You are on page 1of 11

MACAM-MACAM KEBUDAYAAN MATERIAL DAN

NON MATERIAL YANG TERDAPAT DALAM ADAT


SUKU DAYAK

Disusun untuk memenuhi tugas kuliah

Sebagai syarat Penilaian Mata Kuliah

Disusun Oleh:

KHAIRUNNISA 201210360311006

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012/2013
BAB I

LATAR BELAKANG

Indonesia terdiri atas beberapa pulau-pulau yang tersebar di belahan


Nusantara. Dalam setiap daerah di dalam pulau-pulau tersebut tersimpan beberapa
kekayaan nusantara seperti beragam suku, ras, agama, dan adat. Dan masing-
masing hal tersebut menghasilkan kebudayaan yang berbeda. Karena kebudayaan
dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia
dengan belajar (Garna, 1996). Salah satu jenis adat yang ada di Indonesia adalah
suku dayak. Mayoritas masyarakat suku dayak berdomisili di pulau Kalimantan.
Kata “Dayak” berasal dari bahasa Melayu yang artinya “orang gunung” yang
termasuk rasial / proto pesisir.

Suku dayak memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula


tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat
yang hidup di dalam masyarakat dayak merupakan unsur terpenting sebagai akar
identitasnya.Jika kita menggunakan pengertian kebudayaan (Garna, 1996) maka
kebudayaan dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya dalam
rangka kehidupannya yang digunakan sepenuhnya untuk berkembang. Ini berarti
bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan
masyarakat dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan secara biologis,
melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-
temurun.

Jika merujuk pendapat Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan dayak


juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud
kebudayan sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-
peraturan. Wujud itu merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau, yang
berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah
kepada perilaku masyarakat dayak, tampak jelas di dalam berbagai upacara adat
yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan
kematian, juga tampak dalam berbagai upacara adat yang berkaitan siklus
perladangan; Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku yang berpola,
atau lazim disebut sistem sosial.

Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang
senantiasa merujuk pada pola-pola tertentu yang di dasarkan pada adat tata
kelakuan yang mereka miliki; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil karya
masyarakat dayak.

Seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak


juga mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan
dayak itu sifatnya tidak statis dan selalu dinamik; meskipun demikian, sampai saat
ini masih ada yang tetap bertahan dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian
generasi, bahkan semakin menunjukkan identitasnya sebagai suatu warisan
leluhur.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Sistem Sosial Budaya secara Terminologi


Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani
(sustēma) yang berarti kesatuan bagian-bagian yang saling berhungan dan
berada dalam suatu wilayah serta memiliki sistem penggerak.

Sistem Sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling


berinteraksi, mangadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
adalah konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamatai dan
didokumentasikan.

Sistem nilai budaya adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup di


dalam alam pikiran sebagian manusia. Hal itu menyangkut apa
yangdianggapnya penting dan bernilai. Maka dari itu suatu sistem budaya
merupakan bagian dari kebudayaan yang memberikan arah serta dorongan
pada perilaku manusia.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa


sistem sosial budaya adalah suatu keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai,
tata sosial dan tata laku manusia yang saling berkaitan dan masing-masing
unsur bekerja secara mandiri maupun bersama-sama satu sama lain dan
saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup manusia dalam
bermasyarakat. Struktur sistem sosial budaya Negara Indonesia merujuk
pada nila-nilai yang terkandung dalam pancasila yang terdiri atas:
a. Tata Nilai
1. Nilai agama
2. Nilai moral
3. Nilai Vital
4. Nilai material (raga)

b. Tata Sosial :
1. UUD 1945
2. Peraturan UU lainnya
3. Budi pekerti yang luhur

c. Tata Laku (Karya)


Semua perilaku harus berpedoman terhadapa norma yang berlaku. Baik
norma agama, kesusilaan/kesopanan, adat istiadat, hukum setempat
maupun hukum negara.

B. Kebudayaan berdasarkan wujudnya


Menurut J.J. Hoenigman wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga,
yaitu gagasan, aktivitas (tindakan) dan artefak (karya-karya yang
dihasilkan). Berdasarkan ketiga wujud tersebut, kebudayaan dapat
digolongkan menjadi dua komponen utama, yaitu:

 Kebudayaan Material
Kebudayaan Material adalah kebudayaan yang mengacu pada
semua ciptaan masyarakat yang nyata dan konkret. Contoh kebudayaan
material ini adalah barang-barang seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian dan benda-benda lain yang nyata dan kasat
mata.

 Kebudayaan Non-Material
Kebudayaan non-material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Misalnya dongeng, cerita rakyat,
lagu atau tarian tradisional.
BAB III

PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS

A. SISTEM RELIGI DAN KEPERCAYAAN

Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan


yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu/. Agama
Helo/helu/kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar
orang dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit yang telah menganut
agama Islam, Kristen, Katolik. Demikian pula tidak semua penduduk
pedalaman Kalimantan adalah orang dayak, karena telah berbaur dengan
penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain.
Walaupun demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih
melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta
gaya hidup untuk memaknai kehidupannya.

Kepercayaan kepada dewa-dewa. Sebelum agama islam masuk ke


Kalimantan, agama siwa Budha telah lama berkembang di daerah negara
Dipa dan negara Daha. yang jelas bukti keberadaanya adalah agama Siwa
dengan candi Laranya yang terdapat di daerah Margasari, dimana terdapat
Bekas Lingga, joni, nandi, dan sebuah Arca yang sudah tidak utuh lagi.

Kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus dan kekuatan-kekuatan


ghaib. Masyarakat Kalimantan pada umumnya mempercayai adanya alam
mahluk-mahluk yang ada dalam: alam gaib tinggal dibumi lamah, mereka
juga mati dan melahirkan, hidup bermasyarakat seperti masyarakat biasa,
dari lapisan raja-raja, bangsawan, ksatria, ulama, dukun dan sebagainya.

Kepercayaan kepada muakkad dan muwakkal, mereka juga di


kategorikan sebagai mahluk-mahluk halus yang terdapat dalam kepercayaan
agama islam. Setiap manusia yang telah mencapai tingkat kesempurnaan
dan kewalian, mempunyai teman yang disebut muakkal-muakkal. Di
kalimantan selatan terkenal Muakkal Datu kalampaian atau dalam sebutan
umum dikenal sebagai Datu Baduk, seorang jin islam yang tinggi agamanya
dan datang bersama Syekh Arsyad al Banjari dari Mekkah.

Kepercayaan kepada para Datu.

B. KESENIAN

Walaupun dalam kehidupan yang agak sederhana, ternyata masyarakat


suku dayak sangat gemar akan kesenian. Menurut Riwut (1958) kesenian
yang di miliki oleh orang dayak di Kalimantan berupa seni: (1) tari; (2)
suara; (3) ukir; dan (4) seni lukis. Untuk mengetahui secara lebih
mendalam jenis kesenian yang dimiliki oleh orang dayak sebagaimana yang
dikemukakan oleh Riwut tersebut akan diuraikan secara rinci sebagai
berikut:

1. Seni Tari
Ada berbagai macam jenis tarian yang dipergunakan masyarakat
untuk memperingati acara tertentu dalam kebiasaannya. Dibawah ini
adalah sebagian jenis tarian masyarakat dayak.
a. Nasai, jenis tarian yang diperuntukan untuk menyambut tetamu
agung (orang berpangkat), menyambut pahlawan yang menang
berperang, yang dilakukan oleh orang-orang tua, kaum wanita
terutama para gadis dengan gerak kaki tangannya yang diiringi pula
dengan seni suara dan bunyi-bunyian.

b. Balian, yaitu tarian yang semata-mata diperuntukan untuk merawat


orang sakit yang dilakukan oleh Balian yang biasanya adalah
seorang laki-laki selama 1 – 3 malam. Tarian ini hampir terdapat
pada seluruh suku Dayak.
c. Kerangka atau Tari Gumbeuk, yaitu tarian ini pada khakekatnya
di khususkan dalam upacara “Ijambe atau Manyalimbat” yang
dilakukan oleh laki-laki dan anak-anak dengan mengelilingi tempat
tulang kering dari yang meninggal dunia.

2. Seni Suara (Nyanyian Adat)

Kesenian dalam bentuk seni suara yang berkembang dilingkungan


masyarakat dayak adalah berupa nyanyian-nyanyian yang berkaitan
dengan kehidupan religi yang mereka anut, seperti nyanyian-nyanyian
waktu memotong padi, waktu berkayuh, berladang, menumbuk padi,
berperang, berjalan di hutan, berburu, selagi pesta, bersukaria, dan
nyanyian yang memuja Tuhan serta nyanyian tentang kematian
keluarga, beberapa diantaranya:

a. Setangis, yaitu nyanyian yang dilakukan pada saat pesta kematian.


Pada hakekatnya nyanyian ini hanya berazaskan pada riwayat si
mati dan jasa-jasanya sewaktu hidup serta kedudukan dari keluarga
dan famili yang meninggal yang masih ditinggalkan.
b. Manawar, yaitu nyanyian untuk mengantar jiwa atau semangat
beras kepada Tuhannya, yang dilakukan oleh orang tua, ahli adat
dan ahli agama Dayak.
c. Natun Pangpangaal, yaitu nyanyian ratap tangis kesedihan karena
ada kematian keluarga.

3. Seni Ukir

Kesenian seni ukir yang dihasilkan oleh masyarakat dayak yaitu


berupa ukir-ukiran yang mempunyai arti dan makna tersendiri pada
hulu mandau yang terbuat dari kayu maupun tanduk rusa, sarung
mandau, patung, perisai dan sumpit.
4. Seni Lukis Tubuh (Tato)
Kesenian dalam bentuk seni lukis masyarakat Dayak yaitu berupa
seni lukis seluruh badan badan manusia (tato) dengan menggunakan
alat yang disebut “Tutang atau Cacah” yang dilakukan sangat teliti dan
hati-hati. Tato bagi masyarakat Dayak bukan sekadar hiasan, tetapi
memiliki makna yang sangat mendalam.

Tato bagi masyarakat Dayak tidak boleh dibuat sesuka hati sebab ia
adalah sebahagian dari tradisi, status sosial seseorang dalam
masyarakat, serta sebagai bentuk penghargaan suku terhadap
kemampuan seseorang. Oleh karena itu, ada peraturan tertentu dalam
pembuatan tato baik pilihan gambarnya, struktur sosial seseorang yang
memakai tato maupun penempatan tatonya. Meskipun demikian, secara
realitasnya tato memiliki makna sama dalam masyarakat Dayak, yakni
sebagai “obor” dalam perjalanan seseorang menuju alam keabadian,
setelah kematian.

Bagi suku Dayak yang tinggal di sekitar Kalimantan dan Sarawak


Malaysia, tato di sekitar jari tangan menunjukkan orang tersebut suku
yang suka menolong seperti ahli pengobatan. Semakin banyak tatoo di
tangannya, menunjukkan orang itu semakin banyak menolong dan
semakin arif dalam ilmu pengobatan. Bagi masyarakat Dayak Kenya
dan Dayak Kayan di Kalimantan Timur, banyaknya tato
menggambarkan orang tersebut sudah kuat mengembara. Setiap
kampung memiliki motif tato yang berbeda, banyaknya tato
menandakan pemiliknya sudah mengunjungi banyak kampung.

Berbeda pula dengan golongan bangsawan yang mamakai tato,


motif yang lazim untuk kalangan bangsawan adalah burung enggang
yakni burung endemik Kalimantan yang dikeramatkan. Ada pula tato
yang dibuat di bagian paha. Bagi perempuan Dayak memiliki tatoo di
bagian paha status sosialnya sangat tinggi dan biasanya dilengkapi
gelang di bahagian bawah betis. Motif tato di bagian paha biasanya juga
menyerupai simbol tato berbentuk muka harimau. Perbedaannya
dengan tato di tangan, ada garis melintang pada betis yang dinamakan
nang klinge.

Tatoo sangat jarang ditemui di bagian lutut. Meskipun demikian,


ada juga tatoo di bagian lutut pada lelaki dan perempuan yang biasanya
dibuat pada bagian akhir pembuatan tato di badan. Tato yang dibuat
diatas lutut dan melingkar hingga ke betis menyerupai ular, sebenarnya
anjing jadi-jadian atau disebut tuang buvong asu.
BAB IV

KESIMPULAN

Indonesia terdiri atas beberapa pulau-pulau yang tersebar di belahan


Nusantara. Dalam setiap daerah di dalam pulau-pulau tersebut tersimpan beberapa
kekayaan nusantara seperti beragam suku, ras, agama, dan adat. Dan masing-
masing hal tersebut menghasilkan kebudayaan yang berbeda. Salah satu jenis adat
yang ada di Indonesia adalah suku dayak. Mayoritas masyarakat suku dayak
berdomisili di pulau Kalimantan. Kata “Dayak” berasal dari bahasa Melayu yang
artinya “orang gunung” yang termasuk rasial / proto pesisir.

Orang-orang suku dayak memiliki dua komponen terpenting dalam


menciptakan kebudayaannya menjadi sebuah wujud. Baik dalam wujud gagasan,
aktivitas (tindakan) dan artefak (karya). Secara material susku dayak memiliki
kebudayaan untuk mengukir, memahat dan melukis, khususnya melukis tubuh
(tato). Dalam hal mengukir dan memahat ada beberapa hasil yang didapat seperti
ukiran dalam pedang. Dan dalam bidang lukisan, masyarakat suku dayak
menghiasi badannya dengan beberapa lukisan. Akan tetapi tato dalam tubuh
masyarakat dayak bukan hanya dibuat tanpa ada arti. Mereka membuat tato
tersebut dengan menggunakan lukisan-lukisan yang mempunyai arti/makna yang
berbeda dari setiap lukisannya.

Untuk kebudayaan non-material, suku dayak juga memiliki beberapa


dongen maupun cerita rakyat yang dipercayai oleh masyarakat suku dayak. Selain
itu masyarakat suku dayak juga memiliki lagu dan tarian tradisional yang masing-
masing mempunyai arti tertentu dari setiap jenis tarian maupun lagu
tradisionalnya.

You might also like