You are on page 1of 14

ADVOKASI NON LITIGASI SEBAGAI PENGGERAK PERUBAHAN

SISTEM PERADILAN DI INDOESIA

MAKALAH

Diajukan Sebagai Tugas Individu Mata Kuliah Advokasi Universitas Islam Negri
Maulana Malik Ibrahim Malang

Oleh:
ANAS MAULANA
NIM: 18780006

Dosen Pengampu:
GUNADI HANDOKO, S.H., M.M., M.HUM., C.L.A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2018
ADVOKASI NON LITIGASI SEBAGAI PENGGERAK PERUBAHAN

SISTEM PERADILAN DI INDOESIA

Latar Belakang

Dalam kehidupan bernegara dan sosial kita tidak akan pernah lepas dari

perikatan, baik yang berdampak positif yang menjadikan keuntungan, maupun yang

berdampak negatif yang menimbulkan sengketa karena salah satu pihak merasa

haknya tidak terpenuhi. Masyarakat di Indonesia utamanya, biasanya lebih

mengutamakan kerukunan dan persaudaraan serta mencari jalan dengan cara

musyawarah. Tetapi tidak menutup kemungkinan pula hal ini harus diselesaikan

dengan jalan hukum, karena pada kodratnya seseorang selalu ingin mencari

keadilan.

Di Indonesia sendiri mengenal akan adanya proses penyelesaian sengketa

dengan dua jalan yaitu proses litigasi (dalam lingkup pengadilan) dan proses non

litigasi (di luar pengadilan atau sebelum sengketa masuk ranah pengadilan), proses

non litigasi dapat dilakukan setiap orang yang memiliki kepedulian untuk

memperjuangkan keadilan bersama dan berjuang untuk mereka yang lemah. Selain

itu juga harus memiliki kapasitas penguasaan hukum baik formil maupun materiil

serta kemampuan untuk menganalisa berbagai masalah dengan baik.

Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan beberapa strategi yang bisa

dicapai untuk mengubah kebijakan (usaha advokasi) dalam proses non litigasi dan

pengaruhnya terhadap sistem peradilan di Indonesia.


Pembahasan

A. Pengertian advokasi

Advokasi memiliki pengertian; suatu tindakan yang ditujukan untuk

mengubah kebijakan, kedudukan atas persyaratan dari sejak tipe institusi

(Handoko: 2019). Advokasi memiliki tujuan untuk mengubah kebijakan,

program atau kedudukan dari pemerintah, institusi, atau organisasi. Dalam

konsep teori, Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai sebuah rangkaian

tindakan yang berproses atau kampanye yang terencana/terarah untuk

mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk mengubah

kebijakan publik. Sedangkan Sheila Espine Villaluz mendefinisikan advokasi

sebagai aksi strategis dan terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok

untuk memasukkan suatu masalah (isu) ke dalam agenda kebijakan, mendorong

para pembuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan

membangun basis dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Pendapat Valerie Miller dan Jane Covey

dipengaruhi pandangan bahwa advokasi tidak dapat terlepas dari pengaruh

kekuasaan dan politik (Nola, 2014).

Bentuk advokasi dapat berupa lobi untuk mempengaruhi secara langsung

pembuat kebijakan, bisa juga berupa pembangunan organisasi akar rumput yang

kuat dan pemberian pendidikan serta pemberdayaan untuk meningkatkan

kesadaran politik masyarakat sehingga dapat menjadi pembela-pembela yang

efektif (Miller 2005).


Pengertian lain dari advokasi dikemukakan oleh Hermawanto

(Hermawanto, 2009) yang menyatakan bahwa, advokasi adalah segenap

aktivitas pengerahan sumber daya untuk membela, memajukan, bahkan

mengubah tatanan untuk mencapai tujuan yang lebih baik sesuai dengan yang

diharapkan. Pendapat Hermanto ini didasarkan dari asal kata advokasi dalam

bahasa Inggris yaitu to advocate yang berarti membela atau bisa juga

memajukan atau mengemukakan. Kemudian dari The Heritage Dictionary of

Current English mengartikan advokasi sebagai menciptakan sesuatu yang baru

dan belum pernah ada sebelumnya.

Advokasi terbagi 2, yaitu:

1. Advokasi hukum, kegiatan advokasi yang dilakukan oleh orang tertentu

(sarjana hukum) dalam lembaga-lembaga peradilan (polisi, jaksa,

pengadilan dan lain lain) dalam mendapatkan suatu keputusan hukum (Tim

Advokasi DPW, Advokasi, Makalah Pelatihan Advokasi, 2012).

Berdasarkan prosedur atau mekanisme, maka advokasi hukum dapat dibagi

atas (Hermawanto, 2009):

a. Litigasi atau formal, yaitu upaya hukum formal menggunakan

mekanisme formal institusi hukum dan struktur administrasi yang ada,

seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Adapun kegiatan sumber

daya yang dapat digolongkan advokasi litigasi adalah kegiatan membela

memajukan, bahkan mengubah tatanan dengan menggunakan jalur

pengadilan.
b. Non litigasi atau non formal, merupakan upaya pemanfaatan potensi

berbagai kekuatan di luar acara persidangan pengadilan (Hermawanto,

2009).

2. Advokasi non hukum, kegiatan advokasi yang dilakukan oleh siapa saja

warga masyarakat demi mencapai, mengubah atau memengaruhi suatu

kebijakan publik (Tim Advokasi DPW, Advokasi, Makalah Pelatihan

Advokasi, 2012). Advokasi non hukum ini juga bermacam-macam ada

advokasi sosial dan ekonomi. Kegiatan advokasi non hukum dapat berupa

kunjungan, dan social pressure.

B. Tujuan Advokasi

Menurut Sheafor dan Horejsi tindakan advokasi bertujuan untuk membantu

klien untuk menegakkan hak-hak mereka untuk menerima sumber-sumber dan

pelayanan-pelayanan atau untuk memberikan dukungan aktif terhadap

perubahan-perubahan kebijakan dan program-program yang memiliki efek

negatif pada klien, baik secara individual maupun kelompok.

Selain yang disebutkan oleh Sheafor dan Horejsi adapun tujuan yang

lainnya lagi adalah sebagai berikut (http://www.bantuanhukum.info/?page

=detail&cat=B16&sub=B1602&prod=B160203&t=3&ty=2):

a. Meningkatkan partisipasi dalam proses penanganan

b. Menumbuhkan dan mengembalikan harkat dan martabat dalam kehidupan

masyarakat

c. Meningkatkan kepercayaan diri dan akses dalam proses pelayanan


d. Meningkatkan posisi tawar dalam proses meningkatkan hak dan kewajiban

Demikianlah beberapa tujuan dari advokasi di samping mungkin masih

banyak lagi tujuan yang lainnya dari para ahli mengenai advokasi.

C. PRINSIP-PRINSIP ADVOKASI

Sejak tujuan advokasi adalah melakukan perubahan, maka akan selalu ada

resistansi, oposisi dan konflik. Tidak ada faktor tunggal yang menjamin

keberhasilan advokasi. Beberapa prinsip di bawah ini bisa dijadikan pedoman

dalam merancang advokasi yang sukses.

1. Realistis. Advokasi yang berhasil bersandar pada isu dan agenda yang

spesifik, jelas dan terukur (measurable). Karena kita tidak mungkin

melakukan segala hal, kita harus menyeleksi pilihan-pilihan dan membuat

keputusan prioritas. Pilihlah isu dan agenda yang realistis dan karenanya

dapat dicapai (achievable) dalam kurun waktu tertentu (time-bound).

Jangan buang energi dan waktu kita dengan pilihan yang tidak mungkin

dicapai. Gagas kemenangan-kemenangan kecil namun konsisten. Sekecil

apapun, keberhasilan senantiasa memberi motivasi. Kegagalan biasanya

ditemani frustrasi.

2. Sistematis. Advokasi adalah seni, tetapi bukan lukisan abstrak. Advokasi

memerlukan perencanaan yang akurat. “If we fail to plan, we plan to fail,”

artinya jika kita gagal merencanakan, maka itu berarti kita sedang

merencanakan kegagalan. Kemas informasi semenarik mungkin. Libatkan


media secara efektif. Proses advokasi dapat dimulai dengan memilih dan

mendefinisikan isu strategis, membangun opini dan mendukungnya dengan

fakta, memahami sistem kebijakan publik, membangun koalisi, merancang

sasaran dan taktik, mempengaruhi pembuat kebijakan, dan memantau serta

menilai gerakan atau program yang dilakukan.

3. Taktis. Ingat, kita tidak mungkin melakukan advokasi sendirian. Pekerja

sosial harus membangun koalisi atau aliansi atau sekutu dengan pihak lain.

Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya

(trust). Sekutu terdiri dari sekutu dekat dan sekutu jauh. Sekutu dekat

biasanya dinamakan lingkar inti, yakni kumpulan orang atau organisasi

yang menjadi penggagas.

D. Sasaran Advokasi

Adapun yang menjadi sasaran advokasi ialah orang-orang, individu,

kelompok, atau masyarakat yang membutuhkan bantuan berupa pertolongan

atau pelayanan sosial, karena selama ini mereka tidak mendapatkan pelayanan

atau dirampas haknya. Seperti kesulitan mengakses informasi, tidak tahu sistem

sumber dan lain sebagainya (http://ichwanmuis.com/?p=1745).

Selain itu, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa : Target advokasi

adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk memenuhi tuntutan

advokasi, seperti mengubah atau mencabut kebijakan lama, mengalokasikan

sumber dana, dan sebagainya. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah para

anggota dewan legislatif, menteri-menteri kabinet, pimpinan eksekutif


organisasi, dan sebagainya. Mereka bisa dikategorikan sebagai target primer

atau sekunder, tergantung besar kecilnya kekuasaan yang mereka miliki. Target

advokasi bisa berasal dari level lokal, nasional, atau bahkan internasional,

semuanya tergantung pada isu advokasi yang dikemukakan.

Pekerja sosial memerlukan advokasi untuk membantu memberikan

pertolongan atau pelayanan kepada klien yang membutuhkan pertolongan,

seperti klien yang dirampas haknya untuk menerima sesuatu yang seharusnya

mereka terima. Misalnya tidak mendapatkan pelayanan dengan baik, di anak

tiri-kan dan di tidak dianggap punya hak setara dengan yang lainnya (dirampas

haknya).

E. Jenis-Jenis Advokasi

Ada beberapa jenis pembedaan advokasi. Yaitu, :

1. Advokasi litigasi – non litigasi (pengadilan – di luar pengadilan)

2. Advokasi kasus – non kasus (Kebijakan)

3. Advokasi Pengorganisasian – Legislasi (Atas – bawah)

4. Advokasi pemenuhan hak asasi, politik – ekonomi, sosial, budaya

Menilik jenis-jenis tersebut, maka jelas bahwa advokasi bukan hanya

pekerjaan yang dilakukan oleh pengacara di dalam pengadilan, lebih dari itu,

kegiatan pembelaan (advokasi) pun bisa dilakukan oleh perseorangan/

kelompok dil uar pengadilan.

Advokasi non Litigasi dalam pemecahan masalahnya dapat dilakukan

berbagai penyelesaian, antara lain ;


a. Counter/Diseminasi Issue : Sebuah perlawanan yang dilakukan dengan

cara membalikkan suatu pernyataan yang ada, karena pernyataan yang ada

itu dianggap tidak sesuai atau bahkan salah.

b. Kampanye, Press Release, Surat Pembaca : Merupakan salah satu bentuk

pembelaan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengubah pencitraan

lawan di mata publik dengan keadaan yang sebenarnya. Hal yang dapat

dilakukan dengan cara ini, antara lain ; konferensi pers, press release, hak

jawab, opini dan tentunya menjalin kerja sama dengan media massa.

c. Pendampingan Jalanan, Aksi Masa : Dilakukan dengan cara

mengkoordinasi masa yang memiliki tujuan yang sama untuk melakukan

demonstrasi untuk mengubah kebijakan yang dianggap “salah” lalu

diharapkan di antara dari masa yang terkumpul itu dapat berdialog dengan

pemegang kekuasaan untuk melakukan mediasi atau jalan tengah agar

kebijakan itu disesuaikan agar dapat menguntungkan kepentingan umum.

Dari beberapa cara atau langkah di atas, kita tetap harus melalui

pendekatan-pendekatan terhadap pemegang kekuasaan untuk dapat

menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Dan adapun

pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan, antara lain ; Pendekatan

Stuktural dan Pendekatan Kultural. Pendekatan struktural adalah

pendekatan yang dilakukan sesuai dengan tingkatan birokrasi yang ada

dilingkungan di mana ia berada yang bersifat horizontal (ke atas).


Solusi untuk advokasi hukum non litigasi:

a. Diskusi rutin dengan seluruh pihak terkait apabila terjadi sebuah

masalah.

b. Menerbitkan buletin serta media pencerdasan lainnya.

c. Lakukan pendekatan stuktural dan kultural apabila terjadi sebuah

masalah

d. Advokasi hukum yang berkelanjutan

e. Aksi massa (People Power)

f. Bakti Sosial (Advokasi Sosial) atau peka terhadap setiap permasalahan

yang ada.

F. Strategi advokasi

Strategi-strategi advokasi yang dapat dikembangkan adalah antara

lain :

Tahap 1: Melakukan Penilaian pada lingkungan advokasi

Kampanye advokasi berbeda dari satu negara ke negara lain

dikarenakan lingkungan kebijakan masing-masing negara juga berbeda.

Sebelum memilih strategi advokasi yang cocok dengan konteks negara,

maka organisasi yang melakukan advoksi harus menilai semua aspek

kekuatan, kelemahan, serta peluang dan ancaman yang ada di dalam

lingkungannya. Konteks politik dan sosial ekonomi, terutama yang melatar

belakangi ketiga pelaku negara, pelaku pasar dan pelaku masyarakat sipil,

sangat menentukan jenis strategi apa yang cocok untuk digunakan. Perlu
diingat: strategi yang paling efektif harus dapat memanfaatkan segala

kekuatan organisasi, dan memanfaatkan semua peluang yang ada.

Tahap 2: Mengenali Para Pengemban Kepentingan (stakeholder) dari

Isu Advokasi

Dalam mengembangkan strategi advokasi juga perlu mengetahui

pihak-pihak mana saja yang terkena dampak masalah yang dihadapi, dan

siapa saja yang memegang kekuasaan untuk mengatasi masalah itu. Tak

kalah pentingnya, harus mengetahui pihak-pihak yang memiliki sumber

daya yang diperlukan, dengan demikian dapat menjadi tahu siapa yang

harus dihubungi dan dimintai bantuan atau dukungan.

Tahap 3: Memilih Strategi yang Tepat

Untuk dapat memilih sebuah strategi atau kombinasi beberapa

strategi harus memahami berbagai alternatif strategi yang dapat digunakan

untuk melancarkan advokasi: advokasi media, advokasi legislatif, advokasi

melalui lembaga eksekutif dan birokrasi, advokasi melalui pengadilan, dan

membangun koalisi. Pilihan strategi dapat didasarkan pada ketepatannya,

efisiensinya, serta keefektifannya.

Keberhasilan sebuah kampanye advokasi juga tergantung pada

pengaturan waktu dan kejelian pihak yang melakukan advokasi dalam

menyesuaikan advokasi dengan “momen” yang tepat. Yang dimaksud

momen adalah peluang politis yang kondusif bagi sebuah advokasi,

misalnya: acara pemilihan umum, peristiwa-peristiwa internasional dan


rapat-rapat pengambilan keputusan, berbagai tahap perumusan undang-

undang atau peristiwa kriminal yang meninggalkan tragedi luar biasa.

Organisasi harus dapat mengambil kesempatan selagi peluang-peluang

seperti itu muncul. (Lisa, 2002)

Tahapan dan Tata Cara Melakukan Aksi Massa. Tahapan dan Tata

Cara Melakukan Aksi Massa.

Tahapan Menuju Aksi Massa ada tiga tahap, yaitu: I. Persiapan,

persiapan aksi massa berjalan dalam lingkaran-lingkaran diskusi yang harus

diorientasikan untuk melahirkan:

1) Isu/tuntutan;

2) Pra kondisi aksi, yaitu kegiatan yang dilakukan sebelum aksi utama);

3) Perangkat Aksi massa, yaitu pembagian kerja para partisipan aksi

massa sesuai dengan kebutuhan (misal: Korlap, Wakorlap,

Dinamisator);

4) Kelengkapan material aksi massa, seperti baliho, poster, spanduk,

selebaran, pengeras suara, statement;

5) Masa persiapan Aksi;

6) Target Aksi;

7) Sasaran dan Waktu;

8) Konferensi Pers. II. Pelaksanaan Aksi massa/demonstrasi. Pada saat

aksi dilaksanakan, semua perangkat dan alur aksi dilaksanakan sesuai

dengan kesepakatan rapat persiapan. III. Evaluasi, adalah ruang koreksi

dari pelaksanaan aksi yang telah dilakukan.


Berdasarkan pengertian advokasi yang diungkapkan para ahli maka

dapat diketahui bahwa advokasi adalah segala upaya pengerahan sumber

daya untuk membela, memajukan, bahkan mengubah tatanan kebijakan,

kedudukan atau program dari berbagai macam institusi. Adapun bentuk

sumber daya yang dikerahkan dalam rangka advokasi adalah:

1) Organisasi-organisasi demokratis yang kuat yang dibentuk dengan

memanfaatkan potensi kekuatan sosial dan politik yang tersedia, seperti

menggunakan pengaruh kekuatan tokoh masyarakat, institusi keagamaan,

institusi kepemudaan, kekuatan partai politik dan demonstrasi.

2) Organisasi akar rumput yang kuat dan pemberian pendidikan serta

pemberdayaan untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat sehingga

dapat menjadi pembela-pembela yang efektif.

3) Penggunaan mekanisme formal institusi hukum dan struktur administrasi

yang ada, seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

G. Usaha Advokasi non litigasi terhadap pembaharuan proses peradilan

di Indonesia

Seperti dijelaskan di atas bahwa proses non litigasi adalah proses

mengubah kebijakan di luar lingkup peradilan, dalam hal ini usaha advokasi

non litigasi berperan penting dalam pembaharuan sistem peradilan di

Indonesia. Hal tersebut di antaranya adalah mengurangi kasus yang masuk

peradilan dengan memberikan kontribusi penyelsaian sengketa yang terjadi,


hal ini dapat dicapai dengan usaha dan strategi melalui beberapa cara yang

sudah disebut di atas.

Daftar Pustaka
Hermawanto. Advokasi dalam Buku Panduan Bantuan Hukum di Indonesia.
Jakarta: YLBHI & AusAID, 2009.
Miller, Valerie & Jane Covey. Pedoman Advokasi: Perencanaan, Tindakan dan
Refleksi. Penterjemah: Hermoyo. Advocacy Sourcebook: Framework for
Planning, Action and Reflection. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Tim Advokasi DPW. Advokasi. Makalah “Pelatihan Advokasi”, 2012, http//:pks-
jakbar. or.id/filedownload/Pelatihan%20 Advokasi_JakBar.ppt
Luthvi Febryka Nola, “Advokasi Hukum Oleh Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM)”. Negara Hukum: Vol. 5, No. 2, November.
2014
http://www.bantuanhukum.info/?page=detail&cat=B16&sub=B1602&prod=B160
203&t=3&ty=2
http://ichwanmuis.com/?p=1745
http://daniramdhani2010.blogspot.com/2011/03/advokasi-hukum-non-litigasi.html

You might also like