Professional Documents
Culture Documents
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar
dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
c. Manfaat GCG
1) Dengan GCG pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik sehingga
menghasilkan keputusan yang optimal, meningkatkan efisiensi serta tercipta budaya kerja
yang lebih sehat.
4) Bagi pemegang saham dengan sendirinya juga akan menaikkan nilai saham mereka
dan juga nilai dividen yang akan mereka terima. Untung bagi Negara meningkatnya
jumlah pembayaran pajak dari perusahaan tersebut.
5) Praktik GCG karyawan ditempatkan sebagai salah satu stakeholder yang harus
dikelola dengan baik oleh perusahaan, maka motivasi dan kepuasan kinerja karyawan
juga akan meningkat.
Dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG), tidak terlepas dari budaya
organisasi yang berlaku di dalam organisasi itu sendiri. Budaya menurut Schein (2010:5)
adalah fenomena dinamis dalam kondisi “disini dan saat ini” dan sebuah latar belakang
sturktur paksaan yang berpengaruh pada kelompok melalui beberapa cara. Budaya sendiri
secara terus-menerus diterapkan dan tercipta oleh interaksi yang dilakukan kelompok
dengan terbentuk oleh perilaku kelompok itu sendiri. Greertz (dalam Driskill & Brendton
2010: 8) berpendapat pada budaya organisasi terdiri dari jaringan yang signifikan yang
terus dipintal oleh organisasi itu sendiri, serta dibangun melalui adanya interaksi.
Setiap organisasi memiliki cara-cara yang unik dari apa yang mereka lakukan. Hal ini sama
halnya dengan budaya nasional maupun masyarakat, yang memiliki hal-hal yang
unik,seperti Bahasa, benda-benda peninggalan sejarah, nilai-nilai, perayaan-perayaan,
pahlawan-pahlawan, sejarah dan norma-norma, dan setiap organisasi juga memiliki hal
unik yang berbeda-beda pula. Indonesia sebagai negara yang terdiri dari beragam jenis
suku, ras, budaya dan etnis yang beragam telah terbentuk menjadi satu dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Segala kebudayaan nasional, lokal maupun asing
sekalipun telah ada dan terbentuk bahkan sejak Indonesia belum merdeka pada tahun 1945.
Budaya yang telah terbentuk itu kemudian terefleksikan pada budaya-budaya organisasi
yang ada di Indonesia yang bertujuan untuk mencapai kesinambungan dan ketahanan
dalam jangka panjang, meningkatkan kinerja dan pada akhirnya meningkatkan nilai
tambah bagi organisasi untuk kepentingan pihak-pihak di dalam organisasi itu sendiri.
Dengan dasar itu pula, maka dalam penerapan Good Corporate Governance(GCG) yang
sesuai dengan budaya Indonesia harus pula mencakup 5 pilar dasar dari GCG yang
ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (dalam anonymous
2015:5), yaitu TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, and
Fairness) dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Transparency
Pada penerapannya sebagaimana dengan budaya yang berlaku di Indonesia, yang mana
dalam hal ini governance sendiri terdiri dari 3 pilar yang memiliki kepentingan, yaitu
pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. Untuk itu, dalam penerapannya, informasi-
informasi yang berkaitan dengan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat wajib untuk
dipenuhi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan mudah di akses. Hal ini dapat
dilakukan dengan mudah dengan memanfaatkan teknologi informasi, sehingga tidak lagi
dijadikan suatu alasan bagi ketiga pilar governance tersebut untuk tidak memiliki inisiatif
dalam mengungkapkan berbagai informasi yang berkaitan dengan proses pengambilan
keputusan atau kebijakan, baik oleh pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat yang
sangat berpengaruh pada para pemangku kepentingan yang disebabkan oleh keputusan
atau kebijakan tersebut.
2. Accountability
3. Responsibility
Dalam penerapannya di Indonesia, konsep ini belum mampu diterapkan secara optimal
oleh setiap organisasi di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus penutupan bidang usaha yang
disebabkan tidak memiliki izin operasi, serta menyalahi aturan perundang-undangan
lainnya. Disamping itu, kesadaran dalam menjaga lingkungan akibat dampak kegiatan
produksi atau kegiatan usaha lainnya belum dapat dipahami secara sadar dan merata oleh
setiap pelaku usaha, yang mana dalam hal ini mereka harus mampu bertanggung jawab
untuk meminimalisir dampak laingkungan yang akan dirasakan secara langsung atau tidak
langsung oleh masyarakat atau lingkungan sekitar di wilayah organisasi itu melakukan
kegiatan usahanya.
Perbaikan yang dapat dilakukan agar menciptakan kesadaran setiap organisasi untuk
bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan adalah dengan memberikan aturan
dan implementasi yang ketat, namun harus dibarengi dengan penyampaian informasi
secara menyeluruh sesuai dengan konsep transparasi melalui penggunaan tekologi
tertentu. Disamping itu, penerapan sanksi tegas sesuai dengan konsep akuntabilitas secara
objektif kepada para pelaku usaha yang tidak dapat mengikuti aturan yang telah berlaku
di suatu wilayah tertentu.
4. Independency
Dalam penerapannya di Indonesia, konsep kemandirian ini belum optimal karena dalam
pengelolaan organisasi di Indonesia masih banyak dominasi dan dipengaruhi oleh bangsa
asing di dalam organisasi-organisasi di Indonesia. Dalam konsep kemandirian yang baik
untuk organisasi di Indonesia, proses pengambilan keputusan-keputusan seharusnya
berdasarkan pada keputusan-keputusan yang tegas oleh bangsa Indonesia itu sendiri,
namun tetap senantiasa objektif untuk mencapai kepentingan
para shareholders dan stakeholders.
Perbaikan yang dadap dilakukan yaitu dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) yang mampu berdaya saing dan memiliki pengaruh dalam menjalankan
perannya dalam organisasi. Serta menguatkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) milik
bangsa Indonesia, yang diharapkan mampu menjadi pilar atau fondasi ekonomi yang
kokoh untuk mencapai kemandirian bangsa Indonesia tanpa didominasi dan dipengaruhi
oleh bangsa asing lainnya lagi.
5. Fairness