Professional Documents
Culture Documents
MIOMA UTERI
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kandungan dan
Kebidanan
Di RSISA Semarang
Disusun oleh:
Rachmawati Puji Lestari
01.211.6490
Penguji :
dr. Yulice Soraya Nur Intan, Sp. OG
B. Angka Insidensi
Di Indonesia, Mioma Uteri ditemukan 2,30–11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Mioma Uteri merupakan tumor pada pelvis yang
paling sering dijumpai. Diperkirakan 1 dibanding 4 atau 5 wanita yang berumur
lebih dari 35 tahun terdapat mioma uteri. Meskipun umumnya mioma tidak
menunjukkan gejala, diperkirakan 60% dari laparotomi pelvis pada wanita
dikerjakan dengan alasan Mioma Uteri. Lesi ini sering ditemukan pada dekade
4 atau 5. Umumnya Mioma Uteri tidak akan terdeteksi sebelum masa pubertas
dan tumbuh selama masa reproduksi. Jarang sekali Mioma Uteri ditemukan
pada wanita berumur 20 tahun atau kurang, paling banyak pada umur 35 – 45
tahun yaitu kurang dari 25 %. Dan setelah menopause banyak mioma menjadi
lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut. Mioma uteri lebih
sering dijumpai pada wanita nullipara atau yang kurang subur (Joedosaputra,
2005)
C. Etiologi
Penyebab dari mioma pada rahim masih belum diketahui. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa masing-masing mioma muncul dari 1 sel
neoplasma soliter (satu sel ganas) yang berada diantara otot polos miometrium
(otot polos di dalam rahim). Selain itu didapatkan juga adanya faktor keturunan
sebagai penyebab mioma uteri. Pertumbuhan dari leiomioma berkaitan dengan
adanya hormon estrogen. Tumor ini menunjukkan pertumbuhan maksimal
selama masa reproduksi, ketika pengeluaran estrogen maksimal. Mioma uteri
memiliki kecenderungan untuk membesar ketika hamil dan mengecil ketika
menopause berkaitan dengan produksi dari hormon estrogen. Pertumbuhan
mioma tidak membesar dengan pemakaian pil kontrasepsi kombinasi karena
preparat progestin pada pil kombinasi memiliki efek antiestrogen pada
pertumbuhannya. Perubahan yang harus diawasi pada leiomioma adalah
perubahan ke arah keganasan yang berkisar sebesar 0,04% (Parker, 2007)
1. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai factor etiologi, mengingat bahwa :
a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma
uteri
2. Teori Cellnest atau genitoblas
Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang
terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus
oleh estrogen. (Prawirohardjo, 2011).
D. Patogenesis
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast.
Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan
menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati dari
pada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur,bukan
dari selaput otot yang matur (Prawirohardjo, 2011).
E. Patologi Anatomi
Sarang mioma di uterus berasal dari korpus uterus dan serviks uterus.
Menurut letaknya, jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural
(54%), subserosa (48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%):
1. Mioma Submukosa
Mioma berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus. Mioma Submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (Mioma Geburt). Mioma
geburt sering mengalami nekrosis atau ulserasi.
Jenis mioma ini sering menyebabkan perdarahan yang banyak, sehingga
memerlukan histerektomi, walaupun ukurannya kecil. Adanya mioma
submukosa dapat dirasakan sebagai suatu “curet bump” yaitu benjolan saat
kuret.
2. Mioma Intramural
Mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Jika
ukuran besar atau multiple, dapat menyebabkan pembesaran uterus dan
berbenjol-benjol.
3. Mioma Subserosum
Mioma yang tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum
latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma subserosum dapat pula
tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau
omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut
wandering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma
saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam saluran
servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila
mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde/pusaran air (whorl like
pattern), dengan pseudocapsule yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini. Pernah ditemukan 200
sarang mioma dalam satu uterus, namun biasanya hanya 5-20 sarang saja.
Dengan pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. jarang
sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada
umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%). Pertumbuhan mioma diperkirakan
memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan
tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah menopause banyak
mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut.
Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nullipara atau yang
kurang subur. Faktor keturunan juga memegang peran. Perubahan sekunder
pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini
oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma
(Prawirohardjo, 2011)
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya
ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol
ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk
bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas
otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like
pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan.
F. Perubahan Sekunder
1. Atrofi
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi
kecil.
2. Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi
sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya, seolah-olah
memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3. Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan
limfe sehingga menyerupai limfangioma.
Dengan konsistensi yang lunak ini, tumor sukar dibedakan dari kista
ovarium dan suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (calcireous degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya
gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada
sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada
foto Rontgen. Dalam bentuk ekstrem dapat menjadi keras seperti batu,
dikenal dengan sebutan “wombstone”
5. Degenerasi merah (carneous degeneration)
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis:
diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi.
Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna
merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi
merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis,
haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium
atau mioma bertangkai.
6. Degenerasi lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin (Prawirohardjo,
2011)
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat
diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak
teratur, gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat
perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama
untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan
pasien.
b. Imaging
1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen
pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada
abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma
uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal. (Prawirohardjo,2011)
I. Diagnosis banding
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian
bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma
submukosumyang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma
intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma,
karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri. USG abdominal dan
transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis.
J. Komplikasi
1. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh kasus mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi
uterus yang telah diangkat. Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan nyeri atau
ukuran tumor yang semakin bertambah besar terutama jika dijumpai pada
penderita yang sudah menopause.
2. Torsi
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma
abdomen akut, mual, muntah dan shock. Sarang mioma dapat mengalami
nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah
padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan
berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan
yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri. (Parker, 2007)
Radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita
mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau
terdapat kontraindikasi untuk tindakan operatif. Akhir-akhir ini kontraindikasi
tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak
ada keganasan pada uterus (Hadibroto,2005).
O. Prognosis
1. Kebanyakan mioma asimtomatis dan tidak memerlukan pengobatan
2. Pada keadaan yang simtomatis, histerektomi merupakan pengobatan tuntas.
Miomektomi memberikan hasil yang baik pada mioma submukosa yang
simtomatis
3. Pengobatan menggunakan GnRH mengurangi kira-kira 40%-60% ukuran
tumor selepas 3 bulan pengobatan, namun setengah dari mioma tumbuh
kembali apabila pengobatan dihentika
4. Mioma seringnya berhenti tumbuh atau muncul setelah menopause
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2016
A. IDENTITAS
1. Nama : Ny. KS
2. Umur : 43 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. No CM : 103.76.67
5. Agama : Islam
6. Pendidikan : Tamat SMA
7. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
8. Status : Menikah
9. Nama Suami : Tn. S F
10. Tanggal Masuk : 01/05/2016
11. Masuk Jam : 15.00 WIB
12. Ruang : Baitunnissa 2/ Rawat Inap
13. Kelas : III
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 1 Mei 2015 pada pukul
12.00 WIB
1. Keluhan Utama :
Gangguan haid sejak 3 bulan yang lalu, disertai adanya benjolan di perut bawah,
rasa tidak nyaman ketika duduk
1 bulan ini pasien juga mengeluh terasa benjolan dan mengganjal di perut
bagian bawah disertai nyeri,kemeng dan rasa tidak enak saat duduk. Gangguan
BAK tidak ada. Sulit buang air besar dan nyeri saat BAB tidak ada.
5. Riwayat Obstetri
I : PI, hamil aterm, perempuan, BBL 2700 gram, spontan oleh bidan, 17
tahun, sehat.
II : PII, hamil aterm, perempuan, BBL 2700 gram, spontan oleh bidan, 16
tahun, sehat.
6. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan Umum : lemah
Vital Sign
Nadi : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,7 0C
TB : 155 cm
BB : 65 kg
2. Status Internus
- Kepala : Mesocephale
- Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : Discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping hidung
(-)
- Telinga : Discharge (-),
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemesis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : Simetris, benjolan abnormal (-)
- Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Redup
Batas atas jantung : ICS II linea sternalis sinistra
- Abdomen :
Inspeksi : cembung, striae gravidarum (-)
Palpasi : nyeri tekan (+), teraba benjolan di daerah
suprapubic dengan konsistensi padat,
permukaan rata tak berbenjol-benjol
Perkusi : pekak di suprapubik
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Extremitas :
Superior Inferior
3. Status Ginekologi
- Abdomen
Inspeksi : cembung (+) striae gravidarum (-)
Palpasi : teraba benjolan di suprapubik dengan konsistensi padat,
permukaan rata tak berbenjol-benjol, nyeri tekan (+).
- Genitalia:
A. Pemeriksaan Luar
- Massatumor : teraba massa konsistensi padat, permukaan rata
tak berbenjol-benjol pada daerah suprapubik
- Nyeri : ada
- Fluksus : darah (+)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah : (tgl 1 Mei 2016 Jam 23:55 WIB)
Hb : 10,1 g/dL
Hematokrit: 30,6 %
LED : ½ jam 24 mm
1 jam 60 mm/jam
BT : 2`15``
CT : 4`
Magnesium : 2 mg/dL
E. RESUME
Pasien P2A0 usia 43 tahun dengan keluhan gangguan haid sejak 3 bulan yang lalu.
Dalam sebulan haid sebanyak 1 kali. Setiap hari ganti pembalut 10 kali. Darah haid
berwarna merah segar disertai prongkolan.1 bulan ini pasien juga mengeluh terasa
benjolan dan ganjal di perut bagian bawah disertai nyeri dan kemeng serta nyeri
saat duduk dan mengganggu aktivitas.
1. Status Present :
Keadaan Umum: lemah
Vital Sign : dalam batas normal
2. Status Internus : Mata conjungtiva anemis (+/+)
3. Status Ginekologi :
- Abdomen
Inspeksi : perut cembung
Palpasi : nyeri tekan (+), teraba benjolan di suprapubik dengan
konsistensi padat, permukaan rata tak berbenjol-benjol
- Genitalia
A.Pemeriksaan Luar
Massatumor :teraba benjolan dengan konsistensi padat, permukaan rata tak
berbenjol benjol di daerah suprapubik
Nyeri tekan : ada
Fluksus : darah (+)
B. Pemeriksaan Dalam Vagina
F. DIAGNOSA BANDING
1. Kehamilan
2. Tumor Solid Ovarium
3. Adenomiosis uteri
4. Endometriosis
5. Miosarkoma
6. Perdarahan uterus disfungsional
G. DIAGNOSA KERJA
Mioma uteri dengan menorraghia dan anemia
H. PROGNOSA
Dubia ad bonam
I. TERAPI
Terapi Supportif
Medicamentosa : Suplemen FE
Operatif : Histerektomi subtotalis
J. SIKAP
1. Monitoring keadaan umum dan klinis penderita sebelum dan 1x24 jam post
operasi
2. Usaha darah jika HB kurang dari normal
3. Observasi kadar HB post transfuse
4. Pemeriksaan PA
K. EDUKASI
1. Memberitahu tentang penyakit yang diderita
2. Memberitahu tujuan terapi yang diberikan.
3. memberitahu untuk kontrol setelah keluar dari rumah sakit