You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme
imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen
tertentu, yang berikatan dengan sel mast. Reaksi timbul akibat paparan terhadap
bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam
lingkungan, disebut alergen (Wistiani & Notoatmojo, 2017). Paradigma masa
kini mengenai patogenesis penyakit alergi adalah alergi berkembang hanya
pada individu yang mempunyai predisposisi genetik setelah terpapar oleh
alergen.
Alergi dapat diturun dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita. Bila
ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak
sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat
menurunkan resiko pada anak sekitar 20-40%, kedua orang alergi resiko
meningkat menjadi 40-80%. Jika tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua
maka resikonya adalah 5-15%. Dikasus terakhir ini bisa saja terjadi bila nenek,
kakek atau saudara dekat orang tuanya mengalami alergi. Bisa saja gejala alergi
pada saat anak timbul, setelah menginjak usia dewasa akan banyak berkurang
(Judarwanto, 2016).
Dinegara Amerika, prevalensi alergi makanan sekitar 6% (anak usia 1-3
tahun), 2%-3% bayi dan balita dengan alergi susu sapi, 1,5% alergi telur dan
0,6 % alergi kacang. Dinegara berkembang, insiden alergi makanan juga
meningkat dengan susu sapi merupakan alergen makanan tersering bayi.
Berdasarkan laporan keluhan langsung prevalensi alergi makanan bervariasi
antara 3-33%. Dikorea prevalensi dermatitis atopik (DA) kelompok usia; pada
usia >12 bulan sebesar 21,1%, usia 12-23 bulan sebesar 26,5%, usia 6-12 tahun
esebasar 2,6%, anak dan dewasa sebesar 2,2%, sedangkan pada anak dan remaja
sebasar 6,9%. Data survei di Inggris tahun 2003 pada anak di bawah usia 18
tahun menunjukkan prevalensi sekitar 10,7%.
WHO memperkirakan kasus asma terjadi pada 5%-15% populasi anak
diseluruh dunia. Prevalensi penyakit alergi diindonesia yang sudah diteliti ada
beberapa golongan masyarakat atau rumah sakit menunjukkan variasi, misalnya
data dari Poliklinik Alergi-Imunologi Anak RSCM (Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo) Jakarta dari pasien anak yang menderita alergi sekitar 2,4%
berupa alergi susu sapi (Wistiani & Notoatmojo, 2017)

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca mengetahui dan
memahami tentang alergi, serta dapat menerapkan atau
mengimplementasikan tindakan keperawatan terkait dengan pengetahuan
yang ada.
2. Tujuan Khusus
a. Agar dapat mengetahui pengertian dari alergi
b. Agar dapat mengetahui etiologi dari alergi
c. Agar dapat mengetahui patofisiologi dari alergi
d. Agar dapat mengetahui manifestasi klinik dari alergi
e. Agar dapat mengetahui pemeriksaan fisik dari alergi
f. Agar dapat mengetahui penatalaksanaan dari alergi

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan bagi pembaca agar dapat mengetahui berbagai
macam masalah alergi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat praktis bagi institusi pendidikan yaitu dapat dijadikan sebagai
referensi dalam mengembangkan ilmu keperawatan anak dalam kasus
alergi pada anak
b. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Manfaat praktis bagi mahasiswa keperawatan yaitu untuk menambah
pengetahuan mahasiswa dan dapat menjadi pengetahuan dasar mahasiswa
sebelum terjun ke masyarakat untuk memberikan pendidikan kesehatan
terkait kasus alergi pada ibu yang memiliki anak riwayat alergi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada suatu
zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan antibodi. Namun,
sebagian besar para pakar lebih suka menggunakan istilah alergi dalam
kaitannya dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan penyakit atau
yang di sebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada berbagai
keadaan, termasuk pemapran antigen, predisposisi genetik, kecenderungan
untuk membentuk IgE dan faktor-faktor lain, misalnya adanya infeksi saluran
nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel T- supresor dan defisensi
IgA.
Secara umum penyakit alergi di golongkan dalam beberapa golongan, yaitu :
1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik
menunjukan kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara
berlebihan.
2. Alergi obat reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat
tertentu.
3. Dermatitiskontak : reaksi hipersensitivitas IV yang di ebabkan oleh zat
kimia, atau substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain.

B. Etiologi
Etiologi alergi multifactorial. Diantaranya dapat berasal dari agen, host, dan
lingkungan. Host dapat berupa daya tahan tubuh dan usia dimana usia dini
semakin rentan terhadap alergi. Lingkungan dapat berupa suhu, musim. Agen
dapat berupa alergen. Reaksi alegi yang ditimbul akibat paparan alergen pada
umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan dan sangat
beragam. Diantara nya adalah antibiotic, ekstrak alergen, zat diagnostic, bisa
(venom), produk darah, anestretikum lokal, makanan, enzin, hormone, dan lain-
lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin,
tetrasiklin, sterptomisin, sulfonamis. Estrak alergen dapat berupa rumput-
rumputan atau jamur. Produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat
dapat menyebabkan alergi. Makanan yang dapat menjadi penyebab alergi
diantaranya susu sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur, dan udang.

C. Manifestasi Alergi
Manisfestasi alergi tampak berbeda-beda sesuai dengan letak dan rute
paparan terhadap alergen,
1. Asma Alergi
Alergi dapat menyebabkan spasme otot polos bronkus. Edema pada saluran
nasofaring menyebabkan kesulitan pernapasan (mis., batuk, akumutasi
mucus/lender, mengi). Pada serangan berat, klien dapat menjadi sianosis
dan kematian dapat terjadi.
2. Asma Bronkial
Asma bronkial merupakan keadaan umum, yang dikarakteristikan dengan
paroksime (spasme) berulang pada dyspnea dan sering kali mengi ekspresi.
Hal ini desebabkan oleh penyempitan lumen bronkus yang lebih kecil dan
bronkiolus. Asma bronkial dihubungkan dengan reaksi alegi di dalam
bronkiolus. Asma dapat di induksi melalui berbagai faktor, seperti olahraga,
obat, stress, atau faktor okupasional (mis, asap, debu, gas). Tanda dan gejala
asma bronkial adalah periode dyspnea, sesak dada, mengi, batuk, sputum
kental, sianosis, perspirasi berlebihan, dan peningkatan frekuensi denyut
nadi dan pernapasan. Serangan yang terjadi dapat menakutkan, individu
dapat merasakan sensai tersedak. Kematian dapat terjadi dalam situasi yang
ekstrem.
3. Rinitis Alergik
Rinitis alergik adalah inflamasi jalan napas yang disebabkan oleh alergen.
Respon tambahan meliputi bersin, rinorea encer, edema: mata seperti
terbakar, gatal, berair: rasa penuh dan rasa gatal pada telinga: dan rasa gatal
pada tenggorokan dan palatum. Potensial alergen meliputi semua inhalan,
serbuk tanaman, jamur, debu, asap debu, parfum, dan kelupasan kulit
hewan. Gejala dapat musiman atau sepanjang tahun.
4. Alergi Makanan
Pada alergi makanan, yang juga disebut sensitivitas makanan, sistem imun
berasal terhadap zat yang tidak berbahaya. Alergen makanan umumnya
meliputi produk susu, telur, tepung gandum, kacang kedelai, ikan, kerang,
cokelat, dan kacang-kacangan (mis, kacang, kemiri, kacang kenari hikau,
kacang pina, walnut), biji-bijian (mis, biji wijen, biji bunga candu), jagung,
bir, buah jeruk, dan banyak zat aditif dan pengawet makanan lainnya.
Manifestasi klinik meliputi mual dan muntah, diare, nyeri dan nyeri tekan
abdomen, bengkak, pada bibir dan tenggorok, rasa gatal pada palatum,
rinokonjungtivitis, bersin, mengi, urtikaria, dan sakit kepala migran.

D. Penatalaksanaan
1. Terapi
Terapi awal untuk alergi adalah identifkasi dan penglihangan zat penyebab
alergi. Identifikasi alergen dapat dilakukan dengan menghilangkan zat yang
diduga sebagai alergen (mis., makanan). Mengendalikan faktor pemicu
lainnya juga penting, seperti alergi makanan. Kontrol diet diperlukan untuk
individu yang sensitif terhadap produk yang mnegandung kacang, gandum,
susu, daging sapi, telur, kerang, kedelai, atau buah. Bahan kimia tambahan
pada makanan yang tidak terlihat dapat mengawali respons alergi makanan
yang tidak terlihat dapat mengawali respons alergi dan dapat sulit
diidentifikasi. Olahraga dianjurkan, bukan mereka sebelum melakukan
olahraga (untuk mecegah bronkonspasme). Ingatkan klien untuk
menggunakan masker wajah pada cuaca dingin yang ekstrem.
2. Menghindari Zat
Menghindari alergen mungkin merupakan hal yang sulit. Contohnya,
individu yang alergi cokelat dapat berhenti makan cokelat. Terapi
menghilangkan tepung putih dari diet atau debu dari lingkungan lebih sulit
dilakukan. Pada banyak kasus, ketika menghindari alergen secara total tidak
mungkin dilakuka, modifikasi akan bermanfaat. Misalnya, karet busa atau
serat poliester dapat menggantikan bantal yang terbuat dari bulu, dan
kosmetik antialergenik atau hipoalergenik terlah tersedia. Individu yang
alergi terhadap kelupasan kulit hewan piaaran dapat berhenti memelihara
hewan tersebut. Ketika perawat atau klien alergi terhadap lateks, mereka
harus menghindari sarung tangan yang terbuat dari karet, kateter, dan materi
berbahan dasar lateks lainnya. Studi menunjukkan bahwa reaksi emosi yang
parah dapat memicu atay memperburuk reaksi alergi
3. Imunoterapi
Imunoterapi, juga disebut desensitisasi atau hiposensitisasi, terdiri atas
pemberian sejumlah alergen dalam dosis kecil secara subkutan. Dosis
“suntikan alergi” ditingkatkan secara bertahap agar klien mampu
mengembangkan toleransi imunologi terhadap alergen secara lambat.
Terapi ini terkadang menghilangkan alergi.
Klien dapat menerima injeksi setiap minggu atau lebih sering. Jika
desensitisasi dilakukan untuk mengatasi alergi musiman, injeksi harus
dimulai sedikitnya 3 bulan sebelumnya musim alergi spesifik. Jika alergi
tidak musiman, injeksi harus diteruskan sepanjang tahun. Terapi yang
dilakukan cukup mahal, tetapi dapat membantu mereka yang mengalami
alergi terhadap serbuk sari atau debu. Terapi dapat berlangsung dari 1
hingga 2 tahun atau lebih lama. Beberapa terapi dapat dilakukan selama 5
tahun
4. Terapi Obat
Pada umumnya, terapi obat meliputi penggunaan antihistamin,
bronkodilator, kortikosteroid, dan antikolinergik. Obat pereda gejala
merupakan jenis obat yang digunakan klien berdasarkan gejala.
Dekongestan dapat digunakan untuk meredakan gejala kongesti hidung.
Beberapa obat dapat dibeli bebas tanpa resep dokter. Terapi inhalasi dengan
agonis adregenik, natrium kromolin, dan steroid merupakan terapi yang
nyaman dan mudah dilakukan. Berbagai obat dapat diberikan secara
spesifik untuk melawan alergi atau mengatasi gejala. Antagonis resptor- H1
atau penyekat- H1 juga dikenal sebagai antihistamin. Antihistamin efektif
karena menghambat kerja histamine, mediator kimiawi utama yang terlibat
dalam respons alergi. Namun, agens ini hanya meredakan gejala sementara,
dank lien harus menggunakan antihistamin dengan sering jika ingin tetap
bebas dari gejala. Klien tidak boleh menggunakan antihistamin untuk alergi
yang bersifat sepanjang tahun karena penggunaan yang lama dihubungkan
dengan efek yang tidak diharapkan. Obat ini dapat menyebabkan rasa
ngantuk. Pasa klien asma, antihistamin dapat meringankan secret sehingga
klien tidak dapat menelan atau membuang secret.

E. Riwayat Medis dan Informasi Pemeriksaan Fisik yang penting untuk


mendiagnosis masalah alergi dan imun
Informasi riwayat medis yang penting meliputi informasi tentang hal berikut:
1. Awitan, durasi, sifat dan perkembangan gejala
2. Faktor yang memperburuk dan meredakan gejala
3. Kemungkinan pajanan di lingkungan atau di tempat kerja, seperti
kebiasaan merokok, hobi, aktivitas rumah tangg, dan hewan
4. Riwayat alergi keluarga
5. Penggunaan obat
Informasi pemeriksaan fisik yang penting meliputi hal berikut:
1. Observasi kulit
2. Warna (misal eritema, sianosis, pucat)
3. Suhu dan ruam
4. Pruritus (rasa gatal)
5. Kaligata atau gatal dengan bintik-bintik merah (urtikaria) elevasi edema
yang merah muda
6. Observasi pernapasan
7. Edema dan kongesti hidung
8. Bersin, rinorea, edema orofaring
9. Parau atau serak, stridor, batuk, dipsnea, dan mengi
10. Observasi telinga, gendang telinga menonjol atau retraksi
11. Kadar cairan
12. Observasi saluran gastrointestinal
13. Mual, muntah, perubahan peristaltik, kram, dan diare
14. Observasi kardiovaskuler, takikardi, hipotensi, sinkop (pingsan), dan
tanda-tanda syok
15. Observasi sistem saraf, ansietas, konfusi, kejang, peningkatan suhu,
perubahan perilaku.

F. Tindakan Mandiri
Saat gatal alergi melanda kulit, ada beberapa cara yang bisa di lakukan saat
di rumah, yaitu:
1. Mengetahui faktor pencetus dan menghindarinya
Banyak orang berfokus pada penggunaan obat-obatan untuk mengobati
alergi. Namun sebenarnya, hal terpenting dalam langkah penangan atal
karena alergi adalah mencari tahu faktor pencetus munculnya gatal alergi
dan menghindarinya sebisa mungkin.
2. Jangan menggaruk
Menggaruk tidak akan meredakan gatal yang melanda kulit, namun justru
memperparah keadaan kulit. Menggaruk kulit yang gatal bisa bisa
menyebabkan iritasi dan infeksi.
3. Kompres dengan air dingin
Meredakan gatal karena alergi juga bisa menggunakan kompres air dingin.
Tutuplah bagian tubuh yang gatal dengan kain yang sudah di basahi
dengan air dingin atau air es guna melindungi kulit sekaligus mencegah
terkena garukan.

G. Manajemen Nutrisi
1. Teh Hijau
Mengkonsumsi teh hijau akan sangat membantu meredakan gejala alergi.
Di dalam teh hijau terkandung anti alergi natural yang lebih banyak jika di
bandingkan dengan teh biasa.
2. Yogurt
Kandungan protein dan bakteri lactobacillus yang dapat membantu
menguatkan sistem imun di dalam tubuh
3. Bayam
Mengandung magnesium yang cukup tinggi. Berfungsi membantu
pelemasan pada otot saluran pernapasan. Hal ini akan sangat bermanfaat
untuk mencegah serangan asma yang di akibatkan alergi.
DAFTAR PUSTAKA

Rosdahl Caroline Bunker, Kowalski Marry T. 2017. Buku Ajar Keperawatan Dasar
Edisi 10. Jakarta : EGC
Judarwanto, W. 2016. Alergi makanan, diet dan autisme. Seminar AUTISM
UPDATE.
Wistiani, W., & Notoatmojo, H. 2017. Hubungan Pajanan Alergen Terhadap
Kejadian Alergi pada Anak. Sari Pediatri.
Eliska Noviyanti, Thaha M Athuf. 2015. Faktor Risiko Pada Dermatitis Atopik
ALERGI PADA ANAK 6-12 TAHUN
Mata Kuliah : Keperawatan Komunitas II
Dosen Koordinator : Ns.Siti Mukaromah, S.Kep,. M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 1

Abdul Holik Sanjaya 16.0353.688.01


Bahtari Apriliani M 16.0359.694.01
Ellen Retno Sari 16.0367.702.01
Irena Christine 16.0379.714.01
Murniati Mappeabang 16.0394.729.01
Nur Khairina F 16.0403.738.01
Pormawan Rizki R 16.0406.741.01
Sinta Yendi 16.0419.754.01

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019

You might also like