarbelakang kelompok apapun. Penekanan ataa pentingnya berdoa
adalan Bagian yang cukup sentral dari program 12 Langkah, karena
dengan berdoa artinya pecandu menjangkau kekuatan yang ada di
luar dirinya, yang berarti ia sudah memahami bahwa dalam dirinya
ini ada suatu kondisi yang tidak terelakkan dan tidak akan hilang,
yaitu adiksi. Dan satu-satunya cara untuk meredam adiksi ini agar
tidak kambuh atau relapse adalah dengan membina pertumbuhan
spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan apa
yang disarankan oleh metode 12 Langkah, seorang pecandu
memastikan pertumbuhan spiritual dalam hidupnya tetap terjaga.
Langkah Dua belas
"Setelah mengalami pencerahan spiritual sebagai hasil dari langkahlangkah
ini.kita mencoba menyampaikan pesan ini kepada para
pecandu dan untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam segala hal
yang kita lakukan."
Pada Langkah ini, hasil dari kerja keras seorang pecandu
mempelajari dan mengamalkan kesebelas langkah sebelumnya
akhirnya dapat diraih. "Pencerahan Spiritual" yang dimaksud adalah
perubahan yang menyeluruh dalam jiwa pecandu sehingga ia
mencapai keterbukaan, keyakinan, dan kepercayaan yang begitu
dalam terhadap Tuhan dalam bentuk yang dipercayainya. Pada
tahap ini perubahan terjadi pada semua level, baik spiritual, mental,
dan emosional. Kemudian, pecandu akan diminta untuk
menyampaikan anugerah yang sudah didapatnya ini kepada
pecandu lain yang masih menderita. Berdasarkan kejadian pertama
ketika Bill Wilson berbagi kepada Dr. Bob mengenai
alkoholismenya dan setelah itu keinginan untuk minum sirna, begitu
jugalah para anggota program 12 langkah diminta untuk dengan
murah hati berbagi mengenai cerita kehidupannya dalam pemulihan
dengan pecandu yang masih menderita. Dan ini bukan saja baik
bagi pendengar atau pendatang baru, tetapi inilah tulang punggung
dari program 12 Langkah, yaitu seorang pecandu hanya bisa tetap
menyimpan kekuatan yang ia miliki untuk bertahan bersih apabila
ia membagikannya pada orang lain.
7. Layanan Penunjang, dalam pedoman ini pelayanan penunjang
akan difokuskan pada pemeriksaan laboratorium.

Layanan laboratorium terdiri dari pemeriksaan patologi klinik

dan laboratorium pemeriksaan NAPZA

Untuk laboratorium patologi klinik yang diperlukan adalah

pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan kimia darah

Untuk pemeriksaan NAPZA, jenis pemeriksaan yang dilakukan

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
68
dapat dilihat pada daftar persyaratan minimal layanan
penunjang.

Beberapa persyaratan yang mesti diperhatikan adalah :

a. Bangunan

Untuk pemeriksaan NAPZA tata ruang laboratorium

harus mempunyai tata ruang yang baik dan sesuai dengan


alur pelayanan, mendapatkan cahaya sinar matahari
dalam jumlah yang cukup

Persayaratan bangunan mengacu Keputusan Menteri

Kesehatan Rl No.04/Menkes/SK/l/2002

__________Persyaratan lain yang perlu diperhatikan: ruangan yang

mudah dibersihkan, permukaan meja pemeriksaan tidak


tembus air, tahan asam, alkali dan larutan organik,
koridor, gang dan lantai harus bersih
b. Peralatan:

Peralatan harus sesuai untuk pemeriksaan NAPZA dan

mempunyai spesifikasi yang sesuai dengan fasilitas


seperti luas ruangan, fasilitas listrik dan air yang ada,
serta tingkat kelembaban.

Persyaratan minimal dapat dilihat pada daftar persyaratan

minimal layanan penunjang.


c. Tenaga:

Tenaga untuk laboratorium pemeriksaan NAPZA harus

mempunyai persyaratan tenaga teknis minimal sesuai


untuk persyaratan laboratorium NAPZA seperti:
i. Penanggung jawab, minimal seorang Sarjana
Kedokteran, Sarjana Farmasi, Apoteker atau Sarjana
Kimia/Biokimia dan mempunyai pengalaman 3 tahun
dl laboratorium (Untuk penanggung jawab
pemeriksaan HIV/AIDS dlsarankan konsultasi dengan
dokter umum terlatih atau Spesialis Patologi Klinik).
ii. Tenaga Teknis, 2 orang tenaga analis dimana 1 orang
lainnya dapat diganti dengan tenaga Asisten Apoteker
atau Analis Kimia. Untuk pemeriksaan HIV/AIDS
harus memenuhi standar
Kementerian Kesehatan sebsgai Laboratorium pratama
atau utama sbb;
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
69
No. Jenis Tenaga
Jumlah Kebutuhan
Pratama
(Skrining)
Utama
(Konfirmasi)
1.
Penanggung Jawab
Teknis:
Sarjana Kedokteran,
Sarjana Farmasi,
Apoteker, atau Sarjana
Kimia/Biokimia
11
2.
Tenaga Teknis
Analis
Perawat
2
2
1
2
2
1
3.
Tenaga Administrasi
Lulusan SMU atau
sederajat
11
8. Layanan Outreach/Komunitas
a. Ruang Lingkup
Kegiatan Penjangkauan dan Pendampingan adalah pendukung
dari program penanggulangan gangguan penggunaan NAPZA
berbasis Rumah Sakit Jiwa yang dilaksanakan oleh kelompok
masyarakat, ataupun lembaga swadaya masyarakat.
Program Penjangkauan dan Pendampingan (outreach) adalah
proses penjangkauan langsung yang dilakukan secara aktif
kepada pada pengguna NAPZA baik secara kelompok maupun
individu. Populasi ini sulit dijangkau dengan metode yang
lebih formal karena stigma dan diskriminasi yang sangat kuat
di dalam masyarakat terhadap status penggunaan NAPZAnya.
Dalam proses penjangkauan dan pendampingan para pekerja
lapangan melakukan proses identifikasi lokasi yang biasa
menjadi tempat para pengguna NAPZA berkumpul atau tempat
yang memungkinkan untuk melakukan interaksi langsung.
Proses penjangkauan dan pendampingan memberi peluang bagi
para pengguna NAPZA untuk dapat mengakses berbagai
layanan kesehatan yang dibutuhkannya, seperti: mendapatkan
layanan informasi terkait NAPZA, risiko penggunaan NAPZA,
tes HIV dan konseling, layanan kesehatan dasar yang tersedia,
layanan manajemen kasus untuk pengguna NAPZA yang
membutuhkan, akses terhadap material pencegahan (termasuk
jarum suntik untuk pengguna NAPZA suntik) dan layanan
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
70
lainnya yang memungkinkan.
b. Tujuan

Membuka akses sebesar mungkin bagi pengguna NAPZA

yang berada di komunitas,

Memberikan informasi yang memadai mengenai bahaya

penggunaan NAPZA dan dampak buruk penggunaan


NAPZA sehingga menimbulkan kesadaran pengguna
NAPZA untuk menghentikan penggunaan, atau
mengurangi risiko terhadap dampak buruk yang mungkin
muncul bagi yang maaih belum dapat berhenti

Memotivasi dan melibatkan pengguna NAPZA untuk

menghentikan pemakaian atau mengurangl risiko perilaku


penggunaan NAPZA suntik melalui berbagai upaya yang
memungkinkan untuk dicoba,
Memberikan dukungan secara terus menerus pada

pengguna NAPZA untuk mempertahankan perubahan


perilaku lebih aman yang mungkin terjadi

Melibatkan pengguna NAPZA agar secara aktif melakukan

penyebaran informasi dan membentuk kepedulian sesama,


sehingga ikut terlibat dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan penggunaan NAPZA pada umumnya.
c. Sasaran
Sasaran program penjangkauan dan pendampingan adalah
semua pengguna NAPZA yang ada di komunitas, mulai dari
pecandu NAPZA, para pengguna NAPZA sampai ke mereka
yang termasuk dalam kelompok yang rentan untuk mencoba
menggunakan NAPZA.
Pecandu NAPZA menjadi sasaran utama (primer) sedangkan
pengguna NAPZA yang lain dan kelompok rentan menjadi
sasaran sekunder. Selain itu masyarakat di sekitar pengguna
NAPZA baik keluarga, orang kunci dan teman-temannya
menjadi sasaran tersier. Dengan demikian proses penjangkauan
dan pendampingan dilakukan di berbagai lokasi yang biasa
menjadi tempat para pengguna NAPZA berkumpul atau
beraktivitas dalam keseharian. Tempat ini dapat berupa tempat
orang muda berkumpul, taman-taman, titik tertentu di tempattempat
keramaian (pasar, mall, pinggir jalan), lokasi tertentu di
wilayah perumahan, dan tempat-tempat lainnya.
4. Pelaksana
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
71
Kegiatan penjangkauan dan pendampingan dapat
diselenggarakan oleh lembaga pemerintah maupun lembaga
non pemerintah, termasuk kelompok swadaya masyarakat,
Lembaga tersebut seperti:

institusi/lembaga kesehatan
LSM atau organisasi kemasyarakatan

Institusi/lembaga non pemerintah

Kelompok masyarakat (karang taruna, kelompok pemuda,

dll)
Pelaksana program penjangkauan dan pendampingan adalah
sebuah tim yang terdiri dari petugas lapangan dan koordinator
penjangkauan. Petugas lapangan bisa yang mempunyai latar
belakang mantan pengguna NAPZA atau individu yang
mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk masuk dalam
komunitas pengguna NAPZA. Sedangkan koordinator
penjangkauan berperan dalam memberikan dukungan dan
pemantauan terhadap proses penjangkauan dan pendampingan
di lapangan sehingga searah dengan tujuan program yang
dikembangkan. Tim penjangkauan dan pendampingan,
sebelum melaksanakan program sudah mendapatkan pelatihan
khusus mengenai penjangkauan dan pendampingan. .

You might also like