You are on page 1of 10

ANALISA KASUS

A. Pengkajian
1.Identitas klien
Nama : Ny. N
Usia : 22 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : -
Suku : Madura
Alamat : Dusun Kobekoh Desa Hotaho Kecamatan Reng Pereng Kabupaten
Sumenep Madura
Diagnosa Medis : Pneumonia

2.Identitas penanggung jawab


Nama : Tn.K
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Madura
Alamat : Dusun Kobekoh Desa Hotaho Kecamatan Reng Pereng Kabupaten
Sumenep Madura
Hubungan dengan klien: Suami

1. Keluhan Utama
Sesak Nafas dan Batuk Berdahak
2. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu tanggal 20 Februari
2019, klien dan suaminya berkeinginan untuk periksa ke dokter terdekat namun
klien tidak diperbolehkan oleh keluarganya untuk berobat ke dokter dikarenakan
keluarga klien meyakini bahwa jika klien sesak dan batuk, cukup diobati dengan
cara sederhana yaitu dengan meminum air garam dan minum teh yang terbuat dari
daun mint, akhirnya pada tanggal 22 februari 2019 klien minum air yang
bercampur dengan garam sebanyak 5 gelas dalam 1 jam, namun sesak masih tetap
dirasakan sehingga akhirnya dengan terpaksa keluarga membawa klien berobat ke
puskesmas Talango pada tanngal 23 Februari 2019 Pukul 08.00 WIB.

3.Faktor Tekhnologi
Klien tidak pernah mengalami sesak sebelumnya, sehingga ketika klien
sesak disertai batuk berdahak klien merasa kebingungan sebab klien tidak
mengetahui pasti penyebabnya. Sedangkan klien tidak pernah sekolah dan
suaminya hanya lulusan Sekolah Dasar dan tidak bisa menggunakan Tekhnologi
seperti Televisi, Handphone dan sebagainya. Selain klien tidak dapat
mengaplikasikan tekhologi klien dan keluarga juga tidak memiliki cukup uang
untuk membelinya sehingga klien hanya bisa mengeluh dan bingung.

4. Faktor agama dan falsafah hidup


Klien menyatakan beragama Islam, percaya kepada ilmu sihir dan hal-hal
gaib. Ketika klien mengalami sesak nafas dan batuk berdahak klien beserta
keluarga khawatir akan penyakit yang di alaminya adalah kiriman dari orang lain
(sihir). Berdasarkan adat istiadat yang di anut oleh keluarga klien, agar terhindar
dari mala petaka atau sihir klien beserta keluarga melakukan selamatan yang
dinamai “Arokat Katerbi’en” atau membacakan do’a – do’a di hari kelahiran klien
dengan maksud agar klien terhindar dari mala petaka berupa sihir atau guna –
guna.

5. Faktor sosial dan keterikatan keluarga


Hubungan kekerabatan masih sangat kuat terutama dari keluarga
perempuan (Klien), ibu kandung klien termasuk salah satu orang yang sangat
fanatik dan anti berobat ke dokter atau tenaga kesehatan lainnya sehingga ibu
klien selalu mempengaruhi dan mengarahkan klien berobat kepada hal – hal yang
mistis dari pada realistis. Namun dalam pengambilan keputusan tetap dipegang
oleh suami. Meskipun biasanya pasangan akan menanyakan terlebih dahulu
kepada orang tua masing-masing bagaimana yang terbaik, tetapi keputusan tetap
diambil oleh suami.

6. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup


Bahasa yang digunakan adalah bahasa Madura. Begitu juga dengan adat
istiadat yang masih kental dalam kalangan keluarga klien tersebut. Apabila ada
orang yang tiba – tiba sakit, hal utama yang keluarga pikirkan adalah terserang
sihir atau guna – guna yang membuat klien sesak nafas dan batuk terus menerus.

7. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku


Ketika salah satu anggota keluarga terserang penyakit, keluarga tersebut
biasanya langsung melakukan selamatan, lalu setelah itu mencari obat herbal
sebagai penawar dari penyakit tersebut. Kedua keluarga baik dari pihak suami
maupun istri sama – sama tidak mau berobat ke dokter atau petugas kesehatan
lainnya karena beranggapan biaya yang akan di keluarkan terlalu mahal dan
meyakini penyakit yang di derita adalah kiriman dari orang – orang yang tidak
menyukainya.

8. Faktor ekonomi
Keduanya adalah pasangan yang masih tergolong muda, yang mencari
nafkah hanyalah sang suami, bekerja dengan cara merantau ke daerah lain untuk
berdagang. Dari masing – masing keluarga baik dari pihak suami maupun istri
sama – sama golongan keluarga yang kurang mampu. Kehadiran sang ibu klien
bukan membantu memecahkan masalah justru semakin membuat klien berfikir
mengenai penyakitnya yang tidak kunjung sembuh, sebab ibu klien terlalu fanatik
mengenai pemikiran hal – hal gaib.

9.Faktor pendidikan
Pendidikan suami adalah SD sedangkan klien tidak pernah sekolah,
mereka tidak mengetahui akan konsep – konsep penyakit dan bagaimana cara
berobat yang baik dan benar. Keluarga juga tidak punya biaya untuk
menyekolahkan ke SMP karena untuk sekolah ke SMP sangat jauh dan
mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk sekali berangkat ke sekolah.

A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : ketidak patuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

B. Perencanaan dan Pelaksanaan


Berdasarkan data-data yang ada dimana klien mengalami sesak nafas dan
batuk berdahak namun tidak bisa berobat ke tenaga kesehatan dikarenakan
keyakinan keluarga maka tindakan yang harus dilakukan adalah :
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
pengobatan sesak nafas dan batuk
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Jelaskan tentang pentingnya berobat ke tenaga kesehatan karena lebih terjamin
dibandingkan meminum obat herbal yang mana tidak tahu takaran dosisnya.
3) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Jelaskan kepada klien tentang pentingnya meminum obat dan berfikir positif
mengenai penyakit yang di deritanya
2) Jelaskan kepada klien terutama keluarga akan pentingnya untuk tidak selalu
berfikir negatif terhadap orang lain
3) Gunakan perumpamaan – perumpamaan yang lebih mudah dipahami oleh klien
4) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
5) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
6) Berikan informasi pada klien tentang sarana kesehatan yang dapat digunakan
untuk berobat misalnya di Puskesmas atau dokter terdekat.
D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang :
1. Pentingnya untuk secepatnya berobat ke puskesmas atau tenaga kesehatan
lainnya ketika sakit
2. Pentingnya untuk selalu berfikir positif dan tidak selalu berfikir hal – hal
yang mistis dan gaib
3. Penyebab, tanda gejala serta pengobatan mengenai penyakit yang sedang
di derita oleh klien.
PEMBAHASAN

Proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan


untuk memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi : mempertahankan keadaan
kesehatan klien yang optimal, apabila keadaannya berubah membuat suatu jumlah
dan kualitas tindakan keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke keadaan
yang normal. Jika kesehatan yang optimal tidak dapat tercapai, proses
keperawatan harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan yang
maksimal berdasarkan keadaannya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih
tinggi selama hidupnya (Iyer et al, 1996).
Pearson (1996) menyatakan konsep proses keperawatan dalam konteks
budaya mendefinisikan sebagai siklus, ada saling keterkaitan antar elemen proses
keperawatan dan bersifat dinamis (Royal College Nursing, 2006).
Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan
keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang
budaya. Sehingga didapatkan kesinambungan antara proses keperawatan dengan
keperawatan transkultural. Kasus yang dibahas pada makalah ini adalah kasus
pada pasien pneumonia atau sesak nafas. Kasus ini pada umumnya menggunakan
format pengkajian Keperawatan Medikal Bedah yang tidak hanya melihat
kebutuhan fisik namun juga kebutuhan psikis dan spiritual. Penggunaan
pengkajian aspek budaya pada saat ini dianggap penting karena bila perawat
tidak melihat konteks budaya maka pasien mungkin saja mengikuti apa yang
dianjurkan oleh perawat tetapi hanya pada saat dirawat, setelah kembali ke rumah
karena kuatnya pengaruh budaya maka pasien akan kembali kepada budayanya
sendiri. Bila hal ini terjadi maka tujuan dari asuhan keperawatan tidak akan
tercapai.

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer,
Taptich &Bernochi, 1996). Pengkajian pada konteks budaya didefinisikan sebagai
proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada ”Sunrise Model”
yaitu :
1)Faktor teknologi,
2) Faktor agama dan filosofi,
3) Faktor sosial dan kekerabatan keluarga,
4) Nilai budaya dan gaya hidup,
5) Faktor ekonomi,
6) Faktor pendidikan dan
7) Faktor politik dan peraturan yang berlaku.

1. Faktor teknologi
Faktor ini menguraikan alasan klien memilih pengobatan tradisional. Pada
kasus tersebut mungkin disebabkan karena tempat tinggal klien yang cukup jauh
dari pusat kota, ketiadaan pelayanan kesehatan dan didukung pula oleh adanya
peraturan yang tidak tertulis bila berobat ke petugas kesehatan akan dikucilkan
oleh masyarakat setempat terutama keluarga.
2. Faktor agama dan falsafah hidup
Meskipun pasien beragama Islam tetapi karena kuatnya budaya membuat
ia percaya akan hal-hal gaib. Meskipun pada saat itu klien ingin berobat namun
keluarga klien menghalanginya dikarenakan keluarga percaya kalau penyakit yang
di derita klien adalah kiriman dari orang lain. Bila dilihat dari aspek medis dan
penjelasan ilmiah maka hal tersebut tidak dapat dipercaya.Tetapi sebagai perawat
yang memahami konteks budaya maka tidak dapat dipaksakan untuk tidak
melakukan selamatan penolak bala.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga
Keterikatan keluarga pada kasus ini cukup kuat. Perawat yang tidak
mengetahui konteks budaya mungkin akan mengabaikan peran keluarga
dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang dianggap penting adalah keluarga
dan suami. Tetapi dalam konteks ini ternyata bukan suami yang paling berperan
dalam pengambilan keputusan melainkan pihak dari keluarga suami. Sehingga
perawat hendaknya pada saat akan merencanakan suatu tindakan yang
berhubungan dengan pasien juga melibatkan keluarga terutama dari pihak suami.
Sehingga tindakan yang diberikan dapat dilaksanakan dengan dukungan dari
keluarga.
4. Nilai budaya dan gaya hidup
Nilai budaya dan gaya hidup yang dimiliki oleh pasien dari kasus yang ada
nampak sedikit bertentangan dengan kesehatan. Hal ini jelas terlihat dari
bagaimana keluarga tidak membolehkan klien untuk berobat ke puskesmas atau
tenaga kesehatan lainnya di sebabkan oleh keyakinan yang masih di anut oleh
keluarganya.
5. Faktor politik dan peraturan yang berlaku
Hasil pengkajian didapatkan bahwasanya indung beurang sangat
memiliki pengaruh di daerah dimana pasien tersebut tinggal. Perawat bila akan
melakukan intervensi terhadap masalah ini tentunya harus melibatkan orang
ketiga yang dianggap cukup berpengaruh sehingga tidak menimbulkan ancaman
baik kepada petugas kesehatan maupun kepada pasien itu sendiri. Bila hal ini
tidak diperhatikan maka ada kemungkinan pasien tidak akan melakukan apa yang
telah disarankan perawat.
6. Faktor ekonomi
Hasil pengkajian didapatkan keinginan keluarga untuk mengatasi
masalah pasien dalam hal keuangan. Hubungan kekerabatan yang sangat kuat
dalam keluarga menyebabkan pasien tidak bisa melawan keinginan keluarga yang
tidak memperbolehkan klien untuk periksa ke puskesmas atau tenaga kesehatan
lainnya.
7. Faktor pendidikan
Pendidikan suami hanyalah lulusan SD sedangkan klien tidak sekolah. Hal
ini menyebabkan proses penerimaan pesan yang disampaikan oleh perawat akan
sulit dicerna oleh pasien. Sehingga dalam pemberian informasi, perawat
hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Hal
ini diperparah lagi oleh ketiadaan informasi ke daerah tersebut sehingga pasien
tidak mengetahui mengenai penyakit dan pengobatannya.
B.Diagnosa Keperawatan
Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosio kultural dan ketidak patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan system
nilai yang diyakini. Pada kasus ini diagnosa yang diangkat adalah ketidakpatuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Diagnosa ini
diangkat berdasarkan data yaitu keluarga yang tidak mengijinkan klien untuk
berobat ke puskesmas atau tenaga kesehatan lainnya. Data-data tersebut lebih
cenderung kepada diagnosa ketidakpatuhan dalam pengobatan karena sistem nilai
yang diyakini oleh pasien sangat kuat.
C.Perencanaan dan Pelaksanaan
Untuk mengatasi budaya klien dimana klien tidak diperbolehkan oleh
keluarganya memeriksakan penyakitnya ke tenaga kesehatan atau puskesmas.
Tindakan yang dilakukan adalah mengakomodasi budaya klien yang tidak
menguntungkan. Intervensi yang diberikan adalah memberikan pengetahuan dan
berbagai informasi penting mengenai konsep kesehatan dan penanganan saat klien
sakit.
D. Evaluasi
Kemajuan perkembangan pasien dilihat dari apakah klien mengerti tentang
apa yang telah disampaikan oleh perawat, dan mampu merubah perilaku hidup
sehat dan berhenti untuk mengikuti keyakinan keluarga yang sangat fanatik
mengenai kesehatan.
KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dijabarkan pada bab terdahulu tentang penerapan
asuhankeperawatan Transkultural dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan
keperawatanyang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan,meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang
budaya
2. Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan untuk
menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien
3. Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi
tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan
mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
4. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat
begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang
budaya klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.
5. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan
dan pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.

REFERENSI
Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care
, 2nd Ed,Philadelphia
JB Lippincot CompanyCultural Diversity in Nursing, (1997),
Transcultural Nursing ; Basic Concepts andCase Studies Ditelusuri tanggal 14
Oktober 2006 darihttp://www.google.com/rnc.org/transculturalnursingFitzpatrick.
J.J & Whall. A.L, (1989),
Conceptual Models of Nursing : Analysis and Application
, USA, Appleton & Lange

You might also like