You are on page 1of 44

JOURNAL READING

FORMALDEHYDE POISONING : TWO CASE REPORTS

Disusun untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kedokteran Forensik RSUP Dr. Kariadi Semarang

Dosen Penguji :
Bpk Saebani, SKM, MKes

Residen Pembimbing :
dr. Chotimah

Disusun oleh :
Faras Afif Berlian (1261050089)
Priangga Ibrahim A.S (1361050062)
Lisnasari (1361050113)
Stephanie Caroline (1361050171)
Annisa Diah Rachmawati (1361050229)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 7 MEI – 9 JUNI 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan segala hikmat

dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan journal reading yang berjudul

“Formaldehyde Poisoning : Two Case Reports”. Pembuatan journal reading ini dibuat

sebagai salah satu syarat kelulusan pada kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik

di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi Semarang.

Melalui kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membimbing dan memberikan

dukungan dengan segala cara dalam proses penulisan sampai penyelesaian, terutama

kepada :

1. Bapak Saebani, SKM, M.Kes, selaku penguji journal reading ini, yang telah turut

membantu memberi masukan-masukan yang membangun demi tersusunnya

journal reading ini,

2. dr. Chotimah selaku residen pembimbing journal reading yang telah meluangkan

waktunya untuk ikut serta membantu dalam memberikan kritik, masukan, dan

dukungan kepada penulis selama pembuatan journal reading ini,

3. Orang tua penulis yang memberikan dukungan moral dan spiritual,

4. Serta seluruh rekan sejawat yang menjalani program Kepaniteraan Klinik

Departemen Ilmu Forensik di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi

Semarang pada periode ini.

ii
Penulis menyadari bahwa journal reading ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

memperbaiki kekurangan journal reading ini di kemudian hari. Penulis juga memohon

maaf jika terdapat kata-kata penulis yang kurang berkenan. Akhir kata, penulis

berharap agar journal reading ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Atas perhatian yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Semarang, 20 Mei 2018

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
BAB I JURNAL ........................................................................................................... 1
I. 1 Jurnal Utama.......................................................................................... 1
I. 2 Jurnal Terjemahan ................................................................................. 5
I. 3 Jurnal Pembanding 1 ........................................................................... 12
I. 4 Jurnal Pembanding 2 ........................................................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 19
II. 1 Definisi Toksikologi ............................................................................ 19
II. 2 Racun ................................................................................................... 19
II. 3 Pemeriksaan Toksikologi Forensik ..................................................... 23
II. 4 Pengambilan Sampel pada Toksikologi Forensik ............................... 25
II. 5 Definisi Formaldehida ......................................................................... 29
II. 6 Manfaat dan Kegunaan Formaldehida................................................. 30
II. 7 Tanda dan Gejala Formaldehida .......................................................... 30
II. 8 Metabolisme Formaldehida ................................................................. 32
II. 9 Keperluan Penyidik ............................................................................. 34
II. 10 Keracunan ............................................................................................ 35
II. 11 Peracunan ............................................................................................ 35
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 38
III. 1 Kesimpulan .......................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 39

iv
BAB I

JURNAL

I. 1 Jurnal Utama

1
2
3
4
I.2. Jurnal Terjemahan

LAPORAN KASUS

KERACUNAN FORMALDEHYDE: DUA LAPORAN KASUS

G.R. JONES AND P.P. SINGER

Abstrak

Dua kasus kematian bunuh diri yang berbeda akibat keracunan formaldehida

dilaporkan. Formaldehida sangat cepat dimetabolisme menjadi asam format (format).

Berikut konsentrasi formate: Kasus 1 - darah 0,37, vitreous humour 0,12, urin 0,08;

Kasus 2 - darah 0,72, vitreous humour 0,57, urin 0,41 (semua dalam g/L). Metanol juga

terdeteksi di semua spesimen, dikaitkan dengan keberadaannya sebagai penstabil

dalam larutan formaldehida komersial. Formate diukur dengan headspace-gas

chromatography pada kolom silika rtx-BAC1 (30 mx 0,53 mm ID, ketebalan film 3,0

μm, Restek # 18001) setelah metilasi in situ menggunakan metanol dan asam sulfat

pekat. Standar internalnya adalah diisopropil eter.

PENDAHULUAN

Formaldehida tersedia secara luas dan digunakan dalam cairan pengawet, sebagai agen

sterilisasi, sebagai agen fiksatif untuk jaringan untuk preparat histologi, sebagai

fumigan, dan sebagai prekursor kimia. Formaldehida adalah gas, tetapi yang paling

banyak digunakan dalam pelarut air sebagai "formalin" pada konsentrasi hingga 37%

5
w/v. Meskipun penggunaannya sangat luas, laporan keracunan formaldehyde jarang

terjadi. Formaldehyde sendiri memiliki waktu paruh yang sangat singkat dalam tubuh,

tetapi secara ekstensif dan cepat dimetabolisme menjadi asam format (formate), yang

terakumulasi menjadi konsentrasi beracun. Kami menyajikan dua kasus keracunan

dengan larutan formaldehyde.

Kasus 1

Seorang laki-laki berusia 84 tahun dengan riwayat penyakit jantung ditemukan tewas

disamping tempat tidurnya. Ia terakhir terlihat masih hidup 9 jam yang lalu. Dilaporkan

ia mengalami depresi belakangan ini karena masalah kesehatannya yang menumpuk.

Sebuah kaleng lama dari larutan fungisida ditemukan di dapur, tetapi anggota keluarga

percaya bahwa pria itu telah membuang wadah itu dari garasinya sekitar dua hari

sebelum kematiannya. Awalnya kaleng berisi 15 fl oz (445 mL) larutan fungisida dan

ketika diperiksa penyelidik hanya mengandung sekitar 2/3 dari jumlah awal. Namun,

tidak diketahui seberapa banyak, jika ada, mungkin digunakan antara waktu pembelian

awal dan waktu kematian pria itu. Mengingat riwayat kasus, pemeriksa medis tidak

melakukan otopsi tetapi melakukan pemeriksaan eksternal terhadap tubuh korban dan

mengumpulkan beberapa spesimen untuk pengujian toksikologi.

Kasus 2

Seorang laki-laki berusia 39 tahun dengan riwayat pecandu alcohol kronis ditemukan

tewas diatas tempat tidur. Cairan putih dengan bau formaldehida ditemukan dalam

6
gelas bir di tempat kejadian. Sebuah kaleng Formaldehida Fungisida (berlabel 37%

formaldehida) kosong, berkarat, ukuran 15 fl oz (445 mL) kemudian ditemukan di luar

rumah, di salju. Ada riwayat depresi baru-baru ini terkait dengan masalah perkawinan

dan pekerjaan. Sebuah otopsi dilakukan.

Otopsi hanya mengungkapkan penyakit arteri koroner ringan dan perlemakan hati,

konsisten dengan riwayat penyalahgunaan alkohol. Namun, rongga perut berbau

formaldehyde dan esophagus, lambung, dan usus kecil hingga ileum digambarkan

sebagai "kaku, kasar dan abu-abu". Spesimen dikumpulkan untuk pemeriksaan

toksikologi.

METODE

Kedua kasus itu dilakukan pemeriksaan toksikologi komprehensif. Chromatografi gas

headspace dengan flame ionization detection (GCHS/FID) digunakan untuk

mendeteksi etanol dan volatil terkait. Darah diperiksa untuk keberadaan obat oleh

Abbott TDx (Kasus 1) atau ELISA (Kasus 2) untuk asetaminofen, salisilat,

benzodiazepin, metabolit kokain, dan opiat. Darah juga discreen dengan gas

kromatografi dengan deteksi spektrometri massa (GC / MS) dalam kombinasi dengan

deteksi nitrogen-fosfor (GC / NPD), serta GC dengan deteksi penangkapan elektron.

Etanol dan metanol diukur menggunakan modifikasi prosedur yang diterbitkan . Etanol

dan metanol dikalibrasi dari 0,25 hingga 5,0 g / L (koefisien korelasi tipikal 0,999–

1,000), plus kontrol (etanol minimum empat kontrol positif per run dan metanol dua

7
kontrol positif per run). Kontrol kosong, kalibrator, dan di rumah secara tunggal;

spesimen dijalankan dalam rangkap dua. Kromatografi headspace dicapai

menggunakan sistem kolom ganda 5890 Seri II GC (Agilent). Kolom analitis primer

adalah kolom silika leburan Stabilwax, 30 mx 0,53 mm ID, ketebalan film 1,0 μm

(Restek # 10655); kolom sekunder, yang digunakan untuk mengkonfirmasi identifikasi,

adalah kolom silika rtx-BAC1 leburan, ID 30 mx 0,53 mm, ketebalan film 3,0 μm

(Restek # 18001).

Formate diukur menggunakan metode yang dipublikasikan sebelumnya. Secara

singkat, darah utuh (0,1 mL) atau spesimen lainnya dipipet ke dalam 20 ml headspace

vial. Standar internal metanolat (20 μL 0,125% v / v diisopropil eter dalam metanol)

dan asam sulfat pekat (36M, 20 μL) kemudian ditambahkan, dan vial segera ditutup

dan vortex selama 5 detik. Calibrator disiapkan dengan menambahkan konsentrasi

natrium formate yang diketahui untuk seluruh darah yang sebelumnya diuji (darah

manusia atau domba segar) pada konsentrasi 0, 0,1, 0,2, 0,5, 1,0, dan 2,0 g / L. Kontrol

darah utuh di rumah secara independen disiapkan pada konsentrasi 0,6 g / L. Kontrol

kosong, kalibrator, dan di rumah dijalankan secara tunggal; spesimen dijalankan dalam

rangkap dua. Kromatografi headspace dicapai menggunakan sistem kolom ganda 5890

Seri II GC (Agilent). Analitis kolom adalah kolom silika Rtx-BAC1 leburan, 30 mx

0,53 mm ID, ketebalan film 3,0 μm (Restek # 18001).

8
HASIL DAN DISKUSI

Hasil pengujian toksikologi disajikan pada Tabel 1. Kedua kasus mengandung

konsentrasi tinggi asam format (format), konsisten dengan riwayat konsumsi

formaldehida. Formaldehid cepat dimetabolisme menjadi asam format dan tidak

terakumulasi. McMartin mempelajari kinetika formaldehida yang diberikan pada

monyet dan melaporkan waktu paruh 1,5 menit, 5 menit setelah infus formaldehyde.

Infus formaldehida menyebabkan asidosis berat dan akumulasi asam format.

Konsumsi formaldehyde hanya sesekali dilaporkan. Kline merangkum 12

kematian dikaitkan dengan toksisitas formaldehida. Korban dalam laporan semuanya

dilihat dan dirawat oleh petugas medis dan meninggal antara 30 menit dan 4 minggu

setelah konsumsi berbagai jumlah larutan formalin. Namun, konsentrasi formaldehida

atau asam format tidak diukur dalam kasus-kasus ini.

Eells melaporkan satu kasus di mana individu dilaporkan mengkonsumsi 120

mL larutan formaldehida 37% dan dirawat di rumah sakit hanya 30 menit kemudian.

9
Meskipun korban dirawat secara agresif, termasuk bikarbonat untuk memperbaiki pH

darah, ia meninggal 28 jam setelah masuk. Konsentrasi formaldehid dan format diukur

selama perawatan, dengan formaldehida sekitar 100 kali lipat lebih rendah dari

konsentrasi formate. Formate memuncak pada lebih dari 0,5 g / L dengan konsentrasi

formaldehida puncak terjadi pada hanya 0,005 g / L.

Kasus fatal toksisitas formaldehida lain dilaporkan oleh Burkhart. Korban

dilaporkan menelan 100 mL larutan formalin sekitar dua jam sebelum perawatan medis

dimulai. Konsentrasi formaldehida darah memuncak pada 0,01 g / L dan formate pada

1,36 g / L. Metanol juga ada pada konsentrasi yang mencapai 13 mmol / L (0,42 g / L)

pada sekitar 12 jam pasca-masuk. Konsentrasi formate darah postmortem tidak diukur,

tetapi penentuan terakhir dilakukan sekitar lima jam sebelum kematian, adalah 28,4

mmol / L (1,31 g / L). Meskipun dengan perawatan, korban meninggal sekitar 15 jam

setelah konsumsi.

Dalam dua kasus yang dilaporkan di sini, hanya metanol, etanol dan format

yang diukur. Analisis untuk formaldehida tidak dicoba karena waktu paruh pendek dan

konsentrasi yang diharapkan lebih rendah yang diharapkan dibandingkan dengan

format. Metanol ada dalam banyak larutan formaldehida komersial sebagai penstabil

untuk mencegah polimerisasi formaldehida ke paraformaldehida. Konsentrasi metanol

yang ditemukan dalam kasus kami adalah konsisten dengan konsumsi larutan

formaldehida komersial yang dilaporkan. Peningkatan konsentrasi format dalam kasus

2 konsisten dengan konsentrasi lebih besar dari 0,5 g / L yang biasanya ditemukan pada

10
kematian yang dikaitkan dengan toksisitas metanol. Akan tetapi, ketentuan format

ditemukan pada Kasus 1 konsentrasi lebih rendah dari yang diharapkan, menunjukkan

bahwa toksisitas formaldehida akut mungkin memainkan peran penting. Dalam kedua

kasus, konsentrasi format yang relatif rendah ditemukan dalam humor vitreus dan urin

juga konsisten dengan kematian cepat yang menyisakan sedikit waktu untuk

kesetimbangan dalam cairan ini. Cara kematian dalam kedua kasus itu dianggap

sebagai bunuh diri.

Kematian yang dikaitkan dengan formaldehida jarang terjadi. Namun, dua

kematian ini terjadi di lokasi pedesaan yang sama, meskipun 13 tahun terpisah. Korban

dalam Kasus 2 adalah teman dari keluarga Kasus 1, dan dipanggil ke tempat kejadian

kematian korban pertama.

KESIMPULAN

Pengukuran formate dalam darah postmortem atau vitreous dapat digunakan untuk

mengkonfirmasi riwayat keracunan formaldehid yang mengarah ke kematian.

11
I.3 Jurnal Pembanding (1)

12
13
14
15
I.4 Jurnal Pembanding (2)

16
17
18
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Toksikologi

Toksikologi berasal dari Yunani yatitu “toxicos” yang berarti beracun dan

“logos” yang berarti ilmu. Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sumber,

sifat, serta khasiat racun, efek merugikan dari berbagai agen kimiawi, dan pengobatan

pada keracuunan,serta kelainan yang didapatkaan pada korban yang meninggal. 1,2

Toksikologi forensic adalah cabang ilmu forensic yang melihat sisi medikolegal

dari efek yang merusak dari bahan kimiawi pada manusia, yang termasuk di dalamnya

yaitu berupa investigasi kematian akibat keracunan penggunaan obatt atau zat

kimiawi.1

II.2 Racun

Definisi racun itu sendiri adalah suatu zat yang apabila kontak atau masuk

kedalam tubuh dalam jumlah tertentu dapat merusak fungsi tubuh baik secara kimia

maupun fisiologis sehingga menyebabkan sakit ataupuun kematian. Dalam bidang

forensic dapat ditemukan klasifikasi racun yang dibagi berdasarkan sifat kimia, fisik

serta pengaruhnya terhadap tubuh manusia, yaitu :3

19
Tabel. Klasifikasi racun

Gambar . Klasifikasi racun berdasarkan aksi racun 4

Sumber : Vij K. Textbook of Forensic Medicine Toxicology: Principles and Practice. 5

Edition. New Delhi: Reed Elsevier,2013

20
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi racun yaitu : 2,5

a. Kuantitas

efek toksisitas setiap racun dapat berbeda-beda dalam jumlah tertentu.2

b. Cara masuk

orang yang mengalami keracunan memiliki cara masuk racun yang berbeda beda

contohnya seperti dari yang paling cepat masuk sampai yang paling lambat masuknya

yaitu terinhalasi, intravena, intra muscular, intraperitoneal, subkutan, peroral, dan

melalui kulit yang sehat.2

c. Umur

untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih sensitive terhadap

kandungan kimia misalnya barbiturate. Bayi premature lebih rentan terhadap obat

karena ekskresi melalui ginjal belum sempurna dan aktivitas mikrosom dalam hati

belum cukup.5

d. Kondisi tubuh

Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita

demam dan penyakit lambung, absorbs dapat terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan

kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong, karena orang yang mengkonsumsi

racun secara oral dan dalam keadaan perut kosong, dapat mempercepat efek racun

tersebut.2

21
e. Idiosinkrasi

Idiosinkrasi merupakan efek alergi atau respon anafilaktik pada suatu zat, walaupun

obat atau zat tersebut terbilang aman tetapi dapat menjadi bersifat racun bagi tubuh.5

f. Toleransi

Ketika seseorang menggunakan suatu zat secara rutin, orang tersebut dapat dengan

mudah tertoleransi untuk menggunakan dalam jumlah yang lebih besar lagi, karena

dosis yang biasa telah dipakai tidak memberikan efek pada orang terersebut.

Contohnya pada alkoholik dan pemakai narkoba.2,5

g.Terakumulasi

Ketika sebuah racun telah diekskresi, racun tersebut dapat terakumulasi dan

menyebabkan toksisitas ketika diberikan dosis berulang untuk waktu yang lama.2

Penggunaan racun dalam kasus:5

a. Kasus pembunuhan

Penggunaan zat beracun dengan tujuan membunuh orang lain.5

b. Kasus bunuh diri

Racun dikonsumsi atau digunakan seseorang pada dirinya sendiri dengan tujuan

membunuh dirinya sendiri.5

c. Kasus kecelakaan / ketidaksengajaan

22
Racun yang biasanya tersimpan pada tempat penyimpanan bersamaan dengan zat

yang tidak beracun, contoh zat tersebut tidak sengaja terkonsumsi oleh anak-anak.

II.3 Pemeriksaan Toksikologi Forensik

Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak

semula sudah dicurigai kemartian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat

sebelum di otopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan.

Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan

setempat (Scene Investigation) terdapat kecurigaan terjadi keracunan, bila pada otopsi

ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat

tertentu,misalnya lebam mayat yang tidak biasa , luka bekas suntikan sepanjang vena

dan keluarnya buih dari mulut dan serta bila pada otopsi tidak ditemukan penyebab

kematian. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan

beberapa pemeriksaan penting,yaitu :2,6

1. Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Pemeriksaan di tempat kejadian perkara perlu dilakukan untuk membantu penentuan

penyebab kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang perkiraan saat kematian serta

mengumpulkan bang bukti.2,6

2. Pemeriksaan luar

Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk pemeriksaan luar kasus kecracunan

diantaranya :2

23
a. Bau

bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang sekiranya ditelan oleh

korban. Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia harus menekan dada

mayat untuk menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang-

lubang hidung dan mulut.2

b. Segera

Pemeriksa harus berada di samping mayat segera mungkin dan pemeriksa juga harus

menekan dada mayat dan menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar

dari lubang hidung dan mulut.2

c. Pakaian

Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang disebabkan oleh tercecernya racun

yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena asam sulfat

atau kuning karena asam nitrat.2

d. Lebam mayat

Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena warna lebam

mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang tampak pada kulit.2

e. Perubahan warna kulit

Pada keracunan arsen kronik ditemukan hiperpigmentesi atau melanosis dan keratosis

pada telapak tangan dan kaki. Kulit berwarna kelabu kebiru-biruan akibat keracunan

perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan

berwarna kuning pada keracunan tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolysis juga pada

keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan fungsi hati.2,6

24
f. Kuku

Pada keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang tidak teratur.

Pada keracunan talium kronik ditemukan kelainan teofik pada kuku.2

g. Rambut

Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen, air raksa dan

boraks. Metode pemeriksaan pada rambut adalah dengan ekstrak dan pretreatment.2

h. Sklera

Tampak ikterik pada keracunan zat hepatotoksik seperti fosfor, karbon tetraklorida.

Perdarahan pada pemakaian dicoumarolatau akibat bias ular.2

II.4 Pengambilan Sampel pada Toksikologi Forensik

Untuk memastikan dimana racun itu berada, semua tergantung dari jenis kasus itu

sendiri yang didasarkan dari anamnesa dan tanda klinis yang dijumpai pada

pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Pada korban yang meninggal, diperlukan

informasi sisa racun dan dicocokkan dengan kelainan yang dijumpai pada jenazah.

Selanjutnya menentuksn sampel dan jumlah sampel yang perlu diambil untuk

pemeriksaan toksikologi, disesuaikan dengan keadaan, ketersediaan sampel itu sendiri

dan jenis racun yang masuk kedalam tubuh.7,8

25
Tabel. Jumlah Pengambilan Sampel

Sumber : Skoop G, Heidelberg, Mayer LV, Munchen. Recommendation for sampling postmortem

specimens for forensictoxicological analyses and special aspects of postmortem toxicology

investigation.

https://www.gtfch.org/cms/images/stories/files/Recommendations%20for%20sampling%20postmorte

m%20specimens%20(Appendix%20D).pdf

26
Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu otopsi

dari pada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil bahan-

bahan yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik atas jaringan yang sudah

busuk atau sudah diawetkan.

Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil secukupnya

setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologik. Secara

umum sampel yang harus diambil adalah :10

a. Lambung dan isinya. Lambung perlu diikat dan dipindahkan ke dalam wadah kosong

dan dicatat. Jika ditemukan benda mencurigakan contohnya seperti sisa tablet yang

tidak tercerna, benda tersebut perlu di keringkan dan dipisahkan dari lambung.

b. Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus

setiap jarak sekitar 60 cm.

c. Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah kanan dan

sebelah kiri masing-masing sebanyak 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-50ml, diambil

dari vena iliaka komunis bukan dari vena porta. Pada korban yang masih hidup, darah

adalah bahan yang terpenting,diambil 2 contoh darah masing-masing 5ml, yang

pertama diberi pengawet NaFl 1% dan yang lain tanpa pengawet.

d. Hati, sebagai tempat detoksifikasi, diambil secukupnya

27
e. Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat khususnya atau

bila urine tidak tersediaa.

f. Otak, diambil secukupnya sekitar 50 gram. Khusus untuk keracunan kloroform dan

sianida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai

kemampuan untuk merentensi racun walaupun telah mengalami pembusukan.

g. Seluruh urin diambil karena pada umumnya racun akan diekskresikan melalui urin,

khususnya pada tes penyaring untuk keracunan narkotika, alcohol dan stimulant.

h. Empedu,diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.

i. Pada kasus khusus dan diambil : jaringan sekitar suntikan,jaringan otot,lemak

dibawah kulit dinding perut, rambut,kuku dan cairan otak.

Pada pemeriksaan intoksikasi , digunakan alcohol dan larutan garam jenuh pada

sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na Sitrat digunakan untuk

sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenylmercuric nitrate khusus juntuk

pengawet urine. Selain pengambilan sampel melalui otopsi secara diseksi. Alat-alat

untuk diagnose seperti endoskopi dan MRI dapat digunakan untuk melihat kelainan

internal tanpa melakukan diseksi pada tubuh korban. Akan tetapi, diseksi tetap menjadi

pilihan utama dalam tindakan otopsi. 10,11,12

28
II.5 Definisi Formaldehida

Formaldehida (rumus kimia: HCHO: nama kimia: Metanal) adalah golongan

aldehida dan salah satu molekul organik yang paling sederhana. Zat ini mudah terbakar,

gas yang tidak berwarna dengan bau tajam dan mudah terpolimerasis pada suhu kamar

dan salah satu polusi udara terbesar dalam ruangan. Formaldehida mudah terserap

melalu saluran pernapasan dan saluran pencernaan, dan dimetabolisme menjadi asam

format pada mukosa hidung, hepar, dan eritrosit pada organisme hidup, lalu

dieksresikan juga melalui urin dan feses atau diubah menjadi karbonmonoksida dan

dihembuskan. Setidaknya terdapat tujuh enzim yang mengatalisasi oksidasi dari

formaldehida pada jaringan hewan, yaitu Aldehid dehidrogenase, xanthin

dehidrogenase, peroksidase, katalase, aldehid oksidase, gliseraldehid-3-phosphate

dehidrogenase dan spesifik enzim Adeninedinuclotide-dependent FA dehydrogenase.13

Formaldehida dapat ditemukan dimana-mana di lingkungan sebagai hasil dari proses

alam atau buatan manusia. Tetapi zat ini tidak terakumulasi pada lingkungan, karena

zat ini akan rusak dalam beberapa jam oleh matahari atau karena bakteri yang terdapat

daam tanah dan air. Manusia, hewan dan tumbuhan sebenarnya memproduksi

formaldehida dengan level yang rendah dalam proses metabolisme normal dan zat ini

dimetabolisme serta dieksresi secara cepat. Formaldehida dapat ditemukan di alam,

udara domestik, kosmetik, asap rokok, dan polusi udara yang tercemar di kota akibat

pembakaran tidak sempurna (contohnya: metana atau gas lain, kayu, batu bara,

tembakau dan bahan bakar) dan semua produk yang mengandung formaldehida. 13

29
II.6 Manfaat dan Kegunaan

Formaldehida diproduksi dan digunakan di seluruh dunia dalam skala besar,

kebanyakan digunakan pada industri untuk memproduksi resin, pabrik bahan

bangunan, kertas, karpet, tekstil, cat, dan beberapa produk rumah tangga. Formaldehida

juga digunakan dalam pembuatan melamin, selain itu digunakan sebagai pengawet,

zat pengeras dan pereduksi, penghambat korosi dan agen sterilisasi. Digunakan juga

dalam pertanian, plester, kosmetik, desinfektan, fumigan, fotografi, dan pengawetan

kayu. Selain itu, banyak digunakan dalam medis dan pekerja dalam bidang ini mungkin

terpapar sangat banyak. Secara khusus, ahli anatomi dan mahasiswa kedokteran yang

menjalani sesi diseksi adalah subjek yang paling umum yang dapat terpapar dengan

gas formaldehida.13

II.7 Tanda dan gejala keracunan

Paparan formaldehid melalui saluran pencernaan dapat mengakibatkan luka

korosif terhadap selaput lendir saluran pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih

yang hebat dan perforasi lambung. Efek sistemik dapat berupa depresi susunan syaraf

pusat, koma, kejang, albuminuria, terdapatnya sel darah merah di urine (hematuria) dan

asidosis metabolik. Dosis fatal formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan

sebesar 30 ml. Formaldehid dapat mematikan sisi aktif dari protein- protein vital dalam

tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme.

Akibatnya fungsi sel akan terhenti. 14 Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh

30
sebagian besar akan dimetabolisme kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid

dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin

dan sebagian diubah menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. (BPOM). Konsumsi

cairan yang mengandung 10-40% formaldehida dapat menyebabkan iritasi berat dan

peradangan pada mulut, tenggorok dan lambung. Nyeri lambung yang parah dapat

diikuti dengan kemungkinan kehilangan kesadaran dan kematian, konsumsi

formaldehida yang encer (0,03-0,04%) dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada

perut dan faring. Menghirup formaldehida sangat mengiritasi saluran pernapasan

bagian atas dan mata. 14 Konsentrasi 0,5 sampai 2,0 ppm dapat mengiritasi mata, hidung

dan tenggorok pada beberapa orang. Konsentrasi 3 sampai 5 ppm dapat menyebabkan

mata berair pada beberapa orang. Konsentrasi 10 sampai 20 ppm dapat menyebabkan

sulit bernapas dan rasa terbakar pada hidung dan tenggorok, batuk dan rasa perih berat

pada mata dan 25 sampai 30 ppm dapat menyebabkan cedera berat saluran napas dan

dapat mengarah pada edema paru dan pneumonia. Konsentrasi 100 ppm berbahaya

bagi nyawa dan kesehatan.13,15 Menghirup pada konsentrasi tinggi (>120mg/m3)

formaldehida dapat menyebabkan hipersalivasi, dispnea akut, muntah, spasme otot,

kejang dan kematian. Pemeriksaan histopatologi menunjukan iritasi sauran pernapasan,

konstriksi bronkoalveolus dan edema paru. 13

31
II.8 Metabolisme formaldehida

Formalin mudah diserap melalui saluran pencernaan karena formaldehid

mudah larut dalam air. Setelah diabsorbsi, formaldehid dengan cepat didistribusikan ke

otot, usus, hati dan jaringan lain. Formaldehid akan dimetabolisme menjadi asam

format ditempat kontaknya oleh enzim formaldehid dehidrogenanse. Formaldehid

sendiri merupakan metabolit intermediet yang normal di dalam sel pada metabolisme

serin, glisin, metionin dan kolin di dalam tubuh manusia. Formaldehid juga dihasilkan

sebagai metabolit intermediet pada metabolisme methanol. Waktu paruhnya di dalam

plasma berkisar 1-1,5 menit. Formaldehid diekskresi dalam bentuk asam format yang

dikeluarkan melalui ginjal dan dalam bentuk karbondioksida melalui paru-paru

Enzim formaldehid dehidrogenase adalah enzim oksidatif yang berada di sitosol dan

mitokondria. Level tertinggi enzim ini berturut-turut terdapat di hepar, ginjal, paru-

paru dan mukosa lambung. Paparan formalin mempengaruhi kerusakan sel hepar

dengan cara merusak mitokondria sehingga menghambat metabolisme sel secara

aerobik.

32
Perubahan formaldehid menjadi asam format oleh enzim formaldehid

dehidrogenase berlangsung dengan cepat. Namun asam format dimetabolisme secara

lebih lambat, sehingga terakumulasi di dalam darah. Hal ini menyebabkan penurunan

kadar bikarbonat dan penurunan pH dalam tubuh, dan mengakibatkan asidosis

metabolik. Asam format selanjutnya akan dieliminasi menjadi bentuk 10-formyl-THF

melalui enzim formyl-tetrahydrofolate-synthetase (formyl-THF-synthetase) yang

berkombinasi dengan tetrahydrofolate (THF). 10-formyl-THF selanjutnya diubah

menjadi karbondioksida dan air melalui aksi katalitik oleh formylTHF-dehydrogenase

(F-THF-DH). Produk metabolit lain yang pernah dilaporkan di tikus adalah N,N’-

bis(hidroksimetil)urea dan N- (hidroksimetil) urea. Semua metabolit dikeluarkan

melalui urin, feses dan paru-paru. Asam format berlebih yang tidak termetabolisme

juga menumpuk di dalam hepar. Akibatnya, asam format menghambat langsung kerja

enzim sitokrom oksidase, sebuah enzim rantai transport elektron terminal pada

mitokondria dan kompleks protein integral pada membran dalam mitokondria.

Hasilnya, proses transport elektron terhambat. Akhirnya sintesis ATP terhambat dan

sel mengalami kerusakan pada sitoskeleton dan membran selnya. Proses osmotik pada

sel pun terhambat dan apabila jejas tidak dihilangkan, maka dapat terjadi degenerasi

sel hepar bahkan kematian sel hepar / nekrosis. 16,17,18

33
II.9 Keperluan Penyidik

Keterlibatan racun dalam suatu peristiwa terutama jika ditemukan korban

meninggal secara spesifik harus dibuktikan keberadaan racun tersebut dalam tubuh dan

efeknya pada tubuh. Maka penyidik dapat memanggil dokter sebagai saksi ahli yang

dapat mengidentifikasi jenis racun dan perkiraan cara masuknya ke dalam tubuh.

Adapun pasal yang membahas penyidikan tersebut adalah pasal 133 KUHAP yang

berbunyi sebagai berikut:

a. Pasal 133 Ayat 1 KUHAP :

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka

keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana

ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

b. Pasal 133 Ayat 2 KUHAP :

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara

tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

c. Pasal 133 Ayat 3 KUHAP :

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau pada rumah sakit harus

diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan

diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang

dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

34
II.10 Keracunan

Dalam hal peristiwa bunuh diri yang melibatkan orang lain maka orang tersebut dapat

dikenai sanksi hokum sesuai dengan Pasal 345 KUHP yang menyatakan bahwa

“Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri,menolongnya

dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana

penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”

II.11 Peracunan

Racun juga dapat dipakai sebagai alat untuk membunuh dengan meracuni orang lain.

Pada kondisi-kondisi dimana terdapat unsur pidana, unsur kesengajaan haruslah

dibuktikan terlebih dahulu. Hal ini berkaitan dengan Pasal 340 KUHP yang

menegaskan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih

dahulu merampas nyawa orang lain,diancam karena pembunuhan berencana,dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu

tertentu paling lama dua puluh tahun.”

Jika seseorang korban diracuni bukan atas kemauan sendiri atau bukan karena bunuh

diri dan diduga dilakukan oleh pihak lain, maka tersangka dapat dipidanakan atas dasar

penganiayaan.

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan

atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

35
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352

1. Selaian daripada apa yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka

penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan

jabatan atau pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama -

lamanya tiga bulan atau denda sebanyak - banyaknya Rp 4500. Hukuman ini

boleh ditambah dengan sepertiganya, bila kejahatan itu dilakukan terhadap

orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah perintahnya.

2. Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dipidana.

Pasal 353

3. Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum

penjara selama - lamanya empat tahun.

4. Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama -

lamanya tujuh tahun.

5. Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya ia dihukum penjara selama -

lamanya sembilan tahun.

36
Pasal 354

1. Barangsiapa dengan sengaja melukai berat oranglain, dihukum karena

menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama - lamanya delapan tahun.

2. Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah dihukum penjara

selama - lamanya sepuluh tahun.

Pasal 355

1. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu,

dihukum penjara selama - lamanya dua belas tahun.

2. Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, sitersalah dihukum penjara

selama - lamanya lima belas tahun.

Pasal 356

Pidana yang ditentukan dalam pasal 351,353,354, dan 355 dapat ditambah dengan

sepertiga:

1. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya

atau anaknya;

2. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena

menjalankan tugasnya yang sah;

3. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi

nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.

37
BAB III

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Formaldehida merupakan suatu molekul organik yang dapat ditemukan di

lingkungan (alam, udara domesitik, asap rokok, dan lain-lain). Formaldehida

kebanyakan digunakan pada industri untuk memproduksi resin, pabrik bahan

bangunan, sebagai pengawet, zat pengerasan dan reduksi, penghambat korosi dana gen

sterilisasi.

Formaldehida diproduksi dalam level yang rendah oleh manusia dalam proses

metabolism yang normal, tetapi pada level formaldehida yang tinggi didalam tubuh

dapat menyebabkan keracunan yang berakhir kematian. Orang dengan keracunan

formaldehida tidak mungkin tidak dapat diselamatkan, pada jurnal pembanding

pertama dapat dilihat dengan penanganan khusus yang cepat dan tepat korban dapat

diselamatkan.

Formaldehida didalam tubuh akan menghasilkan asam format dan penumpukan

asam format akan mengakibatkan asidosis. Formaldehida bersifat asam dan dapat

menyebabkan korosi pada organ-organ dalam tubuh. Dapat dilihat pada jurnal

pembanding kedua didapatkan hasil otopsi pada laki-laki berusia 42 tahun yang bunuh

diri dengan formaldehida didapatkan kerusakan pada lambung, usus, paru, dan ginjal.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Gowda BKC, Sundharm BS, Mahadesh J, Mukund. Oral Toxicology, Journal of


Forensik Dental Sciences. 2014
2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,dkk. Ilmu Kedokteran forensic.
Jakarta: Bagian Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
3. Fitriana AN. Forensik toxicology. Jurnal Majority. Vol. 4 No.4. Lampung:
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2015.
4. Vij K. Textbook of Forensik Medicine Toxicology: Principles and Practice. 5
Edition. New Delhi:Reed Elseiver,2013.
5. Dikshit PC. Textbook of Forensik Medicine and Toxicology. New Delhi:
PEEPEE;2012
6. Miyaguchi M, Kenji K. Comprasion of Sample Preparation Methods for
Zolpidhem Extraction from Hair. Abstrac.Journal of Forensik Toxicology by
Springer.2013
7. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Panduan Belajar Ilmu
Forensik dan Medikolegal. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada;2010
8. Bhasin SK, Pant M. Reporting system for cause of death in India (major
dindings) and recent incorporation of verbal autopsy method in sample
registration system: a powerful tool for reliable mortality information. Journal
of Forensik Medicine and Toxicology,20,19-22.2003.
9. Skopp G, Heidelberg,Meyer LV, Munchen. Recommendation for sampling of
postmortem toxicologic analyses and special aspects of postmortem toxicology
investigation.2004.
10. Dharma SM, Erdaliza, Teungku A. Investigasi kematian dengan toksikologi
forensic. Riau:FK UNRI ;2008

39
11. Socieety of forensic toxicologist, Inc (SOFT) and The American Academy of
Forensik Sciences (AAFS). Forensik toxicology laboratory guidelines.
SOFT/AAFS:2006.
12. Mohanty MK, Arum M, Merezea RG,Palmar V. Autopsy: changing trends. Int
J of Medical Toxicology and Forensic.
13. Abdu H, Kinfu Y, Agalu A. Toxic effects of formaldehyde on the nervous
system. International Journal of Anatomy and Physiology. 2014 Januari; 3.
14. Registry AfTSaD. Center Disease of Control. [Online]. [cited 2018 Mei 18.
Available from: https://www.atsdr.cdc.gov/mmg/mmg.asp?id=216&tid=39
15. Badan Pengawas Obat dan Makanan. [Online].; 2006 [cited 2018 Mei 20.
Availablefrom:
https://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/139/BAHAN-
BERBAHAYA-YANG-DILARANG-UNTUK-PANGAN.html
16. Kum S, Sandikci M, Eren U , Metin N. Effects of formaldehyde and xylene
inhalations on fatty liver and kidney in adult and developing rats. Medwell
Journal. 2010; 9(2): 396-401
17. WHO Regional Office of Europe. Air Quality Guidelines [internet]
Copenhagen:WHO; 2001 [cited 2012 Jan 28]. Available from:
http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0014/123062/AQG2ndEd_5_8
Formaldehyde.pdf
18. Klaassen CD. Casarett and Doull’s Toxicology the basic science of poisons.
New York : Mc Graw Hill; 2001; 59, 134-219 ,894-97 27) Rose RL, Levi PE.
Reactive methabolite. In : Hodgson E (editor). A textbook of modern toxicology.
Ed 3. New Jersey : Wiley interscience; 2004; 149-61

40

You might also like