You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ILEUS OBSTRUKTIF

A. Pengertian
Ileus atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat akut dengan
kronik, partial atau total.Intestinal obstruction terjadi ketika isi usus tidak dapat
melewati saluran gastrointestinal(Nurarif& Kusuma, 2015).
Obstruksi usus mekanis adalah Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak
dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia
stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intususepsi,
tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses(Nurarif& Kusuma, 2015).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain:
1. Hernia inkarserata
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia
terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi (penyempitan)dan
strangulasi usus (sumbatan usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke
usus). Pada anak dapatdikelola secara konservatif dengan posisi tidur
Trendelenburg. Namun, jikapercobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil
dalam waktu 8 jam, harus diadakanherniotomi segera (Indrayani, 2013)
2. Non hernia inkarserata, antara lain :
a. Adhesi atau perlekatan usus
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Dapat berupa perlengketanmungkin
dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umunya
berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau
umum.Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi. Obstruksi
yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang
mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital
juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak
(Indrayani, 2013).
2. Invaginasi (intususepsi)
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatikkarena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin
terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis
iskemik pada bagian usus yang masuk dengankomplikasi perforasi dan
peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik,
dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema
barium (Indrayani,2013).
3. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen
paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat
terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir
mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan
cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan
perforasi (Indrayani,2013).
4. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal
dari segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun pemuntiran
terhadap aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan makanan) terganggu.
Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus
didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi
(Indrayani,2013).
5. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi . Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus (Indrayani,2013).
6. Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul (koneksi
abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau struktur lainnya) dari
saluran empedu keduodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke raktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat
terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup
ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang
paling sering ialah karsinoma (anker yang dimulai di kulit atau jaringan
yang melapisi atau menutupi organ-organ tubuh) , terutama pada daerah
rektosigmoid dan kolon kiri distal (Indrayani,2013).

C. Klasifikasi
1. Menurut sifat sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :
a. Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam
lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia
usus dan neoplasma
b. Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan
volvulus (Pasaribu, 2012).
2. Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Pasaribu, 2012).
3. Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
a. Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
b. Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis),
neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
c. Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam
usus, misalnya benda asing, batu empedu (Pasaribu, 2012).
4. Menurut stadiumnya
Ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antaralain:
a. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
b. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi / sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
c. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren (Indrayani, 2013).
D. Pato
E. Tanda dan Gejala
1. Mekanik sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
2. Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat,
nyeri tekan abdomen.
3. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan
abdomen.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir,
distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri
tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau
berdarah atau mengandung darah samar. (Price &Wilson, 2007)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) :
meningkat akibat dehidrasi
2. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat,
Na+ dan Cl- rendah.
3. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
a. Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula
connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi
perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus)
b. Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
4. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium
sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan
penyebab.
5. CT Scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi untuk
menunjukkan tempat obstruksi (Pasaribu, 2012).

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang
suatupenyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama
jikadisebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat
dirumah sakit(Nurarif& Kusuma, 2015).
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi
danmengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan,
kemudiandilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan
keadaan umum.Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan
laparatomi. Pada obstruksiparsial atau karsinomatosis abdomen dengan
pemantauan dan konservatif(Nurarif& Kusuma, 2015).
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organvital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan
adalahpembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :-
Strangulasi-Obstruksi lengkap-Hernia inkarserata-Tidak ada perbaikan dengan
pengobatankonservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen dan
kateter)(Nurarif& Kusuma, 2015).
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
danelektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikankalori yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien
masih dalamkeadaan paralitik(Nurarif& Kusuma, 2015).

H. Komplikasi
1. Peritonitis septicemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peradangan pada
selaput rongga perut (peritonium) yang disebabkan oleh terdapatnya bakteri
dalam dalah (bakteremia).
2. Syok hypovolemia terjadi abikat terjadi dehidrasi dan kekurangan volume
cairan.
3. Perforasiusus adalah suatu kondisi yang ditandai dengan terbentuknya suatu
lubang usus yang menyebabkan kebocoran isi usus ke dalam rongga perut.
Kebocoran ini dapat menyebabkan peritonitis
4. Nekrosisusus adalah adanya kematian jaringan pada usus
5. Sepsis adalah infeksi berat di dalam darah karena adanya bakteri.
6. Abses adalah kondisi medis dimana terkumpulnya nanah didaerah anus oleh
bakteri atau kelenjar yang tersumbat pada anus.
7. Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi adalah suatu keadaan
dimana tubuh sudah tidak bisa mengabsorpsi nutrisi karena pembedahan.
8. Gangguan elektrolit ; terjadi karena hipovolemik

I. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku dan gaya hidup.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama .
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji.
Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada
abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas,
abdomen tegang dan kaku.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau
terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala
numeric 1 s/d 10.
T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama,
riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-
obatan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien.

II. Pemeriksaan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :Kelelahan dan ngantuk.
Tanda :Kesulitan ambulasi
2. Sirkulasi
Gejala :Takikardia, pucat, hipotensi (tanda syok)
3. Eliminasi
Gejala :Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasidan Flatus
Tanda :Perubahan warna urine dan feces
4. Makanan/cairan
Gejala :anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda :muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah -
pecah.Kulit buruk.
5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda :Distensi abdomen dan nyeri tekan
6. Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal

III. Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai
dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
3. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi
motilitas usus.
4. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

IV. Rencana Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai
dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan: Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi
Kriteria hasil:
- Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80
mmHg)
- Intake dan output cairan seimbang
- Turgor kulit elastic
- Mukosa lembab
- Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi :
a. Kaji kebutuhan cairan pasien
R/:untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien.
b. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P, S
R/:Perubahan yang drastis pada tanda-tanda vital merupakan indikasi
kekurangan cairan.
c. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
R/:kekurangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok.
d. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
R/: Menilai fungsi usus
e. Monitor intake dan output secara ketat
R/: untuk menilai keseimbangan cairan
f. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematocrit
R/: Untuk menilai keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang
dilakukan: pemasangan NGT dan puasa.
R/: Untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga serta
kerjasama antara perawat-pasien-keluarga.
h. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
R/: Untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan : pola nafas menjadi efektif
Kriteria hasil : pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler,
frekuensi: 18-20x/menit
Intervensi :
a. Observasi TTV: P, TD, N
R/: Perubahan pada pola nafas akibat adanya distensi abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan hasil TTV.
b. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi, kedalaman
R/: Adanya distensi pada abdomen dapat menyebabkan perubahan pola
nafas.
c. Kaji bising usus pasien
R/: Berkurangnya/hilangnya BU menyebabkan terjadi distensi abdomen
sehingga mempengaruhi pola nafas.
d. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.
R/: Untuk mengurangi penekanan pada paru akibat distensi abdomen.
e. Observasi adanya tanda-tanda hipoksia jaringan perifer: cianosis
R/: Perubahan pola nafas akibat adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan oksigenasi perifer terganggu yang dimanifestasikan
dengan adanya cianosis.
f. Monitor hasil AGD
R/: Untuk mendeteksi adanya asidosis respiratorik.
g. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang penyebab terjadinya
distensi abdomen yang dialami oleh pasien.
R/: Untuk meningkatkan pengetahuan dan kerjasama dengan keluarga
pasien.
h. Laksanakan program medic pemberian terapi oksigen
R/: Untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi pasien.

3. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas


usus.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria hasil: Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi
lembek, BU normal: 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi:
a. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
R/: Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi pada
eliminasi fekal.
b. Auskultasi bising usus
R/: Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.
c. Kaji adanya flatus
R/: Adanya flatus menunjukan perbaikan fungsi usus.
d. Kaji adanya distensi abdomen
R/: Gangguan motilitas usus dapat menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga terjadi distensi abdomen.
e. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya
gangguan dalam BAB
R/: Untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga serta untuk
meningkatkan kerjasana antara perawat-pasien dan keluarga.
f. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
R/: Untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi

4. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil: pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan;
menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi:
a. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif
R/: Nyeri hebat yang dirasakan pasien akibat adanya distensi abdomen
dapat menyebabkan peningkatan hasih TTV.
a. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien
sehubungan dengan adanya distensi abdomen
R/: Untuk mengetahui kekuatan nyeri yang dirasakan pasien dan
menentukan tindakan selanjutnya guna mengatasi nyeri.
b. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
R/: Posisi yang nyaman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien
c. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa
nyeri
R/: Relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik pendalihan saat merasa
nyeri hebat.
R/: Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien.
e. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik
R/: Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri

5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan: Kecemasan teratasi
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat
ini dan mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi :
a. Observasi adanya peningkatan kecemasan: wajah tegang, gelisah
R/: Rasa cemas yang dirasakan pasien dapat terlihat dalam ekspresi
wajah dan tingkah laku.
b. Kaji adanya rasa cemas yang dirasakan pasien
R/: Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien.
c. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang
akan dilakukan sehubungan dengan keadaan penyakit pasien
R/: Dengan mengetahui tindakan yang akan dilakukan akan mengurangi
tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan kerjasama
d. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut atau
kecemasan yang dirasakan
R/: Dengan mengungkapkan kecemasan akan mengurangi rasa
takut/cemas pasien
e. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
R/: Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat mengurangi stress
pasien berhadapan dengan penyakitnya
f. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan
support kepada pasien
R/: Support system dapat mengurani rasa cemas dan menguatkan pasien
dalam memerima keadaan sakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC

Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Universitas
Udayana : Denpasar (jurnal)
\
Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnose Medis Dan Nanda Nic – Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Yogjakarta : Media Action.

Pasaribu,Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap Di


Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010.Universitas Sumatera Utara :
Sumatera Utara (jurnal)

Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC.

You might also like