You are on page 1of 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PRIOPERATIF

Keperawatan perioperatif merupakan suatu prosesatau rangkaian kegiatan pada


praktik keperawatan dikamar bedah yang langsung diberikan pasien, dengan
metedeologi proses keperawatan. Perawat yang bekerja dikamar operasi harus
memiliki kompetensi dalam memberikan keperawatan perioperatif. Istilah
perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post operative
phase (HIPKABI, 2012).

A. Aktivitas Keperawatan Dalam Peran Perawat Perioperatif


1. Pengkajian :
a. Rumah/Klinik:
1) Melakukan pengkajian perioperatif awal
2) Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien
3) Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4) Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
5) Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan
pasca operatif
b. Unit Bedah :
1) Melengkapi pengkajian praoperatif
2) Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan
lain.
3) Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal
yang diperkirakan terjadi.
4) Membuat rencana asuhan keperawatan
c. Ruang operasi :
1) Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2) Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
3) Mengidentifikasi pasien
4) Memastikan daerah pembedahan
d. Perencanaan :
1) Menentukan rencana asuhan
2) Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai
(contoh: Tim Operasi).
e. Dukungan Psikologis :
1) Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2) Menentukan status psikologis
3) Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang
merugikan, seperti : nyeri.
4) Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim
kesehatan yang lain yang berkaitan (HIPKABI, 2012).

B. Pembedahan : Indikasi Dan Klasifikasi


Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya
adalah :
1. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
2. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami
inflamasi
3. Reparatif : Memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik
5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh:
pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi
terhadap ketidakmampuan menelan makanan (HIPKABI, 2012)..

C. Tindakan Pembedahan
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan
pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1. Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam
jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan
hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka
tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.
2. Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan
dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau
batu pada uretra.
3. Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan
dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa
obstruksi kandung kemih,Gangguan tyroid, katarak.
4. Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak
dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh :
perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.
5. Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada
pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya
terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik (HIPKABI, 2012).
PRE OPERATIF
A. Pengertian Pre Operasi
Keperawatan pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Perawatan pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien
dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan
tindakan pembedahan (Mirianti, 2011).
Pre operasi adalah tahap yang dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan
intervensi bedah dan diakhiri ketika klien dikirim ke meja operasi.
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Tahap ini merupakan awalan yang menjadi kesuksesan tahap-
tahap berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat
fatal pada tahap berikutnya (HIPKABI, 2014).

B. Persiapan Pre Operasi


Keperawatan pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Perawatan pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien
dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan
tindakan pembedahan (Mirianti, 2011).
Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik, biologis
dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi. Dalam hal ini persiapan sebelum operasi sangat penting dilakukan
untuk mendukung kesuksesan tindakan operasi. Persiapan operasi yang dapat
dilakukan diantaranya persiapan fisiologis, dimana persiapan ini merupakan
persiapan yang dilakukan mulai dari persiapan fisik, persiapan penunjang,
pemerikaan status anastesi sampai informed consent. Selain persiapan
fisiologis, persiapan psikologis atau persiapan mental merupakan hal yang
tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien
yang tidak siap atau lebih dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik pasien
(Smeltzer, dkk., 2013). Persiapan klien di unit perawatan, diantaranya
(Djuantoro, 2011):
1. Persiapan fisik
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi antara lain:
a. Status Kesehatan Fisik Secara Umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit
seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan
fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler,
status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain- lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup
karena dengan istirahat yang cukup pasien tidak akan mengalami stres
fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan pasien wanita tidak akan
memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di
rumah sakit.
c. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan
fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolik obat- obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik
maka operasi dapat dilakukan dengan baik.
d. Pencukuran Daerah Operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga mengganggu/ menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang
tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien
luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus
dilakukan dengan hati- hati jangan sampai menimbulkan luka pada
daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk
mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang
dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi.
e. Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang di operasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan
daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak
mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka
perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
f. Pengosongan Kandung Kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
g. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini
sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi
pasca operasi, seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir
pada tenggorokan. Latihan- latihan yang diberikan pada pasien sebelum
operasi, antara lain :
1) Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk
mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien
relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri
dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara
efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini
segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
2) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama
klien yang mengalami operasi dengan anestesi general. Karena
pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam
kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami
rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir
kental di tenggorokan.Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut.
3) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien
sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai
pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses
penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi.
Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut
jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh.
Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai
operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih
cepat kentut/ flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari
kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah
memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang
fungsi pernafasan optimal.

2. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka
dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus
dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah
berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain
seperti EKG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk
melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan
terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa
menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk
menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu
dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemerikasaan
laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan
masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto
thoraks dan EKG (Djuantoro, 2011).

3. Pemeriksaan Status Anestesi


Pemeriksaan status fisik untuk pembiusan perlu dilakukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi
kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf
(Djuantoro, 2011).
Berikut pemeriksaan ASA :
a. ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri.
Misal; penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang
tua sehat, bayi muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05
b. ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah.
Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan
penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami
appendiktomi
Mortality (%) : 0,4
c. ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat;
Misal: penderita diabetes mellitus dengan komplikasi pembuluh darah
dan datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
d. ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan
jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan
Misalnya: insufisiensi koroner atau infark miokard Mortality (%) : 25
e. ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan
jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan
(Djuantoro, 2011).

4. Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien
maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi
sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan
menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan
dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi) (Djuantoro, 2011).
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi
aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab
terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan
operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait
dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala
resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi
yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan,
pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/ keluarganya berhak untuk
menanyakan kembali sampai betul- betul paham. Hal ini sangat penting
untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh
pasien/ keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak
sesuai dengan gambaran keluarga (Djuantoro, 2011).

5. Persiapan Mental/ Psikis


Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara, 2009).
Contoh: perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan
misalkan pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan
sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan
darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi
dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi
denyut jantung dan pernafasan, tekanan darah, gerakan-gerakan tangan
yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih.
Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh
pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-
hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi
masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat,
tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system (Muttaqin,
2011).
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
b. Pengalaman operasi sebelumnya
c. Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
d. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik
maupun penunjang
e. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi
dan petugas kamar operasi
f. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post
operasi)
g. Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum
operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas
dalam, batuk efektif, ROM, dll (Muttaqin, 2011).
Peranan perawat menurut Djuantoro (2011) dalam memberikan dukungan
mental dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
a. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami
pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang
waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses
operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
b. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka
diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun
demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui
tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami
pasien.
c. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan
bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa,
perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan,
manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu
diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan,
dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan
yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan
mental pasien dengan baik
d. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada
pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di
antar ke kamar operasi.
e. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan
hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan
pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet
sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat
tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
f. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang.
g. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatan untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi
dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di
depan kamar operasi.

6. Obat-Obatan Pre Medikasi


a. Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan
obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien
mendapatkan waktu istirahat yang cukup
b. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam.
c. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
d. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis
biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan
pasca bedah 2- 3 kali.
e. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain
sesuai indikasi pasien (Muttaqin, 2011)..

C. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 2000) meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus.
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;
stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala: insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/
ketoasidosis); malnutrisi (termasuk obesitas); membrane mukosa yang
kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat
mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala: pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,
dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer
dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional.
Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial
bagi penarikan diri pasca operasi).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson,
M. Judith, 2012) meliputi :
a. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola
interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek
samping penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh
pada perubahan penampilan.
c. Koping individu tidak efektif
d. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kerusakan saraf/otot, dan nyeri.

3. Intervensi Dan Implementasi


Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson,
M. Judith, 2012) adalah :
a. Ansietas
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
- klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi
yang membuat stress.
- klien mampu mempertahankan penampilan peran.
- klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
- klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
Intervensi :
1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
2) Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi
ansietas di masa lalu.
3) Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
4) Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada
saat ini, harapa-harapan yang positif terhadap terapy yang di
jalani.
5) Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas
sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.
6) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
7) Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan
keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
8) Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.

b. Gangguan citra tubuh


Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan
dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
- pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
- memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang
mengalami gangguan.
- menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
Intervensi :
1) Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien
tentang tubuhnya.
2) Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
3) Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas
adanya perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
4) Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga
privasi dan martabat pasien.

c. Koping individu, ketidakefektifan


Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil :
- Pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi
waktu luang.
- Mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat
mengembangkan koping yang efektif.
- Menimbang serta memilih diantara alternative dan
konsekuensinya.
- Berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (aks)
Intervensi :
1) Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya
dengan pandangan pemberi pelayanan kesehatan.
2) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
3) Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan
peran yang realitas.
4) Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang
lain.
5) Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam
memberikan dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.

d. Mobilitas fisik, hambatan


Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang.
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi,
Intervensi
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi

4. Evaluasi :
a. Ansietas berkurang/terkontrol.
b. Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
c. Pasien akan memahami tindakan yang akan dilakukan dan koping
individu efektif
d. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
PERAWATAN INTRAOPERATIF

A. Pengertian
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke
instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup :
1. Pemasangan IV cath
2. Pemberian medikasi intaravena
3. Melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien
Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi,
bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien
di atas meja operasi denganmenggunakan prinsip-prinsip dasar
kesimetrisan tubuh (Djuantoro, 2011).
Perawat yang bekerja di kamar bedah harus telah mengambil program
proregristation education courses in anasthetic and operating theater
nursing. Dalam pembedahan perawat disebut scrubbed nurse yang
bertindak sebagai asisten ahli bedah. Perawat bertanggung jawab akan
pemeliharaan sterilitas daerah pembedahan dan instrument dan menjamin
ketersediaan peralatan ahli bedah untuk terlaksananya pembedahan
yangdirencanakan. Circulating nurse bertanggung jawab untuk menjamin
terpenuhinya perlengkapanyang dibutuhkan oleh scrubbed nurse dan
bertanggung jawab terhadap observasi dan perawatan pasien tanpa
menimbulkan kontaminasi daerah steril (Djuantoro, 2011).

B. Tahap Intraoperatif
1. Ruang Sementara (Holding area)
Perawat dapat menjelakan tahap-tahap yang akan dilaksanakan untuk
menyiapkan klien menjalani pembedahan. Perawat diruang tahanan
sementara biasanya adalah bagian dari petugas ruang oprasi dan
menggunakan pakaian, topi, dan alas kaki khusus ruang oprasi sesuai
dengan kebijakan pengontrolan infeksi rumah sakit. Pada beberapa
tempat bedah sehari, perawat primer perioperatif menerima kedatangan
klien, menjadi perawat sirkulator selama prosedur berlangsung, dan
mengelola pemulihan serta kepulangan klien (Muttaqin 2011).
Di dalam ruangan tahanan sementara, perawat, anestesi, atau ahli anestesi
memasang kateter infus ke tangan klien untuk memberikan prosedur rutin
penggantian cairan dan obat-obatan melalui intravena. Biasanya
menggunakan kateter IV yang berukuran besar agar pemasukan cairan
menjadi lebih mudah. Perawat juga memasang manset tekanan darah.
Manset juga terpasang pada lengan klien selama pembedahan berlangsung
sehingga ahli anestesi dapat mengkaji tekanan darah klien (Djuantoro,
2011).

2. Kedatangan ke Ruang Operasi


Perawat ruang opersi identifikasi dan kardeks klien, melihat kembali
lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik,
dan berbagai hasil pemeriksaan. Pastikan bahwa alat prostese dan barang
berharga telah dilepas dan memeriksa kembali rencana perawatan
preoperatif yang berkaitan dengan intraoperative (Djuantoro, 2011).

3. Pemberian Anestesi
a. Anestesi Umum
Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluluh sensasi
dan kesadarannya. Relaksasi mempermudah manipulasi anggota
tubuh. Klien juga mengalami amnesia tentang seluruh proses yang
terjadi selama pembedahan yang menggunakan anestesi umum
melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan manipulasi jaringan
yang luas (Djuantoro, 2011).
Ahli anestesi memberi anestesi umum melalui jalur IV dan inhalasi
melalui empat tahap anestesi. Tahap 1 dimulai saat klien masih sadar.
Klien menjadi pusing dan kehilangan kesadaran secara bertahap, dan
status analgesic dimulai. Tahap 2 adalah eksitasi. Otot kilen kadang-
kadang menegang dan hampir kejang. Reflek menelan dan mudah
tetap ada, dan pola nafas klien mungkin menjadi tidak teratur. Tahap 3
dimulai pada saat irama pernafasan mulai teratur. Fungsi vital
terdepresi. Tahap 4 adalah tahap depresi pernafasan lengkap.
b. Anestesi Regional
Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah
tubuh tertentu. Selama pembedaan berlangsung klien dengan anestesi
regional akan tetap sadar kecuali jika dokter memprogramkan
pemberian tranquilizer yang dapat menyebabkan klien tidur. Perawat
harus ingat bahwa luka bakar dan cidera lainnya dapat terjadi pada
bagian tubuh yang berada dibawah pengaruh anestesi tanpa disadari
oleh klien. Oleh karena itu posisi ekstermitas dan kondisi kulit klien
perlu sering observasi(Djuantoro, 2011).
c. Anestesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang
diinginkan (mis, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata).
Obat anestesi (mis, lidokain ) menghambat konduksi saraf sampai
obat terdifusi kedalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan
sentuhan, aktifitas motorik, dan otonom (Djuantoro, 2011).

4. Pengaturan Posisi Klien Selama Pembedahan


a. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b. Umur dan ukuran tubuh pasien.
c. Tipe anaesthesia yang digunakan.
d. Nyeri/Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis) (Djuantoro, 2011).
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi
pasien meliputi :
a. Kesejajaran fungsional adalah memberikan posisi yang tepat
selama operasi. Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi
yang berbeda pula. Contoh :
1) Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy
eksplorasi, appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
2) Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal :
Lamninectomy
3) Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas
abdomen, sering digunakan untuk operasi pada daerah
abdomen bawah atau pelvis.
4) Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal
dan biasanya digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan
kuretase dan pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy
5) Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul
(Muttaqin, 2011).

5. Pemajanan area pembedahan


Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan
dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini
perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
(Djuantoro, 2011).

6. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi


Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus
dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah
proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien
dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury
(Djuantoro, 2011).

C. Peran Perawat Selama Pembedahan (Muttaqin, 2011)


1. Perawat instrumentator (scrub nurse)
Perawat instrumentator (scrub nurse) atau perawat sirkulator memberikan
intrumen dan bahan-bahan yang di butuhkan oleh dokter bedah selam
pembedahan berlangsung dengan menggunakn tehnik aspek pembedahan
yang ketat dan terbiasa dengan intrumen pembedahan.
2. Perawat Sirkulator
Perawat Sirkulator adalah asisten perawat intrumentator dan dokter
bedah. Perawat sirkulator membantu mengatur posisi klien dan
menyediakan alat dan duk bedah yang di butuhkan dalam pembedahan.
Perawat sirkulator menyediakan bahan- bahan yang di butuhkan perawat
instrumentator, membuang alat dan spon kasa yang telah kotor, serta
tetap hitung instrument jarum dan spon kasa yang telah di gunakan.
Perawat sirkulator juga dpat membantu mengubah posisi klien atau
memindahkan posisi lampu opersi. Perawat sirkulator juga menggunakan
teknik aseptik bedah. Apabila teknik aseptik telah hilang, Perawat
sirkulator membantu anggota tim bedah dengan mengganti dan memakai
gaun dan sarung tangan steril. Prosedur ini mencegah tertinggalnay
bahan-bahan tersebut di dalam luka bedah klien.

D. Pelaksanaan keperawatan
1. Menggunakan baju seragam: Penggunaan baju seragam bedah didesain
secara khusus dengan harapan dapat mencegah kontaminasi dari luar,
berprinsip bahwa semua baju dari luar diganti dengan baju bedah yang
steril, atau baju harus dimasukan kedalam celana, atau harus menutupi
pinggang untuk mengurangi menyebarnya bakteri, dan gunakan tutup
kepala, masker, sarung tangan, serta celemek steril.
2. Mencuci Tangan Sebelum Pembedahan; Gunakan air mengalir dari kran,
Sikat tangan secara sistemati, satu per satu jari dicuci, Sikat kuku dan
lengan bahwa sampai siku, Ulangi lagi beberapa kali : dengan selam
10 menit ; dengan larutan desinfektan standar selama 3-5 menit, Tutup
kran dengan siku (buka seperti biasanya menutup kran), Posisikan tangan
selau lebih tinggi dari siku, Ambil handuk tangan steril, keringkan urut
mulai tangan, pergelangan, hingga siku, lalu jatuhkan handuk.
3. Menerima Pasien di Daerah Bedah; Sebelum memasuki wialyah bedah,
pasien harus melakukan pemeriksaan ulang di ruang penerimaan untuk
megecek kembali nama, bedah yang akan dilakukan, nomor status
registrasi pasien, berbagi hasil laboratorium dan x-ray, persiapan darah
setelah dilakukan pemerikasaan silang dan golongan darah, alat protesa,
dan lain-lain.
4. Pengiriman dan Pengaturan Posisi ke Kamar Bedah; Posisi yang
dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup, trendelenburg,
lithotomi, lateral, dan lain-lain.
5. Pembersihan dan Persiapan Kulit; Pelaksanaan ini bertujuan untuk
membuat daerah yang akan dibedah bebas dari kotoran dan lemak kulit
serta mengurangi adanya mikroba. Bahan yang digunakn dalam
pembersihan kulit ini harus memiliki spectrum khasiat, memiliki
kecepatan khasiat, atau memiliki potensi yang baik serta tidak menurun
bila adanya kadar alcohol, sabun detergen, atau bahan organik lainya.
6. Penutupan daerah Steril; Penutupan daerah steril dilakukan dengan
menggunakan doek steril agar daerah seputar bedah tetap steril dan
mencegah berpindahnya mikroorganisme antara daerah yang steril dan
tidak.
7. Pelaksanaan Anestesi’ Terdiri dari anestesi umum, anestesi regional, dan
anestesi lokal.
8. Pelaksanaan Pembedahan; Setelah dilakukan anestesi, tim bedah akan
melaksanakan pembedahan sesuai dengan ketentuan pembedahan
(Djuantoro, 2011).

E. ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIF


1. Pengkajian Keperawatan
Salah satu hal yang perlu di kaji dalam intra bedah adalah pengaturan
posisi pasien. Berbagai masalah yang terjadi selama pembedahan
mencakup aspek pemantauan fisiologis, perubahan tanda vital, system,
kardiovaskular keseimbangan cairan, dan pernafasan.
2. Diagnosis Keperawatan
Risiko terjadinya cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Tujuan
masalah resiko terjadinya cidera pada pasien dapat tertasi.
Kriteria Hasil
- Tidak terjadinya resiko cedera pada pasien
- Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman dan aman
Rencana tindakan
a. Gunakan semua alat atau instrument untuk tindakan pembedahan
seperti pemakaian baju bedah, tutup kepala, masker, penutup sepatu,
celemek, dan sarung tangan, serta penyucian tangan.
b. Lakukan Persiapan pelaksanaan anestesi sebelum tindakan
pembedahan
c. Lakukan pemantauan selama masa tindakan pembedahan
3. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah intrabedah secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam mempertahankan status kesehatan, seperti
normalnya tanda vital, kardiovaskular, pernapasan, ginjal, dan lain-lain.
PERAWATAN POST OPERATIF

Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.


Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi
pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan
pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera
membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan
nyaman (Djuantoro, 2011)..

A. Tahapan Keperawatan Post Operatif


Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi
(recovery room)
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)
3. Transportasi pasien ke ruang rawat,
4. Perawatan di ruang rawat (Muttaqin, 2011).

B. Pemindahan Pasien Dari Kamar Operasi Ke Ruang Pemulihan


Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit
perawatan pasca anastesi (PACU: post anesthesia care unit) memerlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah
letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah
harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan.
Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya
dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien
diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain
dan selang drainase (Djuantoro, 2011).
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu
posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari
posisi lateral ke posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah
dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga.
Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera
setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasien yang
basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan gaun
yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan transportasi
tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta
side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Selain hal
tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien.
Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat
berfungsi dengan optimal. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab
perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi
yang bertanggung jawab (Djuantoro, 2011).

C. Perawatan Post Anastesi Di Ruang Pemulihan (Recovery Room)


Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di
ruang pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak
mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke
ruang perawatan (bangsal perawatan) (Djuantoro, 2011).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini
disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk :
1. perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi)
2. ahli anastesi dan ahli bedah
3. alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya(Djuantoro,
2011).
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya
adalah alat bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi,
peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction.
Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk
memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan
hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter
vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi
kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase (Djuantoro, 2011).
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan
pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses
bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan
kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang
infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan
perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari
pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat,
saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria
penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk
dikeluarkan dari PACU adalah :
1. Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
2. Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
3. Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
4. Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
5. Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
6. Mual dan muntah dalam kontrol
7. Nyeri minimal (Djuantoro, 2011).

D. Transportasi Pasien Ke Ruang Rawat


Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat
dengan mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas
mentransfer pasien, pastikan score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan
kondisi pasien sudah cukup stabil. Waspadai hal-hal berikut : henti nafas,
vomitus, aspirasi selama transportasi (Muttaqin, 2011).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
Perencanaan Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan
semuanya dari sumber daya manusia sampai dengan peralatannya.
1. Sumber daya manusia (ketenagaan)
Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang
boleh melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa
menangani keadaan kegawatdaruratan yang mungkin terjadi sselama
transportasi. Perhatikan juga perbandingan ukuran tubuh pasien dan
perawat harus seimbang.
2. Equipment (peralatan)
Peralatan yang dipersiapkan untuk keadaan darurat, misal : tabung
oksigen, sampai selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus
dipersiapkan dengan lengkap dan dalam kondisi siap pakai.
3. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan
sebagainya. Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur
pemindahan pasien dan posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan
demi keamanan dan kenyamanan pasien.
4. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat.
Ekstra waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya
(Muttaqin, 2011).

E. Perawatan Di Ruang Rawat


Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan,
yaitu :
1. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage,
tube/selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung
monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemeriksaan pertama
yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
2. Manajemen Luka; Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan
luka tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan
luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
3. Mobilisasi dini; Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM,
nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan
kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
4. Rehabilitasi; Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan
kondisi pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam
latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien
seperti sedia kala.
5. Discharge Planning; Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan
informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu
dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post
operasi. Ada 2 macam discharge planning :
a. Untuk perawat; Berisi poin-poin discharge planning yang di berikan
kepada klien (sebagai dokumentasi).
b. Untuk pasien; Dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan
lebih detail Merencanakan kepulangan pasien mempertimbngkan
beberapa hal:
1) Home Care Preparation; Memodifikasi lingkungan rumah
sehingga tidak mengganggu kondisi klien
2) Client/Family Education; Beri edukasi tentang kondisi klien.
Cara merawat luka dan hal-hal yang harus dilakukan atau
dihindari
3) Psychososial Preparation; Memastikan hubungan interpersonal
social dan aspek psikososial klien tetp terjaga.
4) Health Care Resources; Pastikan bahwa klien dan keluarga
mengetahui adanya pusat pelayanan kesehatan yang terdekat
dari ruma klien, jadi jika dalam keadaan darurat bias segera ada
pertolongan (Djuantoro, 2011).

F. Asuhan Keperawatan Post Operatif


1. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan
diantaranya adalah kesadaran, kualitas jalan nafas, sirkulasi, dan
perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan elektrolit ,
kardiovaskuler, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat
yang digunkan dalm pembedahan.

2. Diagnosa Keperawatan Post Operatif


a. Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi
c. Nyeri akut b.d proses pembedahan

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi.
Tujuan : kerusakan per-tukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil :
- Status neurologis DBN
- Dispnea tidak ada
- PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam batas normal
- Tidak ada gelisah, sianosis, dan keletihan
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman dan usaha nafas.
2) Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya
ventilasi dan adanya bunyi tambahan
3) Pantau hasil gas darah dan kadar elektrolit
4) Pantau status mental
5) Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
6) Pantau status pernapasan dan oksigenasi

b. Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi


Tujuan : kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
- Kerusakan kulit tidak adaEritema kulit tidak ada
- Luka tidak ada pus
- Suhu kulit DBN
Intervensi :
1) Ganti balutan plester dan debris
2) Cukur rambut sekeliling daerah yang terluka, jika perlu
3) Catat karakteristik luka bekas operasi
4) Catat katakteristik dari beberapa drainase
5) Bersihkan luka bekas operasi dengan sabun antibakteri yang
cocok
6) Rendam dalam larutan saline yang sesuai
7) Berikan pemeliharaan lokasi IV
8) Sediakan pemeliharaan luka bekas operasi sesuai kebutuhan
9) Berikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai kebutuhan
10) Gunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve
Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka bekas
operasi yang sesuai
11) Gunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai
12) Balut dengan perban yang cocok
13) Pertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat luka
bekas operasi
14) Periksa luka setiap mengganti perban
15) Bandingkan dan mencatat secara teratur perubahan-perubahan
pada luka
16) Jauhkan tekanan pada luka
17) Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur perawatan luka

c. Nyeri akut b.d proses pembedahan


Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3
- Ekspresi wajah tenang
- klien dapat istirahat dan tidur
Intervensi :
1) Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi ).
2) Observasi reaksi NV dr ketidak nyamanan.
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
4) Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
6) Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
7) Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
8) Evaluasi tindakan pengurang nyeri
9) Monitor TTV

4. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah pascabedah secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam mempertahnkan status kesehatan , seperti
adanya peningkatan proses penyembuhan luka, system sirkulasi,
keseimbangan cairan dan elektrolit, system eliminasi, serta tidak
ditemukn tanda kecemasan lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


EGC
Djuantoro, Dwi. (2011). Care Files: Ilmu Bedah. Tangerang: KARISMA
Publishing Group.
Doengoes, Marilyn E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi
12. Jakarta: Kedokteran EGC.
HIPKABI. (2014). Buku pelatihan dasar-dasar keterampilan bagi perawat kamar
bedah. Jakarta : HIPKABI Press
Mirianti, Dimi Pipi. (2011). Hubungan Pengetahuan dan Tingkat Kecemasan
Klien Pre Operasi Katarak di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Islam Siti
Khodijah Palembang. Diakses: 20 Desember 2013.
Muttaqin A, dan Sari, K. (2011). Asuhan keperawatan perioperatif: konsep,
proses dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, A, (2012). Rencana asuhan kperawatan dan dokumentasi
keperawatan : diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif (Edisi 9).
Jakarta : EGC

You might also like