You are on page 1of 27

RINGKASAN MATERI KULIAH

AKUNTANSI BIAYA MATERI KETUJUH

MANAJEMEN BIAYA BAHAN


DAN BIAYA TENAGA KERJA
Dosen: Dr. I Nyoman Wijana Asmara Putra, S.E., M.Si., Ak.

Diusulkan oleh Kelompok 7:

I Putu Kristian Surya Wibawa (1707532103)

I Putu Artha Satria Wibawa (1707532099)

I Made Gilang Jhuniantara (1707532104)

Ni Luh Putu Sukma Pradnyani (1707532110)

I Gusti Ayu Ngurah Pradnyadevi Utami (1707532111)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI NON REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2018

BALI
A. AKTIVITAS YANG BERKAITAN DENGAN BAHAN
Pada dasarnya ada dua jenis transaksi utama yang mempengaruhi persediaan bahan,
yaitu: (1) pembelian dan penerimaan bahan, (2) pengeluaran dan penerimaan bahan.
1) Pencatatan Pembelian dan Penerimaan Bahan
Biasanya dalam perusahaan manufaktur digunakan metode sistem perpetual dan
dikenal juga periodik sistem.
Sistem Prepetual
Jurnal pencatatannya
Persediaan bahan Rp.xx
Utang dagang Rp.xx
Setiap transaksi pembelian dan dicatat dalam kartu persediaan bahan untuk masing-
masing jenis.
2) Pencatatan Pengeluaran dan Pemakaian Bahan
Setiap pengeluaran bahan dari gudang untuk pemakaian di pabrik, harus didasarkan
pada bukti permintaan bahan yang dibuat oleh karyawan bagian produksi. Jurnal
pencatatannya:
Barang dalam proses Rp.xx
Persediaan dalam bahan Rp.xx
Untuk bahan baku yang diminta tetapi tidak dipakai maka akan dikembalikan ke
gudang dengan membuat slip pengembalian bahan dan dicatat sebagai berikut:
Persediaan bahan Rp.xx
Barang dalam proses Rp.xx
Akuntansi untuk biaya bahan bertujuan untuk penentuan harga pokok bahan yang
pada akhirnya menentukan harga pokok produk, sekaligus digunakan untuk mengendalikan
biaya bahan. Oleh karena itu, dalam akuntansi biaya bahan diperlukan untuk sistem
pengendalian bahan untuk menelusuri dan memonitor kegiatan pengadaan seperti pembelian,
penerimaan, penyimpanan, pembayaran, dan pemakaian bahan. Sistem pengendalian bahan
biasanya meliputi penggunaan formulir-formulir dan media pencatatan untuk mencatat dan
melaporkan data yang perlu digunakan, dan seperangkat prosedur operasional yang
berhubungan dengan pemakaian dari formulir-formulir tersebut.
1) Prosedur Pembelian dan Penerimaan Bahan
Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh bagian pembelian/orang yang secara resmi diberi
wewenang untuk melakukan pembelian dari suatu perusahaan. Tugas dan fungsi pembelian
adalah menjamin bahwa:
1
a) Departemen atau bagian produksi senantiasa mempunyai bahan baku yang cukup.
b) Pembelian bahan baku dilakukan dengan harga yang paling rendah .
c) Bahan baku tersebut memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh
manajemen atau pimpinan perusahaan.

Ada 3 jenis formulir yang digunakan dalam prosedur pembelian sampai bahan baku
diterima oleh bagian penerimaan/gudang yaitu:
a) Permintaan pembelian, merupakan formulir yang dibuat dan diisi oleh unit tertentu
dalam perusahaan untuk memberitahu kepada bagian pembelian mengenai bahan atau
perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan.
b) Order pembelian, merupakan pemohonan tertulis kepada supplier untuk memberi barang-
barang yang diperlukan dalam jumlah atau kuantitas tertentu dengan harga yang dietujui,
dan syarat-syarat penyerahan dan syarat pembayaran yang ditetapkan.
c) Laporan penerimaan, merupakan laporan yang dibuat oleh bagian atau departemen
departemen penerimaan dengan menyatakan jumlah atau kuantitas da kondisi dari barang
yang ditrima.

Prosedur pengadaan bahan baku dalam perusahaan sebagai berikut:


a. Prosedur pembelian terdiri-dari:
a) Pembuatan formulir permintaan pembelian. Formulir permintaan pembelian dibuat
dalam 2 rangkap. Lembar kesatu/asli diserahkan kepada bagian pembelian sebagai
dasar melaksanakan pembelian, sedangkan lembar kedua disimpan sebagai arsip
oleh departemen/bagian yang mengajukan permintaan pembelian, dalam hal ini
misalnya gudang bahan baku.
b) Departemen pembelian meminta penawaran harga dari beberapa supplier dan atas
dasar salah satu penawaran harga yang disetujui oleh manajemen perusahaan,
selanjutnya membuat/mengisi formulir oleh pembelian rangkap 5 yang disetujui atau
ditandatangani oleh kepala departemen pembelian. Lembar kesatu/asli dikirimkan
kepada penjual, lembar kedua untuk bagian akuntansi dan lembar ketiga untuk bagin
penerimaan sebagai pembelian untuk siap menerima, meneliti, menghitung barang
yang telah dipesan/dibeli, sedangkan lembar keempat diserahkan kepada karyawan
pemegang kartu persediaan bahan, dan lembar kelima sebagai arsip dari bagian
pembeli. Untuk tujuan pengendalian seringkali order pembelian untuk bagian
penerimaan tidak mencantumkan harga.

2
2) Prosedur Penerimaaan Atas Bahan yang Telah Dipesan
Fungsi ini biasanya dilakukan oleh bagian penerimaan/oleh karyawan gudang yang
ditugaskan. Tugas bagian penerimaan tidak hanya sekedar menghitung kuantitas barang yang
diterima dan mengidentifikasi dengan keterangan yang terdapat pada order pembelian, tetapi
juga melakukan inspeksi dan meneliti apakah barang tersebut sesuai dengan kualitas standar
yang diinginkan. Formulir penerimaan barang disediakan kolom ruang atau kolom untuk
mencatat hasil inspeksi apakah semua pengirim barang dari rekanan atau penjual disetujui,
atau ada jumlah tertentu yang ditolak dan mengungkapkan alasannya, kemudian bagian
penerimaan membuat laporan penerimaan barang rangkap lima. Lembar kesatu/asli diberikan
ke bagian pembelian sebagai pemberitahuan bahwa barang yang dipesan sudah diterima,
lembar kedua dikirim ke bagian akuntansi sebagai dasar mencatat utang dagang setelah
dokumen ini dicocokan dengan order pembelian dan faktur, lembar ketiga diserahkan kepada
karyawan pencatat kartu persediaan bahan, lembar keempat untuk gudang, dan lembar kelima
disimpan sebagai arsip.
Prosedur pembayaran
Prosedur ini dimulai dari bagian akuntansi menerima salinan order pembelian. Setelah
faktur diterima dari penjual, bagian akuntansi mencocokan faktur dengan order pembelian
dan mem-file kedua dokumen tersebut secara menunggu laporan penerimaan barang apabila
laporan pembelian barang diterima dari bagian penerimaan. Dokumen penerimaan ini harus
dicocokan dengan faktur untuk memastikan bahwa barang atau bahan yang diterima
memenuhi spesifikasi yang diinginkan dalam order pembelian, seperti jenis barang, jumlah
unit, harga per unit, dan jumlahnya, potongan, dan syarat pembayaran dan syarat lainnya.
Apabila faktur dapat disetujui, selanjutnya dibuat bukti jurnal dan melampirkan faktur,
laporan penerimaan barang, dan indeks pembelian pada bukti jurnal sebagai dokumen
pendukung berdasarkan pada bukti jurnal ini. Bagian akuntansi mencatat transaksi dalam
buku harian atau jurnal pembelian dari masing-masing buku tambahan atau kartu persediaan
bahan. Bukti jurnal dan bukti pendukung kemudian dikirim ke bagian keuangan atau
bendahara untuk melakukan pembayaran. Bagian keuangan menerima kuitansi dan
melampirkan sebagai tambahan bukti pendukung dari bukti jurnal. Seluruh dokumen ini
dikirim kembali ke bagian akuntansi, dan selanjutnya dicatat dalam buku harian
mengeluarkan kas. Setelah ini bukti jurnal dan dokumen pendukung disimpan sebagai arsip
bagian akuntansi. Pencatatan atas transaksi pembelian barang dicatat/dibebankan kepada
berbagai akun buku besar yang berlainan bergantung pada jenis pembelian.

3
3) Prosedur Pemakaian dan Alokasi Biaya Bahan
Seperti halnya prosedur pembelian dan penerimaan barang prosedur pembayaran, dan
juga setiap prosedur operasional harus dirancang dalam menunjukan suatu langkah-langkah
yang sistematis dan efisien, dan telah mempertimbangkan dan mencakup segi-segi
pengendalian yang baik didalam prosedur-prosedur tersebut. Prosedur pemakaian bahan
terdiri atas:
a) Permintaan bahan baku dan bahan tidak langsung kepada bagian penyimpanan atau
gudang biasanya berasal dari departemen produksi. Permintaan bahan ini dilakukan
dengan menggunakn formulir bukti pembayaran bahan yang harus disetujui terlebih
dahulu oleh orang atau pejabat yang berwenang yang dalam hal ini biasanya seorang
kepala departemen. Bukti permintaan bahan ini merupakan dasar bagi gudang bahan
untuk mengeluarkan bahan-bahan yang diminta.
b) Berdasarkan bukti permintaan bahan, karyawan pemegang kartu persediaan bahan
mencatat pada bagian keluar dan selanjutnya dibukukan ke kartu harga pokok pesanan
dan laporan biaya produksi, atau daftar biaya overhead pabrik per departemen.
Sebagaimana proses akuntansi yang berlaku umum transaksi permintaan bahan juga
dicatat dalam buku harian atau jurnal umum sebelum dipindahbukukan kea kun buku besar
bahan. Digunakan nama akun persedian bahan yang menghimpun bahan baku dan juga bahan
tidak langsung. Oleh karena itu transaksi permintaan bahan baku dan bahan tidak langsung
oleh departemen produsi dan permintaan perlengkapan oleh bagian pemasaran dan bagian
administrasi merupakan jumlah transaksi yang banyak dan berulang-ulang, maka digunakan
buku harian atau jurnal khusus yaitu buku harian permintaan bahan untuk mencatat transaksi
tersebut.
Setelah rencana produksi ditetapkan, dapat digunakan suatu formulir yaitu daftar
untuk menaksir kuantitas dari masing-masing bahan yang diperlukan selama proses produksi.
Daftar bahan ini adalah dokumen yang mendaftarkan bahan yang diperlukan untuk produk
yang akan dihasilkan. Dengan menggunakan dokumen ini akan menghemat waktu dan
mningkatkan efisiensi. Pada waktu pekerjaan atau produksi dimulai, semua bahan yang
terdaftra dalam daftar bahan dikirim ke pabrik atau dikeluarkan secara bertahap menurut
jadwal waktu yang ditetapkan.

4
B. AKUNTANSI YANG BERKAITAN DENGAN PERSEDIAAN BAHAN
PENGERTIAN UMUM
 Persediaan (Inventory), merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup
penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri
(manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir 50% dana
perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan
bangunan.
 Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam
operasi bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam
membuat barang yang akan dijual.
Dalam perhitungan Rugi/Laba nilai persediaan (awal & akhir) mempengaruhi besarnya Harga
Pokok Penjualan (HPP).
HPP = PERSEDIAAN AWAL+ PEMBELIAN BERSIH – PERSEDIAAN AKHIR
a) Inventory perusahaan dagang
Persediaan merupakan barang-barang yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk
dijual kembali dengan tanpa mengubah bentuk dan kualitas barang, atau dapat dikatakan
tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan.
b) Inventory perusahaan industry
Pengertian persediaan untuk perusahaan industri adalah barang-barang atau bahan yang
dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau
setengah jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, hal ini tergantung dari
jenis dan proses usaha utama perusahaan.
JENIS-JENIS PERSEDIAAN
a) Bahan baku
Barang persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses produksi,
sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai dengan kegiatan
perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan produksi, sifat
musiman produksi, dapat diandalkannya pihak Pemasok serta tingkat efisiensi penjadualan
pembelian dan kegiatan produksi.
b) Barang dalam proses
Adalah barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang jadi,
sehingga persediaan barang dalam proses sangat dipengaruhi oleh lamanya produksi, yaitu
waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses produksi sampai dengan saat
penyelesaian barang jadi. Perputaran persediaan bisa ditingkatkan dengan jalan
5
memperpendek lamanya produksi. Dalam rangka memperpendek waktu produksi salah satu
cara adalah dengan menyempurnakan tekhnik-tekhnik rekayasa, sehingga dengan demikian
proses pengolahan bisa dipercepat. Cara lain adalah dengan membeli bahan-bahan dan bukan
membuatnya sendiri.
c) Barang jadi
Adalah barang hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat segera dijual,
pada persediaan ini besar kecilnya persediaan barang jadi sebenarnya merupakan masalah
koordinasi produksi dan penjualan. Manajer keuangan dapat merangsang peningkatan
penjualan dengan cara mengubah persyaratan kredit atau dengan memberikan kredit untuk
resiko yang kecil (marginal risk). Tetapi tidak peduli apakah barang-barang tercatat sebagai
persediaan atau sebagai piutang dagang, manajer keuangan harus tetap membiayainya.
Sebenarnya perusahaan lebih suka menjualnya (dan tercatat sebagai piutang dagang), karena
dengan demikian untuk menuju realisasi kas tinggal satu langkah saja. Dan laba potensial
dapat menutup tambahan resiko penagihan piutang.
TUJUAN PENILAIAN PERSEDIAAN
Pertama adalah dalam upayanya untuk mematch cost terhadap revenue yang
berkaitan, sehingga dihasilkan income, proses ini merupakan tujuan dasar akuntansi
tradisional. Penekanan pada perhitungan net income yang didasarkan kepada revenue pada
saat penjualan memerlukan adanya alokasi biaya ke peiode dimana revenue dilaporkan yaitu
cost of goods sold. Sedangkan nilai inventory yang belum terjual akan dibawa ke periode
berikutnya dalam laporan keuangan perusahaan. Jadi dalam proses pengukuran income
sangat mirip dengan ciri-ciri umum pada penilaian prepaid expense dan aktiva tetap atau
disebut penangguhan expenses, yaitu atas dasar input prices, kemudian untuk menentukan
nilai cost of goods sold dapat juga dilakukan melalui perhitungan (rumus) yang lazim
digunakan dalam persediaan. Namun demikian dalam keadaan tertentu persediaan dinilai
berdasarkan output values (harga jual) untuk memperoleh penilaian income.
Tujuan kedua pengukuran inventory lainnya adalah untuk menyajikan nilai barang-
barang perusahaan didalam komponen neraca (laporan keuangan).
Tujuan ketiga pengukuran inventory adalah membantu investor untuk memprediksi
arus kas dikemudian hari, yaitu dipandang dari jumlah inventory sebagai resources yang akan
mendukung arus kas dan jumlah inventory yang akan dijual kemudian hari dan akan
mempengaruhi arus kas keluar.
PENENTUAN KUANTITAS PERSEDIAAN
Untuk menentukan jumlah barang yang masih dikuasai oleh perusahaan pada suatu
6
saat dapat ditentukan melalui beberapa cara yaitu:
1. Stock opname: perhitungan barang pada awal dan akhir periode yang dihitung, cara ini
merupakan ketentuan yang harus dilakukan oleh manajemen untuk menentukan jumlah
persediaan akhir, sebagai salah satu persyaratan memperoleh unqualified opinion.
2. Menggunakan metode pencatatan perpetual.
3. Menggunakan metode gabungan antara metode pencatatan perpetual dengan stock
opname.
4. Menggunakan metode penilaian berdasarkan hubungan agregatif, yaitu gross profit
method dan realized inventory method.
Penyajian laporan laba rugi dapat dibuat dalam dua bentuk, yaitu all inclusive concept of
income (AICI) dan current operating concept of income (COCI). Dari kedua metode tersebut
metode penyajian yang banyak mengandung kelemahan untuk penyajian persediaan adalah
AICI, kelemahan-kelemahan tersebut, yaitu:
a) Metode stock opname atau periodic method
Persediaan yang merupakan komponen cost of goods sold (CGS) maka perhitungan
kuantitas persediaan yang dilakukan dengan stock opname tergantung dari kelengkapan
data/catatan dan perhitungan barang. Dengan cara ini perhitungan persediaan yang
dibebankan pada CGS ada kemungkinan overstatement, karena hanya membandingkan dan
menghitung jumlah barang yang dimiliki dikurangi dengan persediaan akhir. Sehingga kalau
terjadi adanya barang yang hilang, rusak, menguap, turun kualitasnya dsb, maka hal ini bila
tidak terungkap akan menyebabkan laporan laba – rugi tidak atau kurang informative. Karena
adanya kerugian-kerugian yang seharusnya diperlukan sebagai kerugian extraordinary item,
kemudian dengan perhitungan stock opname secara berkala tidaklah cukup sebagai dasar
pembuatan keputusan yang bersifat manajerial secara cepat.
b) Metode perpetual
Dalam metode perpetual ini terdapat kelemahan pada saat menentukan nilai dan
jumlah barang, karena dengan metode pencatatan yang kontinyu ini berarti saldo persediaan
setiap saat dapat diketahui, namun perlu diperhatikan bahwa dengan hanya menghitung
jumlah barang bedasarkan catatan akan mengakibatkan nilai persediaan overstatement,
karena adanya persediaan yang rusak. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam menentukan
jumlah inventory adalah kalau menggunakan metode gabungan antara metode perpetual
dengan stock opname.
c) Metode agregatif
Dalam metode ini kesulitannya sama dengan kesulitan yang dialami metode
7
perpetual, kalau dalam hal pembahasannya adalah masalah penentuan harga persediaan.
Dalam metode ini juga lebih tepat kalau penentuan jumlah dan nilai persediaan dikombinasi
dengan stock opname.
DASAR PENILAIAN PERSEDIAAN
Penilaian persediaan pada prinsipnya ada dua yaitu input values dan output values,
sedangkan kedua konsep tersebut dapat digunakan sesuai dengan siapa pemakainya dan
tujuannya. Kalau untuk pembuatan prediksi arus kas dikemudian hari lebih relevan kalau
digunakan output values, karena akan mencerminkan nilai perusahaan pada saat itu.
Sedangkan kalau kondisi nilai konversi tidak pasti seperti kondisi di Indonesia tahun 1997
lebih relevan kalau digunakan input values, karena akan memungkinkan interpretasi yang
lebih baik sebagai prediksi arus kas dikemudian hari untuk memperoleh persediaan kembali.
a) Output values
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa persediaan merupakan komponen yang
timbul diberbagai tingkatan proses produksi, yang pada umumnya memerlukan kegiatan
bernilai ekonomis yang cukup besar, maka dengan metode input values lebih tepat. Tetapi
dalam keadaan penentuan crucial event, yaitu menentukan pada saat persediaan diserahkan
kepada langganan (penentuan nilai jual), maka lebih tepat kalau digunakan metode output
values, karena memperhitungkan nilai current persediaan kalau dijual pada saat itu.
b) Input Values
Pengukuran persediaan dengan input values merupakan pengukuran resources yang
dipakai untuk memperoleh persediaan pada kondisi saat ini, sehingga untuk persediaan yang
tidak perlu adanya proses produksi interpretasi mengenai nilai persediaan (input values)
sangat jelas. Karena input values disini menggambarkan arus dari pada kas yang telah
dikeluarkan sesungguhnya. Sedangkan kalau input values tersebut dari nilai resources yang
dipergunakan dalam proses produksi, hal ini akan lebih menyulitkan untuk menentukan input
valuesnya, karena adanya proses penilaian resources ke periode yang bersangkutan dan
pengalokasian resources ke dalam masing-masing departemen. Namun konsep ini dapat
dikurangi tingkat kesulitan penilaiannya dengan penerapan prosedur alokasi costnya, yang
hasilnya akan langsung menjadi investment decision model.
KONSEP PERSEDIAAN
a) Historical Cost
Dalam metode historical cost ini persediaan diukur berdasarkan pada pembayaran
yang dilakukan dimasa lalu atau harus dilakukan dimasa yang akan datang untuk memperoleh
barang atau jasa. Oleh karena itu kalau pembayarannya dilakukan dimasa yang akan datang
8
harga persediaan harus didiskontokan untuk mendapatkan present cost.
Menurut konsep ini biaya produksi terdiri dari Biaya langsung: material, tenaga langsung dan
BOP, sedangkan avail atau tenaga kerja idle dapat diperhitungkan sebagai COGS, tergantung
kebijakan manajemen.
b) Current Replacement Cost
Konsep ini adalah untuk mengurangi kelemahan dari konsep historical cost, banyak
penulis dan komite prinsip akuntansi menyarankan menggunakan konsep CRC untuk
mengukur persediaan. Dengan pertimbangan:
1. CRC memungkinkan untuk matching antara current input value dengan current
revenue atas hasil current operation.
2. CRC memungkinkan identifikasi dari holding gains dan loss.
3. CRC merupakan current value dari persediaan.
4. CRC memungkinkan pelaporan current operation profit dapat digunakan sebagai
prediksi arus kas dikemudian hari.
c) Net Realizable Values Dikurangi Normal Markup
Dalam konsep ini persediaan dinilai dengan konsep realizable values dikurangi
dengan gross profit margin yang normal, sehingga nilai persediaan merupakan nilai
perolehannya menurut konsep realizable.
d) Standard cost
Current standard mencerminkan biaya produksi dibawah kondisi harga dan teknologi
yang sekarang dan formula ditetapkan setelah melalui perhitungan standard efisiensi yang
diinginkan sehingga menyerupai replacement cost. Menurut AICPA bulletin no. 43 :
“Standard cost dapat diterima apabila di-adjust secara berkala agar mencerminkan kondisi
sekarang sehingga pada tanggal neraca standard cost secara layak merupakan approximate
costs berdasarkan salah satu cara penilaian yang diakui.
BIAYA-BIAYA YANG HARUS DIMASUKAN DALAM PERSEDIAAN
Salah satu masalah paling penting dalam menangani persediaan berhubungan dengan
berapa jumlah persediaan yang harus yang dicatat dalam akun. Pembelian (akuisisi)
persediaan, seperti aktiva lain, umumnya di perhitungkan atas dasar biaya.
a) Biaya produk
Biaya produk adalah biaya yang “melekat” pada persediaan dan di catat dalam akun
persediaan. Biaya-biaya ini berhubungan langsung dengan transfer barang kelokasi bisnis
pembeli dan pengubahan barang tersebut ke kondisi yang siap di jual. Beban seperti itu
mencakup ongkos pengangkutan barang yang di beli, biaya pembelian langsun lainnya, dan
9
biaya tenaga kerja serta produksi lain nya yang dikeluarkan dalam memproses barang ketika
dijual. Namun karna adanya kesulitan prak tis dalam mengalokasikan biaya dan beban, maka
tidak dimasukkan dalam penilaian persediaan.
b) Biaya periode
Beban penjualan (selling expenses) dan, dalam kondisi yang biasa, beban umum serta
adminstrasi tidak dianggap berhubungan langsung dengan akuisisi atau produk si brang dan,
karenanya, tidak dianggap sebagai bagian dari persediaan. Biaya semacam itu disebut dengan
biaya periode secara konseptual, beban ini merupakan biaya dari produk eperti halnya harga
beli awal dan ongkos pengangkutan.
Biaya bunga yang berhubungan dengan penyiapanpersediaan agar siap dijual
biasanya di bebankan pada saat dikeluarkan. Arguman penting untuk pendekatan ini adalah
bahwa biaya bunga merupakan biaya pembiayaan.
c) Biaya manufaktur
Sebuah bisnis yang membuat barang mengunakan persediaan- bahan baku,barang
dalam proses, barang jadi. Brang dalam proses dan brang jadi meliputi bahan, tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead manufaktur. Biaya overhead manufaktur meliputi bahan tidak
langsung, tenaga kerja tidak langsung dan pos-pos seperti penyusutan, pajak, asuransi,
pemanas, dan listrik yang dibutuhkan dalam proses manufaktur.
ASUMSI ARUS BIAYA
Secara konseptual, identifikasi khusus atas pos-pos yang terjual dan pos-pos yang
belum terjual optimal, tetap cara ini sering kali tidak haya mhal tetapi juga tidak mungkin
untuk di terapkan. Sebagai akibatnya, beberapa Asumsi arus biaya yang bersifat sistematis
dapat digunakan. Sebetulnya ,arus fisik barang aktual dan asumsi biaya sering kali sangat
berbeda. Tidak ada keharusan bahwa asumsi arus biaya yang d pakai terus konsisten dengan
pergeraan fisik barang. Tujuan utama dari pemiliahan asumsi arus biaya adalah untuk
memilih asumsi yang paling mencerminkan laba periodik,sesuai kondisi yang berlaku.
a) Indentifikasi Khusus
Digunakan dengan cara mengidentifikasi setiap brang yang dijual dan dalam pos
persediaan. Biaya barang yang telah terjual dimaukan dalam harga pokok penjualan,
sementara biaya barang hsus yang masih berada di tangan dimasukan pada persedian. Metode
ini hanya bisa digunakan dalam kondisi yang memungkinkan perusahan memisahkan
pembelian yang berbeda yag telah dilakukan secara fisik. Metode ini dapat diterapkan dengan
baik dalam situasi yang melibatkan sejumlah kecil item berharga tinggi dan dapat dibedakan.
Dalam industri ritel hal ini meliputi beberapa jenis perhiasan, jas bulu, mobil, dan sejumlah
10
furnitur. Dalam area manufaktur, meliputi produk pesanan, khusus dan banyak produk yang
diproduksi menurut job cost system.
b) Biaya Rata-rata
Metode biaya rata-rata menghitung harga pos-pos yang terdapat dalam persediaan atas
dasar biaya rata-rata barang yang sama yang tersedia selama suatu periode.
BIAYA PERSEDIAAN MANUFAKTUR DAN DAMPAK PENINGKATA PRODUKSI
Biaya persediaan manufaktur terdiri atas tiga komponen:
1. Bahan baku atau bahan mentah-biaya dari bahan dasar yang digunakan untuk membuat
produk.
2. Tenaga kerja –biaya tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk
jadi.
3. Overhead- biaya tidak langsung pada proses manufaktur,seperti penyusutan peralatan
manufaktur, gaji penyelia, dan biaya prasarana.
Perusahaan dapat mengistiminasi dua komponen pertama secara akurat dari
spesifikasi rancangan dan penelitian atas waktu dan pergerakan pada proses perakitan.
Overhead sering kali merupakan komponen biaya produk terbesar dan paling sulit diukur
untuk tingkat produk. Total overhead harus dialokasi pada seluruh hasil produksi. Umumnya
produk yang terbanyak menggunakan sumber daya (yaitu membutuhkan mesin mahal
trbanyak atau memakai waktu rekayasa tertinggi) harus diberikan alokasi sebagian besar dari
overhead. Biaya persediaan untuk perusahaan manufaktur umumnya dipelajari pada mata
kuliah akuntansi manajemen. Namun analis perlu waspada bahwa alokasi biaya overhead
bukan merupakan ilmu pasti dan sangat tergantung pada asumsi yang digunakan.
Analisis juga perlu mengerti dampak tingkat produksi pda profitabilitas. Overhead
dialokasi pada semua unit yang diproduksi, dan biaya ini dimasukan pada biaya persediaan,
bukan menjadi beban periode berjalan, dan tetap berada pada neraca hingga prsediaan
dijual,pada saat tersebut persediaan menjadi harga pokok penjualan pada laporan laba rugi.
Jika peningkatan pada tingkat produksi menyebabkan persediaan akhir meningkat, lebih
banyak biaya overhead yang tertinggal di neraca dan profibilitas meningkat.kemudian, saat
kuantitas persediaan menurun, laporan laba rugi terbebani dengan bukan hanya biaya
overhead periode berjalan, tetapi juga biaya overhead periode sebelumnya yang berasal dari
persediaan tahun berjalan, karenanya laba menjadi turun. Oleh karna itu, analis harus
waspada terhadap dampak perubahan tinkat produksi terhadap laba yang dilaporkan.
BIAYA PEROLEHAN ATAU NILAI PASAR
Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku atas nilai persediaan adalah menilainya pada
11
biaya perolehan atau nilai pasar, mana yang lebih rendah ( lower of cost or market –
LOCOM). penilaian ini dapat mempengaruhi secara signifikan laba berjalan dan nilai
persediaan. Aturan LOCOM menyatakan bahwa jika harga pasar persediaan turun melebihi
biaya perolehan persediaan untuk alasan apapun termasuk keusangan, rusak, perubahan harga
–maka nilai persediaan diturunkan untuk mencerminkan kerugian ini. Penurunan biaya ini
secara efektif dibebankan pada pendapatan periode saat kerugian terjadi. Karena
meningkatkan biaya menjadi harga pasar dilarang ( kecuali untuk menutupi kerugian hingga
kembali kembali kepada biaya perolehan awal), maka penilaian persediaan menjadi
konservatif. Nilai/harga pasar (market) dijabarkan sebagai biaya biaya penggantian terkini
melalui pembelian atau reproduksi. Meskipun begitu, nilai pasar tidak boleh melebihi nilai
realisasi bersih atau kurang dari nilai realisasi bersih setelah dikurangi margin keuntungan
normal. Batas atas nilai pasar, atau nilai realisasi bersih, mencerminkan biaya penyelesaian
dan penyerahan yang terkait dengan penjualan barang. Batas bawah memastikan bahwa jika
nilai persediaan diturunkan dari biaya perolehan awal menjadi nilai pasar, angka penurunan
yang terjadi mencakup realisasi laba kotor normal atas penjualan yang dilakukan. Biaya
(cost) merupakan biaya perolehan persediaan. Biaya ini dihitung dengan salah satu metode
biaya persediaan, misalnya FIFO, atau AVERAGE (rata-rata). Analis persediaan kita harus
mempertimbangkan dampak dari aturan LOCOM. Saat harga meningkat, aturan ini
cenderung menilai persediaan terlalu rendah tanpa memperhatikan pilihan metode biaya
persediaan. Hal ini akan menekan rasio lancar.
HARGA POKOK PENJUALAN
Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah menetapkan secara layak hasil usaha
selama satu periode dengan mengaitkan pendapatan terhadap biaya untuk memperoleh dan
mempertahankan penghasilan tersebut. Dalam akuntansi persediaan harus ditentukan apakah
suatu persediaan merupakan beban atau merupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka
persediaan tersebut akan dilaporkan sebagai beban atau merupakan komponen dari harga
pokok penjualan, sebaliknya jika persediaan tersebut masih merupakan milik perusahaan
(belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar
perusahaan.
Dalam menentukan besarnya laba harus dihitung terlebih dahulu besarnya harga
pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau dibuat selama suatu periode ditambahkan ke
persediaan awal dan jumlah biaya persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia
untuk dijual. Pada akhir periode akuntansi, jumlah biaya yang tersedia untuk dijual
dialokasikan antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan
12
persediaan yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya, harga
pokok penjualan). Secara ringkas dapat kita ilustrasikan sebagai berikut:
Penjualan barang dagangan XXX
Harga pokok penjualan terdiri dari:
Persediaan 1 Jan 2003 XXX
Pembelian XXX
(Retur pembelian) (XXX)
(Potongan pembelian) (XXX)
Pembelian bersih XXX
Persediaan tersedia untuk dijual XXX
Persediaan 31 Des 2003 (XXX)
Harga pokok penjualan barang dagangan (XXX)
Laba/(Rugi) kotor XXX
Dalam menentukan harga perolehan dan harga pokok persediaan akan
dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan system penilaian persediaan yang
digunakan oleh perusahaan
SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN
Untuk dapat menetapkan nilai persediaan pada akhir periode dan menetapkan biaya
persediaan selama satu periode, sistem persediaan yang digunakan adalah:
1. Sistem Periodik (physical), yaitu pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan
secara phisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir. Perhitungan tersebut meliputi
pengukuran dan penimbangan barangbarang yang ada pada akhir suatu periode untuk
kemudian dikalikan dengan suatu tingkat harga/biaya. Perusahaan yang menerapkan sistem
periodik umumnya memiliki karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya
relatif kecil. Sebagai ilustrasi adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan pertokoan
yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone, dan gantungan
kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif kecil sehingga tidaklah efisien
jika harus mencatat setiap transaksi yang nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi.
Meskipun demikian sebenarnya pada saat ini alasan tersebut dapat diabaikan dengan adanya
teknologi komputer yang meMudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi,
misalnya seperti di toko retail.
2. Sistem Permanen (Perpetual), yaitu melakukan pembukuan atas persediaan secara
terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi persediaan baik pembelian maupun
penjualan. Sistem perpetual ini seringkali digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai
13
yang tinggi untuk mengetahui posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat
mengatur pemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya
persediaan alat rumah tangga elektronik (mesin cuci, kulkas, microwave).
Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan untuk mencatat
pembelian persediaan. Pada system pencatatan periodik pembelian persediaan dicatat dengan
mendebit akun pembelian sehingga pada kahir periode akan dilakukan penyesuaian untuk
mencatat harga pokok barang yang dijual dan melaporkan nilai persediaan pada akhir
periode.
PERBEDAAN JURNAL UMUM (METODE PERIODIK DAN PERPETUAL)
metode periodik metode perpetual
no keterangan debet kredit keterangan debet kredit
1 pembelian 6,000 persediaan 6,000
kas 6,000 kas 6,000
2 ongkos masuk 300 HPP 300
kas 300 kas 300
3 utang dagang 200 utang dagang 200
retur pembelian 200 persediaan 200
4 utang dagang 1,500 utang dagang 1,500
kas 1,470 kas 1,470
diskon pembelian 30 HPP 30
5 piutang dagang 7,000 piutang dagang 7,000
penjualan 7,000 penjualan 7,000
HPP 5,600
persediaan 5,600
6 retur penjualan 200 retur penjualan 200
piutang dagang 200 piutang dagang 200
persediaan 160
HPP 160
7 Kas 1,950 kas 1,950
diskon penjualan 50 diskon penjualan 50
piutang dagang 2,000 piutang dagang 2,000
8 beban operasional 650 beban oprasional 650
Kas 650 kas 650

14
JURNAL PENYESUAIAN :
metode preiodik metode perpetual
No Keterangan debet kredit keterangan debet kredit
Iktisar L/R 2,000
PERSEDIAAN 2,000
TIDAK PERLU DI BUAT
PERSEDIAAN 2,360
Iktisar L/R 2,360

Laporan laba-rugi
METODE PERIODIK METODE PERPETUAL
PENJUALAN xxx PENJUALAN xxx
RETUR PENJUALAN (xxx) RETUR PENJUALAN (xxx)
POT. PENJUALAN (xxx) POT. PENJUALAN (xxx)
PENJUALAN BERSIH xxx PENJUALAN BERSIH xxx
HARGA POKOK PENJUALAN HARGA POKOK PENJUALAN (xxx)
PERS. Barang awal xxx LABA KOTOR xxx
pembelian xxx
ongkos angkut (xxx)
potongan pembelian (xxx)
barang tersedia dijual xxx
Pers. Barang akhir (xxx)
HARGA POKOK PENJUALAN (xxx)
LABA KOTOR xxx

a. Penilaian Persediaan dengan Sistem Periodik


Untuk menentukan nilai persediaan barang pada akhir periode menurut sistem periodik, yaitu
1) Metode Tanda Pengenal Khusus
Dalam metode tanda pengenal khusus (specific identification) setiap barang yang
dibeli atau yang masuk diberi kode / tanda pengenal yang menunjukkan harga per satuan
sesuai faktur yang diterima. Pada metode ini sudah jelas harga per satuannya Dengan
demikian untuk mengetahui jumlah atau nilai persediaan pada akhir periode tinggal
mengalikan jumlah barang yang masih ada dengan harga yang tercantum dalam etiket
barang tersebut.

15
2) Metode Rata-rata
 Metode Rata-rata Sederhana. Dalam metode ini harga barang ditentukan
dengan cara membagi jumlah harga beli per satuan setiap transaksi pembelian dan
persediaan awal dengan frekwensi pembelian dan persediaan awal periode.
 Metode Rata-rata Tertimbang. Dalam metode ini harga barang ditentukan
dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual yakni jumlah
persediaan awal ditambah jumlah pembelian dengan kuantitas barang tersebut
3) Metode MPKP ( FIFO )
Dalam metode ini, barang yang lebih dulu masuk diaggap lebih dulu keluar atau
dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas persediaan barang yang dibeli atau yang
masuk belakangan. Jadi harga pokok barang yang keluar (dijual) dihitung berdasarkan
harga barang yang dibeli lebih dahulu, sesuai dengan jumlah pembeliannya. Atau dengan
kata lain nilai persediaan akhir barang didasarkan pada harga barang yang dibeli terakhir,
sesuai dengan jumlah unitnya.
4) Metode MPKP ( LIFO )
Dalam metode ini, barang yang terakhir masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual
sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas persediaan barang yang dibeli atau yang
masuk lebih awal. Sehingga harga pokok barang yang terjual dihitung berdasarkan pada
harga barang yang dibeli terakhir sesuai dengan jumlah unitnya, atau nilai persediaan
barnag didasarkan pada harga barang yang dibeli pada awal, sesuai dengan jumlah
unitnya.
5) Metode Persediaan Dasar (Basic Stock)
Metode ini merupakan persediaan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan
untuk menjaga likuiditas perusahaannya. Dalam metode Ini keterlambatan masuknya
barang yang disebabkan adanya kemacetan atau sebabsebab lain tidak mengganggu
persediaan sehingga perusahaan masih dapat melayani pelanggan atau pembeli.
b. Penilaian Persediaan dengan Sistem Perpetual
Dalam sistem perpetual setiap terjadi mutasi persediaan dicatat dalam akun
persediaan. Metode penilaian persediaan digunakan pada saat terjadi transaksi penjualan,
dengan membuat Kartu Persediaan Barang secara lengkap yang memuat kuantitas, harga
satuan, jumlah harga baik untuk lajur masuk, keluar, maupun sisa. Kartu persediaan tersebut
sebagai buku pembantu untuk tiap macam barang digunakan atau yang dijual. Sehingga
apabila perusahaan memiliki 15 jenis barang, maka harus membuat Kartu Persediaan barang

16
sebanyak 15.
Format Kartu Persediaan adalah sebagai berikut :
KARTU PERSEDIAAN (STOCK CARD)

NAMA BARANG: METODE PENCATATAN : HARGA JUAL :

TGL KETERANGAN MASUK KELUAR SALDO

UNIT HARGA JUMLAH UNIT HARGA JUMLAH UNIT HARGA JUMLAH

Metode penilaian persediaan dalam pencatatan secara perpetual sebagai berikut :


1) Metode Rata Rata bergerak ( Moving Average )
Dalam metode ini, harga beli ratarata dihitung setiap terjadi transaksi pembelian.
Harga pokok penjualan per satuan didasarkan pada harga ratarata pada saat terjadi
transaksi penjualan.
2) Metode FIFO
Metode ini beranggapan barang yang ada paling awal dianggap dijual paling awal
juga. Perbedaanya adalah dalam metode perpetual perhitungan harga pokok dilakukan
pada saat terjadi penjualan.
3) Metode LIFO
Pada metode ini barang yang terakhir dibeli dianggap dijual lebih dahulu. Harga
pokok dihitung pada saat terjadi penjualan
c. Penilaian Persediaan dengan Metode Taksiran
Penetapan harga pokok persediaan dengan metode cost mengharuskan perusahaan
untuk mengadakan perhitungan secara pisik atas persediaan, umumnya memerlukan waktu
lama dan biaya yang besar . Pada perusahaan tertentu seperti Toserba atau swalayan, metode
cost dirasa kurang praktis atau tidak efisien. Untuk itu diperlukan metode lain, yakni metode
Taksiran, khususnya dalam penilaian persediaan pada laporan intern. Dalam metode ini dapat
digunakan dua cara yakni :
1) Metode Eceran
Metode ini banyak digunakan pada perusahaanperusahaan besar seperti toserba atau
swalayan yang memperdagangkan puluhan bahkan ratusan jenis barang. Dalam hal ini
setiap jenis barang yang ada dilekati label harga jual eceraannya sehingga pelayan toko
lebih tahu harga jual eceran dari pada harga pokoknya dan lebih mudah baginya
membuat laporan atas barang yang masih ada berdasarkan harga eceran tersebut .
Prosedur penilaian persediaan, yaitu:
 Atas persediaan awal, selain diketahui harga pokoknya, juga diketahui harga jual

17
ecerannya.
 Setiap terjadi transaksi pembelian harus diketahui jumlah harga jualnya
 Dihitung barang tersedia untuk dijual menurut harga beli dan menurut harga jual.
 Dihitung prosentase harga pokok terhadap harga jual dengan rumus :
Harga Pokok Persediaan Barang Tersedia dijual
X 100 % = .………%
Harga jual barang tersedia dijual
 Presentase harga pokok dengan harga jual tersebut digunakan untuk menaksir
harga pokok persediaan yang ada pada kahir akhir suatu periode.
2) Metode Laba Kotor ( Gross Profit Method )
Dalam metode ini konsep yang digunakan adalah konsep hubungan antara harga
pokok dan harga jual. Besarnya prosentase laba kotor umumnya didasarkan presentase
laba-laba tahun lalu.

C. PENGENDALIAN TERHADAP BIAYA TENAGA KERJA


Dalam akuntansi biaya tenaga kerja, ada 3 aktivitas yang harus dilakukan, yaitu:
1) Mengukur tenaga kerja: pada industri manufaktur digunakan dua cara pengukuran
waktu kerja yaitu: menggunakan kartu kehadiran, menggunakan mesin atau secara
manual,dan menggunakan kartu tugas kerja, yaitu setiap waktu tugas dalam pekerjaan
dicatat.
2) Mempersiapkan daftar gaji: menentukan besarnya upah masing-masing karyawan,
mengurangi segala macam potongan yang berkaitan dengan upah.
Berikut Jurnal akuntansi biaya :
Gaji dan Upah xxx
Utang Gaji dan Upah xxx
Piutang Karyawan xxx
Asuransi Karyawan xxx
Pajak Penghasilan xxx

3) Mengalokasikan Biaya Tenaga Kerja: umumnya tugas ini dilakukan oleh departemen
akuntansi, karena hal ini menyangkut keseluruhan karyawan baik bagian produksi
maupun non-produksi.
Berikut jurnal dalam akuntansi biaya :

18
Produk Dalam Proses xxx
Pengendali Overhead Pabrik xxx
Beban Gaji Pemasaran xxx
Beban Gaji Administrasi xxx
Gaji dan Upah xxx

Akuntansi biaya tenaga kerja mencakup:


a) Sejarah kerja dari setiap pekerja, seperti tanggal dipekerjakan, tingkat upah, penugasan
awal, promosi, kenaikan gaji, dan waktu cuti untuk liburan atau karena sakit.
b) Informasi yang diperlukan untuk memenuhi kontrak serikat kerja, hukum jaminan sosial,
peraturan upah dan jam kerja, pajak penghasilan yang dipungut, dan peryaratan
pemerintah federal, pemerintah Negara atau pemerintah lokal lainnya.
c) Waktu kerja dan biaya standar.
d) Jam kerja setiap karyawan, tingkat upah, dan total pendapatan untuk setiap periode
penggajian.
e) Perhitungan potongan dari upah kotor untuk setiap karyawan.
f) Output atau pencapaian dari setiap karyawan.
g) Jumlah biaya dan jam tenaga kerja tidak langsung maupun tenaga kerja langsung yang
akan dibebankan ke setiap pesanan, lot, proses atau departemen untuk setiap periode.
Biaya atau jam tenaga kerja lengsung sering kali digunakan sebagai dasar untuk
mengalokasikan biaya overhead.
h) Total biaya tenaga kerja d setiap departemen untuk setiap periode.
i) Data kumulatif atas potonagan pendapatan dan gaji untuk setiap karyawan.
Departemen yang terlibat dalam perhitunagn biaya tenaga kerja, yaitu:
a) Departemen Personalia, memiliki fungsi utama yaitu untuk menyediakan tenaga kerja
yang efisien dan memastikan bahwa seluruh organisasi mengikuti kebijakan personalia
yang sesuai, serta melakukan perekrutan, pelatihan, penilaian, konseliang pension,
pemutusan hubungan kerja dan penempatan ke luar.
b) Departemen Perencanaan Produksi, merupakan departemen yang bertanggung jawab
untuk menjadwalkan pekerjaan dan memberikan perintah kerja ke departemen produksi.

19
c) Departemen Pencatatan Waktu merupakan departemen yang bertugas memastikan adanya
catatan yang akurat atas waktu kerja setiap karyawan yang merupakan langkah pertama
dalam perhitungan biaya tenaga kerja.
d) Departemen penggajian, merupakan departemen yang bertanggung jawab untuk mencatat
klasifikasi pekerjaan, departemen, dan tingkat upah untuk setiap karyawan. Departemen
ini bertugas menghitung jam kerja dan upah yang diterima, melakukan pemotongan gaji,
menentukan jumlah bersih yang harus dibayarkan ke setiap karyawan, memelihara
catatan pendapatan permanent untuk setiap karyawan, menyiapkan distribusi beban gaji
yang menunjukkan jumlah biaya tenaga kerja yang dibebankan ke setiap pesanan
departemen, mempersiapkan cek atau menyediakan data yang diperlukan oleh kasir atau
bendahara untuk melakukan pembayaran gaji.
e) Departemen Biaya, merupakan departemen yang mencatat biaya tenaga kerja langsung
pada kartu biaya pesanan aau laporan produksi departemental, serta mencatat biaya
tenaga kerja tidak langsung pada catatan overhead depertemental yang terinci.

D. PENCATATAN BIAYA TENAGA KERJA


Biaya tenaga kerja dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar berikut ini:
1. Gaji dan upah regular yaitu jumlah gaji dan upah bruto dikurangi dengan potongan-
potongan seperti pajak penghasilan karyawan dan biaya asuransi hari tua.
2. Premi lembur.
3. Biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja (labor related costs)

Gaji dan upah


Ada berbagai macam cara perhitungan upah karyawan dalam perusahaan. Salah satu
cara adalah dengan mengalihkan tarif upah dengan jam kerja karyawan. Dengan demikian
untuk menentukan upah seorang karyawan perlu dikumpulkan data jumlah jam kerjanya
selama periode waktu tertentu.
Dalam perusahaan yang menggunakan metode harga pokok pesanan, dokumen pokok
untuk mengumpulkan waktu kerja karyawan adalah kartu hadir (clock card) dan kartu jam
kerja (job time ticket) kartu hadir adalah suatu catatan yang digunakan untuk karyawan, yaitu
jangka waktu antara jam hadir dan jam meninggalkan perusahaan. Jika jam perusahaan
dimulai dari jam 07.00 samapai dengan 14.00, maka kartu hadir karyawan akan berisi jam
kedatangan di perusahaan dan jam pergi dari perusahaan setiap hari kerja. Jika seorang

20
karyawan hadir di perusahaan dari jam 07.00 sampai dengan jam 14.00, maka ia hadir di
perushaan selama 7 jam, yang merupakan jam kerja regular perusahaan. Jika karyawan
tersebut bekerja lebih dari 7 jam sehari, kelebihan jam kerja di atas jam kerja regular tersebut
dinamaka jam lembur. Pada setiap akhir minggu, kartu hadir tiap karyawan dikirim ke bagian
pembuat daftar gaji dan upah untuk dipakai sebagai dasar perhitungan gaji dan upah
karyawan per minggu.
Disamping kartu hadir, perusahaan menggunakan kartu jam kerja untuk mencatat
pemakaian waktu hadir karyawan pabrik, dalam mengerjakan berbagai pekerjaan atas produk.
Kartu jam kerja ini biasanya hanya digunakan untuk mencatat pemakaian waktu hadir tenaga
kerja langsung di pabrik. Kartu jam kerja untuk setiap karyawan kemudian disesuikan dengan
waktu yang tercantum dalam kartu jam hadir dan dikirm ke bagian akuntansi biaya untuk
keperluan distribusi gaji dan upah (labor cost distribution) tenaga kerja langsung. Kartu ja,
kerja sangat penting dalam perusahaan yang menggunakan metode harga pokok pesanan
dlam perhitungan harga pokok produknya. Dalam perusahaan yang menggunakan harga
pokok proses, kartu jam kerja tersebut tidak diperlukan, karena karyawan melakukukan
pekerjaan atau membuat produk yang sama dalam departemen tertentu dari hari ke hari,
sehingga distribusi biaya tenaga kerja tidak diperlukan.
Akuntansi biaya gaji dan upah dilakukan dalam 4 tahap yaitu sebagai berikut:
Tahap 1
Berdasarkan kartu hadir karyawan (baik karyawan produksi, pemasaran maupun administrasi
dan umum), bagian pembuatan daftar gaji dan upah kemudian membuat daftar gaji dan upah
tersebut kemudian dibuat rekapitulasi gaji dan upah untuk mengelompokkan gaji dan upah
tersebut menjadi gaji dan upah karyawan pabrik, gaji dan upah karyawan administrasi dan
umum, serta gaji dan upah karyawan pemasaran. Gaji dan upah karyawan pabrik dirinci lagi
ke dalam upah karyawan langsung dan karyawan tak langsung dalam hubungannya dengan
produk. Atas dasar rekapitulasi gaji dan upah tersebut, bagian akuntansi kemudian membuat
jurnal sebgai berikut:
Barang dalam proses tenaga kerja (XXX)
Biaya overhead pabrik (XXX)
Biaya administrasi dan umum (XXX)
Biaya pemesanan (XXX)
Gaji dan upah (XXX)
Tahap 2
Atas dasar daftar gaji dan upah tersebut bagian keuangan membuat bukti kas keluar dan cek
21
untuk pengambilan uang dari bank. Atas dasar bukti kas keluar tersebut, bagian akuntansi
membuat jurnal sebagai berikut:
Gaji dan upah (XXX)
Utang PPh karyawan (XXX)
Utang gaji dan upah (XXX)
*Perusahan berkewajiban memungut pajak penghasilan (PPh) yang diperoleh karyawan dan
menyetorkannya ke Kas Negara.
Tahap 3
Setelah cek digunakan di bank, uang gaji dan upah kemudian dimaksukkan ke dalam amplop
gaji dan upah karyawan. Uang gaji dan upah karyawan kemudian dibayarkan oleh juru bayar
kepada tiap karyawan yang berhak. Setiap karyawan yang menandatangani daftar upah dan
gaji sebagai bukti telah diterimanya gaji dan upah mereka. Setelah tiap karyawan mengambil
gajih dan upahnya, atas dasar daftar gaji dan upah yang telah ditandatangani karyawan,
bagian akuntansi membuat jurnal sebagai berikut:
Utang gaji dan upah (XXX)
Kas (XXX)
Tahap 4
Penyetoran pajak penghasilan (PPh) karyawan ke Kas Negara dijurnal oleh bagian akuntansi
sebagai berikut:
Utang PPh Karayawan (XXX)
Kas (XXX)
Insentif
Dalam hubungannya dengan gaji dan upah, perusahaan yang memberikan insentif
kepada karyawan agar dapat bekerja lebih baik. Insentif dapat didasarkan atas waktu kerja,
hasil yang diproduksi atau kombinasi di antara keduanya.
Ada beberapa cara pemberian insentif:
a. Insentif satuan dengan jam mingguan (straight piecework with a guaranted hourly
minimum plan)
Karyawan atas dasar tarif per jam untuk menghasilkan jumlah satuan keluaran
standar. Untuk hasil produksi yang melebihi jumlah standar tersebut, karyawan
menerima jumlah upah tambahan sebesar jumlah kelebihan satuan keluaran di atas
standar kali tarif upah per satuan dihitung dengan cara membagi upah standar per jam
dengan satuan keluaran satuan per jam.
b. Taylor differential piece rate plan
22
Cara pemberian insentif ini adalah semacam straight piece rate plan yang
menggunakan tarif tiap potong untuk jumlah keluaran rendah per jam dan tariff
potong yang lain untuk jumlah keluaran tinggi per jam.
Premi lembur
Dalam perusahaan, jika karyawan bekerja lebih dari 40 jam satu minggu, maka
mereka berhak menerima uang lembur dan premi lembur. Misalnya dalam satu minggu
seorang karyawan bekerja selama 44 jam dengan tarif upah (dalam jam kerja biasa maupun
lembur) Rp. 50 per jam. Premi lembur dihitumg sebesar 50% dari tariff upah. Uapah
karyawan tersebut dihitung sebagai berikut:
Jam biasa 40 x Rp.600 = Rp.24.000
Lembur 4 x Rp.600 = 2.400
Premi lembur 4 x Rp.300 = 1. 200
Jumlah upah karyawan tersebut satu minggu= Rp. 27.000

Perlakuan terhadap premi lembur tergantung atas alasan-alasan terjadinya lembur


tersebut. Premi lembur dapat ditambahkan pada upah tenaga kerja langsung dan dibebankan
pada pekerjaan atau departemen tempat terjadinya lembur tersebut. Perlakuan ini dapat
dibenarkan bila pabrik telah bekerja pada kapasitas penuh dan pelanggaran / pemesan mau
menerima baban tambahan karena lembur tersebut.
Premi lembur dapat diperlakukan sebagai unsur biaya overhead pabrik atau
dikeluarkan sama sekali dari harga pokok produk dan dianggap sebagai biaya periode (period
expenses). Perlakuan yang terakhir ini hanya dapat dibenarkan jika lembur tersebut terjadi
karena ke tidak efisienan atau pemborosan waktu lerja.
Biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja (labor related costs)
Setup time
Seringkali terjadi sebuah pabrik memerlukan waktu dan sejumlah biaya untuk
memulai produksi. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memulai produksi disebut biaya
pemula produksi (set up costs). Biaya pemula produksi diperlukan pada waktu pabrik atau
proses mulai dijalankan atau dibuka kembali atau pada waktu produk diperkenalkan. Biaya
pemula produksi meliputi pengeluaran-pengeluaran untuk pembuatan rancang bangun,
penyusunan mesin dan peralatan., latihan bagi karyawan, dan kerugian-kerugian yang timbul
akibat belum adanya pengalaman.
Ada 3 cara perlakuan terhadap biaya pemula produksi:
1. Dimasukkan ke dalam kelompok biaya tenaga kerja langsung
23
Bila biaya pemula produksi dapat diidentifikasikan pada pesanan tertentu, maka biaya
ini seringkali dimasukkan dalam kelompok biaya tenaga kerja langsung dan
dibebankan langsung ke rekening barang dalam proses.
2. Dimasukkan sebagai unsur biaya overhead pabrik
Biaya pemula produksi dapat diperlakukan sebagai unsur biaya overhead pabrik.
Jurnal untuk mencatat biaya pemula pemula produksi adalah sebagai berikut:
Biaya overhead pabrik sesungguhnya (XXX)
Kas (XXX)
Utang Dagang (XXX)
Persediaan (XXX)
3. Dibebankan kepada pesanan yang bersangkutan
Biaya pemula produksi dapat dibebankan kepada pesanan tertentu, dalam kelompok
biaya tersendiri, yang terpisah dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,
dan biaya overhead pabrik.
Waktu menganggur (Idle Time)
Dalam mengolah produk, seringkali terjadi hambatan-hambatan, kerusakan mesin
atau kekurangan pekerjaan. Hal ini menimbulkan waktu menganggur bai karyawan. Biaya-
biaya yang dikeluarkan selama waktu menganggur ini diperlakukan sebagai unsur biaya
overhead.

CONTOH 1
Misalkan perusahaan X hanya mempekerjakan 2 orang karyawan: Risa Rimendi dan Eliona
Sari. Berdasarkan kartu hadir minggu pertama bulan April 2018, bagian pembuat daftar gaji
dan upah membuat daftar gaji dan upah untuk periode yang bersangkutan. Menurut kartu
hadir, karyawan Risa Rimendi bekerja selama seminggu sebanyak 40 jam, dengan upah per
jam Rp 1.000, sedangkan karyawan Eliona Sari selama periode yang sama bekerja 40 jam
dengan tarif upah Rp 750 per jam. Menurut kartu jam kerja, penggunaan jam hadir masing-
masing karyawan tersebut yaitu:
Penggunaan Waktu Kerja Risa Rimendi Eliona Sari
Untuk Pesanan #103 15 jam 20 jam
Untuk Pesanan #188 20 jam 10 jam
Untuk menunggu persiapan pekerjaan 5 jam 10 jam

Dengan demikian upah karyawan tersebut dihitung sebesar Rp 70.000 (40 jam x Rp 1.000)

24
ditambah 40 jam x Rp 750) dan didistribusikan seperti:
Distribusi Biaya Tenaga Kerja Risa Rimendi Eliona Sari
Dibebankan sebagai biaya tenaga kerja langsung:
Untuk Pesanan #103 Rp 15.000 Rp 15.000
Untuk Pesanan #188 20.000 7.500
Dibebankan sebagai biaya overhead pabrik 5.000 7.500
Jumlah upah minggu pertama bulan April 2018 Rp 40.000 Rp 30.000

PPh yang dipotong oleh perusahaan 15% dari upah


minggu pertama bulan April 2018 6.000 4.500
Jumlah upah bersih yang diterima karyawan Rp 34.000 Rp 25.000

Akuntansi biaya gaji dan upah atas dasar data tersebut dilakukan dengan:
Tahap 1
Berdasarkan atas rekapitulasi gaji dan upah, bagian akuntansi kemudia membuat jurnal
distribusi gaji dan upah sebagai berikut:
Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Rp 57.500
Biaya Overhead Pabrik 12.500
Gaji dan Upah Rp 70.000
Tahap 2
Atas dasar bukti kas keluar, bagian akuntansi membuat jurnal sebagai berikut:
Gaji dan Upah Rp 70.000
Utang PPh Karyawan Rp 10.500
Utang Gaji dan Upah 59.500
Tahap 3
Atas dasar daftar gaji dan upah yang telah ditandatangani karyawan (sebagai bukti telah
dibayarkan upah karyawan), bagian akuntansi membuat jurnal sebagai berikut:
Utang Gaji dan Upah Rp 59.500
Kas Rp 59.500
Tahap 4
Penyetoran PPh karyawan ke Kas Negara dijurnal oleh bagian akuntansi sebagai berikut:
Utang PPh Karyawan Rp 10.500
Kas Rp 10.500

25
CONTOH 2
Jika menurut penyelidikan waktu (time study), dibutuhkan waktu 5 menit untuk menghasilkan
1 satuan produk, maka jumlah keluaran standar per jam adalah 12 satuan . jika upah pokok
sebesar Rp 600 per jam, maka tarif upah per satuan adalah Rp 50 (Rp 600:12). Karyawan
yang tidak dapat menghasilkan jumlah standar per jam, tetap dijamin mendapatkan upah
Rp600 per jam. Tetapi bila ia dapat menghasilkan 14 satuan per jam (ada kelebihan 2 satuan
dari jumlah satuan standar per jam) maka upahnya dihitung sebagai berikut:
Upah dasar per jam Rp 600
Insentif: 2 x Rp 50 100
Upah yang diterima pekerja per jam Rp 700

Referensi:
Hamizar, Nuh Muhammad.2008.Akuntansi intermediate.Jakarta: CV Fajar
Kieso, Donald E, dkk.2007.Akuntansi Intermediate.Jakarta: Erlangga
Mulyadi. 2017. Akuntansi Biaya Edisi 5.Yogyakarta: UPP-STIM YKPN

26

You might also like