Professional Documents
Culture Documents
Kompetensi Dasar
3.3 Memahami kemajemukan bangsa Indonesia sebagai anugerah Allah
4.3 Mensyukuri kemajemukan bangsa Indonesia sebagai anguerah Allah
Indikator
Menjelaskan keberagaman, kemajemukan bangsa manusia di Indonesia berdasarkan semboyan negara
Bhineka Tunggal Ika
Menjelaskan peluang-peluang dan tantangan atas realitas keberagaman pada bangsa Indonesia.
Menganalisis ajaran Kitab Suci tentang keberagaman bangsa manusia menurut Kej 35:1-15 dan Yoh 4:1- 42
Menganalisis ajaran Gereja tentang keberagaman bangsa manusia berdasarkan Nostra Aetate art..5 dan
Gaudim et Spes art.24
Doa Pembuka
Allah, Bapa kami, Engkau telah menciptakan alam semesta sebagai kediaman bagi umat manusia. Tatkala
umat pilihan-Mu hidup terlunta-lunta di pengasingan, Engkau membebaskan mereka dan menghantar ke tanah
terjanji. Tanah air yang subur dan berlimpahan susu serta madu. Engkau pun memberikan tanah air kepada kami.
Bapa, kami bersyukur atas tanah air kami yang luas dengan isinya yang beraneka ragam: lautan dengan ribuan
pulau, gunung dan daratan, hutan dan belantara; semuanya menyemarakkan tanah air kami. Kami bersyukur atas
ratusan suku dan aneka budaya serta bahasa yang Kau himpun menjadi satu bangsa dan satu bahasa. Kami mohon
berkat-Mu bagi semua yang mendiami tanah air ini. Semoga kami semua berusaha memelihara dan memajukannya.
Bebaskanlah tanah air kami dari bahaya: bencana alam, kelaparan, perang, dan wabah penyakit. Semoga kami
semua tekun membangun tanah air kami demi kemakmuran dan kesejahteraan seluruh bangsa. Bantulah kami
mewujudkan tanah air yang adil, makmur, aman, damai dan sejahtera, sehingga tanah air yang kami diami di dunia
ini selalu mengingatkan kami akan tanah air surgawi, tempat kami akan berbahagia abadi bersama Dikau. Semua
ini kami sampaikan kepada-Mu dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.
Mengamati Keanekaragaman dan Kesatuan Bangsa Indonesia
a. Menyadari Keanekaan Kita
Kemajemukan adalah ciri asli dari kehidupan manusia di dunia ini. Tuhan menciptakan umat manusia dalam
keperbedaan yang tak terhindarkan. Maka, kemajemukan merupakan keadaan yang tak terhindarkan. Orang harus
belajar mengambil sikap yang tepat dan belajar bertindak secara arif untuk biasa hidup dan membangun masyarakat
dalam keanekaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Kemajemukan ini tampak dalam
berbagai bentuk, antara lain: agama, suku, bahasa, adat-istiadat, dan sebagainya. Contoh keanekaragaman ini dapat
disebut lebih banyak lagi. Namun, hal yang terpenting ialah menyadari bahwa bangsa Indonesia ini adalah bangsa
yang multi kultur bukan suatu bangsa monokultur.
b. Menyadari Kesatuan Kita
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural yang berciri keanekaragaman dalam aspek-aspek kehidupan.
Keanekaragaman itu juga diterima dan dihayati dalam satu kesatuan sebagai bangsa. Suku yang berasal dari ribuan
pulau dengan budaya, adat-istiadat, bahasa, dan agama yang berbeda-beda itu, semuanya mengikrarkan diri sebagai
satu bangsa satu bahasa dan satu tanah air Indonesia. Bangsa Indonesia yang berbeda-beda itu selain diikat oleh
satu sejarah masa lampau yang sama, yakni penjajahan oleh bangsa asing dalam kurun waktu yang panjang, juga
diikat oleh satu cita-cita yang sama yakni membangun masa depan bangsa yang berketuhanan, berperikemanusiaan,
bersatu, berkeadilan, dan berdaulat. Berdasarkan pemahaman seperti itu, maka setiap individu mempunyai hak dan
kewajiban yang sama. Suku yang satu tidak lebih diunggulkan dari suku lain, agama yang satu tidak mendominasi
agama lain. Kodrat bangsa Indonesia memang berbeda-beda dalam kesatuan. Hal tersebut dirumuskan dengan
sangat bijak dan tepat oleh bangsa Indonesia, yakni “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti beranekaragaman atau
berbeda-beda namun satu. Kenyataannya keberadaan bangsa Indonesia memang berbeda-beda namun tetap satu
bangsa. Bangsa yang utuh dan bersatu serta yang berbeda-beda itu adalah saudara sebangsa dan setanah air.
Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 menegaskan kita adalah satu nusa, satu bangsa,
satu bahasa Indonesia.
c. Kesatuan tidak sama dengan keseragaman
Dalam sejarah bangsa kita terdapat gejala-gejala dari rezim tertentu (ORBA) yang mencoba menekan
keanekaragaman bangsa ini dan mencoba menggiring bangsa kita kepada keseragaman demi stabilitas.
Kebhinnekatunggalikaan itu bukan hal yang sudah selesai, tuntas sempurna, dan statis, tetapi perlu terus-
menerus dipertahankan, diperjuangkan, diisi, dan diwujudkan terus-menerus. Menjaga kebhinnekaan, keutuhan,
kesatuan, dan keharmonisan kehidupan merupakan panggilan tugas bangsa Indonesia. Keberagaman adalah
kekayaan, sedang kesatuan persaudaraan sejati adalah semangat dasar. Kehidupan yang berbeda-beda itu harus
saling menyumbang dalam kebersamaan dan kesejahteraan bersama.
Mendalami Tantangan terhadap “Bhinneka Tunggal Ika”
a. Kasus kekerasan bernuansa agama menimpa bapak Julius Felicianus dan sejumlah umat katolik yang sedang
berdoa rosario di Desa Tanjungsari, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Kamis (29/5/14). Kasus
tersebut menunjukan bahwa ada kelompok tertentu, sesama anak bangsa belum menghayati keberagaman atau
pluralitas yang menjadi ciri hakiki bangsa Indonesia.
b. Indonesia, salah satu negara dengan keanekaragaman budaya, bahasa, agama, dan lain sebagainya. Namun, tak
jarang kita melihat perbedaan itu menjadi salah satu alasan adanya kekerasan di negeri ini. Mulai dari isu suku,
agama, dan lain-lain. Pribadi atau kelompok tertentu di negeri ini yang intoleran atau tidak toleran cenderung
menggunakan cara-cara kekerasan, entah melalui teror, penganiayaan, pengrusakan fasilitas rumah ibadat.
Mereka berpikir bahwa seolah-olah kelompok mereka yang paling benar.
c. Salah satu alasan ialah bahwa ada suku/daerah atau pemeluk agama tertentu merasa diperlakukan secara tidak
adil. Jika orang, suku, etnis, atau pemeluk agama tertentu diperlakukan secara tidak adil, maka akan muncul
semangat primordialisme dan fanatisme suku atau agama, yang dapat menjurus kepada tuntutan untuk
memisahkan diri dari suatu lembaga, bahkan negara.
d. Ketidakadilan di bidang politik dan ekonomi, mungkin juga budaya yang secara berlarut-larut terjadi di beberapa
wilayah konflik dapat memunculkan bahaya disintegrasi bangsa.
e. Tuhan menciptakan kita berbeda, bukan agar kita terpecah belah. Tapi kita sendiri yang membuat perbedaan itu
menjadi kelemahan, dan membuat kita terpecah belah. Dahulu, para pejuang kemerdekaan dari berbagai macam
suku serta agama bersatu demi kemerdekaan Indonesia. Di dunia ini tak ada yang sempurna, kesempurnaan itu
bukan tidak mungkin kalau kita mau bersatu. Meskipun berbeda suku, berbeda agama, kita harus bersatu.
Semboyan Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti “Berbedabeda tetapi tetap satu”.
Keanekaragaman dan Kesatuan Suatu Bangsa dalam Terang Iman Kristiani
1. Mendalami Ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja
Kejadian 35:1-15
Yohanes 4:1- 42
a) Pada saat Mesias datang, bangsa Yahudi sudah dijajah oleh bangsa Romawi, karena mereka lemah dan
terpecah belah. Ketika Yesus ingin mempersatukan mereka dalam suatu Kerajaan dan Bangsa yang baru yang
bercorak rohani, Yesus mengeluh bahwa betapa sulit untuk mempersatukan bangsa ini. Mereka seperti anak-
anak ayam yang kehilangan induknya .
b) Yesus bahkan berusaha untuk menyapa suku yang dianggap bukan Yahudi lagi seperti orang-orang Samaria.
Kita tentu masih ingat akan sapaan dan dialog Yesus dengan wanita Samaria sumur Yakob.
c) Bagi orang Yahudi, orang Samaria adalah orang asing, baik dari sisi adat-istiadat maupun agamanya. Dalam
praktek hidup seharihari pada zaman Yesus, antara orang Yahudi dan orang Samaria terjadi permusuhan.
Orang Yahudi menganggap orang Samaria tidak asli Yahudi, tetapi setengah kafir. Akibatnya, mereka tidak
saling menyapa dan selalu ada perasaan curiga. Yang menarik untuk direnungkan adalah kesediaan Yesus
menyapa perempuan Samaria dan menerimanya. Dalam perbincangan dengan perempuan Samaria itu, Yesus
menuntun perempuannya sampai pada kesadaran akan iman yang benar. Bagi Yesus siapa pun sama,
perempuan Samaria bagi Yesus adalah sesama yang sederajat. Yesus tidak pernah membedakan manusia
berdasar atas suku, agama, golongan, dan sebagainya. Di mata Tuhan tidak ada orang yang lebih mulia atau
lebih rendah. Tuhan memberi kesempatan kepada siapa pun untuk bersaudara. Tuhan menyatakan diri-Nya
bukan hanya untuk suku/golongan tertentu, tetapi untuk semua orang.
b. Mendalami ajaran Gereja
Setelah mendalamai pesan Kitab Suci, guru mengajak peserta didik untuk menyimak dan mendiskusikan
ajaran Gereja berikut ini: “Tetapi kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang, bila terhadap orang-
orang tertentu, yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai saudara. Hubungan
manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya begitu erat, sehingga Alkitab
berkata: “Barang siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah” (1Yoh 4:8). Jadi tiadalah dasar bagi setiap teori
atau praktik, yang mengadakan pembedaan mengenai martabat manusia serta hak-hak yang bersumber padanya
antara manusia dan manusia, antara bangsa dan bangsa. Maka Gereja mengecam setiap dikriminasi antara orang-
orang atau penganiayaan berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan
dengan semangat kristus. Oleh karena itu Konsili suci, mengikuti jejak para Rasul kudus Petrus dan Paulus,
meminta dengan sangat kepada Umat beriman kristiani, supaya bila ini mungkin “memelihara cara hidup yang baik
diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr 2:12), dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan
semua orang[13], sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di sorga”. (NA.5)
(Sifat kebersamaan panggilan manusia dalam rencana Allah) Allah, yang sebagai Bapa memelihara semua
orang, menghendaki agar mereka semua merupakan satu keluarga, dan saling menghadapi dengan sikap
persaudaraan. Sebab mereka semua diciptakan menurut gambar Allah, yang “menghendaki segenap bangsa
manusia dari satu asal mendiami seluruh muka bumi” (Kis 17:26). Mereka semua dipanggil untuk satu tujuan yang
sama, yakni Allah sendiri. Oleh karena itu cinta kasih terhadap Allah dan sesama merupakan perintah yang pertama
dan terbesar. Kita belajar dari Kitab suci, bahwa kasih terhadap Allah tidak terpisahkan dari kasih terhadap sesama:
“… sekiranya ada perintah lain, itu tercakup dalam amanat ini: Hendaknya engkau mengasihi sesamamu seperti
dirimu sendiri … jadi kepenuhan hukum ialah cinta kasih” (Rom 13:9-10; lih. 1Yoh 4:20). Menjadi makin jelaslah,
bahwa itu sangat penting bagi orang-orang yang semakin saling tergantung dan bagi dunia yang semakin bersatu.
Bahkan ketika Tuhan Yesus berdoa kepada Bapa, supaya “semua orang menjadi satu …, seperti kita pun satu”
(Yoh 17:21-22), dan membuka cakrawala yang tidak terjangkau oleh akalbudi manusiawi, ia mengisyaratkan
kemiripan antara persatuan Pribadi-Pribadi ilahi dan persatuan putera-puteri Allah dalam kebenaran dan cinta
kasih. Keserupaan itu menampakkan, bahwa manusia, yang di dunia ini merupakan satu-satunya makhluk yang
oleh Allah dikehendaki demi dirinya sendiri, tidak dapat menemukan diri sepenuhnya tanpa dengan tulus hati
memberikandirinya” (GS.24)
Kompetensi Dasar
3.3 Memahami kemajemukan bangsa Indonesia sebagai anugerah Allah
4.3 Mensyukuri kemajemukan bangsa Indonesia sebagai anguerah Allah
Indikator
• Menganalisis konflik-konflik sosial yang terjadi di Indonesia berdasarkan sebuah kasus pertikaian antar-suku.
• Menganalisis ajaran Kitab Suci tentang perdamaian dan persatuan menurut Yesaya 11:1-9; Mateus 5:9. 21-25;
Roma 5:1-21.
• Menganalisis ajaran Gereja tentang perdamaian dan persatuan, menurut GS.1 dan GS.78.
Doa Pembuka
Allah Bapa di Surga, Kami bersyukur atas berkat-Mu bagi negeri kami yang kaya akan suku, agama dan
budaya. Semoga bangsa yang penuh keanekaragaman ini hidup bersatu padu, saling menghargai satu dengan yang
lain sehingga terciptalah perdamaian sejati di antara kami. Semoga melalui firman-Mu yang kami dengar pada
kegiatan pembelajaran ini, kami dapat menjadi pembawa damai bagi bangsa dan negara yang kami cintai ini. Doa
ini kami satukan dengan doa yang diajarkan Yesus Kristus Putra-Mu. Bapa kami....
Sumber-sumber terjadinya konflik di masyarakat yang mengancam persatuan dan kesatuan sebagai warga
masyarakat dan negara.
1) Kasus perang antar-suku di Papua, hanyalah salah satu contoh kasus konflik antar masyarakat, antaretnis,
antaragama, di Indonesia. Hal itu tidak perlu terjadi apabila masyarakat menjunjung nilai-nilai persaudaraan,
sesuai yang diajarkan oleh setiap agama dan budaya di Indonesia.
2) Kemajemukan atau keanekaragaman (suku/etnis, agama, budaya, dll) masyarakat Indonesia, dapat menimbulkan
kerawanan akan konflik. Masalah yang sepele yang terjadi antardua orang yang kebetulan berbeda agama dapat
memicu konflik antarsuku atau antaragama. Tetapi dalam bangsa majemuk seperti Indonesia, sebenarnya juga
terdapat potensi yang luar biasa. Ketika kebudayaan dari berbagai suku dikelola dengan baik akan menghasilkan
khasanah budaya bangsa yang luar biasa. Ketika semua umat beragama dapat hidup berdampingan dengan
semangat toleransi yang tinggi, tentu akan menghasilkan kehidupan yang indah, saling memberdayakan dan
saling menghormati dalam kehidupan yang demokratis.
3) Kata kunci dalam mengelola konflik (conflict management) adalah bagaimana kita hidup berdampingan dalam
keanekaragaman tetapi tetap memiliki semangat persatuan; dalam kerangka NKRI. Selama kita memiliki
semangat Bhinneka Tunggal Ika, dalam menghadapi konflik akan tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan,
musyawarah – mufakat dalam bentuk komunikasi dialogis serta menjauhkan diri dari fanatisme sempit dan
kekerasan. Konflik itu sendiri akan tetap muncul setiap saat, tetapi kita perlu memiliki konsensus untuk
menyelesaikan dalam koridor persatuan bangsa. Untuk itu Pancasila yang telah disepakati sebagai dasar negara
dan way of life harus kita jadikan alat pemersatu bangsa. Mengenai hal ini M. Dawam Rahardjo (2010)
menyatakan bahwa konsep NKRI hanya dapat dipertahankan kalau kita tetap berpegang teguh pada semangat
Bhinneka Tunggal Ika, sehingga kemajemukan masyarakat Indonesia bukan merupakan ancaman, melainkan
justru merupakan kekuatan dan sumber dinamika.
4) Konflik horisontal adalah konflik antar kelompok masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti
ideologi politik, ekonomi dan faktor primordial. Konflik vertikal maksudnya adalah konflik antara
pemerintah/penguasa dengan warga masyarakat.
5) Beberapa contoh konflik horisontal yang pernah terjadi di Indonesia misalnya: Konflik
antarkampung/desa/wilayah karena isu etnis; isu aliran kepercayaan; isu ekonomi (seperti rebutan lahan
ekonomi pertanian, perikanan, pertambangan); isu solidaritas (suporter olah raga, kebanggaan group); isu
ideologi dan isu sosial lainnya (tawuran antar anak sekolah, antar kelompok geng).
6) Contoh peristiwa konflik vertikal misalnya: konflik ideologi untuk memisahkan diri dari wilayah RI, konflik
yang dipicu oleh perlakuan tidak adil dari pemerintah berkaitan dengan pembagian hasil pengolahan sumber
daya alam, kebijakan ekonomi yang dinilai merugikan kelompok tertentu, dampak pemekaran wilayah, dampak
kebijakan yang dinilai diskriminatif.
7) Konflik massal tidak akan terjadi secara serta merta, melainkan selalu diawali dengan adanya potensi yang
mengendap di dalam masyarakat, yang kemudian dapat berkembang memanas menjadi ketegangan dan
akhirnya memuncak pecah menjadi konflik fisik akibat adanya faktor pemicu konflik. Oleh karenanya dalam
rangka penanggulangan konflik, yang perlu diwaspadai bukan hanya faktor-faktor yang dapat memicu konflik,
namun juga yang tidak kalah pentingnya adalah faktor-faktor yang dapat menjadi potensi atau sumber-sumber
timbulnya konflik.
Menggali Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang perdamian dan persatuan.
1. Menggali ajaran Kitb Suci
Kitab Suci Perjanjian Lama
Yesaya 11:1-9
Kitab Suci Perjanjian Baru
Mateus 5:9. 21 - 25
Roma 5:1-21
1) Pesan damai dan persatuan dalam Perjanjian Lama
a) Meskipun hubungan manusia dengan Tuhan telah rusak, akan tetapi Allah masih menyediakan jalan bagi
umatnya yang telah jatuh kedalam dosa. Jalan masuk pendamaian dalam PL diperoleh dengan penyerahan
kurban-kurban seperti penyerahan lembu tambun, inilah jalan yang ditentukan oleh Allah bagi manusia
memperoleh pendamaian untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah.
b) Allah tetap menyediakan dan memberi kesempatan kepada manusia untuk berupaya menciptakan perdamaian
ditengah kehidupan manusia. Manusia diberi jalan untuk berdamai kepada Allah dan kemudian kepada sesama
manusia. Praktik yang pada umum dilakukan adalah dalam upacara keagamaan, social dan juga dalam
pengharapan akan dunia yang damai. Didalamnya serigala dapat hidup berdampingan dengan domba-domba,
bangsa-bangsa hidup dalam perdamaian, orang-orang miskin dan tertindas memperoleh keadilan (Yes.11:1-9).
2) Pesan damai dan persatuan dalam Perjanjian Baru
a) Yesus Kristus, adalah tokoh sempurna dalam perdamaian. Demi untuk perdamaian, dan persatuan hidup
manusia, Yesus melalui jalan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, memperdamaikan dunia dengan Allah.
Yesus bersabda, ”Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”
(Matius 5:9).
b) Pendamaian adalah sebagai wujud dari kasih Allah kepada manusia. Allah selalu berinisitaif bagi pendamaian.
Pendamaian mengungkapkan kasih Allah kepada manusia, yaitu kasih Bapa kepada anak-Nya. Paulus
menandaskan bahwa “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita,
ketika kita masih berdosa” (Rm.5:8).
c) Gagasan dasar pendamaian mencakup arti bahwa dua pihak yang sekarang telah didamaikan. Jalan pendamaian
senantiasa bersifat menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan. Kasih Allah tidak berubah kepada
manusia, kendati apa pun yang diperbuat manusia. Pekerjaan Kristus yang mendamaikan berakar dalam kasih
Allah yang begitu besar kepada manusia.
d) Dalam PB sendiri, Allah-lah yang memprakarsi adanya perdamaian antara Dia dan manusia, yang merupakan
wujud kasih-Nya. Perdamaian yang didalamnya kasih, kasih yang telah dinyatakan Allah kepada manusia
menuntut agar manusia juga saling mengasihi terhadap sesamanya.
2. Menggali ajaran Gereja tentang Perdamaian dan Persatuan
“Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan
siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga.
Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri
dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju
Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan
mereka itu mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya”. (GS 1)
“Damai tidak melulu berarti tidak ada perang, tidak pula dapat diartikan sekedar menjaga keseimbangan saja
kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Damai juga tidak terwujud akibat kekuasaan diktatorial. Melainkan dengan
tepat dan cermat disebut “hasil karya keadilan” (Yes 32:17). Damai merupakan buah hasil tata tertib, yang oleh
Sang Pencipta ilahi ditanamkan dalam masyarakat manusia, dan harus diwujudkan secara nyata oleh mereka yang
haus akan keadilan yang makin sempurna. Sebab kesejahteraan umum bangsa manusia dalam kenyataan yang
paling mendasar berada di bawah hukum yang kekal. Tetapi mengenai tuntutannya yang konkrit perdamaian
tergantung dari perubahan-perubahan yang silih berganti di sepanjang masa. Maka tidak pernah tercapai sekali
untuk seterusnya, melainkan harus terus menerus dibangun. Kecuali itu, karena kehendak manusia mudah goncang,
terlukai oleh dosa, usaha menciptakan perdamaian menuntut, supaya setiap orang tiada hentinya mengendalikan
nafsu-nafsunya, dan memerlukan kewaspadaan pihak penguasa yang berwenang. Akan tetapi itu tidak cukup.
Perdamaian itu di dunia tidak dapat di capai, kalau kesejahteraan pribadi-pribadi tidak di jamin, atau orangorang
tidak penuh kepercayaan dan dengan rela hati saling berbagi kekayaan jiwa maupun daya cipta mereka. Kehendak
yang kuat untuk menghormati sesama dan bangsa-bangsa lain serta martabat mereka begitu pula kesungguhan
menghayati persaudaraan secara nyata mutlak untuk mewujudkan perdamaian. Demikianlah perdamaian
merupakan buah cinta kasih juga, yang masih melampaui apa yang dapat di capai melalui keadilan. Damai di dunia
ini, lahir dari cinta kasih terhadap sesama, merupakan cermin dan buah damai Kristus, yang berasal dari Allah
Bapa. Sebab Putera sendiri yang menjelma, Pangeran damai, melalui salib-Nya telah mendamaikan semua orang
dengan Allah. Sambil mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu Tubuh, Ia telah
membunuh kebencian dalam Daging-Nya sendiri, dan sesudah di muliakan dalam kebangkitan-Nya Ia telah
mencurahkan Roh cinta kasih ke dalam hati orang-orang. Oleh karena itu segenap umat kristen dipanggil. Dengan
mendesak, supaya “sambil melaksanakan kebenaran dalam cinta kasih” (Ef 4:15), menggabungkan diri dengan
mereka yang sungguh cinta damai, untuk memohon dan mewujudkan perdamaian. Digerakkan oleh semangat itu
juga, kami merasa wajib memuji mereka, yang dapat memperjuangkan hak-hak manusia menolak untuk
menggunakan kekerasan, dan menempuh upaya-upaya pembelaan, yang tersedia pula bagi mereka yang tergolong
lemah, asal itu dapat terlaksana tanpa melanggar hak-hak serta kewajiban-kewajiban sesama maupun masyarakat.
Karena manusia itu pendosa, maka selalu terancam, dan hingga kedatangan Kristus tetap akan terancam
bahaya perang. Tetapi sejauh orang-orang terhimpun oleh cinta kasih mengalahkan dosa, juga tindakan-tindakan
kekerasan akan diatasi, hingga terpenuhilah Sabda: “Mereka akan menempa pedang-pedang mereka menjadi mata
bajak, dan tombak-tombak mereka menjadi pisau pemangkas. Bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap
bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang” (Yes 2:4). GS.78
Upaya Gereja Katolik untuk Membangun Perdamaian dan persatuan Bangsa Indonesia.
1) Konflik bernuansa agama yang pernah terjadi di Maluku pada masa lalu telah berakhir, dan kini masyarakat
terus berusaha hidup damai dan bersatu dalam ikatan budaya pelagandong. Salah satu tokoh sentral yang
mampu menanggulangi konflik berdarah itu adalah Mgr. PC. Mandagi. Ia bersusah payah membangun
komunikasi dengan tokoh-tokoh agama lain serta pemerintah untuk mendamaikan kembali masyarakat Ambon
yang bertikai.
2) Perjuangan Mgr. Mandagi, untuk mengembalikan suasana damai di Maluku tidak tanggung-tanggung Ketika
masyarakat Maluku diobok-obok oleh orang luar Maluku, dan pemerintah seperti tidak berdaya menghadapinya,
Mgr. Mandagi mendesak dunia internasional (PBB) untuk turun tangan membantu penyelesaian masalah
kemanusian yang tercabik-cabik itu. Upaya itu tidak sia-sia, dalam perjalanan waktu, akhirnya Maluku kembali
damai dan sejahtera. Hubungan erat persaudaraan dalam ikatan budaya pelagandong kini kembali merekatkan
mereka.
3) Perjuangan Mgr. Mandagi, adalah perjuangan nyata Gereja Katolik di kawasan Maluku untuk membangun
perdamaian dan persatuan masyarakat, tanpa mengenal batas-batas agama, suku, etnis yang hidup bersama di
bumi pelagandong itu.
Kompetensi Dasar
3.4 Memahami makna berdialog serta bekerja sama dengan umat beragama lain
4.4 Berdialog serta bekerja sama dengan umat beragama lain.
Indikator
Menganalisis kekhasan ajaran agama-agama di Indonesia (agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha, Khonghucu).
Menganalisis persamaan-persamaan ajaran agama-agama di Indonesia Indonesia (agama Islam, Kristen
Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu).
Menganalisis ajaran atau pandangan Gereja Katolik terhadap agama-agama dan kepercayaan lain di Indonesia
menurut Nostra Aetate (NA) art. 2 dan 3.
Doa Pembuka
Ya Allah, pencipta alam semesta, hanya kepada-Mulah segala ciptaan bersembah sujud dan berbakti. Engkau
mengenal setiap hati, dan melalui berbagai cara Engkau mewahyukan diri kepada mereka. Kami bersyukur kepada-
Mu atas begitu banyak orang yang dengan tulus mencari keselamatan. Kami bersyukur pula atas agama-agama
yang dapat menuntun para penganutnya sampai kepada-Mu, sebab hanya Engkaulah satu-satunya sumber
keselamatan. Engkaulah tujuan hidup manusia. Kami bersyukur atas begitu banyak tokoh agama yang menjadi
panutan dalam berbakti kepada-Mu dan dalam mengasihi sesama manusia. Kami mohon, ya Bapa, semoga Engkau
berkenan mengembangkan semangat kerukunan antar umat beragama. Jauhkanlah dari kami sikap merendahkan
penganut agama lain. Semoga semua orang sungguh menghayati dan mengamalkan ajaran imannya, dan hidup
dengan bertakwa. Bantulah para pemuka agama agar tekun meneladani dan mengajak umatnya untuk menghormati,
mengasihi, menghargai penganut agama lain, dan saling mengakui adanya perbedaan antar agama. Kami
mendoakan pula orang-orang yang tidak masuk dalam agama manapun, tetapi sungguh percaya akan Dikau, Allah
yang esa. Hanya Engkau sendirilah yang mengenal iman mereka. Terangilah mereka ini, dan bimbinglah agar
sampai pada jalan keselamatan. Ini semua kami mohon kepada-Mu dengan pengantaraan Tuhan kami, Yesus
Kristus. Amin.
Kompetensi Dasar
3.4 Memahami makna berdialog serta bekerja sama dengan umat beragama lain
4.4 Berdialog serta bekerja sama dengan umat beragama lain.
Indikator
• Menganalisis tentang sebab-akibat terjadinya kasus intoleransi antarumat beragama masyarakat.
• Menganalisis tentang toleransi hidup antarumat beragama di Indonesia berdasarkan berita media massa.
• Menjelaskan ajaran Gereja tentang makna dan hakikat dialog antarumat beragama berdasarkan NA. art.2
Doa Pembuka
Ya Allah, pencipta alam semesta, hanya kepada-Mulah segala ciptaan bersembah sujud dan berbakti. Engkau
mengenal setiap hati, dan melalui berbagai cara Engkau mewahyukan diri kepada mereka. Kami bersyukur kepada-
Mu atas begitu banyak orang yang dengan tulus mencari keselamatan. Kami bersyukur pula atas agama-agama
yang dapat menuntun para penganutnya sampai kepada-Mu, sebab hanya Engkaulah satu-satunya sumber
keselamatan. Engkaulah tujuan hidup manusia. Kami bersyukur atas begitu banyak tokoh agama yang menjadi
panutan dalam berbakti kepada-Mu dan dalam mengasihi sesama manusia. Kami mohon, ya Bapa, semoga Engkau
berkenan mengembangkan semangat kerukunan antarumat beragama. Jauhkanlah dari kami sikap merendahkan
penganut agama lain. Semoga semua orang sungguh menghayati dan mengamalkan ajaran imannya, dan hidup
dengan bertakwa. Bantulah para pemuka agama agar tekun meneladani dan mengajak umatnya untuk menghormati,
mengasihi, menghargai penganut agama lain, dan saling mengakui adanya perbedaan antaragama.
Kompetensi Dasar
3.4 Memahami makna berdialog serta bekerja sama dengan umat beragama lain.
4.4 Berdialog serta bekerja sama dengan umat beragama lain
Indikator
• Menjelaskan bentuk-bentuk kerja sama yang sudah terjalin antara umat Katolik dan umat beragama lain di
Indonesia (berdasarkan pengalaman keuskupan Ambonina).
• Menjelaskan hambatan-hambatan kerja sama dan dialog dalam membangun persaudaraan sejati dengan umat
beragama lain
• Menjelaskan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan yang dapat membangun persaudaraan sejati antarumat
beragama berdasarkan Kitab suci (Lukas 10:25- 37) dan Ajaran Gereja (NA.1 -2)
Doa Pembuka
Allah Bapa di Surga, PutraMu Yesus Kristus mengajarkan kepada kami, untuk mencintaiMu sepenuh hati dan
mencintai sesama seperti diri sendiri. Bimbinglah kami dengan daya Roh-Kudus-Mu, supaya ajaran mulia itu
semakin terwujud nyata, dalam hidup bersama sebagai saudara. Berkatilah kami, agar makin bersatu dalam kasih
persaudaraan. Berkatilah kami, agar makin beriman, makin bersaudara dan makin berbelarasa. Berkatilah
masyarakat dan bangsa kami, agar mengutamakan persaudaraan sejati, kesejahteraan bersama dan persatuan
Indonesia. Bunda Maria, doakanlah kami yang dihimpun dalam nama PutraMu, Tuhan kami Yesus Kristus,
pengantara kami. Amin.
1) Berbagai Fakta Kerusuhan Antarpemeluk Agama
a) Di Irlandia Utara sering terjadi kerusuhan dan perang antara umat Katolik dan umat Protestan. Kerusuhan ini
sudah berlangsung sangat lama.
b) Di Khasmir sering ada kerusuhan dan perang antara umat Hindu dan Islam.
c) Di beberapa negara Timur Tengah hingga kini terjadi kekerasan terhadap penganut-penganut agama kristen.
Banyak umat kristen telah diusir atau dipaksa masuk agama tertentu. Begitupun di Afrika sering terjadi
kerusuhan antar-pemeluk agama Kristen dan Islam.
d) Di Eropa dan Amerika sering terjadi intimidasi terhadap agama minoritas (Islam).
e). Di Tanah Air sudah sering terjadi kerusuhan antar-pemeluk agama, khususnya antara umat Islam dan Kristen di
beberapa tempat, baik dalam skala kecil maupun besar.
2) Sebab-Sebab Kerusuhan Antar pemeluk Agama
Ada banyak sebab terjadinya kerusuhan bernuansa agama, antara lain;
a) Agama sering diperalat atau ditunggangi demi kepentingan lain yang bersifat politis dan ekonomis.
b) Fanatisme sempit karena kurang memahami agamanya sendiri dan agama orang lain.
c) Merasa posisi dan pengaruhnya terancam karena adanya agama lain. Merasa agama lain sebagai saingan.
d) Pencemaran simbol-simbol agama oleh pemeluk agama lain. Hal ini sering membakar emosi massa, karena
agama sering diyakini sebagai benteng terakhir untuk menegakkan martabat pribadi atau kelompoknya.
3) Akibat Kerusuhan Antar pemeluk Agama
Kerusuhan antar-pemeluk agama dapat terjadi sangat lama dan sangat kejam. Akibat dari kerusuhan ini dapat
sangat parah dan fatal, antara lain:
a) Hilangnya banyak nyawa secara sia-sia, bahkan nyawa orangorang yang tidak berdosa.
b) Terjadinya gelombang pengungsian, sebab mereka takut dan sudah kehilangan segala-galanya.
c) Hancurnya sarana-sarana ibadat serta rumah-rumah penduduk serta properti lainnya.
d) Trauma yang berkepanjangan bagi mereka yang telah mengalaminya.
e) Kegiatan baik ekonomi, pendidikan, maupun keagamaan terganggu sehingga menyengsarakan masyarakat pada
umumnya.
4) Masalah-masalah mendasar dalam kehidupan agama
Berdasarkan masalah-masalah yang dikemukan di atas, maka dapat dilihat tiga masalah pokok yang kiranya
menjadi sumber permasalahan agama sekarang ini yaitu, fanatisme, takhayul, dan fatalisme.
a) Fanatisme
Fanatisme adalah sikap yang hanya menonjolkan agamanya sendiri dengan kecenderungan menghina agama
lain dan mengurangi hak hidupnya. Fanatisme sering mengarah ke dominasi politik dan cita-cita mendirikan
negara agama. Sebab-sebab dari fanatisme agama itu kompleks. Antara lain: kurang mengenal agama lain
karena hidup dalam daerah tertutup, pendidikan agama yang sempit dan defensif yang mencari-cari kejelekan
dari agama lain, rasa bangga yang berlebihan atas kejayaan agamanya sendiri dengan tidak melihat
kekurangan-kekurangan diri, rasa takut akan kemajuan agama lain, dan lain-lain. Sebab-sebab ini umumnya
kurang disadari, sehingga fanatisme bisa sampai menutup diri sama sekali terhadap agama lain, membabibuta
dan bertahan lama sekali. Sebab yang utama dari fanatisme agama adalah tidak adanya keyakian yang tenang,
dewasa, realistis dan terbuka.
Fanatisme adalah sikap mental yang paling berbahaya untuk perkembangan pribadi, kesatuan bangsa dan
kerukunan internasional. Perkembangan pribadi dicekik, karena fanatisme membelenggu orang-orang dalam
pandangan hidup yang tetap sama, statis, tertutup, sehingga tidak ada evolusi dan perluasan pandangan yang
sangat dibutuhkan untuk mencapai kedewasaan akhlak. Fanatisme ini juga cenderung mencurigai hasil-hasil
ilmu pengetahuan dan dengan demikian menanam kebodohan.
Sejarah agama-agama besar banyak dinodai oleh fanatisme \ agama. Tak ada satu agama besarpun yang bersih
dalam hal ini. Perang-perang dashyat dicetuskan oleh fanatisme. Misalnya, Perang Salib pada abad
pertengahan, yang berkobar antara bangsa-bangasa penganut agama Kristen dan Islam.
b) Takhayul
Takhayul adalah kepercayaan yang terlalu besar akan benda atau perayaan tertentu, untuk dengan demikian
mendapat bantuan dari Tuhan. Orang sebetulnya lebih percaya akan benda atau perayaan tertentu daripada
akan Tuhan sendiri. Takhayul terutama merajalela dikalangan bangsa yang menganut agama primitif, yaitu
animisme. Manusia, hampir selalu dengan perantaraan seorang imam atau dukun, dengan perayaanperayaan
tertentu, seperti pengorbanan, persembahan, penyiksaan, bertapa, matiraga, berusaha mencegah pengaruh roh-
roh jahat dan mendapat bantuan dari roh-roh yang baik.
Tempat-tempat tertentu, lebih-lebih kuburan dianggap keramat. Diambil tanah dari situ untuk mendapatkan
berkat. Atau sebaliknya tempat-tempat tertentu dianggap angker. Orang-orang berpandangan bahwa tempat-
tempat itu diduduki oleh roh-roh jahat.
Takhayul dapat berkembang menuju ilmu hitam jika ia bermaksud dengan bantuan dari roh-roh merugikan
sesama manusia, dimana ia mengabdikan Tuhan, atau kekuasaan adikodrati untuk kepentingannya sendiri.
Tuhan harus melayani kepentingan manusia.
Dengan perayaan tertentu, misalnya dengan mengucapkan mantera, ia seakan-akan mau memaksa Tuhan atau
roh untuk melakukan sesuatu baginya. Takhayul merusak iman yang sejati, menutup terhadap ilmu
pengetahuan, dan sering memboroskan uang.
Tak dapat disangkal bahwa takhayul di Indonesia, baik di kota maupun di daerah, masih cukup kuat. Takhayul
membelenggu jiwa dalam ketakutan.
c) Fatalisme
Fatalisme adalah sikap mudah menyerah pada nasib. Sebabsebabnya sering kali adalah kekurangan tenaga
dibantu oleh alasan-alasan religius. Nasib dianggap ditakdirkan oleh Tuhan.
Sikap fatalistis mengakibatkan manusia kurang berusaha menentang sengsara, terlalu mudah menghibur diri
dengan perayaan-perayaan keagamaan dan menantikan surga. Orangorang fatalis mempunyai pandangan
tentang Tuhan yang picik dan paham yang tidak realistis tentang dunia. Tuhan seakanakan menakdirkan segala
nasib buruk. Ia mudah lari ke dalam impian idealistis. Misalnya, jika dalam perkawinan ada suatu ketegangan,
cepat diambil kesimpulan bahwa jodoh ini memang tidak ditakdirkan oleh Tuhan, jadi baiknya diceraikan saja.
Fatalisme di Indonesia yang bercokol di belakang topeng agama melumpuhkan daya tekun, kekuatan untuk
melawan rintangan-rintangan, dan jelas menghambat pembangunan nasional di segala bidang.
3. Mendalami fungsi-fungsi agama
a) Mewartakan keselamatan. Semua agama mewartakan dan menjanjikan keselamatan, bukan bencana. Karena
mewartakan dan menjanjikan keselamatan itulah, maka manusia memeluk suatu agama. Manusia
mendambakan keselamatan.
b) Mewartakan arti hidup. Agama-agama memberikan pandangan hidup dan meyakinkan penganut-penganutnya
untuk menghayati pandangan hidup itu. Agama memberi jawaban atas pertanyaan hidup: dari mana asal hidup
manusia, apa makna hidup manusia, apa tujuan hidup manusia, dsb. Menghayati pandangan hidup menurut
agamanya akan membuat manusia bahagia dan selamat.
c) Mengajarkan cara hidup. Semua agama mengajarkan kepada para penganutnya untuk hidup baik; hidup
beretika dan hidup bermoral; hidup yang baik akan membahagiakan dan menyelamatkan.
Kompetensi Dasar
3.5 Memahami makna keterlibatan aktif umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara Indonesia.
4.5 Berperan aktif umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara Indonesia.
Indikator
Menganalisis situasi masyarakat Indonesia dewasa ini (berdasarkan sebuah kasus perburuhan di Tangerang).
Menganalisis situasi masyarakat Indonesia dalam terang Kitab Suci (Luk 4:18- 19)
Menjelaskan ajaran Gereja tentang usaha-usaha masyarakat untuk membangun masyarakat seperti yang
dikehendaki Tuhan (Evangelii Nuntiandi artikel 31)
Menjelaskan hambatan-hambatan dalam usaha membangun masyarakat yang dikehendaki Tuhan dan cara
mengatasinya;
Menjelaskan partisipasi-aktif apa yang dapat dilakukan untuk membangun masyarakat yang dikehendaki
Tuhan.
Doa Pembuka
Allah Bapa penyayang kehidupan, kami bersyukur boleh mendiami tanah air Indonesia dengan segala
keragaman dan kekayaan alamnya. Kami bersyukur bahwa Engkau menyertai perjalanan bangsa dan negara kami.
Bantulah kami agar dari hari ke hari kami semakin bersatu hati mewujudkan kesejahteraan umum. Terangilah hati
dan budi kami agar tidak berpandangan sempit memperjuangkan kepentingan kelompok dan golongan sendiri.
Demi Kristus, yang mengasihi semua orang dan telah wafat menebus dosa manusia, dalam persekutuan Roh Kudus,
hidup kini dan sepanjang masa. Amin.
a. Situasi Politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan
Orde Baru. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu didasarkan pada alasan
pelaksanaan Demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah upaya memepertahankan kekuasaan
regim dan kroni-kroninya saat itu. Artinya, demokrasi yang dijalankan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi
yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa atau purapura. Bukan lagi demokrasi dalam pengertian dari, oleh,
dan untuk rakyat,
melainkan demokrasi dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru kehidupan politik sangat
represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang dianggap
kritis. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif
(menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia). Karena itulah banyak orang kritis ditangkap dan dijebloskan
kedalam penjara. Sekarang, kita sudah memasuki zaman reformasi. Namun, yang diharapkan pada awal Orde
Reformasi ternyata tidak terpenuhi, meskipun harus diakui bahwa ada beberapa perubahan. Ada kebebasan
mengungkapkan pendapat dan kebebasan berserikat. Akan tetapi, banyak masalah justru menjadi semakin parah.
Salah satu yang sangat mencolok adalah hilangnya cita rasa dan perilaku politik yang benar dan baik. Politik
merupakan tugas luhur untuk mengupayakan atau mewujudkan kesejahteraan bersama. Tugas dan tanggung jawab
itu dijalankan dengan berpegang pada prinsip-prinsip, sikap hormat, serta setia pada etika dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi, dalam banyak bidang prinsip-prinsip etika itu tampaknya
makin diabaikan, bahkan ditinggalkan oleh banyak orang, termasuk oleh para politisi, pelaku bisnis, dan pihak-
pihak yang mempunyai sumber daya yang berpengaruh di negeri ini. Dewasa ini, politik hanya dimanfaatkan untuk
kepentingan pribadi atau kelompok. Dari apa yang sedang berlangsung sekarang, tampak bahwa politik menjadi
ajang pertarungan kekuatan dan perjuangan untuk memenangkan kepentingan ekonomi atau kepentingan finansial
pribadi dan kelompok. Terkesan tidak ada upaya serius untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Bukan
kepentingan bangsa yang diutamakan, melainkan kepentingan kelompok, dengan mengabaikan cita-cita dan
kehendak kelompok lain. Yang lebih memprihatinkan lagi ialah agama sering digunakan untuk kepentingan
kelompok politik. Simbol-simbol agama dijadikan lambang politik kelompok tertentu, dengan demikian
membangun sekat-sekat antara penganut agama, yang kadang kala melahirkan berbagai bentuk kekerasan yang
berbau SARA. Politik kekuasaan yang mementingkan kelompok sendiri semacam itu dengan sendirinya akan
mengorbankan tujuan utama, yakni kesejahteraan bersama yang mengandaikan kebenaran dan keadilan. Penegakan
hukum juga diabaikan. Akibatnya, fenomena KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) tidak ditangani secara serius,
bahkan makin merajalela di berbagai wilayah, lebih-lebih sejak pelaksanaan program otonomi daerah. Otonomi
daerah yang sebenarnya dimaksudkan sebagai desentralisasi kekuasaan, kekayaan, fasilitas, dan pelayanan ternyata
menjadi desentralisasi KKN.
b. Situasi Ekonomi
Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan dan perbaikan di segala aspek kehidupan yang lebih
baik. Namun, pada praktiknya tuntutan reformasi telah disalahgunakan oleh para petualang politik hanya untuk
kepentingan pribadi dan kelompoknya. Pada era reformasi, konflik yang terjadi di masyarakat makin mudah terjadi
dan sering kali bersifat etnis di berbagai daerah. Kondisi sosial masyarakat yang kacau akibat lemahnya hukum dan
perekonomian yang tidak segera kunjung membaik menyebabkan sering terjadi gesekan-gesekan dalam
masyarakat. Secara ekonomis, negeri kita praktis dikuasai oleh segelintir orang yang kaya raya, yang memiliki
perusahaan-perusahaan multinasional dengan modal dan kekayaan yang sangat besar. Selanjutnya, tatanan ekonomi
yang berjalan di Indonesia mendorong kolusi kepentingan antara para pemilik modal dan pejabat, untuk
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok
tertentu bersama dengan para politisi yang mempunyai kepentingan, untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya
dengan cara yang mudah. Akibatnya, antara lain terjadi penggusuran tempat-tempat tinggal rakyat untuk berbagai
mega proyek dan eksploitasi alam demi kepentingan para pengusaha kaya. Uang telah merusak segala-galanya.
Peraturan perundang-undangan dan aparat penegak hukum dengan mudah ditaklukkan oleh mereka yang
mempunyai sumber daya keuangan. Akibatnya, upaya untuk menegakkan tatanan hukum yang adil dan pemerintah
yang bersih tak terwujud. Ketidakadilan semakin dirasakan kelompok-kelompok yang secara struktural sudah
dalam posisi lemah, seperti perempuan, anak-anak, orang tua, orang cacat, dan kaum miskin. Persaingan
antarkelompok dan antarpribadi menjadi semakin tajam. Suasana persaingan itu menumbuhkan perasaan tidak adil,
terutama ketika berhadapan dengan pengelompokan kelas ekonomi antara yang kaya dan miskin. Perasaan
diperlakukan tidak adil itu menyuburkan sikap tertutup dan perasaan tidak aman bagi setiap orang. Orang lain atau
kelompok lain akan dianggap sebagai ancaman yang akan mencelakakan diri atau kelompoknya. Perasaan terancam
ini diperparah dengan sistem ekonomi yang menciptakan kerentanan dalam lapangan kerja.
Kinerja ekonomi selalu menuntut pembaruan. Pembaruan terus-menerus menuntut orang untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan baru yang tidak selalu mengungkapkan nilai-nilai keadilan. Mereka
yang tidak memenuhi tuntutan struktur ekonomi baru akan terlempar dari pekerjaan karena tidak mampu memenuhi
standar baru tersebut. Angka pengangguran semakin tinggi karena rendahnya investasi di sektor ekonomi riil yang
mengakibatkan tidak terciptanya lapangan kerja. Pengangguran tidak hanya mengakibatkan tak terpenuhinya
kebutuhan ekonomi, melainkan juga memukul harga, yang mengakibatkan tak terpenuhinya kebutuhan ekonomi.
c. Akar Masalah
1) Iman hanya sebatas pengetahuan, belum sebagai tindakan hidup. Dengan perkataan lain, orang-orang hanya
beragama namun belum beriman. Iman belum menjadi sumber inspirasi kehidupan nyata. Penghayatan iman
masih lebih berkisar pada hal-hal lahiriah, seperti simbol-simbol dan upacara keagamaan. Dengan demikian,
kehidupan politik di Indonesia kurang tersentuh oleh iman itu. Salah satu akibatnya ialah lemahnya pelaksanaan
etika politik, yang hanya diucapkan di bibir, tetapi tidak dilaksanakan secara konkret. Politik tidak lagi dilihat
sebagai upaya mencari makna dan nilai atau sebagai suatu cara bagi pencapaian kesejahteraan bersama,
melainkan lebih sebagai kesempatan untuk menguntungkan diri sendiri serta kelompoknya.
2) Ambisius akan kekuasaan dan harta kekayaan yang menjadi bagian dari pendorong politik kepentingan yang
sangat membatasi ruang publik, yakni ruang kebebasan politik dan ruang peran serta warga negara sebagai
subjek. Ruang publik disamakan dengan pasar. Kekuatan uang dan hasil ekonomi dianggap paling penting.
Manusia hanya diperalat, sehingga cenderung diterapkan diskriminasi, dan kemajemukan pun diabaikan.
Dengan kata lain, manusia hanya dihargai dari manfaat ekonominya. Maka, dengan mudah mereka yang lemah,
yang miskin, dan yang kumuh dianggap tidak berguna dan tidak mendapat tempat. Tekanan pada nilai kegunaan
ini tidak hanya bertentangan dengan martabat manusia, melainkan juga mengikis solidaritas. Perbedaan entah
berbeda agama, suku, atau perbedaan lainnya dianggap menjadi halangan bagi tujuan kelompok.
Penyelenggaraan negara dimiskinkan, yakni hanya menjadi kepentingan kelompok-kelompok. Politik dagang
sapi menjadi bagian kepentingan kelompok itu, dengan akibat melemahnya kehendak politik dalam hal
penegakan hukum.
3) Nafsu untuk mengejar kepentingan pribadi, kelompok atau golongan menyebabkan kebenaran diabaikan.
Meluasnya praktek korupsi tidak lepas dari upaya memenangkan kepentingan diri dan kelompok. Ini mendorong
terjadinya pemusatan kekuasaan dan lemahnya daya tawar politik berhadapan dengan kepentingan pihak yang
menguasai sumber daya keuangan, terutama sektor bisnis. Akibatnya, bukan proses politik bagi kebaikan
bersama yang mengelola cita-cita hidup bersama yang berkembang, melainkan kekuatan finansial yang
mendikte proses politik. Lembaga pengawas yang diharapkan menjadi penengah dalam perbedaan kepentingan
ini justru merupakan bagian dari sistem yang juga korup. Akibatnya, politik pun tidak lagi mandiri. Politik
berada di bawah tekanan kepentingan mereka yang menguasai dan mengendalikan operasi-operasi pasar. Etika
politik seperti tidak berdaya, dicekik oleh nilai-nilai pasar, kompetisi, dan janji keuntungan ekonomi.
4) Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Kita dapat menyaksikan secara terang benderang di Indonesia
saat pemilihan anggota legislatif (DPR-DPD) dan pemilihan kepala daerah mulai dari kepala desa,
bupati/walikota, gubernur sampai presiden, terjadi intimidasi, kekerasaan, politik uang, pengerahan massa,
terror baik langsung maupun melalui media sosial, dan cara-cara tidak bermoral lainnya dihalalkan untuk
memperoleh hasil yang diharapkan. Celakanya, para pelaku kejahatan politik ini tidak mendapat sanksi hukum.
Lemahnya penegakan hukum mengaburkan pemahaman nilai ’baik’ dan ’buruk’ (moralitas) sehingga
menumpulkan kesadaran moral dan perasaan bersalah (hati nurani).
Mendalami Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja
Mendalami Ajaran Kitab Suci
Luk 4:18-19; 13: 32; 22: 25; Mat 11: 8; 23: 14; Mat 23: 23.
Luk 4:18-19
18 Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-
orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku, 19 untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan
penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun
rahmat Tuhan telah datang.”
1) Sekilas gambaran latar belakang situasi sosial politik-ekonomi sebelum dan sesudah Yesus.
Setelah masa pembuangan bangsa Israel di Babilonia, enam abad sebelum Yesus, Palestina tunduk kepada
kerajaan Persia, Yunani, dan kekaisaran Romawi. Belakangan secara internal, masyarakat Pelestina dikuasai oleh
raja-raja dan pejabat boneka yang ditunjuk oleh penguasa Roma. Selain pejabat-pejabat boneka itu, masih ada kelas
pemilik tanah yang kaya raya dan kaum rohaniwan kelas tinggi yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan
kedudukan mereka. Golongan ini sering memihak penjajah, supaya mereka tidak kehilangan hak istimewa atau
nama baik di mata penjajah, karena Roma mempunyai kekuasaan mencabut hak milik seseorang. Siapa yang tidak
takut? Jadi lebih baik bermanis-manis terhadap Roma, walaupun rakyat kecil harus menderita. Kolonial Romawi
secara tidak langsung mengendalikan kaum aristokrat setempat dan para tuan tanah. Hal ini dapat dengan mudah
dilakukan, karena Roma mempunyai kekuasaan mencabut hak milik seseorang seperti yang sudah disinggung di
atas. Oleh karena itu, para aristokrat (baik sipil maupun rohaniwan) berkepentingan bekerja sama dengan penguasa
Romawi. Selain itu, ada pejabat-pejabat yang menjadi perantara yang ditunjuk langsung oleh penguasa Romawi
dan pada umumnya diambil dari kalangan sesepuh Sanhendrin (Majelis Agung) serta majelis rendah yang diambil
dari kelas bawah. Mereka bertanggungjawab mengumpulkan pajak. Dominasi militer terlihat dengan kehadiran
tentara Romawi di mana-mana. Mereka diambil dari Siria atau Palestina, tetapi tidak dari kalangan Yahudi.
Kadang-kadang situasi yang menekan tidak tertahankan, sehingga timbul pemberontakan yang umumnya
digerakan oleh kaum Zelot yang bermarkas di Galilea; namun selalu dapat dipadamkan. Biasanya terjadi banjir
darah dalam penumpasan itu. Itu sebabnya pengharapan akan datangnya tokoh dan masa mesianis yang nasionalis
bertumbuh subur di kalangan pejuang Zelot.
2) Sikap dan Tindakan Yesus
Yesus Kristus hidup di zaman yang penuh pergolakan politik dibawah bangsa penjajah Romawi serta raja
bonekanya di Palestina. Ketika Yesus mulai tampil di hadapan publik untuk mewartakan kabar baik tentang
Kerajaan Allah, Ia menyatakan perutusan-Nya: ”Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia mengurapi Aku,untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan
pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-
orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk 4: 18-19).
Kehidupan rakyat jelata semasa Yesus sungguh memprihatinkan. Mereka ditindas dan dihimpit oleh para
penguasa dan pemimpin-pemimpin agama. Bangsa Yahudi waktu itu dikuasai oleh Kekaisaran Roma. Roma
menempatkan seorang gubernur dengan tentaranya yang cukup kuat di Palestina. Waktu Yesus mulai aktif
berkhotbah, Pontius Pilatus menjadi gubernur Roma di Palestina, sedangkan rajanya ialah Herodes. Roma tidak
campur tangan dalam kehidupan sosial dan keagamaan bangsa Yahudi, asalkan mereka tidak memberontak dan
rajin membayar pajak. Pajak memang membebani rakyat miskin. Betapa tidak! Selain pajak kepada pemerintah
penjajah, masih ada lagi pajak kepada pemerintahan daerah dan pajak agama. Pajak agama ialah pajak bagi bait
Allah yang berupa sepersepuluh dari hasil bumi. Selain dihimpit oleh para penguasa, rakyat kecil masa itu dihimpit
pula oleh para rohaniwan, yaitu kaum Farisi. Kaum Farisi itu berjuang untuk menjaga kemurnian agama. Mereka
mewajibkan diri untuk melaksanakan bermacam-macam tindakan religius dan ritual, seperti puasa, matiraga, dan
sebagainya.
Orang-orang Farisi tidak hanya berada di Yerusalem, tetapi juga di desa-desa di seluruh tanah Yahudi.
Karena kegiatan mereka, pengaruh mereka sangat besar dalam masyarakat. Di antara mereka terdapat para rabbi
yang mengajar seluruh rakyat. Akan tetapi, di balik semuanya itu mereka sebenarnya suka memanipulasi hukum-
hukum Taurat dan menciptakan 1001 macam peraturan yang sangat menekan rakyat kecil, tetapi menguntungkan
diri mereka sendiri (bandingkan kelakuan itu dengan apa yang terjadi di negara kita). Terhadap penindasan dan
ketidakadilan seperti itu, Yesus bangkit untuk membela rakyat kecil yang menderita. Ia mengecam keras para
penguasa tanpa takut. Yesus tak pernah bungkam terhadap praktik-praktik yang tidak adil. Ia tidak berdiam diri
atau bersikap kompromistis supaya terelak dari kesulitan. Ia sudah bisa membayangkan risikonya. Akan tetapi, Ia
konsekuen. Tak segan Ia mengkritik mereka yang ”berpakaian halus di istana” (Mat 11: 8). Ia mengecam raja-raja
yang tak mengenal dan mencintai Allah, tetapi menindas rakyat. Ia mengecam penguasapenguasa yang menyebut
diri ”pelindung rakyat” (Luk 22: 25). Ia tak takut menyebut raja Herodes sebagai serigala (Luk 13: 32). Kepada
kaum Farisi, Yesus berkata ”Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang
munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-
panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat” (Mat 23: 14).
”Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
persepuluhan dari selasih, adas manis, dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu
abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan
diabaikan” (Mat 23: 23). Yesus sangat berani berhadapan dengan para penguasa, entah penguasa pemerintahan,
maupun pengauasa kegamaan. Kaum Farisi adalah golongan yang sangat berpengaruh pada saat itu, seperti para
rohaniwan pada masa kita sekarang ini. Yesus tahu risikonya. Ia berani membela rakyat kecil. Ia menyerang setiap
penindasan dan ketidakadilan. Namun, jangan salah mengerti! Jangan lantas berpikir bahwa Yesus itu seorang
tokoh revolusioner yang mau mengubah keadaan sosial dan politik masa itu.
Yesus mewartakan Kabar Gembira dan Kabar Gembira bukanlah suatu program sosial politis. Orang boleh
mengikuti warta-Nya dengan komitmen sosial politik apa pun. Kritik-Nya yang tajam terhadap penguasa tidak
bernada politis dan perjuangan kelas. Ia hanya mau menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti keadilan, cinta
kasih, dan perdamaian. Para penguasa dan pemimpin-pemimpin agama harus menegakkan nilai-nilai itu. Mereka
harus melayani rakyat kecil, bukan menindas. Mungkin saja orang melihat Yesus sebagai seorang tokoh
revolusioner dan pembebas, tetapi tokoh yang membebaskan manusia dari egoisme, kesombongan, kesewenang-
wenangan, ketidakadilan, dan sebagainya. Yesus memang Pembebas; membebaskan manusia tanpa kekerasan.
Suatu pembebasan yang muncul dari batin manusia, lalu mewujud dalam masyarakat dalam bentuk apa pun.
Pembebasan juga berupa pertobatan, yaitu suatu peralihan sikap dari segala praktik egoistis kepada sikap mengabdi
kepada Allah dan sesama.
1. Mendalami Ajaran Gereja
“Antara pewartaan Injil dan kemajuan manusiawi-perkembangan dan pembebasan-memang terdapat ikatan
yang mendalam. Termasuk di situ ikatan pada tingkat antropologi, sebab manusia yang harus menerima pewartaan
bukan sesuatu yang abstrak, melainkan terkena oleh masalahpersoalan sosial dan ekonomi. Termasuk pula ikatan
pada tingkat teologis, sebab Rencana Penciptaan tidak terceraikan dari Rencana Penebusan. Rencana kedua itu
menyangkut pelbagai situasi sangat konkret; ketidakadilan yang harus diperangi; dan keadilan yang harus
dipulihkan; termasuk ikatan pada Injili, yakni ikatan cintakasih. Menurut kenyataan, orang tidak dapat mewartakan
perintah baru, tanpa mendukung keadilan dan perdamaian. Mustahil seseorang dapat menerima pewartaan Injil jika
dia tidak mau tahu tentang persoalan-persoalan yang sekarang ini begitu banyak diperdebatkan, seperti keadilan,
pembebasan, perdamaian di dunia. Andaikata itu terjadi, dapat dikatakan bahwa orang itu melupakan pelajaran
yang di terima dari Injil tentang cintakasih terhadap sesama yang sedang menderita dan serba kekurangan”.
(Evangelii Nuntiandi artikel 31).
Usaha-Usaha yang Harus Dilakukan untuk Membangun Masyarakat yang Adil dan
Sejahtera
Tuhan senantiasa menghendaki supaya bangsa manusia hidup sejahtera di bumi dan kemudian bahagia di
surga. Tuhan pasti menghendaki pula bangsa Indonesia hidup sejahtera dan bahagia. Ketika para Bapak Bangsa
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, cita-cita mereka adalah Indonesia yang adil dan damai sejahtera,
seperti yang mereka tandaskan dalam dasar negara Pancasila, khususnya dalam sila kelima, yaitu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejahtera merupakan suatu kondisi hidup yang memungkinkan seseorang dapat lebih
penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaannya. Baginya tersedia segala sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup
secara manusiawi, misalnya nafkah, pakaian, perumahan, hak untuk dengan bebas memilih status, membentuk
keluarga, mendapat pendidikan, pekerjaan, perlindungan hukum, dan sebagainya. Untuk membangun hidup
sejahtera dibutuhkan suasana damai. Damai bukan berarti sekadar tidak ada perang dan penindasan, tetapi situasi
yang selamat dan sejahtera dalam diri manusia sebagai buah keadilan yang tercipta dalam suatu masyarakat.
Perdamaian adalah keadilan, hasil tata masyarakat yang adil. Keadilan, perdamaian dan kesejahteraan adalah syarat
mutlak bagi perkembangan pribadi, martabat suatu masyarakat, dan suatu bangsa. Kita menyadari saat ini bangsa
kita belum sejahtera, damai, dan adil. Kita masih mengalami krisis dalam berbagai bidang kehidupan, baik politik,
hukum, ekonomi, maupun budaya. Sumber dari semua krisis ini ialah krisis etika dan ekonomi dengan orientasi
pada kepentingan diri sendiri dan kelompok. Sebagai umat Kristiani, kita hendaknya berusaha dan berjuang untuk
membangun etika dan moralitas yang mengutamakan kepentingan umum (bonum commune), yaitu kesejahteraan
yang merata bagi seluruh warga.
1). Beberapa Prinsip dalam Membangun Masyarakat yang Adil dan Sejahtera
Di sini hanya akan dibahas prinsip-prinsip etika politik dalam membangun masyarakat yang adil dan
sejahtera, sebab di sanalah akar dari semua ketidakadilan yang menyengsarakan rakyat banyak. Dengan
mempertimbangkan kenyataan sosial politik di Indonesia, prinsip-prinsip berikut ini mendesak untuk disadari dan
dilaksanakan.
a) Hormat terhadap martabat manusia; Prinsip ini menegaskan bahwa manusia mempunyai nilai dalam dirinya
sendiri dan tidak pernah boleh diperalat. Bukankah manusia itu diciptakan menurut citra Allah, diperbarui oleh
Yesus Kristus yang dengan karya penebusan-Nya mengangkat manusia menjadi anak Allah? Istilah SDM (Sumber
Daya Manusia) yang sering digunakan tak boleh mengabaikan kebenaran bahwa nilai manusia tak hanya terletak
dalam kegunaannya. Martabat manusia Indonesia harus dihargai sepenuhnya dan tak boleh diperalat untuk tujuan
apa pun, termasuk tujuan politik.
b) Kebebasan; Kebebasan adalah hak setiap orang dan kelompok: bebas dari segala bentuk ketidakadilan dan
bebas untuk mengembangkan diri secara penuh. Setiap warga sangat membutuhkan kebebasan dari ancaman dan
tekanan, kebebasan dari kemiskinan yang membelenggunya, dan juga kebebasan untuk berkembang menjadi
manusia seutuhnya. Kekuasaan negara perlu diingatkan akan salah satu tanggung jawab utamanya untuk
melindungi warga negara dari ancaman kekerasan, baik yang berasal dari sesama warga maupun dan terutama dari
kekuasaan negara.
c) Keadilan; Keadilan merupakan keutamaan yang membuat manusia sanggup memberikan kepada setiap orang
atau pihak lain apa yang merupakan haknya. Dewasa ini, perjuangan untuka memperkecil kesenjangan sosial
ekonomi semakin mendesakauntuk dilaksanakan, demikian juga perjuangan untuk melaksanakanafungsi sosial
sebagai modal bagi kesejahteraan bersama. Mendesakajuga penggunaan modal dan kekayaan bagi pengembangan
sektoraekonomi riil, sambil menemukan cara-cara agar ’judi ekonomi’adalam bentuk spekulasi keuangan dikontrol
untuk mendukungapertumbuhan dan perkembangan wirausaha-wirausaha kecil danamenengah serta menciptakan
lembaga dan hukum-hukum yangaadil. Yang tidak kalah mendesak adalah menciptakan penegakanahukum di
negeri ini.
d) Solidaritas; Dalam tradisi solidaritas, sikap solider terungkap dalam semangat gotong royong dan kekeluargaan,
yang menurut pepatah lama berbunyi: ’berat sama dipikul, ringan sama dijinjing’. Prinsip itu semakin mendesak
untuk diwujudkan dalam konteks dunia modern. Dalam masyarakat di mana banyak orang mengalami perlakuan
dan keadaan tidak adil, solider berarti berdiri di pihak korban ketidakadilan, termasuk ketidakadilan struktural.
Selain itu, perlu dikembangkan juga solidaritas antardaerah dan usaha untuk mencegah kesempatan egoisme
kelompok.
e) Subsidiaritas; Menjalankan prinsip subsidiaritas berarti menghargai kemampuan setiap manusia, baik pribadi
maupun kelompok, untuk mengutamakan usahanya sendiri, sementarapihak yang lebih kuat siap membantu
seperlunya. Bila kelompok yang lebih kecil dengan kemampuan dan saran yang dimiliki bisa menyelesaikan
masalah yang dihadapi, kelompok yang lebih besar atau pemerintah/negara tidak perlu campur tangan. Dalam
keadaan kita sekarang, hubungan subsidier berarti menciptakan relasi baru antara kemitraan dan kesetaraan antara
pemerintah, organisasiorganisasi sosial, dan warga negara, serta kerja sama yang serasi antara pemerintah dan
swasta. Kecenderungan etatisme yang sangat mencolok dalam Rencana Undang-Undang yang disebarluaskan di
masyarakat dan Undang-Undang yang disahkan oleh DPR akhirakhir ini, berlawanan dengan prinsip-prinsip
subsidiaritas ini.
f) Sikap jujur dan tulus ikhlas; Dengan prinsip ini kebenaran dihargai dan dipegang teguh. Dewasa ini, sikap
ikhlas (fair) berarti menciptakan aturan yang adil dan menaatinya, menghormati pribadi dan nama baik lawan
politik, membedakan antara wilayah publik dan wilayah privat, serta menyadari dan melaksanakan kewajiban
untuk memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
g) Demokrasi; Demokrasi sebagai sistem tidak hanya menyangkut hidup kenegaraan, melainkan juga hidup
ekonomi, sosial, dan kultural. Dalam arti ini, demokrasi dimengerti sebagai cara-cara pengorganisasian kehidupan
bersama yang paling mencerminkan kehendak umum, dengan tekanan pada peran serta, perwakilan, dan tanggung
jawab. Demokrasi tidak dengan sendirinya menghasilkan apa yang diharapkan. Di Indonesia, salah satu badan yang
paling terlibat dalam pelaksanaan demokrasi ialah DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPRD (Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah). Ternyata, lembaga-lembaga ini kurang berfungsi dalam mewakili kepentingan
masyarakat luas, bahkan dalam banyak hal justru menghambat tercapainya tujuan demokrasi.Dalam masyarakat
kita tampak adanya kecenderungan untuk meminggirkan kelompok-kelompok minoritas, dengan alasanalasan yang
kurang terpuji. Keputusan yang menyangkut semua warga negara diambil sekadar atas dasar suara mayoritas,
dengan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan yang mendasar, matang, dan berjangka panjang.
h) Tanggung jawab; Bertanggung jawab berarti mempunyai komitmen penuh pengabdian dalam pelaksanaan
tugas. Tanggung jawab atas disertai dengan tanggung jawab kepada. Bagi politisi, bertanggung jawab berarti
bekerja sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan negara dan mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada
rakyat. Tanggung jawab hanya bisa dituntut bila kebijakan umum pemerintah terumus jelas dalam hal prioritas,
program, metode, dan pendasaran filosofi. Atas dasar kebijakan umum ini, wakil rakyat dan kelompok-kelompok
masyarakat bisa membuat evaluasi pelaksanaan kinerja pemerintah dan menuntut pertanggungjawabannya. Bagi
warga negara, tanggung jawab berarti ikut berperan serta dalam mewujudkan tujuan negara sesuai dengan
kedudukan masing-masing.
2) Cara, Pola, dan Pendekatan Perjuangan Kita Harus Merupakan Gerakan yang Melibatkan Sebanyak
Mungkin Orang, Mulai dari Akar Rumput
Perlu disadari bahwa ketidakadilan yang menyengsarakan rakyat banyak sudah bersifat struktural dan
membudaya, terlalu sulit untuk mengatasinya. Ia tidak dapat ditangani dengan slogan-slogan atau indoktrinasi,
tetapi dengan suatu gerakan yang melibatkan sebanyak mungkin orang, mulai dari akar rumput. Gerakan ini
merupakan gerakan penyadaran yang akan memakan waktu. Masyarakat perlu disadarkan bahwa ada ketidakadilan
di negeri ini yang membuat rakyat banyak sengsara. Sebelum ada penyadaran akan situasi yang memprihatinkan
ini, sia-sialah suatu gerakan dimulai. Menyangkut gerakan itu kiranya perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain
sebagai berikut.
Gerakan pembaruan pikiran dan roh; Perubahan pikiran dan roh yang paling cemerlang diberikan Tuhan
kita Yesus Kristus. Kedatangan-Nya membawa pemikiran dan roh yang baru. Lihatlah pemikiran dan sikap- Nya
terhadap orang miskin, yang disapanya berbahagia. Singkatnya, bacalah permakluman Kabar Baik kepada orang
miskin … pembebasan kepada para tawanan …” (Luk 4: 18-19). Yesus datang membawa visi dan roh yang segar
membebaskan. Ia melawan kemapanan yang membelenggu. Gerakan ini harus membawa pemikiran (visi) dan roh
yang baru seperti itu. Ia harus membawa angin segar yang melegakan. Konsili Vatikan II dan sinode-sinode para
Uskup sebenarnya sudah melahirkan banyak visi dan semangat baru menyangkut Gereja dan misinya di dunia ini,
khususnya misi terhadap kaum kecil. Namun, visi-visi dan semangat itu seolah-olah menjadi mandul dan merana.
Harus disadari bahwa gerakan ini didorong oleh keyakinan iman, bukan sekadar gerakan sosial yang bisa membuat
orang akan gampang patah semangat. Gerakan ini adalah panggilan iman dari semua orang yang sungguh beriman.
Gerakan sosial dan moral ke arah pertobatan dan hidup baru; Gerakan ini hendaknya menjadi gerakan
untuk menegakkan etika politik dan etika ekonomi. Prinsip-prinsip etika politik dan ekonomi seperti menghormati
martabat manusia, keadilan, kejujuran, solidaritas, demokrasi, dan sebagainya supaya sungguh-sungguh dihayati.
Praktik-praktik ketidakadilan, ketidakjujuran, dan kesewenang-wenangan hendaknya ditinggalkan. Singkatnya,
orang hendaknya bertobat dan memulai hidup baru. Tanpa pertobatan yang sungguh-sungguh, tidak akan terjadi
pembaharuan yang radikal, murni, dan ikhlas. Dengan menekankan bahwa gerakan sosial dan moral ini sungguh
merupakan suatu gerakan, ada hal-hal yang harus kita elakkan dan ada hal-hal yang perlu kita tunjang dalam
kegiatan kita. Hal-hal yang perlu kita hindari antara lain sebagai berikut:
a) Gerakan ini sungguh murni gerakan sosial dan moral. Hal-hal yang mengarah kepada institusionalisasi sebaiknya
dihindari sedapat mungkin. Institusi cenderung untuk menjadi mapan dan terkotakkotak. Gerakan sosial dan
moral hendaknya senantiasa dinamis, gampang menyesuaikan diri, terbuka merangkul siapa saja seperti gerakan
Kerajaan Allah yang dipelopori oleh Yesus Kristus sendiri. Gerakan sosial dan moral ini bukan gerakan khusus
orang Katolik.
b) Gerakan pembaruan jangan sekadar menjadi gerakan rohani, walaupun juga sangat dibutuhkan. Gerakan sosial
dan moral ini harus bermuara kepada aksi untuk pembaruan dan pembangunan masyarakat sejahtera dan adil.
Hal-hal yang perlu lebih digalakkan antara lain sebagai berikut:
a) Memperluas gerakan ini menjadi gerakan dari siapa saja, tidak terbatas pada agama, strata sosial, dan aliran
politik tertentu. Ia milik segala orang yang berkehendak baik.
b) Gerakan ini boleh saja diinspirasi dan diprakarsai dari atas, tetapi hendaknya mulai bertumbuh dan menguat
dalam basis-basis umat. Ia hendaknya mulai bertumbuh dari akar rumput, semakin lama semakin menyebar dan
meluas.
c) Mulailah dengan diri dan kelompok sendiri.
Kompetensi Dasar
3.5 Memahami makna makna keterlibatan aktif umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara Indonesia.
4.5 Berperan aktif dalam membangun bangsa dan negara Indonesia.
Indikator
• Menganalisis tantangan-tantangan yang dihadapi umat Katolik saat ini berdasarkan masalah-masalah sosial yang
sedang terjadi di Indonesia.
• Menganalisis peluang-peluang umat Katolik untuk membangun bangsa dan negara Indonesia.
• Menjelaskan ajaran Gereja tentang tantangan dan peluang dalam membangun bangsa dan negara. (Gaudium et
spes art. 64, 76, Ensiklik Populorum Progressio, art. 21, Dignitatis Humanae, art. 1).
• Menjelaskan tentang usaha-usaha untuk menghadapi tantangan dan peluang untuk ikut terlibat aktif membangun
bangsa dan negara sesuai kehendak Tuhan (berdasarkan kisah tokoh katolik nasional, IJ.Kasimo).
Doa Pembuka
Allah Bapa yang penuh kasih, Terima kasih untuk segala rahmat yang engkau berikan kepada kami sepanjang
hidup kami. Pada kesempatan yang indah ini kami akan belajar untuk memahami tentang tantangan dan peluang
umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara sebagaimana yang Engkau kehendaki.Semoga tantangan-
tantangan yang ada dapat kami hadapi dengan baik,dan oleh Karena pertolongan-Mu, kami umatmu dapat menjadi
saluranberkat bagi bangsa dan negara kami tercinta. Amin.
Mendalami Tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
a. Krisis Etika Politik
Etika Politik di Indonesia masih carut marut. Politik hanya dipahami secara pragmatis sebagai sarana untuk
mencari kekuasaan dan kekayaan bagi pribadi-pribadi dan golongan sendiri. Politik yang berkembang saat ini,
khususnya oleh partai politik lebih bersifat transaksional yaitu untuk membagi-bagi kekuasaan dan berujung pada
praktik politik uang. Banyak kepala daerah, dan para pejabat lembaga negara lainnya, baik eksekutif, legislatif, dan
yudislatif (polisi, jaksa, hakim) kini berurusan dengan KPK karena terlibat kasus korupsi yang tentu saja merugikan
pembangunan bagi kesejahteraan rakyat.
b. Krisis Ekonomi
Masyarakat Indonesia kini masih dilanda krisis ekonomi. Banyak yang masih hidup di bawah garis
kemiskinan, padahal Indonesia sendiri dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Dengan
berkembangnya neoliberalisme saat ini, orang kaya akan semakin kaya, dan orang miskin akan semakin miskin.
Orang miskin, bahkan para pedagang kecil atau menengah sekalipun, tidak pernah akan mampu bersaing dengan
para pedagang besar atau orang-orang kaya.
c. Merebaknya aliran fundamentalisme radikal
Kini merebak berbagai aliran fundamental radikal di Indonesia. Fundamentalisme itu pandangan yang
berpusat pada diri manusia, sehingga manusia menjadi tolok ukurnya. Karena itu fundamentalisme prinsipnya
“menutup diri” terhadap kebenaran dari paham di luar dirinya. Akhirnya, fundamentalisme dapat berakhir pada
arogansi terhadap orang lain, kekerasan demi mencapai tujuannya sendiri. Fundamentalisme radikal tidak hanya
terbatas pada aliran agama tertentu, tetapi juga suku bahkan daerah. Nampaknya setelah diberlakukan sistem
otonomi daerah, dan otonomi khusus, terjadilah gerakan daerahisme. Mereka berusaha menolak dan bahkan
“mengusir” orang dari daerah lain, khususnya dalam urusan pejabat pemerintahan, atau pengangkatan PNS dengan
istilah mengutamakan putra daerah.
d. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia
Dalam berbagai kasus penegakan hukum baik perdata maupun pidana, banyak terjadi ketidakadilan.
Keadilan hukum hanya tajam untuk orang di bawah tetapi tumpul untuk orang yang di atas. Artinya bahwa keadilan
hukum di lembaga peradilan hanya diberlakukan bagi masyarakat kecil yang lemah secara ekonomi, karena mereka
tidak mampu menyogok para penegak hukum. Di sisi lain para penguasa dan kaum kaya raya dapat membeli para
penegak hukum sehingga mereka bisa bebas dari hukuman, atau minimal mendapat hukuman ringan. Dalam
beberapa kasus, seorang pencopet atau maling ayam, dihukum jauh lebih berat daripada seorang koruptor yang
telah mencuri uang negara ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah. Publik Indonesia pun sudah mengetahui
bagaimana banyak koruptor kelas kakap yang sedang mendekam di penjara tetapi dapat berkeliaran bebas di luar
dan berpesta pora serta melancong ke mana-mana.
e. Berbagai bencana dan kerusakan alam
Bencana alam dan kerusakan alam menjadi tantangan nyata di hadapan kita. Bencana alam bisa disebabkan oleh
kondisi alam itu sendiri, seperti gempa bumi, dan letusan gunung berapi. Namun bencana alam juga dapat
disebabkan oleh perbuatan manusia sendiri, seperti penggundulan dan pembakaran hutan untuk berbagai tujuan;
penebangan pohon secara serampangan sehingga menimbulkan bencana longsor dan banjir bandang yang
merenggut jiwa dan harta. Kerusakan alam juga disebabkan oleh limbah industri yang mematikan ekosistem di
sekitarnya.
Menggali Ajaran Gereja tentang bagaimana peluang-peluang Umat Katolik dalam
pembangunan.
a. Krisis Etika Politik
Situasi Etika Politik di Indonesia masih carut marut. Gereja Katolik perlu memperjuangkan agar politik tidak
hanya dipahami secara pragmatis sebagai sarna untuk mencari kekuasaan dan kekayaan, melainkan sebagai suatu
jerih payah untuk membuat transformasi situasi masyarakat yang kacau menjadi masyarakat yang tertata dan
mampu menciptakan kesejahteraan umum.
Relasi Gereja dan Negara untuk kepentingan terwujudnya kesejahteraan umum dinyatakan oleh Konsili
sebagai berikut: “Negara dan Gereja bersifat otonom tidak saling tergantung dibidang masing-masing. Akan tetapi
keduanya, kendati atas dasar yang berbeda, melayani panggilan pribadi dan sosial orang-orang yang sama.
Pelaksanaan itu akan lebih efektif jika negara dan Gereja menjalin kerja sama yang sehat, dengan mengindahkan
situasi setempat dan sesama. Sebab manusia tidak terkungkung dalam tata duniawi saja, melainkan juga mengabdi
kepada panggilannya untuk kehidupan kekal. Gereja, yang bertumpu pada cinta kasih Sang Penebus,
menyumbangkan bantuannya, supaya di dalam kawasan bangsa sendiri dan antara bangsa-bangsa makin meluaslah
keadilan dan cinta kasih. Dengan mewartakan kebenaran Injil, dan dengan menyinari semua bidang manusiawi
melalui ajaran-Nya dan melalui kesaksian umat kristen, Gereja juga menghormati dan mengembangkan kebebasan
serta tanggung jawab politik para warganegara.” (KV II, GS art. 76)
b. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi telah lama membelit masyarakat Indonesia pada umumnya. Inti persoalannya adalah
kebijakan perekonomian pemerintah hanya untuk mengejar target produksi sementara masyarakat Indonesia
dikorbankan demi keuntungan perekonomian sektor formal. Untuk masalah pemiskinan secara ekonomi tersebut,
Konsili Vatikan mengajarkan bahwa; “Makna-tujuan yang paling inti produksi itu bukanlah semata-mata
bertambahnya hasil produksi, bukan pula keuntungan atau kekuasaan, melainkan pelayanan kepada manusia,
yakni manusia seutuhnya, dengan mengindahkan tata urutan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya maupun tuntutan-
tuntutan hidupnya di bidang intelektual, moral, rohani, dan keagamaan; katakanlah: manusia siapa saja, kelompok
manusia mana pun juga, dari setiap suku dan wilayah dunia. Oleh karena itu kegiatan ekonomi harus dilaksanakan
menurut metodemetode dan kaidah-kaidahnya sendiri, dalam batas-batas moralitas sehingga terpenuhilah rencana
Allah tentang manusia”. (KV II GS art. 64). Harapan Konsili itu jelas, perekonomian mesti terutama mengabdi
kepentingan perkembangan manusia, sehingga titik berat perkembangan ekonomi bukan sekedar keuntungan
semata mata! Di sinilah tantangan sekaligus sebagai peluang bagi umat Katolik dan umat beragama dan
berkepercayaan lainnya untuk mengembangkan ekonomi yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.
c. Merebaknya aliran fundamentalisme radikal
Fundamentalisme itu pandangan yang berpusat pada diri manusia, sehingga manusia menjadi tolok ukurnya.
Karena itu fundamentalisme prinsipnya “menutup diri” terhadap kebenaran dari paham di luar dirinya. Akhirnya
fundamentalisme dapat berakhir pada arogansi terhadap orang lain, kekerasan demi mencapai tujuannya sendiri.
Berhadapan dengan berbagai aliran itu, kepentingan kehadiran Gereja tidak lain adalah mendorong gerakan
“kebebasan beragama” dan “gerakan humanisme sejati, yang tertuju pada Allah.” Demi kepentingan gerakan
kebebasan beragama, Konsili Vatikan II, secara khusus menyatakanya “bahwa pribadi manusia berhak atas
kebebasan beragama. Kebebasan itu berarti, bahwa semua orang harus kebal terhadap paksaan dari pihak
orangorang perorangan maupun kelompok-kelompok sosial atau kuasa manusiawi mana pun juga, sedemikian rupa,
sehingga dalam hal keagamaan tak seorang pun dipaksa untuk bertindak melawan suara hatinya, atau dihalang-
halangi untuk dalam batas-batas yang wajar bertindak menurut suara hatinya, baik sebagai perorangan maupun
dimuka umum, baik sendiri maupun bersama dengan orang-orang lain. Selain itu Konsili menyatakan, bahwa hak
menyatakan kebebasan beragama sungguh didasarkan pada martabat pribadi manusia, sebagaimana dikenal berkat
sabda Allah yang diwahyukan dan dengan akal-budi. Hak pribadi manusia atas kebebasan beragama harus diakui
dalam tata hukum masyarakat sedemikian rupa, sehingga menjadi hak sipil.”(KV II, Dignitatis Humanae, art. 1).
Terhadap cara pandang yang sempit dan picik dan merasa benar sendiri, Paulus VI menunjukkan nilai humanisme
yang semestinya menjadi nilai universal dalam masyarakat dunia, “Tujuan mutakhir ialah humanisme yang
terwujudkan seutuhnya. Dan tidakkah itu berarti pemenuhan manusia seutuhnya dan tidap manusia? Humanisme
yang picik, terkungkung dalam dirinya tidak terbuka bagi nilai-nilai roh dan bagi Allah yang menjadi Sumbernya,
barangkali nampaknya saja berhasil, sbeba manusia dapat berusha menta kenyataan duniawi tanpa Allah. Akan
tetapi bula kenyatan kenyataan itu tertutup bagi Allah, akhirnya justru akan berbalik melaswan manusia.
Humanisme yang tertutup bagi kenytaan lain jadi tidak manusiawi. Humanisme yang sejati menunjukkan jalan
kepada Allah serta mengakui tugas yagn menjadi pokok panggilan kita, tugas yang menyajikan kepada kita makna
sesungguhya hidup manusiawi. Bukan manuasialah norma mutakhir manusia. Manusia hanya menjadi sungguh
manusiawi bila melampaui diri sendiri. Menurut Blaise Pascal, “ Manusia secara tidak terbatas mengungguli
martabatnya” (Paulus VI, Populorum Progressio art. 42)
d. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia
Dari segi lemahnya penegakan hukum, kita harus berusaha mengubah mind-set peranan hukum dalam
masyarakat, bahwa hukum bukan sarana untuk mempermudah agar “kasus-kasus” Pidana dan Perdata diperlakukan
sebagai “komoditi”, tetapi hukum berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan hidup bersama yang memungkinkan
terciptanya kesejahteraan umum. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa “Pelaksanaan kekuasaan politik, baik
dalam masyarakat sendiri, maupun di lembaga-lembaga yang mewakili negara, selalu harus berlangsung dalam
batas-batas tata moral, untuk mewujudkan kesejahteraan umum yang diartikan secara dinamis, menurut tata
perundang-undangan yang telah dan harus ditetapkan secara sah. Maka para warganegara wajib patuh-taat
berdasarkan hati nurani mereka. Dari situ jelas jugalah tanggung jawab, martabat dan kewibawaan para penguasa.
(KV II GS art. 73).
Dalam Kitab Suci, kita dapat melihat bagaimana Yesus menuntut bangsa Yahudi supaya taat kepada hukum
Taurat sebab pada dasarnya hukum Taurat dibuat demi kebaikan dan keselamatan manusia (bdk. Mat 5: 17-43).
Satu titik pun tidak boleh dihilangkan dari hukum Taurat. Ia hanya menolak hukum Taurat yang sudah
dimanipulasi, di mana hukum tidak diabdikan untuk manusia, tetapi manusia diabdikan untuk hukum. Segala
hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan untuk tujuan kemerdekaan manusia. Maksud terdalam dari setiap
hukum adalah membebaskan (atau menghindarkan) manusia dari segala sesuatu yang (dapat) menghalangi manusia
untuk berbuat baik. Demikian pula tujuan hukum Taurat. Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat diringkas
dengan mengatakan bahwa Yesus selalu memandang hukum Taurat dalam terang hukum kasih. Mereka yang tidak
peduli dengan maksud dan tujuan hukum, hanya asal menepati huruf hukum, akan bersikap legalistis: pemenuhan
hukum secara lahiriah sedemikian rupa sehingga semangat hukum kerap kali dikurbankan. Misalnya, ketika kaum
Farisi menerapkan peraturan mengenai hari Sabat dengan cara yang merugikan perkembangan manusia, Yesus
mengajukan protes demi tercapainya tujuan peraturan itu sendiri, yakni kesejahteraan manusia: jiwa dan raga.
Menurut keyakinan awal orang Yahudi sendiri, peraturan mengenai hari Sabat adalah karunia Allah demi
kesejahteraan manusia (bdk. Ul 5: 12-15; Kel 20: 8-11; Kej 2: 3). Akan tetapi, sejak pembuangan Babilonia (587-
538 SM), peraturan itu oleh para rabi cenderung ditambah dengan larangan-larangan yang sangat rumit. Memetik
butir gandum sewaktu melewati ladang yang terbuka tidak dianggap sebagai pencurian. Kitab Ulangan yang
bersemangat perikemanusiaan mengizinkan perbuatan tersebut. Akan tetapi, hukum seperti yang ditafsirkan para
rabi melarang orang menyiapkan makanan pada hari Sabat dan karenanya juga melarang menuai dan menumbuk
gandum pada hari Sabat. Dengan demikian, para rabi menulis hukum mereka sendiri yang bertentangan dengan
semangat perikemanusiaan Kitab Ulangan. Hukum ini menjadi beban, bukan lagi bantuan guna mencapai
kepenuhan hidup sebagai manusia. Oleh karena itu Yesus mengajukan protes. Ia mempertahankan maksud Allah
yang sesungguhnya dengan peraturan mengenai Sabat itu. Yang dikritik Yesus bukanlah aturan mengenai hari
Sabat sebagai pernyataan kehendak Allah, melainkan cara hukum itu ditafsirkan dan diterapkan. Mula-mula, aturan
mengenai hari Sabat adalah hukum sosial yang bermaksud memberikan kepada manusia waktu untuk beristirahat,
berpesta, dan bergembira setelah enam hari bekerja. Istirahat dan pesta itu memungkinkan manusia untuk selalu
mengingat siapa sebenarnya dirinya dan untuk apakah ia hidup. Sebenarnya, peraturan mengenai hari Sabat
mengatakan kepada kita bahwa masa depan kita bukanlah kebinasaan, melainkan pesta. Dan, pesta itu sudah boleh
mulai kita rayakan sekarang dalam hidup di dunia ini, dalam perjalanan kita menuju Sabat yang kekal. Cara unggul
mempergunakan hari Sabat ialah dengan menolong sesama (bdk.Mrk 3: 1-5). Hari Sabat bukan untuk mengabaikan
kesempatan berbuat baik. Pandangan Yesus tentang Taurat adalah pandangan yang bersifat memerdekakan, sesuai
dengan maksud yang sesungguhnya dari hukum Taurat.
e. Berbagai bencana dan kerusakan alam
Bencana alam dan kerusakan alam menantang Gereja untuk berefleksi, “Di manakah Gereja itu hidup,
bukankah lingkungan hidup juga sangat crucial untuk hidup Gereja di tengah dunia? Maka persoalan pengrusakan
lingkungan hidup itu tidak hanya masalah dunia, tetapi juga masalah Gereja. Paus Paulus VI, dalam Ensiklik
Populorum Progressio, art. 21, menegaskan “Bukan saja lingkungan materiil terus menurus merupakan ancaman
pencemaran dan sampah, penyakit baru dan daya penghancur, melainkan lingkungan hidup manusiawi tidak lagi
dikendalikan oleh manusia, sehingga menciptakan lingkungan yang untuk masa depan mungkin sekali tidak
tertanggung lagi. Itulah persoalan sosial berjangkau luas, yang sedang memprihatinkan segenap keluarga manusia.”
Dengan demikian, Gereja juga ditantang untuk terlibat dalam dunia pertanian yang sudah rusak karena perusakan
sistematis sehingga merusak tatanan dan fungsi lingkungan hidup. Tepatlah Konsili Vatikan II mendesak
pentingnya membangun kondisi kerja untuk para petani sehingga mereka mampu mengembangkan diri sebagai
manusia utuh: “Perlu diusahakan dengan sungguh-sungguh, supaya semua orang menyadari baik haknya atas
kebudayaan, maupun kewajibannya yang mengikat, untuk mengembangkan diri dan membantu pengembangan diri
sesama. Sebab kadang-kadang ada situasi hidup dan kerja, yang menghambat usaha-usaha manusia di bidang
kebudayaan dan menghancurkan seleranya untuk kebudayaan. Hal itu secara khas berlaku bagi para petani dan
kaum buruh; bagi mereka itu seharusnya diciptakan kondisi-kondisi kerja sedemikian rupa, sehingga tidak
menghambat melainkan justru mendukung pengambangan diri mereka sebagai manusia”. (KV II, GS art. 60)
Kompetensi Dasar
3.5 Memahami makna keterlibatan aktif umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara Indonesia.
4.5 Berperan aktif dalam membangun bangsa dan negara Indonesia.
Indikator
• Menganalisis dasar atau landasan umat Katolik untuk terlibat dalam pembangunan bangsa dan negara.
• Menganalisis tindakan atau perwujutan panggilan sebagai anggota Gereja Katolik dalam membangun bangsa dan
negara.
• Menjelaskan peran Gereja Katolik Indonesia dalam pembangunan bangsa dan negara.
Doa Pembuka
Allah Bapa penyayang kehidupan, kami bersyukur boleh mendiami tanah air Indonesia dengan segala keragaman
dan kekayaan alamnya. Kami bersyukur bahwa Engkau menyertai perjalanan bangsa dan negara kami. Bantulah
kami agar dari hari ke hari kami semakin bersatu hati mewujudkan kesejahteraan umum. Terangilah hati dan budi
kami agar tidak berpandangan sempit memperjuangkan kepentingan kelompok dan golongan sendiri. Demi Kristus,
yang mengasihi semua orang dan telah wafat menebus dosa manusia, dalam persekutuan Roh Kudus, hidup kini
dan sepanjang masa. Amin.
Menggali Pengalaman Keterlibatan Umat Katolik dalam Pembangunan bangsa dan
negara.
Perjuangan pastor Carolus
a. Perjuangan pastor Carolus berawal dari keprihatinannya terhadap masyarakat di Kampung Laut yang hidup
serba kesulitan serta penderitaan. Pastor Carolus terpanggil untuk berbagi kasih dengan sesamanya tanpa
melihat latar belakang asal-usul mereka. Pastor Carolus berusaha mengobati masyarakat yang sakit dan mulai
menggerakan mereka untuk hidup sehat.
b. Motivasi yang mendasari Pastor Carolus untuk berkarya adalah rasa belas kasihnya. Tujuannya bukan untuk
mengkatolikkan masyarakt setempat tetapi memanusiakan masyarakat itu. Karenanya ia mengjak masyarakat
untuk bangkit dan berjuang bersama-sama membangun kehidupan mereka sendiri. Karena itulah, semangat
gotong-royong dikobarkan. Kini hasilnya sudah dinikmati masyarakat banyak, tidak hanya di Kampung Laut
tetapi di banyak tempat di kabupaten Cilacap. Kini masyarakatpun merasa bangga atas hasil kerja sama mereka.
c. Di Indonesia sudah cukup banyak orang Katolik yang menjadi pelopor pembangunan di segala sektor
kehidupan. Ada yang bergerak dibidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, HAM, politik dan
pemerintahan, serta militer. Ada beberapa yang mendapat penghargaan, entah sebagai pahlawan nasional,
ataupun sebagai “pahlawan” pada bidang yang digelutinya.
Menggali Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja
Markus 12: 13-17
13 Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu
pertanyaan. 14 Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang
jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur
mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?
Haruskah kami bayar atau tidak?” 15 Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka:
“Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!” 16 Lalu mereka bawa. Maka Ia
bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” 17 Lalu
kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada
Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Mereka sangat heran mendengar Dia.
Peneguhan
1) Negara dan bangsa adalah wadah pemersatu berbagai keragaman dan latar belakang warga negaranya. Negara
dan bangsa ada untuk melindungi dan menciptakan kedaulatan setiap manusia. Dalam hal ini negara dan bangsa
adalah baik sebagai dikehendaki oleh Tuhan. Sebagai warga negara setiap orang memiliki hak dan kewajiban
yang sama. Siapa yang memiliki lebih, hendaknya memberi lebih, agar tercipta keadilan dan kesejahteraan
semua warga.
2) Yesus pun mengajarkan hal yang sama bahwa setiap orang punya kewajiban untuk membayar pajak kepada
penguasa. Tujuan pajak, pada akhirnya, demi membangun negara dan kepentingan bersama. Namun, Yesus juga
menekankan perlunya kewajiban sebagai warga Kerajaan Allah. Dengan demikian, kewajiban yang satu tidak
meniadakan kewajiban yang lain. Kedua-duanya mesti dipenuhi.
3) Rasul Paulus menegaskan pula: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah… Sebab tidak ada pemerintah
yg tidak berasal dari Allah, pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah (Roma 13: 1). Ungkapan ini
benar dan tepat yaitu bahwa seluruh warga negara harus menghormati pemerintahnya dengan baik sebab hanya
dengan cara demikian kita sebagai warga negara yang beragama Kristiani (Katolik) harus ikut membangun
kehidupan negara dan bangsa. Dalam arti mendorong setiap kita orang kristiani untuk ikut mengambil bagian
dalam membangun bangsa dan negara sebagai wujud dari sikap menghadirkan Allah kepada dunia.
4) Tugas dan kewajiban seorang Katolik (kristiani) dalam negara adalah melaksanakan panggilan dan
pengutusannya, supaya orang lain mengenal Kristus melalui kehadirannya. Oleh karena itu, orang Kristen tidak
boleh memisahkan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan hidup keimanannya di gereja. Justru melalui
hidupnya sebagai warga negara kristiani, ia dapat membuktikan keberadaannya serta isi pengakuan imannya
(Mat. 5:13-16). Sikap seorang katolik yang baik dan benar, tidak boleh memusuhi sesama warganegaranya,
sebaliknya kehadirannya kiranya boleh menjadi saluran berkat bagi kehidupan sesamanya.
5) Apa kewajiban kita terhadap Allah? Rasanya bukan sesuatu yang sangat rumit. Sebagaimana Allah telah
memberikan kepada manusia dengan cuma-cuma (gratia = rahmat) maka manusia berkewajiban untuk
memberikan dengan cuma-cuma pula. Oleh karena itu, manusia diundang untuk bermurah hati, sama seperti
Bapa murah hati adanya. Kewajiban yang datang dari Allah rasanya demi kepentingan manusia juga, misalnya:
memuji dan memuliakan Allah lewat doa, ibadat, perayaan ekaristi Contoh lain adalah memberikan derma
kepada fakir miskin dan kaum terlantar, sebagaimana Tuhan bersabda: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku “ (Mat 25:40). Sepuluh perintah Allah diberikan juga bukan demi kepentingan Allah,
tetapi agar manusia selamat. Maka kitapun melakukan kewajiban kita kepada Tuhan dan kepada bangsa dan
negara kita dengan ikut bertanggungjawab dalam membangun bangsa dan negara sesuai kehendak Tuhan.