Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
a) Bibir
Bibir tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat. Organ ini
berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara.
Permukaan luar bibir dilapisi kulit yang mengandung folikel rambut, kelenjar
keringat, serta kelenjar sebasea.
Area transisional memiliki epidermis transparan. Bagian ini tampak merah
karena dilewati oleh banyak kapiler yang dapat terlihat.
Permukaan dalam bibir adalah membrane mukosa. Bagian frenulum
labia melekatkan membrane mukosa pada gusi di garis tengah.
b) Pipi
Pipi mengandung otot buksinator maksikasi. Lapisan epitel pipi merupakan subjek
abrasi dan sel secara konstan terlepas untuk kemudian diganti dengan sel-sel baru yang
membelah dengan cepat.
c) Lidah
Lidah dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua. Lidah berfungsi untuk
menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan, untuk pengecapan, dan dalam produksi
wicara.
Otot-otot ekstrinsik lidah berawal pada tulang dan jaringan di luar lidah serta
berfungsi dalam pergerakan lidah secara keseluruhan.
Otot-otot intrinsik lidah memiliki serabut yang menghadap ke berbagai arah
untuk membentuk sudut satu sama lain, ini memberikan mobilitas yang besar pada
lidah.
Papila adalah elevasi jaringan mukosa dan jaringan ikat pada permukaan dorsal
lidah. Papila-papila ini menyebabkan tekstur lidah menjadi kasar.
1. Papila fungiformis dan papilla sirkumvalata memiliki kuncup-kuncup pengecap.
2. Sekresi berair dari kelenjar Von Ebner, terletak di otot lidah, bercampur dengan
makanan pada permukaan lidah dan membantu pengecapan rasa.
Tonsil-tonsil lingua adalah agregasi jaringan limfoid pada sepertiga bagian
belakang lidah.
d) Kelenjar saliva
Kelenjar saliva mensekresi saliva ke dalam rongga oral. Saliva terdiri dari cairan
encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mukus.
Ada tiga pasang kelenjar saliva, yaitu:
1) Kelenjar parotid adalah kelenjar saliva terbesar, terletak agak ke bawah dan di
depan telinga dan membuka melalui duktus parotid (Stensen) menuju suatu
elevasi kecil (papilla) yang terletak berhadapa dengan gigi molar kedua pada
kedua sisi.
2) Kelenjar submaksilar (submandibular) kurang lebih sebesar kacang kenari dan
terletak di permukaan dalam pada mandibula serta membuka melalui duktus
Wharton menuju ke dasar mulut pada kedua sisi frenulum lingua.
3) Kelenjar sublingual terletak di dasar mulut dan membuka melalui duktus
sublingual kecil menuju ke dasar mulut.
Saliva terutama terdiri dari sekresi serosa, yaitu 98% air dan mengandung enzim
amilase serta berbagai jenis ion (natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium),
juga sekresi mukus yang lebih kental dan lebih sedikit yang mengandung
glikoprotein (musin), ion, dan air.
Saliva memiliki fungsi sebagai berikut.
1) Saliva melarutkan makanan secara kimia untuk pengecapan rasa.
2) Saliva melembabkan dan melumasi makanan sehingga dapat ditelan. Saliva juga
memberikan kelembaban pada bibir dan lidah.
3) Amilase pada saliva mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan maltosa.
4) Zat buangan seperti asam urat dan urea serta berbagai zat lain seperti obat, virus,
dan logam diekskresi ke dalam saliva.
5) Zat antibakteri dan antibody dalam saliva berfungsi untuk membersihkan rongga
oral dan membantu memelihara kesehatan oral serta mencegah keruakan gigi.
Kendali saraf pada sekresi saliva.
1) Aliran saliva dapat dipicu melalui stimulus psikis (pikiran akan makanan),
mekanis (keberadaan makanan), atau kimiawi (jenis makanan).
2) Stimulus dibawa melalui serabut aferen dalam saraf cranial V, VII,IX, dan X
menuju nuklei salivatori inferior dan superior dalam medulla. Semua kelenjar
saliva dipersarafi serabut simpatis dan parasimpatis.
3) Volume dan komposisi saliva bervariasi sesuai jenis stimulus dan jenis inervasinya
(system simpatis atau parasimpatis).
a. Stimulus parasimpatis mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan
sekresi serosa yang banyak sekali.
b. Stimulus simpatis mengakibatkan vasokontrinksi pembuluh darah dan sekresi
mukus yang lebih kental dan lengket.
c. Pada manusia normal, saliva yang disekresi permenit adalah sebanyak 1ml.
Saliva yang disekresi dapat mencapai 1 L sampai 1,5 L dalam 24 jam.
e) Gigi
Gigi tersusun dalam kantong-kantong (alveoli) pada mandibula dan maksila.
Anatomi gigi
1) Setiap lengkung barisan gigi pada rahang membentuk lengkung gigi. Lengkung
bagian atas lebih besar dari bagian bawah sehingga gigi-gigi atas secara normal
akan menutup gigi bawah.
2) Manusia memiliki 2 susunan gigi ; gigi primer (desiduous, gigi susu) dan gigi
sekunder (permanen).
a. Gigi primer dalam setengah lengkung gigi (dimulai dariruang antara dua gigi
depan) terdiri dari 2gigi seri, satu taring dan dua graham, untuk total
keseluruhan 20 gigi.
b. Gigi sekunder mulai keluar pada usia 5 sampai 6 tahun. Setengah dari
lengkung gigi terdiri dari 2gigi seri, satu taring, dua remolar dan tiga geraham,
untuk total keseluruhan 32 buah. Geraham ketiga disebut gigi bungsu.
3) Komponen gigi
a. Mahkota adalah bagian gigi yang terlihat. Satu sampai tiga akar yang tertanam
terdir dari bagian gigi yang tertanam ke dalam prosesus (kantong) alveolar
tulang rahang.
b. Mahkota dan akar beertemu pada leher yang diselubungi gingival (gusi).
c. Membran periodontal merupakan jaringan ikat yang melapisi kantong alveolar
dan melekatpada sementum di akar. Membran ini menahan gigi di rahang.
d. Rongga pulpa dalam mahkota melebar ke dalam saluran akar, berisi pulpa gigi
yang mengandung pembuluh darah dan saraf. Saluran akar membuka ke
tulang melalui foramen apical.
e. Dentin menyelubungi rongga pulpa dan membentuk bagian terbesar gigi.
Dentin pada mahkota gigi tertutup oleh email dan di bagian akar oleh
sementum. Email terdiri dari 97% bahan anorganik (terutama kalsium fosfat)
dan merupakan zat terkeras dalam tubuh. Zat ini berfungsi untuk
melindungi,tetapi dapat tererosi oleh enzim dan asam yang diproduksi bakteri
mulut dan mengakibatkan karies gigi. Fluoride dalam air minum atau yang
sengaja dikenakan pada gigi dapat memperkuat email.
Fungsi gigi. Gigi berfungsi dalam proses mastikasi (pengunyahan). Makanan yang
masuk dalam mulut dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan bercampur
dengansaliva untuk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.
2. Faring
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa
yunani yaitu Pharynk. Ada tiga pembagian faring, yaitu:
1. Epifaring (nasofaring)
2. Mesofaring (orofaring)
3. Hipofaring (faringofaring)
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan
rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan
rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan
dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri
dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang
sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan
tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas
kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring.
3. Esofagus
Esofagus diinervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari
pleksus esofagus atau yang biasa disebut pleksus mienterik Auerbach yang terletak di antara
otot longitudinal dan otot sirkular sepanjang esophagus Esofagus mempunyai 3 bagian
fungsional. Bagian paling atas adalah upper esophageal sphincter (sfingter esofagus atas),
suatu cincin otot yang membentuk bagian atas esofagus dan memisahkan esofagus dengan
tenggorokan. Sfingter ini selalu menutup untuk mencegah makanan dari bagian utama
esofagus masuk ke dalam tenggorokan. Bagian utama dari esofagus disebut sebagai badan
dari esofagus, suatu saluran otot yang panjangnya kira-kira 20 cm. Bagian fungsional yang
ketiga dari esofagus yaitu lower esophageal sphincter (sfingter esophagus bawah), suatu
cincin otot yang terletak di pertemuan antara esofagus dan lambung. Seperti halnya sfingter
atas, sfingter bawah selalu menutup untuk mencegah makanan dan asam lambung untuk
kembali naik/regurgitasi ke dalam badan esofagus. Sfingter bagian atas akan berelaksasi pada
proses menelan agar makanan dan saliva dapat masuk ke dalam bagian atas dari badan
esofagus. Kemudian, otot dari esofagus bagian atas yang terletak di bawah sfingter
berkontraksi, menekan makanan dan saliva lebih jauh ke dalam esofagus.
Kontraksi yang disebut gerakan peristaltik ini akan membawa makanan dan saliva
untuk turun ke dalam lambung. Pada saat gelombang peristaltik ini sampai pada sfingter
bawah, maka akan membuka dan makanan masuk ke dalam lambung. Esofagus berfungsi
membawa makanan, cairan, sekret dari faring ke gaster melalui suatu proses menelan, dimana
akan terjadi pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang lunak, proses
menelan terdiri dari tiga fase yaitu :
1. Fase oral
Makanan dalam bentuk bolus akibat proses mekanik bergerak pada dorsum lidah
menuju orofaring, palatum mole dan bagian atas dinding posterior faring terangkat.
2. Fase pharingeal
Terjadi refleks menelan (involuntary), faring dan taring bergerak ke atas oleh karena
kontraksi m. Stilofaringeus, m. Salfingofaring, m. Thyroid dan m. Palatofaring, aditus
laring tertutup oleh epiglotis dan sfingter laring.
3. Fase oesophageal
Fase menelan (involuntary) perpindahan bolus makanan kedistal oleh karena relaksasi
m. Krikofaring, di akhir fase sfingter esophagus bawah terbuka dan tertutup kembali
saat makanan sudah lewat.
1. Menelan
Menelan merupakan suatu aksi fisologi kompleks, dimana makanan atau cairan
berjalan dari mulut ke lambung. Juga merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat
terkoordinasi, dimulai dari pergerakan volunter lidah & diselesaikan refleks dalam faring dan
esofagus. Pada saat menelan, sfingter esofagus atas membuka sesaat untuk memberi jalan
kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan menimbulkan gelombang kontraksi yang
bergerak ke bawah sampai ke lambung. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerja sama
antara kedua lapisan otot esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal (gelombang
peristaltik primer) dan adanya daya tarik gravitasi. Cairan yang diminum dalam posisi tegak
akan mencapai cardia lebih cepat dari gelombang peristaltik primer. Tapi pada posisi
berbaring (kepala di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan kecepatan gelombang
peristaltik primer.
2. Neurofisiologi Menelan
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esophageal.
a. Fase Oral
Makanan yang dikunyah oleh mulut (bolus) didorong ke belakang mengenai dinding
posterior faring oleh gerakan volunter lidah.
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan
oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan
membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini
berlangsung secara di sadari.
Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.
ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
Mandibula n. V.2 (maksilaris) N.V : m. Temporalis, m. maseter, m.
Bibir n. V.2 (maksilaris) pterigoid
Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris) n. VII : m.orbikularis oris, m.
Lidah n.V.3 (lingualis) zigomatikum, m.levator labius oris,
m.depresor labius oris, m. levator anguli
oris, m. depressor anguli oris
n.VII: m. mentalis, m. risorius,
m.businator
n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi,
setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah
berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian
anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring
sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m.
palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai
serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen
(motorik).
b. Fase Faringeal
Palatum mole & uvula menutup rongga hidung, laring terangkat dan menutup glotis,
mencegah makanan masuk trakea. Kemudian bolus melewati epiglotis menuju faring bagian
bawah dan memasuki esofagus.
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus
palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI)
berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas
dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis
(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi
m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring
inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI)
menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring
(n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan
otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk
ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk
menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.
Peranan saraf kranial pada fase faringeal
Organ Afferen Efferen
Lidah n.V.3 n.V :m.milohyoid, m.digastrikus
Palatum n.V.2, n.V.3 n.VII : m.stilohyoid
Hyoid n.Laringeus superior cab n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid
Nasofaring internus (n.X) n.XII :m.stiloglosus
Faring n.X n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini
Laring n.X n.V :m.tensor veli palatini
Esofagus n.rekuren (n.X) n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus
n.X n.VII : m. Stilohioid
n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid
n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus
n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor
faring sup, m.konstriktor ffaring med.
n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.
n.IX :m.stilofaring
n.X : m.krikofaring
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai
serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,
meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter
esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu
pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan
sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam
penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :
1. Oropharyngeal propulsion pomp (OPP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah
2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari
m.konstriktor faring.
2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat
terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap
ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh
m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus
bagian superior.
c. Fase Esofageal
Terjadi gelombang peristaltik pada esofagus, mendorong bolus menuju sfingter
esofagus bagian distal, kemudian menuju lambung.
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun
lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer
terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian
proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang
peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus
mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus
dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak
peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia
akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang
peristaltik primer.
MEKANISME TERSEDAK
a.
Bila korban masih bisa berdiri, penolong berada di belakang korban lalu
melingkarkan tangan ke dada pasien sedangkan kepalan tangan berada di perut
bagian atas, kemudian hentakan tangan anda ke arah belakang atas secara tiba-
tiba dengan harapan benda asing akan terdorong keluar karena tekanan yang
dihasilkan.
b.
Bila korban terbaring, baringkan korban dengan kepala lurus dan leher tidak
tertekuk ke samping. Lalu penolong berada di samping korban dan letakkan
kepalan tangan pada perut bagian atas dan lakukan penekanan ke arah bawah
atas agar benda asing terdorong keluar.
c.
Pada anak kecil, korban dipangku oleh penolong lalu dengan 2 atau 3 jari saja
lakukan penekanan pada perut bagian atas sedangkan bila anak kecil terbaring
lakukan hal yang sama seperti orang dewasa hanya saja penolong hanya
menggunakan jari-jarinya saja.
d. Bila tindakan-tindakan di atas tidak berhasil maka segera bawa ke rumah sakit
untuk mendapat pertolongan darurat.
2.2 DEFINISI
Akalasia (kardiospasme atau megaesofagus) adalah:
- Kegagalan relaksasi serat-serat otot polos saluran cerna pada persimpangan bagian
yang satu dengan yang lain khususnya kegagalan sfingter esofagogaster untuk
mengendur pada waktu menelan akibat degenerasi sel-sel ganglion pada organ itu.
(kamus saku kedokteran Dorland, 2007)
- Gagal melemas; menandakan relaksasi inkomplet sfingter esofagus bawah sebagai
respons terhadap menelan yang menimbulkan obstruksi fungsional esofagus yang
menyebabkan esofagus lebih proksimal mengalami dilatasi. (buku ajar patologi
robbins, 2007)
- Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristalsis korpus esofagus
bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah(SEB) yang hipertonik sehingga
tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan.
(buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I, 2006)
Jika akalasia menjadi berat, esofagus tidak bisa mengosongkan makanan yag ditelan
ke dalam lambung untuk beberapa jam, padahal waktu normal adalah beberpa detik. Setelah
berbulan-bulan atau bertahun-tahun esofagus menjadi sangat besar bahkan bisa menampung 1
liter makanan, yang kemudian menjadi busuk infeksius selama periode yang lama dari stasis
esofagus.
2.3 ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Namun, secara histologik
pada penyakit akalasia ditemukan penyebab berupa degenerasi sel ganglion plexus auerbach
di sepanjang esophagus parstorakal yang menyebabkan control neurologis dan sebagai
akibatnya gelombang peristaltik primer tidak mencapai sfingter esophagus bawah.
Berdasar teori, penyebab akalasia antara lain:
1. Teori genetik
Akalasia dapat diturunkan berkisar antara 1%-2% dari populasi penderita akalasia.
2. Teori infeksi
Akalasia disebabkan oleh:
a. Bakteri (diphtheria pertusis, dostridia, tuberculosis, sipilis)
b. Virus (herpes, varicella zooster)
c. Zat toxic (gas kombat)
3. Teori autoimun
Akalasia disebabkan oleh respons inflamasi dalam pleksus mienterikus esophagus
didominasi oleh limfosit T yang berperan dalam penyakit autoimun.
4. Teori degenerative
Akalasia berhubungan dengan proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit
psikis seperti Parkinson atau depresi.
2.4 EPIDEMIOLOGI
Penyakit akalasia jarang dijumpai dibanding dengan penyakit lain. Sebagian besar
kasus terjadi pada umur pertengahan dengan perbandingan jenis kelamin yang hampir sama,
lebih sering terjadi pada orang dewasa meskipun dapat terjadi pada masa anak atau bayi.
Penyakit ini juga tidak diturunkan dan biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun hingga
menimbulkan gejala. Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun,
sebgian besar pada usia 25-60 tahun dan sedikit pada anak-anak.
2.5 KLASIFIKASI
Berdasar etiologi, akalasia dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Primer
Merupakan kasus akalasia yang paling banyak ditemukan di Amerika Serikat. Pada
jenis ini, penyebab akalasia tidak diketahui, tetapi diduga disebabkan oleh virus
neurotropik yang mengakibatkan lesi pada nucleus dorsalis vagus pada batang otak dan
ganglia misenterikus pada esofagus. Namun, beberapa sumber juga menyatakan bahwa
degenerasi pleksus auerbach menyebabkan hilangnya kontrol neurologis yang
mengakibatkan gelombang peristaltik primer tidak mencapai sfingter esofagus bagian
bawah(SEB) untuk merangsang relaksasi. Adapun faktor keturunan yang cukup
berpengaruh pada penyakit akalasia ini.
2. Sekunder
Akalasia disebabkan oleh penyakit lain, antara lain:
- Infeksi(penyakit Chagas)
- Karsinoma lambung yang menginvasi esofagus melalui radiasi, toksin atau obat-
obat tertentu.
- Tumor intraluminer, seperti tumor kardia atau pendorongan ekstra luminar seperti
pseudokista pancreas.
- Obat anti kolinergik atau pasca vagotomi.
Gambaran klinis:
No
Tanda gejala Primer Sekunder
.
Ringan sampai berat ( >1 Sedang sampai berat (< 6
1. Disfagia
tahun) bulan)
2. Regurgitasi Sedang sampai berat Ringan
Berat badan
3. Ringan (5 kg) Berat (15 kg)
menurun
4. Nyeri dada Ringan sampai sedang Jarang
5. Komplikasi paru Sedang Jarang
2. Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua pasien
akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis
retensi dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk
memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak pelebaran
lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan
cairan di bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna
pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis akibat retensi
makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan
pada esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.
3. Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk memulai fungsi motorik esofagus dengan melakukan
pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk
memperlihatkan kelainan motilitas secara- kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan
dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut
atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan
sfingter esofagus bawah. Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas
peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat
dan mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan
istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang
esofagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah
normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan.
5. Pemeriksaan motilitas
Berfungsi memeriksa bagian motorik esophagus dengan menggunakan kateter
peka tekanan atau balon mini mg diletakkan dalam lambung dan kemudian naikkan
kembali. Tekanan kemudian ditransmisi ke transduser yang diletakkan di luar tubuh
penderita , pengukuran perubahan tekanan esophagus dan lambung sangat menambah
pengertian aktivitas esophagus pada keadaan sehat atau sakitsaat istirahat dan selama
menelan.
2. Kanker Esophagus
Kanker yang mulai di esophagus (juga disebut esophageal cancer) dibagi kedalam
dua tipe-tipe utama, squamous cell carcinoma dan adenocarcinoma, tergantung pada
tipe dari sel-sel yang ganas. Squamous cell carcinomas timbul di sel-sel squamous yang
melapisi esophagus. Kanker-kanker ini biasanya terjadi pada bagian atas dan tengah
dari esophagus. Adenocarcinomas biasanya berkembang pada jaringan yang berkelenjar
pada bagian bawah dari esohagus. Perawatan adalah serupa untuk kedua tipe-tipe dari
kanker esophagus.
Jika kanker menyebar keluar dari esophagus, ia seringkali pertama pergi ke nodus-
nodus limfa. Nodus-nodus limfa adalah struktur-struktur yang kecil berbentuk kacang
yang adalah bagian dari sistim imun tubuh. Kanker esophagus dapat juga menyebar ke
hampir semua bagian lain tubuh, termasuk hati, paru-paru, otak, dan tulang-tulang.
Untuk membedakan antara achalasia dengan kaker esophagus maka dilakukan
endoskopi
2.9 KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat dari retensi makanan pada esofagus
adalah sebagai berikut:
1. Obstruksi saluran pernapasan
Obstruksi saluran napas adalah kegagalan sistem pernapasan dalam memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh akibat sumbatan saluran napas bagian atas (dari hidung
sampai percabangan trakea). Obstruksi saluran napas ini sering menyebabkan gagal
napas.
2. Bronkhitis
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan
tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah,
2007). Definisi bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak
lebih dari tiga minggu (Samer Qarah, 2007). Definisi bronkitis kronis adalah batuk
disertai sputum setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam setahun selama paling
sedikit 2 tahun berturut-turut.
3. Pneumonia aspirasi
Pneumonia Aspirasi adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh terhirupnya
bahan-bahan ke dalam saluran pernafasan.
4. Abses paru
Abses Paru diartikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga
yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi bakteri.
5. Divertikulum meckel
Divertikulum Meckel adalah suatu kelainan bawaan, yang merupakan suatu kantung
(divertikula) yang menjulur/menonjol dari dinding usus halus; divertikula bisa
mengandung jaringan lambung maupun jaringan pankreas.
6. Perforasi esophagus
Perforasi esofagus adalah pecahnya dinding esofagus karena muntah-muntah. 90 %
penyebab ruptur esofagus adalah iatrogenik,yang biasanya diakibatkan oleh
instrumentasi medis seperti paraesophageal endoskopi atau pembedahan. Dan
10%nya disebabkan oleh muntah-muntah
7. Small cell carcinoma
8. Sudden death
2.10 PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Obat antagonis kalsium, nifedipin 10-20 mg peroral dapat menurunkan tekanan
SEB pasien dengan akalasia ringan sampai sedang. Hasil pengobatan ini
didapatkan perbaikan gejala klinis pasien sampai dengan 18 bulan bila
dibandingkan dengan placebo. Pemakaian preparat nifedipin sublingual, 15-30
menit sebelum makan memberikan hasil yang baik.
b. Amilnitrit dapat digunakan pada waktu pemeriksaan esofagogram yang akan
berakibat relaksasi pada daerah kardia.
c. Isosorbit dinitrat dapat menurunkan tekanan sfingter esophagus bagian bawah dan
meningkatkan pengosongan esophagus.
3. Dilatasi SEB
Dengan cara sederhana menggunakan businasi hurst yang terbuat dari bahan
karet yang berisi air raksa dalam ukuran F (French) mempunyai 4 jenis ukuran.
Prinsip kerjanya berdasarkan gaya berat yang dipakai dari ukuran terkecil sampai
terbesar secara periodik. Keberhasilan businasi ini hanya pada 50 % tanpa kambuh, 30
% sedang dan terjadi kambuh sedangkan 15% gagal.
Dengan menggunakan dilatasi pneumatik. Dilatasi ini dapat dilakukan dengan
cara memasukan tabung yang berisi air raksa yang disebut bougie atau lazim disebut
dengan kantong pneumatic yang diletakan di daerah sfingter esophagus bagian bawah,
ditiup kuat.
Pasien harus dipuasakan dulu selama 12 jam dan dilakukan pemasangan
dengan panduan fluoroskopi. Posisi balon harus berada di atas hiatus diafragmatika
dan setengah lagi dalam gaster. Balon dikembangkan secara maksimal dan secepat
mungkin agar peregangan SEB seoptimal mungkin, selama 60 detik setelah itu
dikempiskan.Untuk satu kali pengobatan, pengembangan balon tidak melebihi dua
kali.
Tanda-tanda pengobatan berhasil bila pasien merasa nyeri bila balon ditiup
dan segera menghilang jika balon dikempiskan. Bila nyeri menetap, kemungkinan
terjadi perforasi.
4. Miotomy heller
Pembelahan serabut-serabut otot perbatasan esophagus-lambung. Operasi ini
terdiri dari suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5
cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication
untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan
kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu. Secara efektif, terapi
pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens
refluks post operatif adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang
sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang
cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapiutama dalam penanganan akalasia
esofagus.
Piloroplasti (pelebaran pintu keluar lambung) sering dilakukan bersamaan agar
dapat mengosongkan isi lambung dengan cepat dan mencegah refluk ke dalam
esophagus.
2.11 PATOFISIOLOGI
Terlampir
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan sulit menelan ditandai oleh
klien mengeluh mengalami masalah saat makan dan minum dan Berat badan turun
2. Gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan sulit
menelan ditandai oleh klien mengeluh mengalami masalah saat makan dan minum
3. Resiko bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan makanan masuk ke
saluran nafas
4. Resiko aspirasi berhubungan dengan makanan masuk ke saluran nafas
KASUS 1
Ny. Celline 72 thun TB:165 cm BB: 50kg, mengeluh belakangan ini mengalamai masalah
saat makan minum, ia sering kali tersedak sampai beberapa kali, makanan bukannya tertelan
tetapi masuk ke rongga hidung, sehingga dia batuk dan bersin saat makan. Keadaan ini sudah
berlangsung agak lama, tetapi 2 bulan belakangan ini makin berat sehingga BB menurun,
sebelumnya BB Ny.Celline cukup ideal dengan BMI 24.
STEP 1
1. Diagnosa dengan keluhan tersedak?
2. Apa penyebab pas 2 bulan lebih berat?
3. Komplikasi pada saluran nafas?
4. Mekanisme tersedak hingga ke hidung?
5. Pertolongan pertama saat tersedak?
6. Mekanisme menelan yang normal?
7. Penatalaksaan non medis?
8. Nutrisi harus diberikan?
9. Klasifikasi BMI?
10. Apakah kalau minum juga keluar dari hidung?
11. Pemeriksaan Diagnostik?
12. Cara pemberian nutrisi?
13. Berhubungan dengan degenerasi?
14. Manifestasi klinis ?
15. diagnosa keperawatan utama ? askep?
16. Aktifitas yang intoleran?intervensi?
17. Penyebab BB turun?
18. Penkes dan pencegahan?
19. Farmakologi?
20. Anfis saluran pencernaan bagian atas?
21. Factor resiko?
22. Insidensi?
23. Apakah ada klasifikasi?
24. Ada kerusakan sfingter saat makan tapi batuk?
25. Diagnose banding?
STEP 3
20. esophagus 23-25 cm diameter 2 cm, 1/3 bagian atas otot volunteer dan 2/3 bagian bawah
otot involunter. Esophagus: mulut-faring-kerongkongan-sfingter-lambung. Bagian
bawah: usus besar-usus halus- anus.
17. BB menurun – tidak tercerna makanan itu – perombakan lemak makanan tertahan –
makanan susah masuk lambung – tidak ada yang dicerna. Tidak ada nutrisi ke sel –
metabolism anaerob – BB terganggu – ada gangguan digestive – pencernaan terganggu –
makanan belum diabsorpsi.
1. Achalasia karena degenarasi
9. BMI underweight : <19 , normal: 19-25 , overweight: >25
3. Ada refluks makanan da yang masuk ke pernafasan sehingga pneumonia control sfingter
rusak asam lambung mengiritasi esophagus.
6. makanan ke kerongkongan sambil ngomong maka bisa tersedak saat makan sfingter tidak
optimal.
4. makanan masuk tertahan di esophagus, tekanan besar aspirasi sfingter terbuka sehingga
masuk ke pernafasan.
12. nutrisi, makanan yang lunak, cairan, makan sering tapi sedikit, jangan terlalu banyak
cairan, bias besar lambung dan mual.
13. ya, otot inviolunter ada degenerasi sehingga tidak berfungsi.
24. penurunan fungsi sfingter etiologi degenerative
14. BB menurun, sulit menelan, chest pain, malaise, anorexia, fatique.
11. x-ray , barium: tertahan dimana makanan, Manometrik:pengukuran tekanan di esophagus,
Endoscopy: camera dimasukkan ke dalam esophagus
15. Gangguan nutrisi dan Gangguan cairan dan elektrolit
21- 22. Sama untuk jenis kelamin, usia dewasa merupakan factor resiko.
23. tidak ada
18. Nutrisi: sedikit tapi sering, aktivitas untuk ditoleransi, jangan makan yang terlalu keras,
jangan sambil tidur. Pencegahan: jangan makan sambil ngomong.
2. selama 2 bulan intake nutrisi menurun, pertahanan tubuh menurun, lemas dan penurunan
kekebalan tubuh.
26. colon menyerap – konstipasi.
5. dipeluk dari belakang pegang perut terus ditekan
STEP 5 LO
19, 25
Anfis
Patof
Askep
Mekanisme tersedak
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akalasia adalah keadaan sfingter esofagus inferior yang gagal berelaksasi selama
menelan. Sebagai akibatnya, makanan yang ditelan ke dalam esofagus gagal untuk melewati
esofagus masuk ke dalam lambung.
Jika akalasia menjadi berat, esofagus sering tidak mengosongkan makanan yang
ditelan ke dalam lambung selama beberapa jam, padahal waktu yang normal adalah beberapa
detik. Setelah berbulan-bulan dan bertahun-tahun, esofagus menjadi sangat membesar
sehingga sering kali dapat menampung sebanyak satu liter makanan, yang sering menjadi
terinfeksi dan membusuk selama periode statis esofagus yang lama. Infeksi juga dapat
mengakibatkan ulserasi mukosa esofagus, kadang-kadang menimbulkan nyeri subternal atau
bahkan ruptur dan kematian.
Akalasia dapat diobati dengan melebarkan katup secara mekanik, contohnya dengan
menggelembungkan sebuah balon di dalam kerongkongan. 40% hasil dari prosedur ini
memuaskan, tetapi mungkin perlu dilakukan secara berulang. Dengan pemberian nitrat
(contohnya nitroglycerin) yang ditempatkan di bawah lidah sebelum makan atau penghambat
saluran kalsium (contohnya nifedipine), maka tindakan untuk melebarkan kerongkongan
dapat ditangguhkan.
Sebagai perawat kita dapat memberikan Health Education kepada klien dengan cara
menghindari alcohol, dan makanan panas, dingin, dan pedas dan dianjurkan untuk tidur
dengan kepala terangkat untuk menghindari aspirasi.
B. Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok
mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama
mahasiswa. Selain itu penyakit akalasia ini sangat berbahaya dan kita sebagai host harus bisa
menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Artur C, Hall, John E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton.
Jakarta.
EGC
Black Joyce M., Hawks Jane Hokanson. 2009. Medical Surgical Nursing
Clinic
Management for Positive Outcomes. United State of America: Elsevier
Bailey J Byron. Esophageal disorders. Head and neck surgery
Otolaringology.
Vol.1.2.1998;56:781-8014.
Doenges Marilynn, Moorhouse, Geissler. Rencana Asuhan
Keperawatan
:Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien
(terjemahan). Edisi 3. Jakarta, EGC.
Isselbacher, Kurt J. 1995. Horrison: Prinsip-PrinsipIlmu Penyakit Dalam, Vol.
1,
Ed. 13. Jakarta: EGC.
Juniati Sri Herawati. 2013. Ilmu Kesehatan THT-KL Esofagus Edisi 2.
Surabaya:
AUP
J., Finley R. 2002. Achalasia: Thoracoscopic and Laparoscopic Myotomi. In:
Pearson F.G. MD, Cooper J.D. MD,
Kaiyo, Takubo. 2009. Pathology of the Esophagus: An Atlas and Textbook.
Tokyo
: Springer Science & Business Media.
Marks, Jay W., Lee, Dennis. 2010. Achalasia.
http://www.medicinenet.com.
Accessed on: 5
th
August 2015
Muttaqin, Arif. Dkk. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi
Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta:
PT
Gramedia Pustaka Utama