Teks tersebut membahas tentang tahap-tahap perkembangan moral menurut Piaget dan Köhlberg. Piaget menyebutkan dua tahap perkembangan moral yaitu heteronom dan otonomi. Pada tahap heteronom anak-anak menilai moral berdasarkan konsekuensi, sedangkan pada tahap otonomi anak-anak sudah mempertimbangkan maksud pelaku. Köhlberg juga menyatakan perkembangan moral terjadi secara gradual melalui beberapa tahap
Teks tersebut membahas tentang tahap-tahap perkembangan moral menurut Piaget dan Köhlberg. Piaget menyebutkan dua tahap perkembangan moral yaitu heteronom dan otonomi. Pada tahap heteronom anak-anak menilai moral berdasarkan konsekuensi, sedangkan pada tahap otonomi anak-anak sudah mempertimbangkan maksud pelaku. Köhlberg juga menyatakan perkembangan moral terjadi secara gradual melalui beberapa tahap
Teks tersebut membahas tentang tahap-tahap perkembangan moral menurut Piaget dan Köhlberg. Piaget menyebutkan dua tahap perkembangan moral yaitu heteronom dan otonomi. Pada tahap heteronom anak-anak menilai moral berdasarkan konsekuensi, sedangkan pada tahap otonomi anak-anak sudah mempertimbangkan maksud pelaku. Köhlberg juga menyatakan perkembangan moral terjadi secara gradual melalui beberapa tahap
Menurut Piaget (dalam Slavin, 2008:69) Sebagaimana kemampuan kognitif, Piaget
berpendapat bahwa perkembangan moral berlangsung dalam tahap-tahap yang dapat diprediksi, yakni dari tipe penalaran moral yang sangat egosentris ke tipe penalaran moral yang didasarkan pada sistem keadilan berdasarkan kerjasama dan ketimbalbalikan. Piaget menamai tahap pertama perkembangan moral sebagai moralitas heteronom; hal ini juga disebut tahap “realisme moral” atau “moralitas paksaan”. Heteronom berarti tunduk pada aturan yang diberlakukan oleh orang- orang lain. Selama periode ini, anak-anak yang masih muda terus menerus diberitahu tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pelanggaran aturan diyakini membawa hukuman otomatis. Keadilan dilihat sebagai sesuatu yang otomatis, dan orang-orang yang jahat pada akhirnya akan dihukum. Piaget juga menggambarkan anak-anak pada tahap ini menilai moralitas perilaku berdasarkan konsekuensi-konsekuensi berikutnya. Mereka menilai perilaku sebagai sesuatu yang jahat kalau hal itu menghasilkan konsekuensi negatif sekalipun maksud semula pelakunya adalah baik.
Piaget menemukan bahwa anak-anak usia 10 atau 12 tahun cenderung
mendasarkan penilaian moral pada maksud pelakunya alih-alih konsekuensi tindakan tersebut. Tahap kedua ini dinamakan aturan moralitas otonomi atau “moralitas kerja sama”. Moralitas tersebut muncul ketika dunia sosial anak itu berkembang hingga meliputi makin banyak teman. Dengan terus-menerus berinteraksi dan bekerja sama dengan anak-anak lain, gagasan anak tersebut tentang aturan dan kerena itu juga moralitas mulai berubah. Kini aturan adalah apa yang kita buat sebagai aturan. Hukuman atas pelanggaran tidak lagi otomatis tetapi harus diberikan dengan pertimbangan maksud pelanggar dan lingkungan yang meringankan. Anak mengalami kemajuan dari tahap moralitas heteronom ke tahap moralitas otonom dengan perkembangan struktur kognitif tetapi juga karena interaksi dengan teman-teman yang mempunyai status yang sama. Dia percaya bahwa menyelesaikan konflik dengan teman-teman memperlemah sikap anak-anak mengandalkan otoritas orang dewasa dan meningkatkan kesadaran mereka bahwa aturan padat diubah dan seharusnya ada hanya sebagai hasil persetujuan bersama. Transisi Perkembangan dalam Tahap-tahap Pertimbangan Moral Sejalan dengan pandangan Piaget tantang perkembangan kognitif, Köhlberg menyatakan bahwa perkembangan pertimbangan moral yang melalui beberapa tahapan tersebut terjadi secara gradual. Transisi antara satu tahapan ke tahapan lain tidak terjadi dengan mendadak. Bisa dibilang bahwa konsep tahapan yang diajukan oleh Köhlberg tersebut dilakukan dalam rangka penyederhanaan saja, supaya lebih mudah untuk memahapi pola perkembangan pertimbangan moral. Seorang individu, pada suatu waktu, sangat mungkin menunjukkan ciri-ciri moralitas dari dua tahap perkembangan moral. Dengan demikian ada kemungkinan terjadinya percampuran atau overlapping dua tahap perkembangan moral. Namun demikian untuk memutuskan posisi seorang individu dalam jenis tahapan moralitas yang disampaikan oleh Köhlberg, dapat dilakukan dengan cara melihat representasi karakteristik yang paling dominan. Oleh karena itu diperlukan sampel pertimbangan moral yang cukup banyak untuk dapat menentukan tahap perkembangan pertimbangan moral yang sedang dilalui seseorang. akibat dari proses pergerakan dari kondisi disequilibrium menuju kondisi equilibrium. Hal demikian selaras dengan teori perkembangan kognisi dari Piaget. Ketika kondisi equilibrium tercapai, akan selalu diikuti kondisi disequilibrium yang baru. Kondisi disequilibrium baru tersebut terjadi ketika individu dipaparkan dengan permasalahan yang membutuhkan pertimbangan moral satu tingkat di atas tahap yang sedang diajalaninya. Kondisi demikian akan memunculkan konflik antara dua tahap pertimbangan moral. Untuk mencapai kondisi equilibrium yang baru, sekali lagi, individu yang bersangkutan harus melakukan akomodasi terhadap tahap yang lebih tinggi. Dinamika demikian terjadi secara berkelanjutan. Pada akhirnya akomodasi tersebut membuat individu bergerak naik ke tahap berikutnya.