Professional Documents
Culture Documents
Hasil pembelajaran:
1. Kriteria Guillan Barre Syndrome
2. Penanganan Guillan Barre Syndrome
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif:
1. Diagnosis/gambaran klinis: Seorang Laki-laki 50 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan badan terasa lemas dan tidak bisa berdiri. Os merupakan rujukan dari Rumah
Sakit Sinar Kasih. Os mengeluh keluhan sudah dari pagi hari. Os mengeluh terasa
lemah dimulai dari kedua kaki pasien. Pada saat di RS. Sinar Kasih lemah hanya
terasa di bagian kaki, kemudian di rujuk ke Makassar untuk mendapatkan
pemeriksaan lebih lengkap dan pengobatan yang tidak tersedia disini, tetapi saat
hendak mau dirujuk, keadaan pasien memburuk, dan lemah sudah mulai terasa di
perut sampai ke tangan kemudian dirujuk ke RS Lakipadada untuk pro ICU. Pada saat
di RS Sinar Kasih dokter disana mengatakan bahwa pasien terkena Sindroma Guillain
Barre. Os sudah mulai memburuk saat di UGD RS Lakipadada. Mual muntah (-)
riwayat sakit lain (-) BAK BAK normal. Dikeluarga tidak ada keluhan seperti ini.
2. Obyektif:
Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan di IRD diperoleh:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
BB : 55 kg TB : 158cm
GCS : E4M6V5
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 220/130 mmHg
Nadi : 80x/menit (reguler)
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36,5°C
Pemeriksaan khusus
Kepala dan leher
Kulit dan wajah : Wajah tidak pucat
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, mata cekung (-
)
Mulut : Lidah tidak kotor, bibir kering, sianosis (-), gusi tidak ada
perdarahan, faring tidak hiperemis, pembesaran tonsil (-), gigi
berlobang (-)
Leher : JVP dalam batas normal
Thorax
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan, gerak nafas
simetris, tidak ada bagian yang tertinggal.
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler kedua lapangan paru,ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIK (sela interkosta) IV, 2 jari medial
garis linea midclavicularis sinistra
Perkusi :
o Batas jantung kiri atas : SIK II garis parasternal sinistra
o Batas jantung kiri bawah : SIK VI 2 jari medial dari garis linea
midclavicularis sinistra
o Batas jantung kanan atas : SIK III garis sternalis dextra
o Batas jantung kanan bawah : SIK V faris midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, venektasi (-), distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+), bunyi tambahan (-)
Palpasi : Kenyal, hepar dan lien tidak teraba, blast (+) full
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Edema pretibial (-)
3. Assesment:
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengankarekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnyaprogresif. Kelainan ini
kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB
merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3
minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
SGB merupakan Polineuropati pasca infeksi yang menyebabkan terjadinya demielinisasi
saraf motorik kadang juga mengenai saraf sensorik.
SGB adalah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut,
mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi
KLASIFIKASI
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C
jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan
motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.
2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik
dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris.
AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati
motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik.
Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.
ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan
merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini
merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah
penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini :
Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,
Human Immunodefficiency Virus (HIV).
Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
Pascah pembedahan dan Vaksinasi.
50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.
GEJALA KLINIS
1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara
natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-
otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot
pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin
ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu.
Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan
ventilasi.
2. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-
VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai
berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia,
Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya
muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik
karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau
perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia
umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya
tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran,
proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan
nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah
dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan
dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit
mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi
shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas.
Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya
yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri
visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf,
ulkus dekubitus).
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup
sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi
ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan
dismotilitas usus dapat ditemukan.
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau
orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat
aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang
memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa
waktu selama perjalanan penyakit mereka.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP
serial;
- jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS
setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi saraf
bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.
TERAPI
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama
secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati
komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada
stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital.
Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan
bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan yang dapat
dilakukan adalah :
1. Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB. Pengobatan
lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan tindakan
trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator) bila vital capacity turun dibawah
50%.
2. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.
Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah
penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan
meningkatkan kekuatan otot.
3. Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.
1 Evaluation
Prognosis
Prognosis malam bila terlambat mendapatkan terapi yang tepat.
Pendidikan:
Dilakukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui kondisi pasien dan
kemungkinan terburuk
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit
dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai dan keadaan umum stabil.
Dr. Marthin Fernandes Pasaribu dr. Paris Sampeliling dr. Henry Sallipadang