You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Hospitalisasi Pada Anak
a. Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik bagi anak

maupun keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat berupa

perpisahan dengan keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan yang

asing, kehilangan kemandirian dan kebebasan. Reaksi anak dapat

dipengaruhi oleh perkembangan usia anak, pengalaman terhadap sakit,

diagnosa penyakit, sistem dukungan dan koping terhadap cemas

(Nursalam, 2013).
Hospitalisasi merupakan suatau keadaan krisis yang terjadi

pada anak, yang terjadi saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit.

Perawatan anak di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak

pada anak karena anak yang dirawat di rumah sakit mengalami

perubahan status kesehatan dan juga lingkungan seperti ruangan

perawatan, petugas kesehatan yang memakai seragam ruangan, alat-

alat kesehatan. Selama proses tersebut, anak dapat mengalami hal yang

tidak menyenangkan bagi dirinya, bisa ditunjukkan dengan anak tidak

aktif, tidak komunikatif, merusak mainan atau makanan, mundur ke

perilaku sebelumnya (misalnya mengompol, menghisap jari) dan

perilaku regresi seperti ketergantungan dengan orang tua, menarik diri.

Keadaan ini terjadi karena anak berusaha beradaptasi dengan

lingkungan baru yaitu lingkungan rumah sakit sehingga kondisi


tersebut mejadi faktor stressor bagi anak maupun orang tua dan

keluarga yang bisa menimbulkan kecemasan.berbagai perasaan yang

sering muncul pada anak yaitu rasa cemas, marah, sedih, takut, dan

merasa bersalah (Hockenberry & Wilson, 2011)


Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu

alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal

di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan

kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat

mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian

ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh

stres (Supartini, 2004).


b. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi
Reaksi terhadap hospitalisasi Reaksi yang timbul akibat hospitalisasi

meliputi:
1) Reaksi anak
Secara umum, anak lebih rentan terhadap efek penyakit dan

hospitalisasi karena kondisi ini merupakan perubahan dari status

kesehatan dan rutinitas umum pada anak. Hospitalisasi

menciptakan serangkaian peristiwa traumatik dan penuh

kecemasan dalam iklim ketidakpastian bagi anak dan keluarganya,

baik itu merupakan prosedur elektif yang telah direncanakan

sebelumnya ataupun akan situasi darurat yang terjadi akibat

trauma. Selain efek fisiologis masalah kesehatan terdapat juga

efek psikologis penyakit dan hospitalisasi pada anak (Kyle &

Carman, 2015), yaitu sebagai berikut:


a) Ansietas dan kekuatan Bagi banyak anak memasuki rumah

sakit adalah seperti memasuki dunia asing, sehingga

akibatnya terhadap ansietas dan kekuatan. Ansietas seringkali

berasal dari cepatnya awalan penyakit dan cedera, terutama

anak memiliki pengalaman terbatas terkait dengan penyakit

dan cidera.
b) Ansietas perpisahan Ansietas terhadap perpisahan merupakan

kecemasan utama anak di usia tertentu. Kondisi ini terjadi

pada usia sekitar 8 bulan dan berakhir pada usia 3 tahun

(American Academy of Pediatrics, 2010).


c) Kehilangan control Ketika dihospitalisasi, anak mengalami

kehilangan kontrol secara signifikan.


2) Reaksi orang tua
Hampir semua orang tua berespon terhadap penyakit dan

hospitalisasi anak dengan reaksi yang luar biasa. Pada awalnya

orang tua dapat bereaksi dengan tidak percaya, terutama jika

penyakit tersebut muncul tiba-tiba dan serius. Takut, cemas dan

frustasi merupakan perasaan yang banyak diungkapkan oleh orang

tua. Takut dan cemas dapat berkaitan dengan keseriusan penyakit

dan jenis prosedur medis yang digunakan. Sering kali kecemasan

yang paling besar berkaitan dengan trauma dan nyeri yang terjadi

pada anak (Wong, 2009).


3) Reaksi saudara kandung (sibling)
Reaksi saudara kandung terhadap anak yang sakit dan dirawat di

rumah sakit adalah kesiapan, ketakutan, khawatiran, marah,

cemburu, benci, iri dan merasa bersalah. Orang tua sering kali
memberikan perhatian yang lebih pada anak yang sakit

dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal tersebut menimbulkan

perasaan cemburu pada anak yang sehat dan merasa ditolak

(Nursalam, 2013).
4) Perubahan peran keluarga
Selain dampak perpisahan terhadap peran keluarga, kehilangan

peran orang tua dan sibling. Hal ini dapat mempengaruhi setiap

anggota keluarga dengan cara yang berbeda. Salah satu reaksi

orang tua yang paling banyak adalah perhatian khusus dan intensif

terhadap anak yang sedang sakit (Wong, 2009).


c. Faktor yang Berhubungan dengan Kecemasan Akibat Hospitalisasi
Anak usia prasekolah akan mempresepsikan hospitalisasi

sebagai hukuman dan pengalaman yang menakutkan (Supartini, 2004).

Sehingga respon anak terhadap hospitalisasi pada usia prasekolah akan

lebih berat dibandingkan dengan anak usia sekolah. Reaksi anak

terhadap kecemasan akibat hospitalisasi menurut Hockenberry &

Wilson (2011) berbeda-beda pada masing-masing individu. Hal

tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi

reaksi anak prasekolah adalah sebagai berikut :

1) Usia anak

Usia anak merupakan salah satu faktor utama yang dapat

mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan proses perawatan.

Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat

perkembangan anak. Semakin muda anak semakin sulit bagi anak


untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di rumah

sakit (Stuart & Laraia, 2005).

2) Jenis Kelamin

Dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan memiliki

kecenderungan mudah mengalami kecemasan. Hal ini

memungkinkan karena pengaruh hormon esterogen yang apabila

berinteraksi dengan serotonin akan memicu timbulnya kecemasan

(Little, 2006 dalam Purwandari, 2009).

3) Pengalaman dirawat sebelumnya

Pengalaman anak dirawat sebelumnya mempengaruhi reaksi anak.

Apabila anak pernah dirawat sebelumnya dan anak mengalami

pengalaman tidak menyenangkan dirawat di rumah sakit

sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma dan apabila

ketika anak dirawat di rumah sakit dan anak mendapatkan

perawatan yang baik dan menyenangkan anak akan lebih

kooperatif pada perawat dan dokter (Supartini, 2004).

4) Lama Perawatan

Lama hari dirawat bisa mempengaruhi kecemasan anak. Studi

yang dilakukan oleh Aguilera-Perez dan Whetsell (2007, dalam

Purwandari, 2009) dengan melakukan pengukuran kecemasan

pada waktu 12 jam setelah anak masuk ke rumah sakit, 12 jam

sebelum keluar dari rumah sakit, dan 10 hari setelah keluar dari
rumah sakit menunjukkan bahwa lama dirawat mempengaruhi

kecemasan anak.

d. Dampak hospitalisasi
Menurut Cooke & Rudolph (2009), hospitalisasi dalam waktu

lama dengan lingkungan yang tidak efisien teridentifikasi dapat

mengakibatkan perubahan perkembangan emosional dan intelektual

anak. Anak yang biasanya mendapatkan perawatan yang kurang baik

selama dirawat, tidak hanya memiliki perkembangan dan pertumbuhan

fisik yang kurang optimal, melainkan pula mengalami gangguan hebat

terhadap status psikologis. Anak masih punya keterbatasan

kemampuan untuk mengungkapkan suatu keinginan.


Gangguan tersebut dapat diminimalkan dengan peran orang

tua melalui pemberian rasa kasih sayang. Depresi dan menarik diri

sering kali terjadi setelah anak manjalani hospitalisasi dalam waktu

lama. Banyak anak akan mengalami penurunan emosional setelah

menjalani hospitalisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak

yang dihospitalisasi dapat mengalami gangguan untuk tidur dan

makan, perilaku regresif seperti kencing di atas tempat tidur,

hiperaktif, perilaku agresif, mudah tersinggung, terteror pada saat

malam hari dan negativisme (Herliana, 2010).


Berikut ini adalah dampak hospitalisasi terhadap anak usia

prasekolah menurut Nursalam (2013), sebagai berikut:


1) Cemas disebabkan perpisahan Sebagian besar kecemasan yang

terjadi pada anak pertengahan sampai anak periode prasekolah

khususnya anak berumur 6-30 bulan adalah cemas karena


perpisahan. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga

perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan 19

terhadap orang yang terdekat bagi diri anak. Selain itu, lingkungan

yang belum dikenal akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan

rasa cemas.
2) Kehilangan control Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya

kehilangan kontrol. Hal ini terihat jelas dalam perilaku anak dalam

hal kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan

interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari-hari activity daily

living (ADL), dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah

sakit, anak akan kehilangan kebebasan pandangan ego dalam

mengembangkan otonominya. Ketergantungan merupakan

karakteristik anak dari peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi

terhadap ketergantungan dengan cara negatif, anak akan menjadi

cepat marah dan agresif. Jika terjadi ketergantungan dalam jangka

waktu lama (karena penyakit kronis), maka anak akan kehilangan

otonominya dan pada akhirnya akan menarik diri dari hubungan

interpersonal.
3) Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri) Konsep tentang citra

tubuh, khususnya pengertian body boundaries (perlindungan

tubuh), pada kanak-kanak sedikit sekali berkembang. Berdasarkan

hasil pengamatan, bila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut atau

suhu pada rektal akan membuat anak sangat cemas. Reaksi anak

terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti tindakan


yang sangat menyakitkan. Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri

dengan menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, menendang,

memukul atau berlari keluar.


4) Dampak negatif dari hospitalisasi lainya pada usia anak

prasekolah adalah gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi

terhadap lingkungan.

2. Kecemasan Pada Anak


a. Kecemasan
Kecemasan pada dasarnya adalah suatu respon terhadap ancaman

yang dapat membahayakan tubuh dan hal ini merupakan sesuatu yang

normal terjadi pada seorang manusia. Kecemasan merupakan suatu

penyerta yang normal dari proses pertumbuhan, perubahan,

pengalaman, dan penemuan identitas diri seseorang. Namun perlu

diingat bahwa terdapat jenis lain dari kecemasan yang merupakan

suatu efek dari respon yang tidak sesuai terhadap stimulus yang

diberikan berdasarkan intensitas dan durasinya yaitu kecemasan

patologis atau biasa disebut dengan gangguan kecemasan.


Pengalaman kecemasan memiliki dua komponen yaitu kesadaran akan

adanya sensasi fisiologis dan kesadaran sedang gugup atau ketakutan.

Kecemasan akan mempengaruhi proses berpikir, persepsi, dan belajar

yang kemudian akan menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi.

Pengaruh kebingungan ini tidak hanya terjadi pada dimensi ruang dan

waktu tetapi juga pada orang dan arti peristiwa. Distorsi tersebut dapat

mempengaruhi proses belajar dengan menurunkan fokus, menurunkan


daya ingat, dan mengganggu kemampuan menghubungkan satu hal

dengan hal yang lain (Kaplan & Sadock, 2010).


b. Faktor-Faktort Yang Mempengaruhi Kecemasan (Anxiety)
Blacburn & Davidson (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka

Saputra, 2012: 51) menjelaskan faktor-faktor yang menimbulakan

kecemasan, seperti pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai

situasi yang sedang dirasakannya, apakah situasi tersebut mengancam

atau tidak memberikan ancaman, serta adanya pengetahuan mengenai

kemampuan diri untuk mengendalikan dirinya (seperti keadaan emosi

serta fokus kepermasalahannya). Kemudian Adler dan Rodman (dalam

M. Nur Ghufron & Rini Risnawita, S, 2014: 145- 146) menyatakan

terdapat dua faktor yang dapat menimbulkan kecemasan, yaitu.


1) Pengalaman negatif pada masa lalu Sebab utama dari timbulnya

rasa cemas kembali pada masa kanak-kanak, yaitu timbulnya rasa

tidak menyenangkan mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi

pada masa mendatang, apabila individu menghadapi situasi yang

sama dan juga menimbulkan ketidaknyamanan, seperti

pengalaman pernah gagal dalam mengikuti tes.


2) Pikiran yang tidak rasional Pikiran yang tidak rasional terbagi

dalam empat bentuk, yaitu.


a) Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu

bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya. Individu

mengalami kecemasan serta perasaan ketidakmampuan dan

ketidaksanggupan dalam mengatasi permaslaahannya.


b) Kesempurnaan, individu mengharapkan kepada dirinya untuk

berperilaku sempurna dan tidak memiliki cacat. Individu


menjadikan ukuran kesempurnaan sebagai sebuah target dan

sumber yang dapat memberikan inspirasi.


c) Persetujuan
d) Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang

berlebihan, ini terjadi pada orang yang memiliki sedikit

pengalaman

c. Aspek-Aspek Kecemasan (Anxiety)


Gail W. Stuart (2006: 149) mengelompokkan kecemasan (anxiety)

dalam respon perilaku, kognitif, dan afektif, diantaranya.


1) Perilaku, diantaranya:
a) Gelisah,
b) Ketegangan fisik,
c) Tremor,
d) Reaksi terkejut,
e) Bicara cepat,
f) Kurang koordinasi,
g) Cenderung mengalami cedera,
h) Menarik diri dari hubungan interpersonal,
i) Melarikan diri dari masalah,
j) Menghindar,
k) Sangat waspada.
2) Kognitif, diantaranya:
a) Perhatian terganggu,
b) Konsentrasi buruk,
c) Pelupa,
d) Salah dalam memberikan penilaian,
e) Hambatan berpikir,
f) Lapang persepsi menurun,
g) Sangat waspada,
h) Takut kehilangan kendali,
i) Takut pada gambaran visual,
j) Takut cedera atau kematian,
3) Afektif, diantaranya:
a) Mudah terganggu,
b) Tidak sabar,
c) Gelisah,
d) Tegang,
e) Gugup,
f) Ketakutan,
g) Waspada,
h) Kengerian,
i) Kekhawatiran,
j) Kecemasan,
k) Mati rasa,
l) Rasa bersalah,
m) Malu
d. Jenis-Jenis Kecemasan (Anxiety)
Menurut Spilberger (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra,

2012: 53) menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk, yaitu.


1) Trait anxiety
Trait anxiety, yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang

menghinggapi diri seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya

tidak berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh kepribadian

individu yang memang memiliki potensi cemas dibandingkan

dengan individu yang lainnya.


2) State anxiety
State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan

sementara pada diri individu dengan adanya perasaan tegang dan

khawatir yang dirasakan secara sadar serta bersifat subjektif.


e. Tingkat Kecemasan (Anxiety)
Kecemasan (Anxiety) memiliki tingkatan Gail W. Stuart (2006: 144)

mengemukakan tingkat ansietas, diantaranya.


1) Ansietas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,

ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan

meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.


2) Ansietas sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting

dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit

lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami


tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih

banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

3) Ansietas berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung

berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir

tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi

ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk

berfokus pada area lain.


4) Tingkat panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang

rinci terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan

kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi

kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,

menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,

persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang

rasional.
3. Terapi Bermain
a) Pengertian permain
Bermain merupakan aktivitas yang dapat merangsang pertumbuhan

dan perkembangan anak baik secara fisik maupun secara psikologis

(Dian, 2013). Melalui bermain semua aspek perkembangan anak di

tumbuhkan sehingga anak menjadi lebih sehat dan cerdas. Bermain

pada anak usia pra sekolah telah terbukti mampu meningkatkan

perkembangan mental dan kecerdasan anak. daya pikir anak

terangsang untuk mendayagunakan aspek emosional, sosial, serta


fisiknya. Kesenangan merupakan salah satu elemen pokok dalam

bermain. Anak akan terus bermain sepanjang aktivitas tersebut

menghibur anak dan saat anak bosan mereka akan berhenti bermain.

Permainan memberikan kesempatan latihan untuk anak-anak pra

sekolah mengenal aturan-aturan, mematuhi norma-norma dan

larangan-larangan dan bertindak secara jujur dan setia.


b) Macam-macam permainan
Ada dua sifat bermain pada anak yaitu sifat aktif dan pasif. Bermain

aktif jika anak berperan secara aktif dalam permainannya memberikan

rangsangan dan melaksanakannya. Bermain pasif anak akan memberi

respon pasif terhadap permainan dan orang atau lingkungan yang

memberikan respon secara aktif (Hidayat , 2005). Bermain aktif antara

lain (1) Bermain dengan mengamati atau menyelidiki (Exploratory)

dimana perhatian pertama anak tertuju pada alat bermain memeriksa

alat tersebut, memperhatikan, mengocok ngocok apakah ada bunyi,

mencium, meraba, menekan dan kadang membongkar (2) Bermain

Konstruktif (construction play), (3) bermain drama bermain peran

sesuai dengan tokoh idola, main boneka-bonekaan, mainan dokter-

dokteran, bermain masak-masakan dengan teman. Sedangkan bermain

pasif melihat gambar di buku atau majalah, mendengarkan cerita atau

musik, menonton telivisi dan lain-lain.

c) Fungsi bermain

Bermain pada anak dapat merangsang perkembangan

sensorimotor, perkembangan intelektual, sosialisasi,


kreativitas, kesadaran diri, nilai moral, dan perkembangan

terapeutik.

1) Perkembangan sensorimotor
Aktivitas sensorimotor adalah komponen utama bermain

pada semua usia. Permainan aktif penting untuk

perkembangan otot dan bermanfaat melepas kelebihan

energi. Pada anak usia pra sekolah sangat menyukai

gerakan tubuh dan mengeksplorasi segala sesuatu di

ruangan.
2) Perkembangan intelektual
Melalui eksplorasi dan manipulasi anak-anak belajar

mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan fungsi

objek-objek.
3) Sosialisasi
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan

berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui bermain

anak belajar membentuk hubungan sosial dan

menyelesaikan masalah, belajar saling memberi dan

menerima, menerima kritikan, serta belajar pola perilaku

dan sikap yang diterima masyarakat. Anak akan belajar

tentang benar dan salah, standar masyarakat, dan

bertanggung jawab atas tindakan mereka


4) Kreativitas
Anak-anak bereksperimen dan mencoba ide mereka

dalam bermain. Kreativitas terutama merupakan hasil

aktivitas tunggal, meskipun, berpikir kreatif sering di


tingkatkan dalam kelompok. Anak merasa puas ketika

menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.


5) Kesadaran diri
Melalui bermain anak akan mengembangkan

kemampuannya dalam mengatur tingkah laku. Anak juga

akan belajar mengenal kemampuan diri dan

membandingkannya dengan orang lain, kemudian

menguji kemampuannya dengan mencoba berbagai peran

serta mempelajari dampak dari perilaku mereka pada lain

orang.
6) Nilai moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari

lingkungannya terutama dari orangtua dan guru. Melalui

aktivitas bermain, anak akan memperoleh kesempatan

untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat di

terima di lingkungannya. Selain itu anak juga akan

belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana

yang benar dan mana yang salah, serta belajar

bertanggung jawab terhadap tindakkan yang

dilakukannya.

d) Manfaat terapeutik
Bermain bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain memberikan

sarana untuk melepaskan diri dari keteganggan dan stres yang

dihadapi di lingkungan. Dalam bermain anak dapat mengekspresikan

emosi dan melepaskan implus yang tidak dapat diterimah dalam cara

yang dapat diterimah di masyarakat. Melalui bermain anak-anak


mampu mengkomunikasikan kebutuhan, rasa takut, dan keinginan

mereka kepada pengamat yang tidak dapat mereka ekspresikan karena

keterbatasan keterampilan bahasa mereka.


e) Manfaat bermain di Rumah Sakit
Selama perawatan di rumah sakit anak bisa melakukan aktifitas

bermain karena bermain merupakan aktivitas yang dapat merangsang

stimulus tumbuh kembang anak (Nursalam, Rekawati & Sri, 2008).

Tujuan bermain dirumah sakit pada prinsipnya adalah agar anak dapat

beradaptasi secara lebih efektif terhadap stress . Tujuan bermain

dirumah sakit (1) Memfasilitasi anak untuk untuk beradaptasi dengan

lingkungan yang asing (2) Memberikan kesempatan untuk keputusan

dan kontrol (3) membantu mengurangi stress terhadap perpisahan

memberi kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian tubuh

merupakan satu set permainan dokter-dokteran berisi replika alat

kedokteran seperti stetoskop, jarum, perban dan lain-lain (4)

Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan tujuan

peralatan medis serta prosedur medis (5) memberi distraksi dan

relaksasi dan membantu mengungkapkan perasaan anak (6) Media

untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap positif terhadap

orang lain, mengekspresikan ide-ide kreatif dan minat serta mencapai

tujuan terapeutik (Dian, 2013).


f) Prinsip bermain pada anak di Rumah Sakit
Ada beberapa prinsip bermain selama di rumah sakit sehingga terapi

bermain hasilnya lebih efektif antara lain: (1) Anak tidak banyak

menggunakan energy, (2) Aman dan bebas dari infeksi silang orang
tua boleh membawa permainan dari rumah tapi dalam keadaan bersih,

(3) Sesuai dengan kelompok usia, (4) Waktu bermain perlu

dijadwalkan dan dikelompokkan sesuai dengan usia karena kebutuhan

bermain antara anak berbeda dengan usia yang lebih rendah dengan

anak yang usia lebih tinggi, (5) Tidak bertentangan dengan terapi.

B. Kerangka Teori

Anak Usia
6-12 Tahun
Kecemasan
Hospitalisasi
Faktor yang dapat
Dampak Hospitalisasi menimbulkan kecemasan,
 Cemas yaitu.
 Kehilangan control  Pengalaman negatif
 Luka pada tubuh dan rasa  Pikiran yang tidak
Tingkat Kecemasan
rasional
sakit 1) Ansietas ringan
 Dampak
Terapinegatif
Bermaindari 2) Ansietas sedang
hospitalisasi lainya 3) Ansietas berat
Bermain dirumah sakit pada 4) Tingkat panik
prinsipnya adalah agar anak Faktor Yang Berhubungan
dapat beradaptasi secara Dengan Kecemasan
lebih efektif terhadap stress Akibat Hospitalisasi
1) Usia anak
2) Jenis kelamin
3) Pengalaman dirawat
sebelumnya
C. Kerangka Konsep 4) Lama perawatan

Terapi Bermain Anak Usia


Anak 6-12
6-12 Tahun
Tahun Yang
Menjalani Masa
Hospitalisasi
Kecemasan pada anak
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terapi bermain berpengaruh

terhadap kecemasan anak 6-12 tahun yang menjalani masa hospitalisasi.

E. Definisi Operasional
1. Terapi Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dapat merangsang pertumbuhan dan

perkembangan anak baik secara fisik maupun secara psikologis.


2. Kecemasan pada anak
Suatu respon terhadap ancaman yang dapat membahayakan tubuh dan hal

ini merupakan sesuatu yang normal terjadi pada seorang anak.

You might also like