You are on page 1of 36

LAPORAN PENDAHULUAN : PERILAKU KEKERASAN

BAB 1 KONSEP DASAR TEORI

1.1 Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan terdahulu. (Yosep, 2010).

1.2 Rentang Respon


ResponsAdaptif Respons Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif


Kekerasan

Keterangan:

Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatife.
Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan
menyerah.
Agresif: perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman.
Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol,
disertai amuk, merusak lingkungan.(Damaiyanti, 2012)

1.3 Etiologi/Faktor Yang Berhubungan

Menurut Sujuono Riyadi (2009), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku


kekerasan yaitu:

1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
1) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
1
2) Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maaupun lingkungan. Dalaam hal ini sistem limbik
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
b. Faktor psikologis
1) Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi
terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau
terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif
karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2) Behaviororal theory (teori perilaku).
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang diterima pada saat
melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau luar
rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
3) Existentinal theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan
tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan
memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
c. Faktor sosial kultural
1) Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam menekspresikan
marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptaakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
2) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosialisasi.

2. Faktor prespitasi

Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan


seringkali berkaitan dengan:

a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal
dan sebagainya.
b. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

2
c. Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan
alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
1.4 Mekanisme Terjadi Masalah

Menurut Yosep (2007) kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari
internal atau eksterna. Stressor internal seperti penyakit, hormonial, dendam, kesal
sedangkan stressor eksternal bias berasal dari ledekan,cacian, makian, hilangnya benda
berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan atau gangguan pada system individu (disrubtion and loss). Hal yang terpenting
adalah bagaimana individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau
menjengkelkan tersebut ( personal meaning ).

Bila seseorang memberi makna positif, misalnya: macet adalah waktu untuk
istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih
persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif ( compensatory
act ) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna
menganggap segala sesuatunya sebagai ancama dan tidak mampu melakukan kegiatan
positif ( olahraga, menyapu atau baca puisi saat ia marah dan sebagainya) maka akan
muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (help lessness). Perasaan itu akan memicu
timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar (ekspressed outward)
dengan kegiatan yang kontruktif dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang
diekspresikan dengan kegiatan destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan
menyesal (guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis
(painfull symptom).

Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu:

1. Mengungkapkan secara verbal


2. Menekan
3. Menantang

Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedangkan dua cara lain adalah
destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan dan
bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri

3
atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan
mengamuk.

1.5 Tanda Dan Gejala

Menurut Yosep(2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan


gejala perilaku kekerasan:

1. Muka merah dan tegang


2. Mata melotot atau pandangan tajam
3. Tangan mengepal
4. Rahang mengatup
5. Wajah memerah dan tegang
6. Postur tubuh kaku
7. Pandangan tajam
8. Mengatupkan rahang dengan kuat
9. Mengepalkan tangan
10. Jalan mondar-mandir

1.6 Penatalaksanaan
1. Farmakologi:
a. Obat anti psikosis:Penotizin
b. Obat anti depresi:Amitripilin
c. Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
d. Obat anti insomnia:Phneobarbital
2. Non-Farmakologi:
a. Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian
b. Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan
sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah
laku pada orang lain.
c. Terapi Musik:Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran diri.(Fitria, 2009)

1.7 Pohon Masalah

Gangguan Konsep Diri:Harga Diri Rendah

Perilaku Kekerasan

Resiko Menciderai Diri Sendiri,Orang


Lain dan Lingkungan

4
(Fitria, 2009)

1.8 Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan dari pohon masalah pada gambar diatas adalah sebagai berikut:

1. Risiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan perilaku kekerasan.


2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
3. Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan diri mandi
dan berhias.
4. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah.

5
1.9 RENCANA KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
Diagnosa Perencanaan
No.
Tgl Keperaw Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
Dx
atan Evaluasi
1 2 3 4 5 6 7
Perilaku 1.Klien 1.1 Klien mau 1.1.1Beri salam/ panggil Hubungan
kekerasa dapat membalas salam nama klien saling
n membina 1.2 Klien mau 1.1.2Sebutkan nama percaya
hubungan menjabat tangan perawat sambil merupakan
saling 1.3 Klien mau jabat tangan landasann
percaya menyebutkan 1.1.3Jelaskan maksud utama untuk
nama hubungan interaksi hubungan
1.4 Klien mau 1.1.4Jelaskan tentang selanjutnya.
tersenyum kontrak yang akan
1.5 Klien mau kontak dibuat
mata 1.1.5Beri rasa aman dan
1.6 Klien mengetahui sikap empati
nama perawat 1.1.6Lakukan kontak
1.7 Menyediakan singkat tapi sering
waktu untuk
kontrak
2.Klien 2.1 Klien dapat 2.1.1Beri kesempatan Beri
dapat mengungkapkan untuk kesempatan
mengindet perasaannya mengungkapkan untuk
ifikasi 2.2 Klien dapat perasaannya mengungkap
penyebab mengungkapkan 2.1.2Bantu klien untuk kan
perilaku penyebab mengungkapkan perasaannya
kekerasan perasaan penyebab dapat
jengkel//kesal jengkel/kesal membantu
(dari diri mengurangi
sendiri,dari stress dan
lingkungan/orang penyebab
lain) perasaan
jengkel/kesa
l dapat
diketahui
3.Klien 3.1 Klien dapat 3.1.1Anjurkan klien Untuk
dapat mengungkapkan mengungkapkan mengetahui
mengident perasaan saat apa yang dialami hal yang
ifikasi marah/jengkel saat marah/jengkel dialami dan
tanda- 3.2 Klien dapat 3.1.2Observasi tanda dirasa saat
tanda menyimpulkan perilaku kekerasan jengkel
perilaku tanda-tanda pada klien Untuk
kekerasan jengkel/kesal yang 3.1.3Simpulkan bersama mengetahui
dialami klien tanda-tanda tanda-tanda
jengkel/kesal yang klien
dialami klien jengkel/kesa
l
Menarik
kesimpulan
bersama
klien supaya
klien
mengetahui
secara garis
besar tanda-

6
tanda
marah/kesal
4.Klien 4.1 Klien dapat 4.1.1Anjurkan klien Mengeksplor
dapat mengungkapkan untuk asi perasaan
mengident perilaku mengungkapkan klien
ifikasi kekerasan yang perilaku kekerasan terhadap
perilaku biasa dilakukan yang biasa perilaku
kekerasan 4.2 Klien dapat dilakukan klien kekerasan
yang biasa bermain peran 4.1.2Bantu klien yang biasa
dilakukan dengan perilaku bermain peran dilakukan
kekerasan yang sesuai dengan Untuk
biasa dilakukan perilaku kekerasan mengetahui
4.3 Klien dapat yang biasa perilaku
mengetahui cara dilakukan kekerasan
yang biasa dapat 4.1.3Bicarakan dengan yang biasa
menyesuaikan klien apakah cara dilakukan
masalah atau tidak yang klien lakukan dan dengan
masalahnya bantuan
selesai? perawat bisa
membedaka
n perilaku
konstruktif
dan
destruktif
Dapat
membantu
klien dapat
menemukan
cara yang
dapat
menyelesaik
an masalah
5.Klien 5.1 Klien dapat 5.1.1Bicarakan Membantu
dapat menjelaskan akibat/kerugian klien untuk
mengident akibat dari cara dari cara yang menilai
ifikasi yang digunakan dilakukan klien perilaku
akibat klien 5.1.2Bersama klien kekerasan
perilaku menyimpulkan yang
kekerasan akibat vara yang dilakukanny
digunakan oleh a
klien Dengan
mengetahui
akibat
perilaku
kekerasan
diharapkan
klien dapat
merubah
perilaku
destruktif
yang
dilakukanny
a menjadi
perilaku
yang
konstruktif.

6.Klien 6.1 Klien dapat 6.1.1Tanyakan pada Agar klien


dapat melakukan cara klien “apakah ia dapat
mengident berespon terhadap ingin mempelajari mempelajari

7
ifikasi cara kemarahan secara cara baru yang cara yang
konstruktif konstruktif sehat?” lain yang
dalam 6.1.2 Berikan pujian jika konstruktif
merespon klien mengetahui Dengan
terhadap cara lain yang sehat mengidentifi
kemarahan 6.1.3 Diskusikan dengan kasi cara
klien cara lain yang yang
sehat konstruktif
a. Secara fisik:tarik dalam
nafas dalam jika merespon
sedang terhadap
kesal/memukul kemarahan
bantal/kasur atau dapat
olah raga atau membantu
pekerjaan yang klien
memerlukan tenaga menemukan
b. Secara cara yang
verbal:katakana baik untuk
bahwa anda sedang mengurangi
kesal/tersinggung/j kejengkelan
engkel (saya kesal nya sehinga
anda berkata klien tidak
seperti itu;saya stress lagi
marah karena Reinforceme
mama tidak nt positif
memenuhi dapat
keinginan saya memotivasi
c. Secara klien
sosial:lakukan meningkatka
dalan kelompok n harga
cara-cara marah dirinya
yang sehat;latihan Berdiskusi
asentif.Latihan dengan klien
manajemen untuk
perilaku kekerasan memilih
d. Secara cara yang
spiritual:anjurkan lain sesuai
klien dengan
sembahyang,berdo’ kemampuan
a/ibadah klien
lain;meminta pada
Tuhan untuk diberi
kesabaran,mengadu
pada Tuhan
kekerasan/kejengke
lan.
7.Klien 7.1 Klien dapat 7.1.1Bantu klien Memberikan
dapat mendemonstrasika memilih cara yang stimulasi
mendemo n cara mengontrol paling tepat untuk kepada klien
nstrasikan perilaku klien untuk
cara kekerasan: 7.1.2Bantu klien menilai
mengontro  Fisik:tarik nafas mengidentifikasi respon
l cara dalam,olah manfaat cara perilaku
mengontro raga,menyiram dipilih kekerasan
l perilaku tanaman 7.1.3Bantu keluarga secara tepat
kekerasan  Verbal:mengataka klien untuk Membantu
nnya secara menstimulasi cara klien dalam
langsung dengan tersebut (role play) mebuat
tidak menyakiti 7.1.4Berreinforcement keputusan
 Spiritual:sembahy positif atau terhadap

8
ang,berdo’a atau keberhasilan klien cara yang
ibadah lain menstimulasi cara telah
tersebut dipilihnya
7.1.5Anjurkan klien dengan
untuk melihat
menggunakan cara manfaatnya
yang telah Agar klien
dipelajari saat mengetahui
jengkel/marah cara marah
yang
konstruktif
Pujian dapat
meningkatka
n motivasi
dan harga
diri klien
Agar klien
dapat
melaksanaka
n cara yang
telah
dipilihnya
jika ia
sedang kesal
atau marah
8.Klien 8.1 Keluarga klien 8.1.1 Identifikasi Kemampuan
mendapat dapat: kemampuan keluarga
dukungan  Menyebutkan cara keluarga merawat dalam
keluarga merawat klien klien dari sikap apa mengidentifi
dalam yang berperilaku yang telah kasi akan
mengontro kekerasan dilakukan keluarga memungkin
l perilaku  Mengungkapkan terhadap klien kan keluarga
kekerasan rasa puas dalam selama ini untuk
merawat klien 8.1.2 Jelaskan peran melakukan
serta keluarga penilaian
dalam merawat terhadap
klien perilaku
8.1.3 Jelaskan cara- kekerasan
cara merawat klien: Meningkatka
 Terkait dengan cara n
mengontrol pengetahuan
perilaku marah keluarga
secara konstruktif tentang cara
 Sikap tenang,bicara merawat
tenang dan jelas klien
 Membantu klien sehingga
mengenal keluarga
penyebab ia marah terlibat
8.1.4 Bantu keluarga dalam
mendemonstrasika perawatan
n cara merawat klien
klien Agar
8.1.5 Bantu keluarga keluarga
mengungkapkan dapat
perasaannya merawat
setelah melakukan klien dengan
demonstrasi perilaku
kekerasan

Agar

9
keluarga
mengetahui
cara
merawat
klien
melalui
demonstrasi
yang dilihat
keluarga
secara
langsung
Mengeksplor
asi perasaan
keluarga
setelah
melakukan
demonstrasi
9.Klien 9.1 Klien dapat 9.1.1Jelaskan jenis-jenis Klien dan
dapat menyebutkan obat yang diminum keluarga
mengguna obat-obatan yang klien pada klien dapat
kan obat- diminum dan keluarga mengetahui
obatan kegunaannya 9.1.2Diskusikan nama-nama
yang (jenis,waktu,dan manfaat minum obat yang
diminum efek) obat dan kerugian diminum
dan 9.2 Klien dapat berhenti minum oleh klien
kegunaann minum obat sesuai obat tanpa seizing Klien dan
ya program dokter keluarga
(jenis,wakt pengobatan 9.2.1Jelaskan prinsip dapat
u,dosis benar minum obat mengetahui
dan efek) (baca nama yang kegunaan
tertera pada botol obat yang
obat,dosis dikonsumsi
obat,waktu dan klien
cara minum) Klien dan
9.2.2Ajarkan klien keluarga
minta obat dan mengetahui
minum tepat waktu prinsip
9.2.3Anjurkan klien benar agar
melaporkan pada tidak terjadi
perawat/dokter jika kesalahan
merasakan efek dalam
yang tidak mengkonsu
menyenangkan msi obat
9.2.4Beri pujian,jika Klien dapat
klien minum obat memiliki
dengan benar kesadaran
pentingnya
minum obat
dan bersedia
minum obat
dengan
kesadaran
sendiri
Mengetahui
efek
samping
sedini
mungkin
sehingga
tindakan

10
dapat
dilakukan
sesegera
mungkin
untuk
menghindari
komplikasi
 Reinforceme
nt positif
dapat
memotivasi
keluarga dan
klien serta
dapat
meningkatka
n harga diri

(Damaiyanti, 2012)

11
Rencana keperawatan perilaku kekerasan dalam bentuk strategi pelaksanaan

No Klien Keluarga
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku Mendiskusikan masalah yang dirasakan
kekerasan. keluarga dalam merawat klien.
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan,
perilaku kekerasan. serta proses terjadinya perilaku kekerasan.
Mengidentifikasi perilaku kekerasan
3.
yang dilakukan.
Mengidentifikasi akibat perilaku
4. kekerasan.
Menyebutkan cara mengontrol perilaku
5. kekerasan.
Membantu klien mempraktikkan latihan
6. cara mengontrol perilku kekerasan
secara fisik 1: latihan nafas dalam.
Menganjurkan klien memasukkan ke
dalam kegiatan harian.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara
klien. merawat klien dengan perilaku kekerasan.
2. Melatih klien mengontrol perilaku Melatih keluarga melakukan cara merawat
kekerasan dengan cara fisik 2: pukul langsung kepada klien perilaku kekerasan.
kasur dan bantal.
Menganjurkan klien memasukkan ke
3. dalam kegiatan harian.
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal
klien. aktivitas di rumah termasuk minum obat
2. Melatih klien mengontrol perilak ( discharge planning).
kekerasan dengan cara social atau Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
verbal.
Menganjurkan klien memasukkan ke
3. dalam kegiatan harian.
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien.
2. Melatih klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual.
Menganjurkan klien memasukkan ke
3.
dalam kegiatan harian.
SP5P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien.
2. Melatih klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan minum obat
Menganjurkan klien memasukkan ke
3.
dalam kegiatan harian.

12
(Damaiyanti, 2012)

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.


Direja, A. H. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laopran Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika.
Rusdi, D. D. (2013). Keperawatan jiwa Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta: Gosyen.
Teguh, S. R. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

13
LAPORAN PENDAHULUAN : HALUSINASI

BAB 1 KONSEP DASAR TEORI

1.1 Definisi
Gangguan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana seorang individu
mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola stimului (baik dimulai dari
internal maupun eksternal) yang dihubungkan dengan suatu kekurangan, berlebih-
lebihan, distorsi, atau kegagalan dalam berespons terhadap setiap stimulus(Videbeck,
2008).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghirupan. Klien meraskan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Mukhripah, 2012).

1.2 Jenis jenis Halusinasi


1. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau
kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga
tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.
2. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut
akibat gambaran yang mengerikan.
3. Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan
tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai
pengalaman yang dianggap penderita sebagai kombinasi moral.
4. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman.
Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi
gustatorik.

5. Halusinasi Perabaan (Taktil)


Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah
kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
6. Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba.

14
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizoprenia dengan waham
kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi Kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruangan atau anggota
badannya bergerak-gerak. Misalnya”phantom phenomenom” atau tungkai yang
diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limd). Sering pada skrizofrenia dalam
keadaan toksis tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
8. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Sering pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis. Misalnya sering merasa
dirinya terpecah dua.
b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti
dalam impian. (Mukhripah, 2012)
1.3 Etiologi
A. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga yang menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi,hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak di terima lingkungannya sejak bayi akan
merasa di singkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
3. Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan di alamai seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stres berkepanjang
mengakibatkan teraktifasinya neurotrasmitter otak.
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalah gunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidak mampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
schizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit.

15
B. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadainnya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada
dilingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenetik. (Fitria, 2011)

1.4 Tanda dan Gejala


Perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebgai berikut :
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakkan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
m. Sulit berhubungan dengan orang lain
n. Ekspresi muka tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
p. Tidak mampu mrngikuti perintah dari perawat
q. Tampak tremor dan berkeringat
r. Perilaku panik
s. Curiga dan bermusuhan
t. Ketakutan
u. Tidak dapat mengurus diri
v. Biasa tedapat disorientasi waktu, tempat, dan orang
(Mukhripah, 2012)

1.5 Tahapan Halusinasi


1. Tahap I Comforting (Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat
orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi klien.
Karakteristik:
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan.
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.

16
Perilaku yang muncul:

a. Tersenyum atau tertawa sendiri.


b. Menggunakan bibir tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang cepat.
d. Respon verbal lambat, diam dan berkonsentrasi.

2. Tahap II Condeming(Non-psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat
kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipati.
Karakteristik:
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman
tersebut.
b. Mulai merasa kehilangan kontrol.
c. Menarik diri dari orang lain.

Perilaku yang muncul:

a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.


b. Perhatian terhadap lingkungan menurun.
c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori pun menurun.
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita.

3. Tahap III Controlling(Psikotik)


Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan
berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik:
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b. Isi halusinasi menjadi atraktis.
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.

Perilaku yang muncul:

a. Klien menuruti perintah halusinasi.


b. Sulit berhubungan dengan orang lain.
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat.
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata.
e. Klien tampak tremor dan berkringat.

4. Tahap IV Conquering (Psikotik)


Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Perilaku yang muncul:
a. Resiko tinggi mencederai.
b. Agitasi/kataton.
c. Tidak mampu merespons rangsangan yang ada. (Mukhripah, 2012)

17
1.6 Penatalaksanaan
1. Psikofarmakologis
Obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan
gejala psikosis pada skizofrenia adalah obat anti psikosis.
2. Terapi kejang listrik/electro complusive therapy (ECT)
3. Terapi aktivitas kelompok.(Muhith, 2015)

1.7 Psikopatologi
Individu yang mengalami halusinanai sering kali beranggapan sumber atau
penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari
halusinasi adalah kebutuhan perlindungan secara psikologi terhadapt kejadian trauma
sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang
yang dicintai, tidak dapat mengendalikan doorngan ego, pikiran dan perasaan sendiri.
Segala sesuatu yang mengancam harga diri dan keutuhan diri atau kebutuhan keluarga
dapat menyebabkan terjadinya halusinasi.

1.8 Pohon Masalah Keperawatan

Risiko perilaku kekerasan (diri


sendiri, orang lain,
lingkungan, dan verbal)
Effect

Gangguan persesi sensori :


halusinasi
Core problem

Isolasi sosial
Causa

18
1.9 Rentang respon halusinasi

Rencana keperawatan klien gangguan persepsi sensori : halusinansi dLm bentuk


strategi pelaksanaan

STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1P SP 1K
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yang
klien. dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi isi halusinasi klien.
klien. 2. Memberikan pendidikan kesehatan
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi tentang pengertian halusinasi, jenis
klien. halusinasi yang dialami klien, tanda
4. Mengidentifikasi frekuensi dan gejala halusinasi, serta proses
halusinasi klien. terjadinya halusinasi.
5. Mengidentifikasi situasi yang 3. Menjelaskan cara merawat klien
dapat menimbulkan halusinasi dengan halusinasi.
klien.
6. Mengidentifikasi respon klien
terhadap halusinasi klien.
7. Mengajarkan klien menghardik
halusinasi.
8. Menganjurkan klien cara
menghardik kedalam kegiatan
harian.
SP 2P SP 2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktikkan
harian klien. cara merawat klien dengan
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi.
halusinasi dengan cara bercakap- 2. Melatih keluarga melakukan cara
cakap dengan orang lain. merawat langsung kepada klien
3. Menganjurkan klien memasukkan halusinasi.
kedalam jadwal kegiatan harian.
SP 3P SP 3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian klien. jadwal aktivitas dirumah termasuk
2. Melatih klien mengendalikan minum obat (discharge planning).
halusinasi dengan cara melakukan 2. Menjelaskan follow up klien
kegiatan. setelah pulang.
3. Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian.
SP 4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien.
2. Memberikan penkes tentang
penggunaan obat secara teratur.
3. Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian.

19
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya, dikembangkan formulir
pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Isi
pengkajian meliputi:
a. Identitas klien.
b. Keluhan utama atau alasan masuk.
c. Faktor presdisposisi.
d. Aspek fisik atau biologis.
e. Aspek psikososial.
f. Status mental.
g. Kebutuhan persiapan pulang.
h. Mekanisme koping.
i. Masalah psikososial dan lingkungan.
j. Pengetahuan.
k. Aspek medik.
Contoh :
Isi : misalnya ada klien yang sedang duduk dan ditanya oleh perawat “sedang
apa” lalu klien itu menjawab sedang “mendengarkan suara gamelan.”
Frekuensi : perawat bertanya “sejak kapan suara itu terdengar” klien menjawab
“sering dan sekarang saya mendengarkan”.
Waktu : perawat bertanya “kapan suara itu terdengar?” klien menjawab “saat
ditanya oleh perawat.”
Terjadinya : klien mengungkapkan kepada perawat bahwa ia mendengarkan
suara gamelan pada saat melamun.
Respon : perawat “bagaimana respon ibu saat mendengarkan suara itu” klien
“saya menikmati suara tersebut.”

2. Diagnosa Keperawatan
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol sehingga
membahayakan dirinya, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan
penilaian realitas terhadap lingkungan. Selain masalah yang diakibatkan oleh
halusinasi, klien biasanya juga mengalami masalah-masalah keperawatan yang
menjadi penyebab (triger) munculnya halusinasi. Masalah-masalah itu antara lain
harga diri rendah dan isolasi sosial.

3. Intervensi Keperawatan

20
Intervensi Rasional
1. Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling percaya merupakan dasar
mengungkapkan prinsip komunikasi untuk kelancaran interaksi selanjutnya.
terapeutik:
a. Sapa klien dengan ramah baik,
verbal maupun non verbal.
b. perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janjian.
f. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian pada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien.

2. Adakah kontak sering dan singkat Kontak sering tapi singkat selain membina
secara bertahap. hubungan saling percaya, juga dapat
memutuskan halusinasi.
3. Observasi tingkah laku klien terkait Mengenal perilaku pada saat halusinasi
dengan halusinasinya; bicara dan timbul memudahkan perawat dalam
tertawa tanpa stimulus, memandang ke melakukan intervensi
kiri atau ke kanan atau ke depan
seolah-olah ada teman bicara.
4. Bantu klien mengenali halusinasinya. Mengenal halusinasi memungkinkan klien
a. Jika menemukan yang sedang untuk menghindarkan faktor pencetus
halusinasi, tanyakan apakah ada timbulnya halusinasi
suara yang didengar.
b. Jika klien menjawab ada,
lanjutkan: apa yang dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya
klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak
mendengarnya(dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi).
d. Katakan bahwa klien ada juga yang
seperti klien.
5. Diskusikan dengan klien Dengan mengetahui waktu, isi, dan
a. Situasi yang menimbulkan atau frekuensi munculnya halusinasi
tidak menimbulkan halusinasi. mempermudah tindakan keperawatan klien
b. Waktu dan frekuensi terjadinya yang akan dilakukan perawat
halusinasi(pagi, siang, sore dan
malam atau jika sendiri, jengkel
atau sedih).
6. Diskusikan dengan klien apa yang Untuk mengidentifikasi pengaruh
dirasakan jika terjadi halusinasi(marah halusinasi klien
atau takut, sedih, senang) beri
kesempatan mengungkapkan
perasaannya.
7. Identifikasi bersama klien cara tindakan Upaya untuk memutuskan siklus halusinasi
yang dilakukan jika terjadi sehingga halusinasi tidak berlanjut
halusinasi(tidur, marah, menyibukkan

21
diri dll).
8. Diskusikan manfaat cara yang Reinforcement positif akan meningkatkan
dilakukan klien, jika bermanfaat beri harga diri klien.
pujian.
9. Diskusikan cara baru untuk memutus Memberikan alternatif pilihan bagi klien
atau mengontrol halusinasi : untuk mengontrol halusinasi.
a. Katakan “saya tidak mau dengar
kamu” (pada saat halusinasi
terjadi).
b. Menemui orang lain
(perawat/teman/anggota keluarga)
untuk bercakap -cakap atau
mengatakan halusinasi yang
terdengar.
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-
hari agar halusinasi tidak muncul.
d. Minta keluarga/teman/perawat jika
nampak bicara sendiri.
10. Bantu klien memilih dan melatih cara Memotivasi dapat meningkatkan kegiatan
memutus halusinasi secara bertahap. klien untuk mencoba memilih salah satu
cara mengendalikan halusinasi dan dapat
meningkatkan harga diri klien.
11. Anjuran klien untuk memberitahu Untuk mendaatkan bantuan keluarga
keluarga jika mengalami halusinasi. mengontrol halusinasi.

12. Diskusikan dengan keluarga (pada saat Untuk mengetahui pengetahuan keluarga
berkunjung/pada saat kunjungan dan meningkatkan kemampuan
rumah ) : pengetahuan tentang halusianasi.
a. Gejala halusinasi yang dialami
klien.
b. Cara yang dapat dilakukan klien
keluarga untuk memutus
halusinasi.
c. Cara merawat anggota keluarga
untuk memutus halusianasi di
rumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama,
berergian bersama.
d. Beri iformasi waktu follow up atau
kaan erlu mendapat bantuan:
halusinasi terkontrol dan resiko
mencederai orang lain.
13. Diskusikan dengan klien dan keluarga Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan
tentang dosis, frekuensi manfaat obat. manfaat obat.

14. Ajurkan klien minta sendiri obat pada


Diharapkan klien melaksanakan program
perawatan dan merasakan manfaatnya. pengobatan. Menilai kemampuan klien
dalam pengobatan sendiri.
15. Ajurkan klien bicara dengan dokter Dengan mengetahui efek samping obat
tentang manfaat dan efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan
obat yang dirasakan. setelah minum obat.
16. Diskusikan akibat berhenti minum Program pengobatan dapat berjalan sesuai
obat tanpa konsumsi. rencana.
17. Bantu klien menggunakan obat dengan Dengan mengetahui prinsip pengetahuan

22
prinsip benar. obat, maka kemandirian klien untuk
pengobatan dapat diinginkan secara
bertahap.

DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta: Pusat Penerbitan dan Percetakan
(AUP).

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawtan Jiwa. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.

Mukhripah, D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Videbeck, S. (2008). Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

23
LAPORAN PENDAHULUAN : MENARIK DIRI ( ISOLASI SOSIAL)

BAB I TINJAUAN TEORITIS

1.1 PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahakan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
(Damaiyanti, 2008).
Isolasi social juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan
saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau
mengancam (Nanda-1, 2012).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan

24
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri. Tidak ada perhatian dan
tidak sanggup berbagi pengalaman.
Menarik diri adalah reaksi yang di tampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau menghindari sumber stresor. Misalnya
menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat sering disertai rasa
takut dan bermusuhan.
Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lai individu dengan
orang lain. Individu merasa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalannya. Orang lain yang
di manifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan sanggup
membagi pengalaman dengan orang lain (Depkes, 2006)

1.2 ETIOLOGI
Berbagai factor dapat menimbulkan respon yang maladaptive. Menurut Stuart
dan Sunden (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain yaitu :
1. Faktor Prespitasi
Adapun faktor pencetus terdiri dari 4 sumber utama yang dapat menentukan alam
perasaan adalah :
1) Kehilangan ketertarikan yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta
seseorang. Fungsi fisik, kedudukan atau harga diri, karena elemen aktual dan simbolik
melibatkan konsep kehilangan, maka konsep persepsi lain merupakan hal yang sangat
penting.
2) Peristiwa besar dalam kehidupan, sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi
dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan
kemampuan menyelesaikan masalah.
3) Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi depresi terutama pada
wanita.
4) Perubahan fisiologis di akibatkan oleh obat-obatan berbagai penyakit fisik seperti
infeksi, meoplasma dan gangguan keseimbangan metabolik dapat mencetus gangguan
alam perasaan.
2. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial.
a. Faktor Perkembangan

25
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai dewasa
tua akan menjadi pencetus sesorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya
menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional
untukmengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan
jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat mengurangi masalah respon
sosial menarik diri.
b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik merupakan
salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga
dapat menyebabkan akizofrenia.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan akibat
dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia, orang cacat dan
berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sistem
nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis
terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
1.3 PENATALAKSAAN
1. Penatalaksanaan Farmakologis
a) Psikofarmaka
Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala – gejala gangguan jiwa. Yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmaka antara lain :
1) Chlorpromazine (CPZ)
Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat untuk menilai
realistis, waham halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku atau tidak terkendali
tidak mampu bekerja. Dengan efek samping hipotesis, epilepsy, kelainan jantung,
febris, ketergantungan obat.
2) Haloperidol (HLP)
Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari dengan efek samping yaitu:
penyakit hati, penyakit darah (anemia, leucopenia, agranulositosis), epilepsy, kelainan
jantung, febris, dan ketergantungan obat.
3) Tryhexipenidil (THP)
Atas indikasi segala jenis perkinson, termasuk pasca encephalitis dengan efek
samping yaitu mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,

26
agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urin. Kontra indikasinya
yaitu hipersensitif terhadap tryhexipenidil, glukosa sudut sempit, hipertropi
prostate dan obstruksi saluran cerna.
b) Prinsip Keperawatan
Menerapkan teknik therapeutik, melibatkan keluarga, kontak sering tetapi
singkat, peduli, empati, jujur, menepati janji, memenuhi kebutuhan sehari – hari,
libatkan klien TAK.
2. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
a. Electri Convulsive Therapy
Electro Convulsif Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal dengan electroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang mengguanakan energy shock listrik dalam usaha
pengobatannya biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien dengan gangguan jiwa yang
tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali
diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun
1930. Diperkirakan hamper 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunya
dengan intensitas antara 2-3 kali dalam seminggu.ECT bertujuan untuk menginduksi
suatu kejang klonik yang dapat member efek terapi (Therapeutic Cloni Seizure)
setidaknya selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana
seseorang kehilangan kesadaranya dan mengalami renjatan. Tentang mekanismepasti
dari kerja ECT sampai saa ii masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun
beberapa peniliti menunjukan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-
Deried Neurotropic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap
terapi farmakologi.
b) Therapy Kelompok (Damaiyanti M. , 2012)
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdikusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan
member stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal.
c) Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat diisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapatkan perhatian khusus dalam kaitanya untuk menjaga dan memelihara
kesehatan manusia. Lingkunganberikatan erat denganstimulus psikologi seseorang yang
akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan
dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang.

1.4 MEKANISME TERJADINYA MASALAH

27
RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

ADAPTIF :
a) Menyendiri
b) Otonomi
c) Bekerja sama (mutualisme)
d) Saling tergantung (interdependen)
e) Merasa sendiri (loneliness)
f) Menarik diri
g) Tergantung (dependen)
MALADAPTIF :
a) Manipulatif
b) Impulsif
c) Narcissesm
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih
dapat diterima oleh norma sosial dan budaya yang umum berlaku. Respon ini meliputi :
1. Menyendiri/solitude : respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialnya dan cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya
2. Otonomi : kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial
3. Kebersamaan : kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling
memberi dan menerima
4. Saling tergantung (interdependen) : suatu hubungan saling tergantung antar individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma sosial dan budaya lingkungannya, respon yang sering ditemukan :
1. Manipulasi : orang lain diberlakukan sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain, orientasi diri sendiri atau tujuan bukan pada orang lain
2. Impulsive : tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
tidak dapat diandalkan
3. Narkisisme : harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosentris, pencemburu, marah bila orang lain tidak mendukung.

28
1.5 POHON MASALAH
Pattern of parenting (pola Inefective coping Lack of Stessor internal
asuh keluarga) (koping individu tidak development task and external
efektif) (gangguan tugas (stress internal
perkembangan) dan eksternal)
Misal: pada anak yang Misal ; saat individu Misal: kegagalan Misal: stress
kelahirannya tidak menghadapi dalam menjalin terjadi anisetas
dikehendaki (unwanted kegagalan hubungan intim yang
child) akibat kegagalan KB, menyalahkan orang dengan sesama berkepanjangan
hamil diluar nikah, jenis lain, jenis atau lawan dan terjadi
kelamin yang tidak diingikan, ketidakberdayaan, jenis, tidak mampu bersamaan
bentuk fisik kurang menyangkal tidak mandiri dan dengan
menawan, menyebabkan mampu menghadapi menyelesaikan keterbatasan
keluarga mengeluarkan kenyataan dan tugas bekerja, kemampuan
komentar-komentar menarik diri dari bergaul, sekolah, individu untuk
negative. lingkungan, terlalu menyebabkan mengatasinya.
tingginya self ideal ketegantungan Ansietas terjadi
dan tidak mampu pada orang tua, akibat berpisah
menerima realistas rendahnya dengan orang
dengan rasa ketahanan terhadap terdekat,
bersyukur. berbagi kegagalan. hilangnya
pekerjaan atau
orang yang dicintai

Harga Diri Rendah Kronis

1.6 TANDA DAN GEJALA


1. Gejala Subjektif :
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Respon verbal kurang dan sangat singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
g. Klien merasa tidak berguna
h. Klien tidak yakin dalam melangsungkan hidup
i. Klien merasa ditolak
2. Gejala Objektif :
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b. Tidak mau mengikuti kegiatan
c. Banyak berdiam diri dikamar
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
f. Kontak mata kurang

29
g. Kurang spontan
h. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
i. Ekspresi wajah kurang berseri
j. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k. Mengisolasi diri
l. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
m. Masukan makanan dan minuman terganggu
n. Retensi urine dan feses
o. Aktiitas menurun
p. Kurang energy (tenaga)
q. Rendah diri
r. Postur tubuh berubah, missal sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
1.7 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Koping keluarga tidak efektif
5. Koping individu tidak efektif
6. Intoleransi aktivitas
7. Deficit perawatan diri
8. Risiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
1.8 KOMPLIKASI
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori
persepsi, halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan
aktivitas sehingga dapat menyebabkan deficit perawatan diri (Dalami, 2009)
Evaluasi Kemampuan Perawat dalam Merawat Pasien Isolasi Sosial
Nama Pasien : …………..
Ruangan : …………..
Nama Perawat : …………..
Petunjuk :
1) Berilah tanda checklist (√) pada tiap kemampuan yang ditampilkan.
2) Evaluasi tindakan keperawatan untuk setiap SP dilakukan menggunakan instrument
Evaluasi Penampilan Klinik Perawat MPKP.
3) Masukan nilai tiap Evaluasi Penampilan Klinik Perawat (MPKP) terus tulis
kedalam baris nilai SP.
No Kemampuan Tanggal

A. Pasien
SP 1 pasien
1. Mengidentifikasi penyebab
isolasi sosial pasien

30
2. Berdiskusi dengan pasien
tentang manfaat berinteraksi
dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan pasien
tentang kerugian tidak
berinteraksi sosial dengan
orang lain
4. Mengajarkan pasien cara
berkenalan dengan seseorang
5. Menganjurkan pasien
memasukkan kegiatan latihan
berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan
harian
Nilai SP 1 pasien
SP 2 pasien
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan
pada pasien mempraktikan
cara berkenalan dengan satu
orang
3. Membantu pasien
memasukkan kegiatan
bercakap-cakap dengan
orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian
Nilai SP 2 pasien
SP 3 pasien
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan
pada pasien mempraktikan
cara berkenalan dengan satu
orang
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Nilai SP 4 pasien
B Keluarga
SP 1 keluarga
1. Mendisukusikan masalah
yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala isolasi sosial
yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien isolasi sosial
Nilai SP Keluarga
SP 2 keluarga
1. Melatih keluarga
mempraktikan cara merawat
pasien dengan isolasi sosial
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung pada

31
pasien isolasi sosial
Nilai SP 2 Keluarga
SP 3
1. Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas
dirumah termasuk minum
obat (perencananan pulang)
2. Menjelaskan tindakan tindak
lanjut pasien setelah pulang
Nilai SP 3 Keluarga
Total nilai : SP pasien + SP
keluarga
Nilai rata-rata
(Keliat B. A., 2014)

32
1.9 TUJUAN DAN KRITERIA HASIL SERTA INTERVENSI DAN RASIONAL
Tgl Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional
Keperawat Tujuan Kriteria Evaluasi
an
Risiko Klien dapat Setelah 2x
perubahan berinteraksi pertemuan klien
sensori dengan dapat menerima
persepsi : orang lain kehadiran perawat
Halusinasi sehingga
pendengaran tidak terjadi
berhubunga halusinasi
n dengan
menarik
diri
Klien dapat 1. Klien dapat 1.1 Bina berhubungan saling Hubungan saling
membina mengungkapkan percaya dengan percaya merupakan
hubungan perasaan dan menggunakan prinsip langkah awal untuk
saling keberadaannya komunikasi terapeutik. menentukan
percaya secara verbal. a. Sapa klien dengan keberhasilan
- Klien mau ramah, baik verbal rencana selanjutnya
menjawab maupun nonverbal
salam b. Perkenalkan diri
- Klien mau dengan sopan
berjabat tangan. c. Tanyakan nama
- Mau menjawab lengkap dan nama
pertanyaan panggilan yang disukai
- Ada kontak klien
mata d. Jelaskan tujuan
- Klien mau pertemuan
duduk e. Jujur dan tepati janji
berdampingan f. Tunjukan sikap empati
dengan perawat. dan menerima klien
apa adanya
g. Beri perhatian pada
klien dan perhatikan
kebutuhan klien

Klien dapat Klien dapat 1.1 Kaji pengetahuan klien Dengan mengetahui
menyebutka menyebutkan tentang perilaku menarik tanda-tanda dan
n penyebab penyebab menarik diri dan tanda-tandanya gejala menarik diri
menarik diri diri yang berasal 1.2 Berikan kesempatan pada akan menentukan
dari : klien untuk langkah intervensi
a. Diri sendiri mengungkapkan perasaan selanjutnya.
b. Orang lain penyebab menarik diri
c. Lingkungan atau tidak mau bergaul
1.3 Diskusikan bersama klien
tentang perilaku menarik
diri, tanda dan gejala.
Berikan pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya

Klien dapat Klien dapat 1.1 Kaji pengetahuan klien Reinforcement


menyebutka menyebutkan tentang keuntungan dapat
n keuntungan tentang manfaat bergaul meningkatkan
keuntungan berhubungan dengan orang lain harga diri.
berhubunga dengan orang lain, 1.2 Beri kesempatan pada

33
n dengan misal banyak klien untuk
orang lain teman, tidak mengungkapkan
dan sendiri, bisa perasaannya tentang
kerugian diskusi, dll. keuntungan berhubungan
tidak dengan orang lain
berhubunga 1.3 Diskusikan bersama klien
n dengan tentang manfaat
orang lain. berhubungan dengan
orang lalin
1.4 Kaji pengetahuan klien
tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan
orang lain
1.5 Beri kesempatan pada
klien untuk
mengungkapkan perasaan
tentang kerugian bila tidak
berhubungan dnegan
orang lain
1.6 Diskusikan bersama klien
tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan
orang lain
beri reinforcement positif
terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain.
Klien Klien dapat 1.1 kaji kemampuan klien
melaksanak menyebutkan membina hubungan
an kerugian tidak dengan orang lain.
hubungan berhubungan 1.2 Dorong dan batu
sosial dengan orang lain klien untuk berhubungan
secara missal : sendiri dengan orang lain
bertahap tidak punya melalui:
teman, sep ,dll. a. Klien-perawat
b. Klien-perawat-perawat
lain
c. Klien-perawat-perawat
lain-klien lain
d. Klien-kelompok kecil
e. Klien-
keluarga/kelompok/mas-
yarakat
1.3 Beri reinforcement
terhadap eberhasilan yang
telah dicapai dirumah nanti
1.4 Bantu klien
mengevaluasi manfaat
berhubungan dengan orang
lain
1.5 Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama dengan
klien dalam mengisi waktu
1.6 Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan terapi
aktivitas kelompok
sosialisasi

34
1.7 Beri reinforcement
atas kegiatan klien dalam
kegiatan ruangan.
Klien dapat Klien dapat 1.1 dorong klien utuk Agar klien lebih
mengungka mendemonstrasika mengungkapkan percaya diri untuk
pkan n hubungan social perasaanya bila berhubungan
perasaanya secara bertahap: berhubungan dengan dengan orang lain
setelah a. Klien- orang lain dan dapat
berhubunga perawat 1.2 diskusikan dengan klien mengetahui sejauh
n dengan b. Klien- manfaat berhubungan mana pengetahuan
orang lain perawat-perawat dengan orang lain klien tentang
lain 1.3 beri reinforcement kerugian bila tidak
c. Klien- positif atas kemampuan berhubungan
perawat-perawat klien mengungkapkan dengan orang lain.
lain-klien lain perasaan manfaat
d. Klien- berhubungan dengan
kelompok kecil orang lain.
e. Klien-
keluarga/kelompo
k/mas-yarakat

Klien dapat Klien dapat 1.1 BHSP dengan keluarga: 1.agar klien lebih
memberday mengungkapkan a. Salam, perkenalan percaya diri dan
akan system perasaan setelah diri tahu akibat tidak
pendukung berubungan b. Sampaikan tujuan berhubungan
atau dengan orang lain c. Membuat kontrak dengan orang lain.
keluarga untuk: d. Explorasi perasaan Mengetahui sejauh
atau a. Diri keluarga mana pengetahuan
keluarga sendiri 1.2 Diskusikan dengan klien tentang
mampu b. Orang anggota keluarga tentang: membina hubungan
mengemban lain a. Perilaku menarik diri dengan orang lain.
gkan Keluarga dapat : b. Penyebab perilaku Klien mungkin
kemampuan a. Menjelas menarik diri dapat menobati
klien untuk kan persaanya c. Cara keluarga perasaan tidak
berhubunga b. Menjelas menghadapi klien nyaman, bimbang
n dengan kan cara merawat yang sedang menarik karna memulai
orang lain. klien menrik diri diri. hubungan dengan
c. Mendem 1.3 Dorong anggota keluarga orang lain.
onstrasikan cara untuk memberikan Motivasi dapat
perawatan klien dukungan kepada klien mendorong klien
menarik diri berkomunikasi dengan untuk lebih
d. Berpartis orang lain. semangat dan
ipasi dalam 1.4 Anjurkan anggota percaya diri.
perawatan klien keluarga untuk secara Agar klien tahu,
menarik diri. rutin dan bergantian mengerti lebih
mengunjungi klien terbuka tantang
minimal 1x seminggu. manfaat
1.5 Beri reinforcement atas berhubungan
hal-hal yang telah dciapai dengan orang lain.
oleh keluarga. Reinforcement
dapat
meningkatkan rasa
percaya diri klien.
Dengan dukungan
keluarga klien
merasa lebih
diperhatikan

35
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Damaiyanti, M. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Dermawan, D. (2013). Keperawatan Jiwa ; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Sutini, T. (2007). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

36

You might also like