You are on page 1of 8

Sebelum menjadi pelakon/pemeran/aktor, ada baiknya, mari kita memahami ‘siapa aktor’ dan bagaimana

kedudukannya dalam sebuah pertunjukan teater dengan perangkat artistik lainnya.


Saya menyederhanakan persiapan pemeran menjadi beberapa bagian. Sebenarnya, persiapan menjadi
aktor tidak hanya disiapkan saat sekian waktu sebuah pertunjukan akan digelar, tetapi, aktor profesional
telah menyiapkan hidupnya sebagai bagian dari mempersiapkan dirinya menjadi aktor di atas panggung.

1. Aktor
Sebuah pertunjukan drama atau teater membutuhkan seorang pemeran/pelakon/aktor. Melalui pelakon
inilah drama atau teater berlangsung. Melalui pelakon nilai-nilai drama bisa terungkap. Melalui pelakon
konflik dalam drama bisa diwujudkan.
Seorang pelakon, menjadi ‘alat’ untuk menghidupkan teks drama yang ditulis oleh seorang penulis naskah
drama. Kehadiran pelakon, menjadi penting dari teks drama itu sendiri. Karena melalui pelakon, wujud
teks drama bisa hidup.
Namun bagaimana seorang pelakon mampu menghidupkan teks drama itu dalan kenyataan teater? Inilah
yang menjadi menarik kita bicarakan. Karena bagimanapun seorang pelakon adalah tetaplah pribadi yang
utuh, yang mungkin berbeda dengang tokoh yang ada dalam teks drama. Artinya, seorang pemeran atau
pelakon atau aktor/aktris adalah seniman yang dengan profesi dan prestasinya tidak terlepas dari unsur-
unsur kemanusiaan yang umum.
Fungsinya dalam sebuah pertunjukan drama, seorang pelakon juga menjadi penafsir dan mewujudkannya
dalam tafsir peran yang telah ditemukan, secara sadar melibatkan diri dalam keutuhan kerja ensambel.
Pun demikian, kerja penafsiran ini, tetaplah tidak lepas dari konsep peran yang telah digariskan sutradara
berdasarkan naskah, serta mengembangkannya dalam kenyataan teater (saat pertunjukan berlangsung).
Melaksanakan kerja sama dengan pemeran lain serta semua unsur produksi dalam kerja ensambel.
Pada dasarnya tidak sesederhana itu tugas dan fungsi aktor atau pelakon dalam sebuah pertunjukan
drama. Masalah yang dihadapi oleh seorang pelakon, memang agak unik. Seorang pelakon berada dalam
posisi antara ketegangan tokoh (teks) dan pribadi (pelakon) yang utuh sebagai manusia yang punya latar
belakang kejiwaan sendiri.
Dengan penguasaan teknik pemeranan, seorang pelakon harus mendayagunakan dan menyatukan secara
proporsional seluruh peralatan pemeranannya. Dengan modal ketrampilan dan bakat yang dipunyai ia
harus mampu menampilkan gagasan menjadi wujud watak-watak yang nyata, dengan efek yang
diperhitungkan bagi penontonnya.
Karena itu, seorang pelakon dituntut untuk bisa mengevaluasi dirinya sendiri dan dalam hal ini ia harus
(bisa) mengembangkan apa yang disebut sebagai ‘double vision of himself’ (berperan ganda), yaitu
sebagai (a)‘creator of role’ (sebagai pencipta peran) dan sebagai (b) ‘the embodiment of a character.’
(mewujudkan karakter)
a. Sebagai kreator atau pencipta peran, ia tetaplah individu yang hidup dan menyumbangkan kepekaan
seninya dalam kerja kolektif seni teater. Sebagai individu ia juga adalah wakil pribadi sutradara yang
ingin membentangkan renungan seorang pengarang.
b. Sebagai pelakon (bagian dari seni drama) ia dituntut untuk menghidupkan naskah di atas pentas
(mewujudkan karakter). Sebagai ‘alat artistik’ ia kadang-kadang bertindak sebagai benda mati dan
menuruti perintah dari yang ‘memperalatnya.’
Mengingat begitu pentingnya seorang pelakon, ia dituntut untuk memenuhi (memiliki) kualitas-kualitas
tertentu. Karena itu, pelakon juga dituntut tidak sekedar mengembangkan talent, skill, creativity, tetapi
juga menunjukan personality seorang pemain.
Untuk mencapai itu, seorang pelakon harus mempunyai: kempuan, mau belajar, dan latihan secara
kontinyu. Pegangan pokok seorang pelakon adalah: belajar, berkarya, berdisiplin dan bertanggungjawab,
mempertahankan kepribadiannya.
Seorang pemeran harus selalu belajar meningkatkan daya tangkapnya terhadap ide-ide sutradara dan
belajar membuat ide-ide yang akan disodorkannya dalam sebuah latihan.
Karenanya menjadi pelakon perlu memiliki sumberdaya dasar yang harus dijaganya yaitu: jasmani dan
rohani. Menguasai sumberdaya dasar ini sangat penting, sebelum seorang pelakon memasuki ‘peran’ yang
sebenarnya.

2. Fisik Aktor
Seorang aktor bekerja dengan fisiknya. Ia hadir dalam ruang pertunjukan sebagai sosok yang plastis. Ia
hadir bukan lagi sebagai dirinya tetapi sebagai ‘orang lain’ yang direpresentasikan lewat gerak tubuh,
mimik, dan emosi.
Fisik seorang aktor adalah alat utama yang harus dikuasai atau dilatih sehingga mampu hadir sebagai
sosok yang meruang dalam sebauh pertunjukan drama.
Penguasaan fisik ini meliputi: penguasaan tubuh/badan. Seorang aktor harus menguasai kelenturan
tubuhnya, ketegangan dan kekendoran otot-ototnya.
Seorang aktor perlu menguasai anggota tubuh/badannya yang meliputi penguasaan terhadap jaringan-
jaringan otot kepala, tangan, kaki dan lain sebagainya.
Seorang aktor juga perlu memiliki kualitas suara yang baik. Hal ini meliputi dengan kualitas pernapasan,
kualitas vokal, pengucapan, resonansi, dan ragam warna vokal.
Pancaindra seorang aktor juga perlu diasah dalam kaitannya dengan kepekaan-kepekaan menangkap
fenomena di atas pentas (kenyataan panggung). Panca indra itu melingkupi daya pengelihatan,
pendengaran, penciuman, perasaan kulit panas dingin dan perasaan lidah, dan lain sebagainya.
Untuk mendapatkan fisik yang baik, seorang aktor perlu mempersiapkan dengan latihan: olah tubuh, olah
vokal, dan olah panca indra (kepekaan)
Latihan olah tubuh terdiri dari latihan-latihan yang meliputi ; peregangan otot, melatih kelentukan tubuh
terutama tulang punggung, melatih persendian, dan memperkuat stamina.
Latihan olah vokal terdiri dari latihan-latihan dasar yang meliputi: latihan pernafasan, pemanfaatan suara,
dan latihan pengucapan, artikulasi dan diksi.
Tubuh dan gerakan seoarang pelakon sering dipersoalkan karena terkadang seorang pelakon berdiri,
berjalan, dan bergerak tampak kaku. Karena itu, tubuh, gerstur, mimik adalah juga alat bicara.
Gerakan tubuh tertentu dapat menunjukan kejemuan, kegembiraan, duka, kejengkelan, dan lain sebainya.
Bahkan dalam gerakan tertentu menyarankan perwataknyannya; seorang tua, penggelisah, tidak sabar.
Banyak sekali calon pemain yang merasa kikuk dan kaku bergerak diatas pentas, meskipun diluar pentas
ia mampu bergerak dengan luwes sekali. Namun ketika diatas pentas, meletakan tangan, kaki, dan dirinya
dalam satu posisi tertentu saja terkadang begitu tidak wajar, bahkan cenderung kaku.
Sebab itu seorang calon pemain harus berlatih rilek. Untuk bisa rilek di atas panggung, seorang pemeran
harus menguasai pernapasan. Dengan menguasai pernapasan tubuh menjadi rilek, rasa kikuk dan kaku
hilang. Bahkan dengan penguasaan tubuh yang baik, seorang pemeran akan mampu menyampaikan
aktingnya dengan wajar.
Seorang pelakon perlu memiliki tubuh yang siap mengabdi pada akting. Dan karenanya menyiapkan
tubuh yang lentuk untuk kondisi apapun perlu dimiliki oleh seorang pelakon.

3. Rohani Aktor
Rohani seoarang pelakon, sesuatu yang tidak begitu saja tampak dalam panggung. Karena rohani aktor
meliputi faktor internal pelakon yang ada dalam diri pribadi. Tetapi tidak bisa dibohongi, pancaran rohani
ini akan tetap membekas dalam sebuah praktik pemeranan. Karenanya menjadi pelakon, pengalaman
rohani akan memberikan kualitas keaktorannya.
Penguasaan sarana rohani itu meliputi, pikir dan rasa, yang di dalamnya terdapat masalah etika (sikap
hidup dan moral), daya intelegensia (sikap pemikiran dan logika yang wajar), dan masalah estetika
(memiliki kepekaan pada keindahan).
Untuk mampu menggali rohani, seorang pelakon perlu melakukan latihan-latihan diantaranya latihan
konsentrasi. Konsentrasi adalah suatu kesanggupan yang memungkinkan seorang pelakon mampu
mengerahkan semua kekuatan rohani dan pikiran ke arah sasaran yang jelas dan melanjutkannya secara
terus menerus selama dikehendaki.
Dasar dari ajaran konsentrasi adalah penguasaan diri sendiri, sedangkan upaya penguasaan diri sendiri itu
hanya dapat dicapai melalui telaah diri dan berlatih secara mandiri.
Selain penguasaan diri sendiri, seorang pelakon harus mampu menggali emosi-emosi yang mungkin
sudah terkubur dalam ingatan. Inilah yang disebut ingatan emosi.
Ingatan emosi sangat dibutuhkan oleh seorang pelakon pada saat ia merepresentasikan emosi-emosi
tertentu bagi kelangsungan peran yang sedang dijalankan. Untuk mewujudkan itu bukanlah pekerjaan
mudah. Karena itu, seorang pelakon dituntut bisa menggali emosi-emosi dalam dirinya yang mungkin
bersesuai dengan peran yang sedang di bawakan.
Iangatan emosi adalah perangkat sang pelakon untuk bisa mengungkap atau melakukan hal-hal yang
berada di luar dirinya-berdasar pada telaah pada diri, bertelaah pada sumber-sumber motivasi atau
lingkungan motivasi yang bisa diamati dan dimanfaatkan sebagai sumber akting.

4. Aktor dan Naskah


Dimana posisi aktor, pemeran atau pelakon, ketika teks drama itu diwujudkan dalam suatu pertunjukan?
Aktor atau seniman pemeran adalah seniman yang mewujudkan peran lakon (sosok-sosok pelaku di
dalam sebuah cerita atau lakon) kedalam realita seni pertunjukan.
Tugas seorang pelakon adalah menafsiran tokoh yang sedang diperankan. Penafsiran ini tak lepas dari
kemampuan pelakon untuk menggali ide-ide pengarang terhadap tokoh dalam teks drama.
Menafsirkan tokoh adalah menggali seluruh kemungkinan watak/karakter, idea-idea tokoh dalam
kaitannya dengan seluruh tokoh-tokoh yang hadir dalam rentang waktu drama berlangsung.
Namun sebagai seniman ia tidak bisa lepas dari unsur-unsur kemanusiaan yang umum, dan juga
fungsinya sebagai manusia utuh dalam lingkungan serta tata nilai tempat ia hidup dan berkarya. Karena
itu, aktor dalam kedudukannya sebagai manusia yang hadir mewakili tokoh teks drama, menjadi sulit
ketika terjadi tarik-menarik dirinya dan tokoh yang sedang diperankan.
Karena itu keberadaan seorang pelakon di tengah kegiatanya sebagai seniman penampil, tergantung
kemampuan mengolah tiga unsur pokok yang ada pada dirinya. Ketiga unsur tersebut adalah ‘Pelakon dan
dirinya’, ‘Pelakon dan lakon’, ‘Pelakon dan produksi.’
Pelakon dan dirinya, mengacu pada posisinya dalam seni peran. Yang menjadi media seni peran adalah
diri pelakon itu sendiri. Yang dimaksud diri adalah tubuh dan sukmanya (bukan tubuh dan sukma tokoh
yang sedang diperankan).
Pelakon dengan dirinya adalah pelakon dengan seluruh sumber daya yang dimilikinya. Termasuk di
dalamnya panca indra, anggota tubuh, vokal (suara), imajinasi, emosi, daya ingat, dan intelegensia.
Semuannya itu adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan, idea-dea tokoh yang ada dalam teks drama.
Namun bagaimana pesan-pesan atau idea-idea tokoh itu mampu hadir pada penonton dalam pengertian
yang utuh, bukan sebagai sosok dirinya tetapi sebagai sosok tokoh yang sedang diperankan?
Inilah yang dimaksud dengan ‘Pelakon dan lakon’. Dimana posisi si aktor (diri) dalam menghadapi diri
yang lain dalam sebuah lakon. Sebagai Pelakon ia juga harus bekerja sama dengan perangkat-perangkat di
luar dirinya (pelakon) dan diri (tokoh dalam teks drama).
Pelakon harus tahu bagaimana sebuah naskah ditafsirkan agar ia mengerti penafsiran yang diberikan
padanya oleh sutradara. Menghadapi sebuah naskah, mula-mula secara kasar seorang pelakon, mencoba
mencari apa yang disebut ‘dramatic material’, yaitu segala sesuatu yang ada di dalamnya atau disarankan
olehnya: ucapan-ucapan, watak, tata pentas, ide-ide, dan lain-lain.
Bahan dramatik ini lalu digolongkan pada apa yang disebut ‘nilai-nilai’ untuk para penonton. Nilai-nilai
itu bisa terdiri dari; nilai-nilai intelektual, nilai emosional, dan nilai abstrak.
Pemeran akan menghadapi dua nilai yaitu: intrinsik yang terkandung dalam naskah dan ekstrinsik (di luar
naskah) seperti dengan dirinya sendiri, sutradara, aktor lain, pentas, setting, property, dan lain-lain.
Dalam menghadapi naskah pelakon perlu melakukan hal-hal: A. Analisa pikir dan rasa terhadap
gambaran watak yang akan dibawakannya. B, identifikasi terhadap watak. C, personifikasi terhadap
watak yang akan dibawakannya. D, hadir dalam pentas dengan bantuan sutradara. E, latihan diluar
latihan.

5. Aktor dan Vokal


Vokal, suara dan cakapan sering disebut kendaraan imajinasi. Karena itu vokal atau suara aktor sangatlah
menentukan bagaimana imajinasi itu sampai kepenonton dengan kadar yang meyakinkan.
Secara formal unsur suara dalam pemeranan biasa disebut sebagai vokal untuk membedakan dari
pengertian bunyi yang umum.
Fungsi vokal (suara) yaitu sebagai perangkat ekspresi manusia. Sebagai perangkat ekspresi pemeran,
vokal telah bertambah fungsi dan takarannya, menjadi alat yang bisa dibentuk dan dimainkan, dalam
rangka untuk mewujudkan gambaran lengkap sosok peran.
Namun pada dasarnya setiap aktor mempunyai daya lontar vokal yang memadai juntuk berekspresi.
Selain itu muatan emosi vokal masing-masing aktor juga berbeda-beda.
Sebelum menentukan casting ada baiknya seorang pemeran dinilai suaranya. Dengan suara yang
berkualitas baik, idea-idea drama dimungkinkan sampai pada penonton. Tidak hanya terdengar indah,
tetapi kualitas suara bisa juga mempengarui suasana batin penonton yang mendengarnya.
Suara pemain adalah bagian yang palingkhas dan telanjang dalam pemeranan. Kedudukannya tidak bisa
diakal-akali (dikamuflase) atau ditambal sulam dengan teknik lain.
Olah vokal, suara dan pengucapan mengacu pada kemampuan berbicara dengan kadar emosi tertentu,
sederhana dan terpancar dari hati.

6. Aktor dan Ruang


Yang dimaksud ruang adalah atmosfir. Atmosfir teater terjadi atas empat usur: naskah, pemain, tempat
pertunjukan dan penonton yang ‘berinteraksi’ dalam satu kesatuan waktu tertentu.
Atmosfir teater bisa tercipta bila sebuah naskah lakon dipertunjukan dengan tingkat permainan secara
optimal, bertenaga dan berpengaruh. Untuk mencapai itu, perlu kerja ensemble antar unsur artistik teater
yang dipandu oleh seoarang sutradara.
Sebagai aktor, ia harus mampu berada dalam ruang tersebut. Atau dalam istilahnya laku meruang. Laku
ini berada dalam posisi yang pas antara keseluruhan irama, tempo, permainan, dalam satu kesatuan waktu.
Teater merupakan satu kesatuan unsur idea (naskah), permainan, tempat bermain dan penonton. Maka
laku dan kata yang meruang itu artinya lahir dari seni akting dan penguasaan vokal yang mampu
berkomunikasi dengan penontonnya.
Ruang dalam teater adalah media yang hidup dan dihidupkan secara insani, karena itu ia adalah sarana
ekspresi yang harus diperlakukan secara kreatif.
Tugas utama seorang pemeran/pelakon adalah membawakan peran sesuai dengan porsi yang tersedia
untuknya. Laku pentas yang meruang mengandung arti karya pemeran tersebuyt telah memenuhi standar
kelayakan karya seni, baik secara teknis telah memiliki tiga unsur utama; membawa penjelasan,
memperlihatkan suatu pengembangan, dan mengacu pada suatu kesatuan (unity).

7. Aktor dan Aktor


Bermain drama adalah bekerjasama. Karena itu aktor hadir tidak lepas dengan keberadaan aktor-aktor
lainnya yang memerankan tokoh lain. Karena itu, sebagai aktor juga harus mampu menempatkan diri
diantara aktor-aktor yang lain.
Penempatan diri ini menyangkut bagaimana aktor mampu berinteraksi dengan baik, sehingga kerja
aktingnya merupakan kerja komunikasi yang intens bersama aktor yang lain, sekecil apapun bentuknya.
Aktor, meski sedang menjalani sebagai peran utama (protagonis) harus tetap memahami posisi dan porsi
peran-peran lain seperti peran antagonis, yang sangat bertentangan dengan peran yang sedang diperankan.
Begitu sebaliknya.
Keberadaan aktor dalam sebuah pemeranan, tetap tidak akan lepas dari aktor lain. Karenanya dalam
berakting seorang aktor harus mempertimbangkan perkembangan tokoh-tokoh yang lain, sehingga
aktingnya dalam porsi yang pas.
Sebagai aktor ia harus mampu bekerjasama dengan aktor lain dalam mencapai tujuan sebuah drama. Pada
intinya suksesnya permainan itu terletak pada kesempurnaan cara menanggapi di antara para pemain.
Kecuali untuk adegan monolog, adegan ini tidak dihidupkan oleh seorang pemain saja, melainkan harus
dibantu oleh pemeran-pemeran lainnya.
Dengan kata lain, seorang pemeran, tidak bisa berdiri sendiri di atas pentas. Aktingnya merupakan hasil
kerjasama, memahami, merespon, mendengar, bersama pemeran-pemeran lain dalam rentang waktu yang
sama.
Seorang aktor protagonis tidak akan hidup tanpa hadirnya aktor antagonis. Begitu pula sebaliknya. Coba
sekarang bayangkan, betapa janggalnya bila masing-masing aktor ingin menonjolkan diri-sendiri dalam
berperan di pertunjukan drama?

8. Aktor dan Sutradara


Siapa sutradara? Apakah sutradara penting kehadirannya dalam sebuah pertunjukan drama, kalau aktor
sendiri sudah mampu menafsirkan sebuah teks drama?
Apa yang dimaksud sutradara atau penyutradaraan di Indonesia pada umumnya tidak berpadanan dengan
kata directing dalam bahasa inggris. Di Indonesia, jika seorang sedang menyutradarai, dia sedang tidak
melakukan penyutradaraan, tetapi sedang mengajari bermain drama.
Sering kita jumpai, seorang sutradara menjadi penafsir utama dalam sebuah proses memahami peran
dalam teks drama. Karenanya seorang aktor, (dalam kondisi tertentu) akan menjadi alat penyampai tafsir
dari sang sutradara.
Kondisi ini justru akan menyulitkan aktor untuk mengembangkan permainannya, karena tuntutan tafsir
dari sang sutradara. Meski tugas utama sutradara adalah menafsirkan naskah bukan berarti, segala tafsir
harus berpangku padanya. Karena aktor tetaplah memiliki pribadi yang utuh untuk menafsirkan peran
yang sedang disandangkan.
Karena itu, antara aktor dan sutradara perlu bekerja sama dalam fungsinya untuk mewujudkan tafsir teks
drama yang selaras.
Sutradara sebagai penafsir utama dan aktor sebagai penafsir kedua, haruslah mempunyai tujuan yang
sama. Sebagai panafsir utama, tugas sutradara memberikan dorongan kesadaran diri para pemain (penafsir
kedua) agar dapat mengembangkan tafsir utama, menjadi motif aktingnya. Disini sutradara harus
berusaha agar pemain menyadari bahwa hal itu sangat penting dalam pembentukan lakon.
Disinilah peran aktor sangat penting. Aktor tetap dituntut mampu mengembangkan intruksi-intruksi
sutradara sesuai dengan tafsirnya.
Analisis isi, analisis struktur, anailis sosok peran yang telah dibuat sutradara, haruslah menjadi bagian
yang memberi peluang dalam mengembangkan laku si aktor.
Dari analisis-analisis itulah nalar akan terbuka, dan daya kreatifpun akan bergetar, untuk menghayati
secara mendalam dalam membawakan laku secara pas, dan melaksanakan peran dengan takaran yang
berimbang dalam azas keutuhan, keseimbangan, dan keselarasan.

Epilog
Itulah persiapan yang harus dilakukan oleh seorang aktor. Tentunya persiapan ini sangat sederhana, dan
masih bisa dikembangkan. Bergantung seberapa jauh kita menginginkan takaran keaktoran itu menjadi
berbobot hingga pertunjukan lebih menarik

You might also like