You are on page 1of 27

MAKALAH FIQIH MUAMALAT

IJARAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Fiqih Muamalat

Dosen Pengajar : Dr. Ahmad Juanda, Akt. M.M.

Disusun Oleh :

NO NAMA KELOMPOK 1 NIM

1 Leo Chandra 201410170311017

2 Talha Indayanti .K. 201410170311022

3 Diana Intan Lusya 2014101703311033

4 Nadia Bayu Krisna Wati 201410170311037

AKUNTANSI 4 A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2016

KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum Wr.Wb.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,karena berkat
rahmat dan inayah-nya maka kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang di
embankan tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami panjatkan shalawat dan salam kepada
junjungan Nabi besar Muhammad Saw beserta keluarga,sahabat dan para pengikut beliau sampai
akhir zaman.

Tak lupa pula kami ucapkan banyak terimak kasih kepada.

1. Bapak Dr. Ahmad Juanda, Akt. M.M. selaku Dosen Fiqih Muamalat
2. Teman-teman seperjuangan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca,Karna dengan adanya
tugas/makalah ini kami dapat mengetahui lebih jauh tentang “ IJARAH”. Kami menyadari
bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pihak-pihak yang bersangkutan sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya dengan dengan kerendahan hati kelompok kami
mengucapkan terima kasih.

Wasalamualaikum Wr.Wb

Penulis

Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENGERTIAN
A. Secara Bahasa..........................................................................................4
B. Secara Defenisi........................................................................................4
C. Dsasar Hukum.........................................................................................4
1.........................................................................................Al-Qur’an 4
2..............................................................................................Sunnah 5
3...............................................................................Pendapat Ulama 8
BAB II PEMBAHASAN
A.......Hasil Penelitian Dari Perum Pengadaian Syariah Cabang Malang 9
B..............................................................................Jenis dan Klasifikasi 9
C.........................................................................Rukun dan persyaratan 10
D......................................................................Mekanisme dan Prosedur 14
E..............................................................Keterkaitan Dengan Akuntansi 15
1..............................................................Transaksi Dalam Akuntansi 16
2..Perbedaan Mekanisme Transaksi Fiqih Muamalah dan Akuntansi 17
3.........................................................................Perlakuan Akuntansi 18
BAB III CONTOH KASUS
A................................Uraian Kasus Pada PT. Bank Syariah “X” Indonesia 21
1.................................................................................Jenis Transaksi 22
2.....................................................................Akad Yang Dijalankan 23
3.....................................................................Harga Yang Disepakati 24
B.....................................................................Pembahasan dan Solusi Kasus 24

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENGERTIAN
A. Secara Bahasa
Secara bahasa ijarah digunakan sebagai nama bagi al-ajru yang berarti imbalan
terhadap suatu pekerjaan (‫ )الجزاء على العمل‬dan pahala (‫ )الثواب‬Dalam bentuk lain, kata ijarah juga
biasa dikatakan sebagai nama bagi al-ujrah yang berarti upah atau sewa (‫)الكككراء‬. Dalam
perkembangan kebahasaan berikutnya, kata ijarah itu dipahami sebagai akad (‫)العقد‬, yaitu akad
(pemilikan) terhadap berbagai manfaat dengan imbalan (‫ )العقد على المنافع بعوض‬atau akad pemilikan
manfaat dengan imbalan.

Ijarah sebagai jual beli jasa yang bisa disebut upah mengupah, yakni nmengambil manfaat
dari tenaga manusia, ada pula yang mengatakan bahwa ijarah itu jual beli kemanfa’atan dari
suartu barang atau disebut dengan sewa – menyewa. Dari definisi ijarah, bahwa ijarah di bagi
menjadi dua yaitu ijarah atas jasa dan ijarah atas benda.

B. Secara Definisi
dapat disimpulkan bahwa ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership) atas
barang itu sendiri. Transaksi ijarah didasarkan pada adanya perpindahan manfaat. Pada
prinsipnya ia hampir sama dengan jual beli. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada dua
hal utama, yaitu berbeda pada objek akad di mana objek jual beli adalah barang konkrit, sedang
yang menjadi objek pada ijarah adalah jasa atau manfaat, antara jual beli dan ijarah juga berbeda
pada penetapan batas waktu, di mana pada jual beli tidak ada pembatasan waktu untuk memiliki
objek transaksi, sedang kepemilikan dalam ijarah hanya untuk batas waktu tertentu.
C. Dasar Hukum
1. AL-QUR’AN
Ibn Rusyd menegaskan bahwa semua ahli hukum Islam, baik salaf maupun khalaf,
menetapkan boleh terhadap hukum ijarah. Kebolehan tersebut didasarkan pada landasan
hukum yang sangat kuat yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

 Surah al-Thalaq ayat 6:

Artinya: “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, Maka


berikanlah kepada mereka upahnya”
Ayat di atas menjelaskan bahwa apabila orang tua menyuruh orang lain untuk
menyusukan anak mereka, maka sebaiknya diberikan upah kepada orang yang menyusukan
anak itu.

 Surah al-Baqarah ayat 233:

Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan”

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa tidaklah menjadi halangan sama sekali kalau
memberikan upah kepada perempuan lain yang telah menyusukan anak yang bukan ibunya.
Menurut Qatadah dan Zuhri, boleh menyerahkan penyusuan itu kepada perempuan lain yang
disukai ibunya atau ayahnya atau dengan melalui jalan musyawarah. Jika telah diserahkan
kepada perempuan lain maka biayanya yang pantas menurut kebiasaan yang berlaku,
hendaklah ditunaikan

 Surah az-Zukhruf ayat 32:

Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah


menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan
kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan
rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memberikan kelebihan sebagain manusia atas
sebagian yang lain, agar manusia itu dapat saling membantu antara yang satu dengan yang
lainnya, salah satu caranya adalah dengan melakukan akad ijarah (upah-mengupah), karena
dengan akad ijarah itu sebagian manusia dapat mempergunakan sebagian yang lain.

 Surah al-Qashas ayat 26-27:


Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat
dipercaya”.Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya Aku bermaksud
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar
bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka Aku tidak hendak
memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang baik.

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa di dalam ayat di atas disyaratkan adanya imbalan
atau upah mengupah atau memperkerjakan orang lain yang punya keahlian dibidangnya.

 Surah Al-Baqaraah 233


Artinya:Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa
yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Baqaraah [2] : 233).
2. SUNNAH
Para ulama mengemukakan alasan kebolehan ijarah berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut:
‫ ثم من بنى عبد بن‬،‫ واستأجرالنبى صلى ا عليه وسلم وأبو بكر رجل من بني الديل‬:‫عن عائشة رضي ا عنها‬
،‫ وهو على دين كفار قريش‬،‫ الماهر بالهداية قد غمس يمين حلف فى آل العاص بن وائل‬:‫ هاديا خريتا الخريت‬،‫عدي‬
‫ وانطلق‬،‫ فأتهما براحلتيهما صبيحة ليال ثلثا فارتحل‬،‫ ووعداه غار ثور بعد ثلثا ليال‬،‫ فدفعا إليه راحلتيهما‬،‫فأمناه‬
(‫ وهو طريق الساحل )رواه البخاري‬،‫ فأخذ بهم أسفل مكة‬،‫ والدليل الديلي‬،‫معهما عامربن فهيرة‬
Artinya: “Dari Aisyah R.A, ia menuturkan Nabi SAW dan Abu Bakar menyewa seorang
laki-laki yang pintar sebagai penunjuk jalan dari dari bani Ad-Dil, kemudian
dari Bani Abdi bin Adi. Dia pernah terjerumus dalam sumpah perjanjian
dengan keluarga al-Ash bin Wail dan dia memeluk agama orang-orang kafir
Quraisy. Dia pun memberi jaminan keamanan kepada keduanya, maka
keduanya menyerahkan hewan tunggangan miliknya, seraya menjanjikan
bertemu di gua Tsur sesudah tiga malam/hari . Ia pun mendatangi keduanya
dengan membawa hewan tunggangan mereka pada hari di malam ketiga,
kemudian keduanya berangkat berangkat. Ikut bersama keduanya Amir bin
Fuhairah dan penunjuk jalan dari bani Dil, dia membawa mereka menempuh
bagian bawah Mekkah, yakni jalur pantai”(H.R. Bukhari).

Dalam hadits di atas di jelaskan bahwa Nabi menyewa orang musyrik saat darurat atau
ketika tidak ditemukan orang Islam, dan Nabi mempekerjakan orang-orang Yahudi Khaibar
selama tiga hari. Dalam hal ini Imam Bukhari, tidak membolehkan menyewa orang musyrik,
baik yang memusuhi Islam (harbi) maupun yang tidak memusuhi Islam (dzimmi), kecuali
kondisi mendesak seperti tidak didapatkan orang Islam yang ahli atau dapat melakukan
perbuatan itu. Sedangkan Ibnu Baththa mengatakan bahwa mayoritas ahli fiqih
membolehkan menyewa orang-orang musyrik saat darurat maupun tidak, sebab ini dapat
merendahkan martabat mereka

Kemudian hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a ia berkata:


‫ احتجم النبى صل ا عليه و‬:‫حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن ابن عباس رضي ا عنهما قال‬

( ‫سلم واعطى الحجام اجره )رواه البخاري‬

Artinya: ”Hadist dari Ibnu Thawus dari ayanya dari Ibnu Abbas r.a dia berkata bahwa
Nabi Saw pernah mengupah seorang tukang bekam kemudian membayar
upahnya”. (H.R.Bukhari)

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa Nabi menyuruh untuk membayar upah terhadap
orang yang telah dipekerjakan. Dari hal ini juga dapat dipahami bahwa Nabi membolehkan
untuk melakukan transaksi upah mengupah.

‫طوا الرججيرر أرنجررهه قرنبرل أرنن يرجج ف‬


(‫ف رعررقههه )رواه ابن ماجه‬ ‫ا صلى ا عليه وسلم أرنع ه‬
‫ رقارل ررهسوهل ف‬:‫اج نبجن هعرمرر رقارل‬
‫رعنن رعنبجد ف‬

Artinya : ”Dari Abdillah bin Umar ia berkata: Berkata Rasulullah SAW : Berikan upah
kepada pekerja sebelum keringatnya kering” ( H.R Ibnu Majah ) .

Hadits di atas menjelaskan tentang ketentuan pembayaran upah terhadap orang yang
dipekerjakan, yaitu Nabi sangat menganjurkan agar dalam pembayaran upah itu hendaknya
sebelum keringatnya kering atau setelah pekerjaan itu selesai dilakukan.
3. Pendapat Ulama

Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan dikemukakan beberapa definisi ijarah menurut
pendapat beberapa ulama fiqih:

 Ulama Hanafiyah:
‫عقد على المنافع بعوض‬

Artinya:“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”


 Ulama Asy-Syafi’iyah:
.‫عقد على منفعة مقصودة معلومة مباحة قابلة للبذل والءاباحة بعوض معلوم‬
Artinya:“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah,
serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.”
 Ulama Malikiyah dan Hanabilah:
.‫تمليك منافع شىءا مباحة مدة معلومة بعوض‬
Artinya:“Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu
dengan pengganti.”
Ada yang menterjemahkan, ijarah sebagai jual beli jasa (upah-mengupah), yakni
mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menterjemahkan sewa-menyewa, yakni
mengambil manfaat dari barang. Jadi ijarah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ijarah
atas jasa dan ijarah atas benda.

Jumhur ulama fiqh berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh
disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya.Oleh karena itu, mereka melarang
menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk
diambil airnya, dan lain-lain, seb cab semua itu bukan manfaatnya, tetapi bendanya. Namun
sebagian ulama memperbolehkan mengambil upah mengajar Al-Qur’an dan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan dengan agama, sekedar untuk memenuhi kaperluan hidup.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Dari Perum Pengadaian Syariah Cabang Malang Tentang
Penentuan Tarif Potongan Ijarah dan Perlakuan Akuntansi
Hasil penelitian menunjukan bahwa penentuan tariff potongan ijarah dan perlakuan
akuntansi yang diterapkan oleh Kantor Pengadaian Syariah Cabang Landungsari sesuai dengan
fatwa DSN, yang mana dalam menentukan tariff potongan ijarah pihak pengadaian tidak
didasarkan jumlah pinjaman nasabah melainkan presentase pinjaman dari nilai taksiran barang
itu sendiri. Adapun dari sudut pandang bermuamalat penentuan diskon ijarah oleh pihak kantor
Pengadaian Syariah tidak menyalahi ketentuan dalam bermuamalat.
Hal ini dikarenakan dalam pemberian diskon ijarah pihak pengadaian syariah
berlandaskan pada empat prinsip muamalat. Adapaun dalam perlakuan akuntansi pembiayaan
ijarah pihak Pengadian Syariah Cabang Landungsari tidak melakukan penyajian dan
pengungkapan dalam laporan keuangan terkait transaksi yang terjadi di Kantor Pengadian
Syariah Cabang Landungsari. Adapun pengakuan dan pengukuran dalam jurnal transaksiyang
dilakukan oleh Kantor Pengadian Syariah Cabang Landungsari sesuai dengan ketentuan yang
berlaku pada PSAK 107.

B. Jenis dan Klasifikasi


Dilihat dari segi obyeknya ijarah dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu ijarah yang bersifat
manfaat dan yang bersifat pekerjaan.
a. Ijarah yang bersifat manfaat misalnya: sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan,
pakaian (pengantin) dan perhiasan.43 Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang
dibolehkan syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqih sepakat menyatakan boleh
dijadikan objek sewa-menyewa. Menurut ulama Hanafiyah, ketetapan akad ijarah
kemanfaatan yang sifatnya mubah. Menurut ulama Malikiyah, hukum ijarah sesuai dengan
keberadaan manfaat. Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa hukum ijarah tetap
pada keberadaannya, dan hukum tersebut menjadikan masa sewa seperti benda yang tampak.
b. Kedua, ijarah yang bersifat pekerjaan adalah dengan cara mempekerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah semacam ini dibolehkan seperti buruh
bangunan, tukang jahit, tukang sepatu, dan lain-lain, yaitu ijarah yang bersifat kelompok
(serikat). Ijarah yang bersifat pribadi juga dapat dibenarkan seperti menggaji pembantu rumah
tangga, tukang kebun dan satpam. Dalam hal ini ijarah yang bersifat pekerjaan atau upah-
mengupah dibagi menjadi dua, yaitu:
 Ijarah khusus Yaitu ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya,
orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberinya
upah.
 Ijarah musytarik Yaitu ijarah yang dilakukan bersama-sama atau melalui
kerjasama. Hukumnya, dibolehkan bekerjasama dengan orang lain.

C. Rukun dan Syarat Ijarah


a. Rukun Ijarah
Rukun merupakan sesuatu yang mesti ada dalam sebuah akad atau transaksi. Tanpa rukun
akad tidak akan sah. Rukun sebagaimana yang dijelaskan oleh Abdul Karim Zaidan dalam
bukunya ”al-Wajizu fi Ushul Fiqh” sebagi berikut:

‫ جزء من حقيقة الشىء وماهيته‬:‫الركن‬

Artinya: ”Rukun adalah bagian dari hakikat sesuatu dan zatnya”.

Dari defenisi yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa rukun mutlak
adanya dalam sebuah akad ijarah. Layaknya sebuah transaksi ijarah dapat dikatakan sah apabila
memenuhi rukun dan syarat. Menurut Ulama Hanafiyah rukun dari ijarah itu hanya satu yakni
ijab dan kabul dengan menggunakan lafal upah atau sewa (al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira` dan al-
ikra Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan dan manfaat
termasuk ke dalam syarat-syarat ijarah, bukan rukunnya. Sedangkan menurut Jumhur Ulama
rukun ijarah ada empat yaitu: orang yang berakad, sewa/imbalan, manfaat, dan adanya sighat
(ijab dan kabul).

Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan secara terperinci sebagai berikut:

 Orang yang berakad


Mu’jir dan Musta’jir. Mu’jir adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang lain
untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Musta’jir adalah orang yang menyumbangkan
tenaganya atau orang yang menjadi tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka menerima
upah dari pekerjaannya itu.
 Objek transaksi (manfaat)
Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja harus memiliki manfaat yang jelas
seperti mengerjakan pekerjaan proyek, membajak sawah dan sebagainya. Sebelum melakukan
sebuah akad ijarah hendaknya manfaat yang akan menjadi objek ijarah harus diketahui secara
jelas agar terhindar dari perselisihan dikemudian hari baik jenis, sifat barang yang akan
disewakan ataupun pekerjaan yang akan dilakukan.
 Imbalan atau upah
Upah sebagaimana terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah uang dan
sebagainya yang di bayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah
dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.Jadi upah merupakan imbalan dari suatu pekerjaan
yang telah dilakukan. Pembayaran upah ini boleh berupa uang dan boleh berupa benda.

Dapat kita ketahui bersama bahwa ijarah adalah sebuah akad yang mengambil manfaat
dari barang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum syara’ yang berlaku. Oleh sebab itu,
sewa atau imbalan mesti jelas dengan ketentuan awal yang telah disepakati.

 Sighat yaitu ijab dan Kabul


Sighat pada akad merupakan suatu hal yang penting sekali karena dari sighatlah terjadinya
ijarah. Karena sighat merupakan suatu bentuk persetujuan dari kedua belah pihak untuk
melakukan ijarah. Dalam sighat ada ijab dan kabul. Ijab merupakan pernyataan dari pihak
pertama (mu’jir) untuk menyewakan barang atau jasa sedangkan kabul merupakan jawaban
persetujuan dari pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh
mu’jir. Misalnya, anda bersedia bekerja pada proyek ini dalam waktu dua bulan dengan upah
perharinya Rp.20.000,- dan jenis pekerjaannya yaitu pekerjaan jalan? kemudian buruh
menjawab “ya”, saya bersedia.
b. Syarat Ijarah
Syarat secara bahasa adalah ‫ العلمة اللزامة‬yang berarti pertanda yang lazim, indikasi, atau
memastikan sesuatu. Sedangkan secara istilah syarat adalah:

‫ وكان خارجا عن حقيقته ول يلزم من وجوده وجود الشيء‬،‫مايتوقف وجود الشيء على وجوده‬

Artinya: ”Sesuatu yang tergolong padanya keberadaan hukum (syar’i) dan dia berada di luar
hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum itu tidak ada”.

Syarat merupakan sesuatu yang bukan bagian dari akad, tetapi sahnya sesuatu tergantung
kepadanya. Adapun syarat-syarat transaksi ijarah yaitu:
Dua orang yang berakad disyaratkan:

 Berakal dan mummayiz, namun tidak disyaratkan baligh.


Maka tidak dibenarkan mempekerjakan orang gila, anak-anak yang belum mumayiz dan
tidak berakal. Amir Syarifuddin menambahkan pelaku transaksi ijarah harus telah
dewasa, berakal sehat dan bebas dalam bertindak dalam artian tidak dalam paksaanJadi
transaksi ijarah yang dilakukan oleh anak-anak atau orang gila atau orang yang terpaksa
tidak sah. Menurut ulama Hanafiyah pelakunya tidak dipersyaratkan telah baligh. Oleh
karena itu, akad ijarah yang dilakukan kanak-kanak yang telah mumayyiz dan diizinkan
walinya berlaku mengikat dan berdampak hukum. Tapi kalau pelakunya berada di bawah
pengampuan (‫)المحجكككور‬, maka keabsahan akadnya itu tergantung izin dari wali
pengampunya. Namun demikian ulama Malikiyah menegaskan bahwa mummayiz
menjadi syarat dalam akad ijarah. Sedang baligh manjadi syarat yang menentukan
berlaku mengikat atau tidaknya akad tersebut. Oleh karena itu, menurut mereka, sah
akad ijarah yang dilakukan seorang kanak-kanak, akan tetapi akad itu baru bisa
dieksekusi setelah mendapat izin dari walinya. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyyah
dan Hanabilah untuk sahnya ijarah hanya mengemukakan satu syarat untuk pelaku akad,
yaitu cakap hukum (baligh dan berakal). Alasan mereka karena akad ijarah itu sama
dengan akad jual beli, yaitu akad kepemilikan semasa hidup.
 Kerelaan (an-Tharadhin)
Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah,
dan para pihak berbuat atas kemauan sendiri. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa
melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah. Karena Allah melarang penindasan atau
intimidasi sesama manusia tapi dianjurkan saling meridhoi sesamanya. Sebagaimana
firman allah dalam surat an-Nisaa’ ayat 29 yang artinya:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu

Sesuatu yang diakadkan (barang dan pekerjaan) disyaratkan:


1). Objek yang diijarahkan dapat di serah-terimakan dengan baik manfaat maupun
bendanya.

2). Manfaat dari objek yang diijarahkan harus yang dibolehkan agama, maka tidak boleh
ijarah terhadap maksiat seperti mempekerjakan sesorang untuk mengajarkan ilmu sihir
atau mengupah orang untuk membunuh orang lain.

3). Manfaat dari pekerjaan harus diketahui oleh kedua belah pihak sehingga tdak muncul
pertikaian dan perselisihan dikemudian hari.

4). Manfaat dari objek yang akan di ijarahkan sesuatu yang dapat dipenuhi secara hakiki.

5). Jelas ukuran dan batas waktu ijarah agar terhindar dari persengketaan atau perbantahan.

6). Perbuatan yang diijarahkan bukan perbuatan yang diwajibkan oleh mu’ajir seperi sholat,
puasa dan lain-lain.

7). Pekerjaan yang diijarahkan menurut kebiasaan dapat diijarahkan seperti menyewakan
toko, computer, maka tidak boleh menyewakan pohon untuk menjemur pakaian, karena
hal itu diluar kebiasaan.

D. Mekanisme Dan Prosedur

a. Mekanisme
b. Prosedur
 Nasahah mengajukan pembiayaan Ijarah ke bank syari’ah.
 Bank syari’ah memberi/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai
obyek Ijarah, dari supplier/penjualan/pemilik.
 Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan bank mengenai barang objek
ijarah, tarif ijarah, periode ijarah dan biaya pemeliharaannya, maka akad pembiayaan
ijarah ditandatangani, sedangkan nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang
dimiliki
 Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesui akad yang telah disepakati.
Setelah periode ijarah berakhir, maka nasabah mengembalikan objek ijarah tersebut pada
bank.
 Bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai’ wal ijarah), setelah periode ijarah
berakhir maka objek ijarah tersebut disimpan oleh banksebagai aset yang dapat disewakan
kembali. Sedangkan, apabila bank menyewa objek ijarah tersebut (al-ijarah wal ijarah, atau
ijarah parallel), setelah periode ijarah berakhir, maka objek ijarah tersebut dikembalikan
oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik.
E. Keterkaitan Dengan Akuntansi

Berdasarkan PSAK 107, ijarah dapat dibagi menjadi 3, namun yang telah dikenal secara
luas adalah dua jenis ijarah yang disebutkan pertama, yaitu ;
1. Ijarah merupakan sewa menyewa objek ijarah tanpa perpindahan resiko dan manfaat yang
terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan
kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
2. Ijarah muttahiya Bin Tamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan aset
yang dijarahkan pada saat tertentu.

Perpindahan kepemilikan suatu aset yang disewakan dari pemilik kepada penyewa, dalam
ijarah muntahiya bit tamlik dapat dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah
yang dialihkan telah diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kembali kepada pemberi
sewa. Kemudian untuk perpindahan kepemilikan akan dibuat akad baru, terpisah dari akad
ijarah sebelumnya.
Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan melalui :
a. Hibah
b. Penjualan dimana harga harus disepakati kedua belah pihak sebelum akad penjualan,
namun pelaksanaan penjualan dapat dilakukan:
 Sebelum akad berakhir
 Setelah akad berakhir
Penjualan secara bertahap sesuai dengan wa’ad (janji) pemberi sewa. Untuk perpindahan
secara bertahap, harus ditentukan bagian penyewa setiap kali ia melakukan pembayaran dari
harga total sampai ia memiliki aset tersebut secara penuh diakhir kontrak. Sistem ini
mengharuskan pembuatan kontrak untuk setiap bagian penjualan, sampai bagian terakhir
dijual kepada penyewa. Jika kontrak ijarah batal karena alasan-alasan yang mendasar sebelum
perpindahan kepemilikan secara penuh kepada penyewa, aset yang disewanya menjadi milik
bersama penyewa dan pemberi sewa secara proporsional.
Jual dan ijarah adalah transaksi menjual objek ijarah kepada pihak lain, dan kemudian
menyewa kembali objek ijarah tersebut yang telah dijual tersebut. Alasan dilakukanya
transaksi tersebut bisa saja sipemilik aset membutuhkan uang sementara ia masih memerlukan
manfaat dari aset tersebut. Transaksi jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah
dan tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar
dan penjual akan mengakui keuntungan atau kerugian atau pada periode terjadinya penjualan
dalam laporan laba rugi. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual tidak dapat
diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah yang muncul karena ia menjadi
penyewa.
Ijarah-lanjut menyewakan labih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya
disewa dari pemilik. Jika suatu entitas menyewa objek ijarah untuk disewa-lanjutkan, maka
entitas mengakui sebagai beban ijarah (sewa tangguhan) untuk pembayaran ijarah jangka
panjang dan sebagai beban ijarah untuk sewa jangka pendek.

1. Transaksi Dalam Akuntansi


Dalam ijrah, objek yang disewakan dapat berupa asset maupun jasa. Ijrah bila
diterapkan untuk mendapatkan manfaat dari asset disebut sewa menyewa, sedangkan bila
diterapkan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja disebut upah mengupah. Dalam
leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa asset saja. Dengan kata lain terbatas pada
pemanfaatan asset. Dengan demikian ijarah memiliki cakupan yang lebih luas daripada
leasing.
Dalam ijarah, metode pembayaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang
pembayaranya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to performance).
Pada dasarnya akad ijarah sama seperti operating lease, yakni dipindahkan adalah manfaat
dari asset yang disewakan. Untuk jenis akad ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT),
kepemilikan asset tetap pada pemberi sewa diawal akad berjanji (wa’ad) kepada pihak
penyewa. Pengalihan hak milik pada asset yang bersangkutan dapat dilakukan dengan
menjual atau dengan menghibahkanya. Atas pemindahan kepemilikan tersebut akan
dibuatkan akad secara terpisah.
Sementara dalam leaseing, jenis leasing tergantung pada sisi pemberi sewa dan
penyewa. Dari sisi pemberi sewa, secara umum dikenal 4 jenis leasing; yaitu financial
lease, sales type lease, operating lease, dan leverage lease. Sedangkan dari sisi penyewa,
dikenal 2 jenis yaitu operating lease dan capital lease.

2. Perbedaan Mekanisme Transaksi Fiqih Muamalah Dan Akuntansi


Akuntansi Syariah Akuntansi Umum
1. Pengakuan dan pengukuran ditentukan dari 1. Hanya terdiri atas akun akun asset,
awal kewajiban, penghasilan dan beban.
2. Memiliki pengukuran dan pengukuran yang 2. Berlaku untuk semua jenis transaksi
berbeda sesuai dengan akuntansinya yang terkait tidak terikat perjanjian
3. Ada dua pengakuan, yaitu: 3. Untuk ekonomi masa yang akan datang
a. Pengakuan akuntansi pembeli dan penjual
dan yang bisa diukur secara handal
(murabahah, salam, istihna’) 4. Orientasi pengakuan untukPenyusunan
b. Akuntansi pemilik dan akuntansi pengelola
laporan keuangan neraca dan laba rugi.
(mudharabah)
c. Akuntansi aktif dan akuntansi mitra pasif
(musyarakah)
d. Akuntansi pemilik dan penyew (ijarah)
4. Akuntansi transaksi asuransi syariah tidak
terbagi atas dua pengakuan tapi disesuaikan
transaksi yang terjadi.
5. Pengakuan beban, kewajiban, asset,
pendapatan beda dengan akuntansi lain
6. Masih ada pengakuan piutang dan potongan
penjualan dan pembelian.

 Pengukuran

Akuntansi Syariah Akuntansi Umum


1. Menurut jenis masing-masing berbeda 1. Berdasarkan empat item yaitu:
2. Berdasarkan pesanan (murabahah, salam, a. Biaya historis
b. Biaya kini
istishna’)
c. Nilai realisasi/penyelesaian
3. Berdasarkan investasi (mudharabah)
d. Nilai sekarang
4. Berdasarkan kas dan non kas (musyarakah)
2. Keempat sebagian diperlakukan di
5. Berdasarkan pendapat sewa dan utang sewa
akuntansi syariah namun tidak
(ijiriah)
6. Berdasarkan klaim (akuntansi transaksi keseluruhan
3. Berlaku untuk akuntansi keseluruhan
asuransi syariah)
dengan mengadopsi salah satu item
dasar pengukuran.

3. Perlakuan Akuntansi
Berdasarkan PSAK 107 Tentang Ijarah
1. Biaya perolehan, untuk objek ijarah baik asset berwujud maupun tidak berwujud,
diakui saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Asset tersebut harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan
dari asset tersebut, dan
b. Biaya perolehanya dapat diukur secara andal
Jurnal :
Dr. asset ijarah xxx
Kr. Kas/utang xxx
2. Penyusutan, jika asset ijarah tersebut dapat disusutkan/diamortisasi maka penyusutan
atau amortisasinya diperlakukan sama untuk asset sejenis selama umur manfaat
(umur ekonomisnya). Jika asset ijarah untuk akad jenis IMBT maka masa manfaat
yang digunakan untuk menghitung penyusutan adalah periode akad IMBT.
Jurnal :
Dr. biaya penyusutan xxx
Kr. Akumulasi penyusutan xxx
3. Pendapatan sewa, diakui pada saat manfaat atas asset telah diserahkan kepada
penyewa pada akhir periode pelaporan. Jika manfaat telah diserahkan tapi
perusahaan belum menerima uang, maka akan diakui sebagai piutang pendapatan
sewa dan diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan.
Jurnal :
Dr. kas/piutang sewa xxx
Kr. Pendapatan sewa xxx
4. Biaya perbaikan objek ijarah, adalah tanggungan pemilik, tetapi pengeluaranya dapat
dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas
persetujuan pemilik.
a. Jika perbaikan rutin yang dilakukan penyewa dengan persetujuan pemilik maka
diakui sebagai beban pemilik pada saat terjadinya.
Jurnal :
Dr. biaya perbaikan xxx
Kr. Utang xxx
b. Jika perbaikan tidak rutin atas objek ijarah yang dilakukan oleh penyewa diakui
pada saat terjadinya.
Jurnal :
Dr. biaya perbaikan xxx
Kr. Kas/utang/perbaika xxx
c. Dalam ijarah muntahiya bit tamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya
perbaikan objek ijarah yang dimaksut dalam huruf (a) dan (b) ditanggung
pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing
atas objek ijarah.

Jurnal :
Dr. biaya perbaikan xxx
Kr. Kas/utang/perlengkapan xxx
5. Perpindahan kepemilikan objek ijarah dalam ijarah muntahiya bit tamlik dapat
dilakukan dengan cara:
a. Hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban
Jurnal:
Dr. beban ijarah xxx
Dr. akumulasi penyusutan xxx
Kr. Asset ijarah xxx
b. Penjualan sebelum berakhirnya masa, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang
disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui
sebagai keuntungan atau kerugian.
Jurnal :
Dr. kas/piutang xxx
Dr. akumulasi penyusutan xxx
Dr. kerugian* xxx
Kr. Keuntungan** xxx
Kr. Asset ijarah xxx
*jika nilai buku lebih besar dari harga jual
**jika nilai buku lebih kecil dari harga jual
c. Penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah
tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Jurnal :
Dr. kas xxx
Dr. kerugian* xxx
Dr. akumulasi penyusutan xxx
Kr. Keuntunagan** xxx
Kr. Asset ijarah xxx

BAB III
CONTOH KASUS

A. Uraian Kasus Pada PT. Bank Syariah “X” Indonesia, Tbk.


Pedoman yang digunakan oleh Bank Syariah “X” Indonesia untuk pencatatan
akuntansi ijarah adalah PSAK 107. Apabila terjadi pembiayaan ijarah bermasalah pada
Bank Syariah “X” Indonesia, perlakuan akuntansinya yang perlu dilakukan adalah
melakukan pelunasan terlebih dahulu pembiayaan yang ada (pembiayaan ijarah yang
bermasalah), selanjutnya dibuat pembiayaan baru dengan pola atau metode kesepakatan
baru, yang disertai akad baru notaris.
Contoh kasus:
PT. BFB yang bergerak di bidang rental peralatan berat mengajukan permohonan
pembiayaan ijarah muntanhiyah bit tamlik kepada Bank Syariah “X” Indonesia untuk
pembelian dan instalasi GE Jenbacher Gas Engine yaitu sebuah mesin genset berbahan
bakar gas dengan fasilitas pembiayaan sebesar US$1.323.251. Seperti yang dijelaskan
pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN- MUI/III/2002, bahwa pihak-pihak
yang melakukan ijarah muntanhiyah bit tamlik harus melaksanakan akad ijarah terlebih
dahulu. Maka, PT. BFB selaku pihak yang ingin menggunakan fasilitas ijarah
muntanhiyah bit tamlik harus terlebih dahulu melaksanakan akad ijarah dengan bank.
Setelah permohonan pembiayaan diterima, Bank Syariah “X” Indonesia melalui
account officer-nya akan menganalisis permohonan pembiayaan yang diajukan oleh PT.
BFB, selanjutnya account officer mempresentasikan hasil analisisnya kepada komite
pembiayaan untuk memperoleh persetujuan pembiayaan. Setelah permohonan
pembiayaan PT. BFB disetujui, lebih lanjut Bank Syariah “X” Indonesia akan
menentukan jumlah angsuran yang akan dibebankan kepada PT. BFB sebagai tarif sewa
melalui margin yang telah ditetapkan oleh Bank Syariah “X” Indonesia, dengan rincian
sebagai berikut:
(a) Harga beli barang dari supplier (PT. Showa) sebesar US$1.323.251 dengan margin
sebesar US$334.010, sehingga harga jual mesin genset tersebut sebesar US$
1.657.261
(b) Margin Bank Syariah “X” Indonesia setara 11% pa
(c) Angka waktu fasilitas 48 bulan dengan grace period 4 bulan
(d) Opsi perpindahan kepemilikan dengan penjualan sebesar harga sisa cicilan sewa.

1. Jenis Transaksi
 Pencatatan Ayat Jurnal Transaksi Ijarah
Contohnya:
Menurut PSAK 107 tentang ijarah, pencatatan untuk pembelian aktiva ijarah
adalah:
Dr. Aset ijarah xxx
Cr. Kas/rekening pemilik aset xxx
 Menerima atau Mengakui Pendapatan Sewa
Bank Syariah “X” Indonesia sepakat dengan PT. BFB bahwa uang sewa yang
didapatkan bank tiap bulannya ialah US$36.680 (lihat tabel angsuran), kecuali
pada saat grace period untuk 4 bulan pertama bank hanya membayar sebesar porsi
marginnya saja yaitu US$12.130. Menurut PSAK 107 tentang ijarah, pencatatan
pada saat grace period, adalah:
Dr. Kas/rekening penyewa xxx
Cr. Pendapatan Sewa xxx
Pencatatan yang dilakukan Bank Syariah “X” Indonesia pada saat grace period,
yaitu:
Dr. Rekening PT. BFB US$ 12.130
Cr. Pendapatan Ijarah US$ 12.130
 Pada Saat Jatuh Tempo Pembayaran Sewa
Bank Syariah “X” Indonesia mengakui pembayaran sewa yang telah jatuh tempo
sebagai piutang ijarah. Pada saat angsuran sewa yang ketiga jatuh tempo pada 19
Desember 2006 dengan kurs Rupiah sebesar Rp.9.156 yaitu sebesar US$12.130
(lihat tabel angsuran), PT. BFB belum melakukan pembayaran, sehingga Bank
Syariah “X” Indonesia mengakui adanya piutang pendapatan ijarah pada tanggal
tersebut. Menurut PSAK 107 tentang ijarah, pencatatan untuk mengakui angsuran
sewa yang telah jatuh tempo, yaitu:

Dr. Piutang Pendapatan Ijarah xxx


Cr. Pendapatan Ijarah xxx
Pencatatan yang dilakukan oleh Bank Syariah “X” Indonesia untuk mengakui
angsuran sewa ke-3 yang telah jatuh tempo, ialah:
Dr. Piutang Pendapatan Ijarah US$ 12.130
Cr. Pendapatan Ijarah US$ 12.130
2. Akad Yang Dijalankan
Al-Bai’ Wal Ijarah Mumtahiyah Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua
buah akad, yakni akad al-Bai’ dan akad Ijarah Mumtahiyah Bittamlik (IMBT). Al-
Bai’ merupakan akad jual beli, sedangkan Ijarah Mumtahiyah Bittamlik merupakan
kombinasi anatara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibbah diakhir masa
sewa. Dalam ijarah mumtahiyah bittamlik, pemindahan hak milik terjadi dengan
salah satu dari dua cara berikut ini :
 Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
 pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang
tersebut pada akhir masa sewa.
Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa biasanya diambil apabila
kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa
yang dibayar relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir
periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang
ditetapkan oleh bank. Karena itu untuk menutupi kekurangan tersebut apabila pihak
penyewa ingin memiliki baranag tersebut, maka ia harus membeli barang tersebut
diakhir periode. Pilihan untuk menghibahkan barang diakhir masa sewa biasanya
diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih
besar. Karena sewa yang dibayarkan relatif besar jumlahnya, sedangkan akumulasi
sewa diakhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan
margin laba yang telah ditetapkan oleh ban. Dengan demikian bank dapat
menghibahkan barang tersebut diakhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
Pada Ijarah Mumtahiyah Bittamlik (IMBT) dengan sumber pembiayaan dari
Unrestricted Invesment Account (URIA), pembayaran oleh nasabah dilakukan
secara bulanan. Hal ini disebabkan karena pihak bank harus mempunyai cash in
disetiap bulan untuk memberikan bagi hasil kepada para nasabah yang dilakukan
secara bulanan juga.
3. Harga Yang Disepakati
Pembiayaan ijarah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Prinsip
Syariah itu antara lain pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina, istilah ini
dipermakan dengan istilah ijarah mumtahiay bi tamlik). Jadi, perjanjian
pembiayaan ijarah dapat diartikan sebagai suatu perjanjian untuk membiayai
kegiatan sewa menyewa., bukan kegiatan sewa menyewa itu sendiri. Pada ijarah,
bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu miliknya atau
bukan miliknya dan yang terpenting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas
aset yang kemudian disewakannya. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai
pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang kemudian
menyewakan kembali dan objek ijarah itu sendiri adalah manfaat dari penggunaan
barang dan atau jasa.
B. Pembahasan dan Solusi Kasus
Berdasarkan hasil pembahasan data yang dilakukan terhadap PT Bank Syariah “X”
Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa: pertama, pembiayaan bermasalah pada Bank
Syariah “X” Indonesia dapat digolongkan mulai dari coll 3 atau disebut juga kurang
lancar dan berapapun plafonnya sudah dikategorikan Non Performing Financing (NPF).
Penyebab pembiayaan ijarah bermasalah pada PT. Bank Syariah “X” Indonesia, Tbk.
adalah nasabah mengalami kesulitan atau penurunan dalam usahanya, kelalaian dalam
monitoring atau kesalahan dalam tahap evaluasi. Jika terjadi pembiayaan bermasalah,
Bank Syariah “X” Indonesia akan melakukan restrukturisasi pembiayaan atas
kesepakatan dengan nasabah yang mencakup penjadwalan kembali, persyaratan kembali,
penataan kembali. Apabila setelah opsi-opsi tersebut diberikan, tetapi nasabah masih
tidak mampu untuk melanjutkan akad ijarah, Bank Syariah “X” akan melakukan
penyitaan aset jaminan yang akan dilelang atau dijual untuk melunasi sisa pembiayaan
yang belum dilunasi. Bank Syariah “X” Indonesia menerapkan sistem denda apabila
terjadi keterlambatan pembayaran oleh nasabah sebagai upaya mendisiplinkan nasabah
dalam memenuhi kewajibannya membayar angsuran tepat pada waktunya.
Kedua, terdapat perbedaan antara kredit (yang diberikan oleh bank konvensional),
pembiayaan (yang diberikan oleh bank syariah) dengan leasing (yang diberikan oleh
perusahaan pembiayaan). Kredit dan pembiayaan ijarah bertujuan menyediakan dana
sementara leasing bertujuan menyewakan barang modal. Kredit terfokus kepada uang,
jadi kreditur bukan pemilik dari barang yang didanai. Pembiayaan ijarah pada dasarnya
mempunyai definisi yang sama dengan kredit, bedanya pada prinsip syariah yang
digunakan. Perbedaan yang kedua adalah bank dapat memiliki atau tidak memiliki barang
yang didanai. Sedangkan pada leasing, paling tidak secara yuridis, lessor merupakan
pemilik barang modal.
Ketiga, pencatatan akuntansi ijarah yang diterapkan oleh PT. Bank Syariah “X”
Indonesia telah sesuai dengan PSAK 107 tentang akuntansi ijarah. Untuk pencatatan
pembiayaan ijarah yang direstrukturisasi, PT. Bank Syariah “X” Indonesia akan mencatat
pelunasan akad yang ada dan mengganti dengan akad baru yang telah disesuaikan baik
dalam jumlah angsuran maupun jadwal pembayaran yang sebelumnya telah disepakati
oleh nasabah dan PT. Bank Syariah “X” Indonesia.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. Pertama, PT. Bank
Syariah “X” Indonesia hendaknya menerapkan prinsip kehati-hatian dengan lebih selektif
terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan di PT. Bank Syariah “X” Indonesia
dengan cara melakukan studi kelayakan usaha secara objektif dan menyeluruh sebelum
menyetujui untuk memberikan pembiayaan. Kedua, PT. Bank Syariah “X” Indonesia
hendaknya melakukan pengikatan jaminan dari nasabah secara sempurna dan melakukan
pemeriksaan terhadap jaminan nasabah dan usahanya untuk antisipasi apabila kemudian
hari nasabah tersebut mengalami kesulitan dalam melunasi kewajibannya. Ketiga, kepada
peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian mengenai pembiayaan bermasalah
lainnya, seperti pada pembiayaan mudharabah, murabahah, musyarakah, istishna dan
qardh.
BAB IV
KESIMPULAN

jarah adalah salah satu prinsip syariah yang digunakan untuk memberikan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah oleh bank syariah menurut UU no. 10/1998. tentang
perbankan dan udang-undang no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Sedangkan Secara
fikih ijarah didefinisikan oleh Fatwa DSN MUI sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa / upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Pembiayaan ijarah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Prinsip Syariah itu antara lain pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihak bank olehpihak lain (ijarah wa iqtina, istilah ini dipermakan dengan
istilah ijarah mumtahiay bi tamlik). Jadi, perjanjian pembiayaan ijarah dapat diartikan sebagai
suatu perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa menyewa., bukan kegiatan sewa menyewa itu
sendiri. Pada ijarah, bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu miliknya
atau bukan miliknya dan yang terpenting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset
yang kemudian disewakannya. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai pemilik objek sewa,
dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang kemudian menyewakan kembali dan objek
ijarah itu sendiri adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, I. (2009). Analisis Perlakuan Akuntansi Ijarah Dan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada PT.
Bank Muamalat, Tbk Berdasarkan PSAK No. 107. Jakarta: STEKPI.

Hijrianto, D. (2010). Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik Pada Bank
Muamalat Indonesia Cabang Mataram. Semarang: Universitas Diponegoro.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107: Akuntansi Ijarah 2009, IAI Press

Yusuf, M., dan Wiroso. (2011). Bisnis Syariah, Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media.

You might also like