You are on page 1of 20

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Indeks Massa Tubuh (IMT)

1. Pengertian Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan

alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi,

sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit

degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal

memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih

panjang (Depkes, 2011).

Indeks Massa Tubuh (IMT) dikategorikan menjadi normal, kurus,

atau gemuk. Penggunaan Indeks Massa Tubuh (IMT) hanya untuk orang

dewasa yang berumur di atas 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada

bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan (Depkes, 2011). Nilai

Indeks Massa Tubuh (IMT), dapat dihitung dengan rumus

Berat Badan (Kg)


IMT = -----------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

2. Kategori Indeks Massa Tubuh

Pada orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi

menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua

7
8

umur bagi pria dan wanita. Pada anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT

adalah spesifik mengikuti usia dan jenis kelamin. Secara umum, IMT

< 17 KgM2 sebagai kurus atau underweight, IMT antara >18,5-25 KgM2

sebagai berat badan normal, dan IMT > 25 KgM2 dikategorikan gemuk.

Di Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman

klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Batas ambang

IMT untuk Indonesia menurut Mardalena (2017) adalah sebagai berikut

Tabel 2.1
Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)

Kategori Klasifikasi Berat Badan IMT


Kekurangan berat badan tingkat berat < 17 KgM2
Kurus
Kekurangan Berat Badan tingkat ringan 17 -18,5 KgM2
Normal >18,5-25 KgM2
Kelebihan Berat Badan Tingkat Ringan >25 - 27 KgM2
Gemuk
Kelebihan Berat Badan Tingkat Berat > 27 KgM2

B. Hipotermia

1. Pengertian Hipotermia

Hipotermia adalah gangguan pengaturan suhu yang terjadi dalam

tubuh yang mengakibatkan penurunan suhu tubuh karena tubuh tidak

mampu memproduksi panas untuk menggantikan panas tubuh yang hilang

dengan cepat. Kehilangan panas dapat dipengaruhi oleh lingkungan seperti

air dan angin serta juga karena adanya pengaruh dari dalam tubuh seperti

kondisi fisik (Lestari, 2010).


9

2. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipotermia

a. Kecepatan Metabolisme Basal

Metabolismes basal adalah energi yang diperlukan oleh tubuh

dalam keadaan istirahat total, baik jasmani maupun rohani. Energi ini

adalah energi minimal yang tidak dapat dikurangi lagi yang diperlukan

untuk memelihara proses-proses hidup, yaitu untuk pernafasan,

peredaran darah, pertahanan tubuh dan sebagainya. Metabolisme basal

dapat dihitung dengan mengukur luas permukaan tubuh, berat badan,

umur, dan jenis kelaminnya. Kecepatan metabolisme basal tiap individu

berbeda-beda (Potter dan Perry, 2010). Kecepatan metabolisme basal

juga dipengaruhi oleh hormon tiroid dan hormon lainnya dalam tubuh.

Rumus dasar yang dipakai untuk menghitung kebutuhan energi adalah

metabolisme basal rata-rata (BMR) adalah

1) Laki-laki = 1 x kg BB x 24 jam

2) Perempuan = 0,9 x kg BB x 24 jam

b. Rangsangan Saraf Simpatis

Saraf simpatis merupakan salah satu bagian dari sistem saraf

otonom yang juga merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang

berpangkal pada sumsum tulang belakang (medula spinalis) di daerah

dada dan pinggang. Saraf simpatis cenderung bekerja berlawanan

dengan sistem saraf parasimpatis dan umumnya berfungsi untuk

memacu dan mempercepat kerja organ-organ tubuh, seperti

mempercepat detak jantung dan menyebabkan kontraksi pembuluh


10

darah. Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan

metabolisme menjadi 100 persen lebih cepat. Rangsangan saraf

simpatis dapat mencegah lemak yang tertimbun dalam jaringan untuk

dimetabolisme. Rangsangan saraf simpatis ini juga dipengaruhi oleh

stres individu yang menyebabkan peningkatan produksi epinefrin dan

norepinefrin yang meningkatkan metabolisme tubuh (Harahap, 2012).

c. Indeks Massa Tubuh

Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan

metabolisme 20% – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada

zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan

demikian, orang yang mengalami malnutrisi mudah mengalami

penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan

lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena

lemak merupakan isolator yang cukup baik karena lemak menyalurkan

panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain (Anas,

2007).

d. Gerakan Volunter

Gerakan volunter seperti aktivitas otot pada olahraga

membutuhkan energi tambahan. Laju metabolik meningkat saat

aktivitas, terkadang meningkatkan produksi panas hingga 50 kali lipat

(Supatmi, 2008)
11

e. Gangguan Organ

Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus

dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami

gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saat terjadi

infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit

berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan

mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu (Anas, 2007).

f. Lingkungan

Panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang

lebih dingin, karena suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan

lingkungan. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi

suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan

terjadi sebagian besar melalui kulit. Proses kehilangan panas melalui

kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui pembuluh darah

dan juga disuplai langsung ke pleksus arteri kecil melalui anastomosis

arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam

pleksus arteriovenosa yang cukup tinggi yang dapat mencapai 30% total

curah jantung akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke

kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan

radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh (Anas,

2007).

3. Fisiologi Kehilangan Panas


12

Potter dan Perry, (2010) mengatakan hipotermia menyebabkan

perubahan fisiologi pada semua sistem organ dengan proses metabolisme

dan konduksi saraf yang dapat menyebabkan kematian. Dalam keadaan

sehat hipotalamus mengontrol temperatur tubuh dalam batas tertentu dan

mengontrol tubuh untuk menyesuaikan terhadap adanya perubahan suhu

lingkungan. Ketidakseimbangan antara pengeluaran panas dan produksi

panas maka akan dapat menyebabkan keadaan hipotermia. Pasien dengan

trauma di daerah kepala berisiko terhadap timbulnya hipotermia. Cedera

otak traumatik dapat merubah struktur termoregulasi hipotalamik yang

mungkin mengalami kerusakan dan efek neurologiknya adalah terjadinya

penurunan aliran darah serebral enam sampai tujuh persen pada setiap

penurunan suhu satu derajat celsius. Adanya penurunan-penurunan aliran

darah serebral tersebut menyebabkan penurunan pembentukan panas,

penurunan transport oksigen ke jaringan sekunder dengan hilangnya panas

melalui kulit dan pencernaan sehingga pada suhu 30ºC (86ºF) pasien akan

mengalami penurunan metabolisme otak sebesar 54%, penurunan aliran

darah serebral 30%, dan volume serebral sebanyak 29%.

4. Mekanisme Pelepasan Panas

Menurut Supatmi (2008), ada empat cara tubuh manusia kehilangan

panas, yaitu

a. Radiasi
13

Radiasi adalah cara pelepasan panas disekitarnya melalui gelombang

elektromagnetik. Pada seluruh tubuh dilapisi oleh gelombang ini,

jumlah panas yang dilepaskan sebesar 40% sampai 50%.

b. Konveksi

Konveksi adalah pelepasan panas dari tubuh melalui pergerakan udara.

Jumlah panas yang dilepaskan oleh tubuh adalah sebesar 25% sampai

35%.

c. Konduksi

Konduksi adalah pelepasan panas karena tubuh kontak langsung dengan

benda sekitar. Jumlah panas yang dilepaskan oleh tubuh adalah sebesar

kurang dari 10%

d. Evaporasi

Evaporasi adalah pelepasan panas tubuh yang terjadi karena tubuh

membuang panas dengan cara penguapan. Jumlah panas yang

dilepaskan oleh tubuh adalah sebesar 25 Kcal/hari.

5. Klasifikasi Hipotermia

Menurut Supatmi, (2008), hipotermia dapat dibagi menjadi tiga

berdasarkan suhu tubuh (temperatur axilla) yaitu

a. Hipotermia ringan bila suhu tubuh 32 oC - < 36,6oC


b. Hipotermia sedang dengan suhu tubuh 28 oC - <32oC
c. Hipotermia berat bila suhu tubuh dibawah < 28oC

6. Mekanisme Tubuh Bila Terjadi Hipotermia

a. Sistem pernafasan
14

Bila terjadi hipotermia, maka frekwensi pernapasan dan volume

semenit akan menurun. Dead space anatomi dan fisiologis akan

meningkat. Kurva disosiasi oksihemoglobin bergeser ke kiri dimana Ph

darah akan naik, PCO2 menurun, sehingga terjadi peningkatan afinitas

hemoglobin terhadap oksigen, akibatnya ambilan oksigen dalam paru

akan meningkat dan pelepasan oksigen ke jaringan terganggu yang

dapat menyebabkan hipoksia. Hipotermia menyebabkan Minimal

Alveolar Concentrasi menurun sehingga mudah terjadi stadium yang

dalam pada anestesi (Potter dan Perry, 2010).

b. Sistem Kardiovaskuler

1) Jantung

Pada hipotermia awal yang disertai menggigil maka heart

rate menurun, stroke volume menurun yang dapat menyebabkan

“cardiac arrest” disamping itu viskositas darah meningkat, pada

EKG monitor, gelombang P tidak muncul, interval P-R

memanjang. Kompleks QRS dan interval Q-T pada proses

depolarisasi serta repolarisasi terhambat. Dapat juga terjadi

Iskemik, Myocard, AV Blok, Atrial Flutter, Atrial Ventricular

Junctional Rhythm, Prematur Ventricular Contraction, Ventricular

Fibrilasion (Sabiston, D. 2011).

2) Sirkulasi Perifer
15

Akan terjadi vasokontriksi yang menyebabkan tahanan perifer

meningkat, serta terjadi stimulasi pada refleks simpatis. Bila

hipotermi berkelanjutan menjadi berat maka terjadi proses dilatasi.

Vasokonstriksi menyebabkan volume darah bergeser ke pembuluh

darah terutama di hati dan paru, sehingga terjadi proses “Cold

Diuresis” dimana cairan bergeser dari ektravaskuler ke

intravaskuler. Disamping itu hematokrit meningkat sehingga

viskositas darah juga meningkat selanjutnya menyebabkan tahanan

perifer juga naik. Tekanan darah pada awalnya meningkat tetapi

bila terjadi hipotermia berat maka tekanan darah tersebut menurun.

Setiap penurunan satu derajat celsius maka tekanan darah menurun

lima persen (Sabiston, D. 2011).

c. Sistem Saraf

1) Susunan saraf pusat

Cerebral Blood Flow (CBF) akan menurun, setiap penurunan

1ºC akan menyebabkan penurunan CBF 6,7%. Bila terjadi keadaan

hipotermia berat maka CBF akan menurun lebih dari separuh harga

normal. Pada tekanan darah yang menurun akan menyebabkan

peningkatan cerebrovaskuler resistance. Penurunan juga terjadi

pada cerebral metabolisme, cerebral venus pressure dan cerebro

spinal fluid volume. Bila terjadi depresi pada metabolisme serebral

maka seluruh fungsi saraf pusat akan terhambat. Penurunan

kesadaran akan terjadi bila hipotermia berat meskipun pada


16

pemeriksaan EEG seperti normal. Sistem saraf otonom, pusat

pernafasan dan pusat kardiovaskuler akan menurun secara progresif.

Pada umumnya reflek batuk, reflek kornea, dan reflek tendon masih

ada bila suhu tubuh 25ºC (Sabiston, D. 2011).

2) Sistem saraf perifer

Hipotermia akan menyebabkan penurunan konduksi impuls

saraf dimana eksitabilitas dan konduksi menurun dari saraf perifer.

Selain itu dapat pula terjadi mioklonus, spasme diwajah serta

rigiditas otot (Sabiston, D. 2011).

d. Sistem Urogenital

Fungsi ginjal akan menurun, ini disebabkan oleh penurunan pada

aliran darah ke ginjal serta filtrasi glomerulus dan adanya tahanan

vaskuler yang meningkat. Produksi urine akan berkurang disebabkan

reabsorbsi di tubulus terganggu tetapi serum Na dan K normal. Cold

diuresis muncul bila hipotermia berat dimana reabsorbsi air dan sodium

terganggu sehingga produksi urine meningkat (Sabiston, D. 2011).

e. Sistem Pencernaan

Motilitas dan sistem pencernaan menurun dimana peristaltik usus

menurun dan ini terjadi pula pada oesophagus, lambung dan usus

sehingga terjadi dilatasi lambung, illeus paralitik dan distensi usus

(Potter dan Perry, 2010).


17

f. Sistem Pembekuan Darah

Pada pembekuan darah, hipotermia akan menyebabkan

perdarahan dimana waktu pembekuan akan memanjang yang akan

diikuti febeinolisis serta trombositopenia. Guyton & Hall (2007)

menyatakan ketika tubuh terlalu dingin, maka sistem pengaturan

temperatur mengadakan prosedur yang sangat berlawanan, yaitu

1) Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh.

Vasokontriksi kulit akan terjadi karena disebabkan oleh adanya

rangsangan pada pusat sarsaf simpatis di hipotalamus posterior.

2) Piloereksi

Piloereksi adalah dimana rambut “berdiri pada akarnya”,

disebabkan oleh adanya rangsangan simpatis yang menyebabkan

otot arektor pili yang melekat pada folikel rambut berkontraksi,

yang menyebabkan rambut berdiri tegak.

3) Peningkatan pembentukan panas.

Pembentukan panas oleh sistem metabolisme akan meningkat

dengan

a) Menggigil, rangsangan hipotalamik terhadap menggigil

terletak pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior

dekat dinding ventrikel ketiga, yang area ini disebut pusat

motorik primer untuk menggigil. Normalnya area ini dihambat

oleh sinyal dari pusat panas di area preoptikhipotalamus

anterior tetapi dirangsang oleh sinyal dingin dari kulit dan


18

medulla spinalis. Ketika temperator tubuh turun di bawah

temperatur kritis maka pusat ini meneruskan sinyal melalui

traktus bilateral turun ke batang otak, ke dalam kolumna

lateralis medulla spinalis akan berakhir ke neuron-neuron

motorik anterior. Sinyal ini meningkatkan tonus otot rangka

diseluruh tubuh dan proses menggigil dimulai. Selama proses

ini berlangsung pembentukan panas tubuh dapat meningkat

sebesar empat sampai lima kali dari normal.

b) Eksitasi kimiawi “Simpatis” pembentukan panas,

perangsangan simpatis maupun norepinefrin dan epinefrin

yang bersirkulasi dalam darah dapat menyebabkan

peningkatan kecepatan metabolisme seluler dengan cepat, efek

ini disebut termogenesis kimia. Dalam hal ini dihasilkan

sebagian dari kemampuan norepinefrin dan epinefrin untuk

memisahkan fosforilasi oksidatif dan akan melepaskan energi

dalam bentuk panas tetapi tidak menyebabkan pembentukan

adenosine trifosfat. Bahkan yang paling penting adalah

pengaruh rangsangan simpatis pada satu jenis lemak tertentu

yang disebut lemak coklat yang menyebabkan panas, neonatus

mempunyai cukup banyak sel lemak seperti itu, dan

rangsangan simpatis yang maksimal dapat meningkatkan

metabolisme bayi lebih dari 100%. Keadaan ini disebut

termogenesis tanpa menggigil (nonshivering termogenesis).


19

c) Peningkatan pengeluaran tiroksin, sebagai penyebab

peningkatan pembentukan panas jangka panjang. Pendinginan

area preoptikhipotalamus anterior meningkatkan pembentukan

hormon neurosekretonik dan pelepasan tirotropin oleh

hipotalamus. Hormon ini diangkut melalui vena porta

hipotalamus ke kelenjar hipofisis anterior, dimana hormon ini

merangsang sekresi hormon perangsang tiroid. Hormon

perangsang tiroksin merangsang peningkatan keluaran tiroksin

oleh kelenjar tiroid. Peningkatan tiroksin meningkatkan

kecepatan metabolisme seluler seluruh tubuh, yang merupakan

mekanisme termogenesis kimia yang lain. Peningkatan

metabolisme ini tidak terjadi segera mungkin tetapi

membutuhkan waktu beberapa minggu agar kelenjar tiroid

menjadi hipertiroid sebelum mencapai tingkat sekresi tiroksin

yang baru. Efek rangsangan udara dingin yang terus menerus

pada kelenjar tiroid, mungkin dapat menjelaskan insiden goiter

tiroid toksika yang lebih tinggi pada orang yang tinggal di

iklim yang lebih dingin dari pada mereka yang tinggal di iklim

yang lebih rendah.

C. Perioperatif

1. Pengertian Perioperatif
20

Perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi

berlangsung. Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan

untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan

dengan pengalaman pembedahan pasien. Keperawatan perioperatif adalah

fase penatalaksanaan pembedahan yang merupakan pengalaman yang unik

bagi pasien (Mary, 2008).

2. Tahap Perioperatif

Keperawatan perioperatif terdiri dari beberapa tahap yakni tahap pra

operasi, intra operasi, dan pasca operasi (Mary, 2008).

a. Tahap pra operasi

Tahap ini merupakan tahap awal dari keperawatan perioperatif.

Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat

tergantung pada tahap ini, kesalahan yang dilakukan pada tahap ini

akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Tahapan ini di mulai sejak

pasien diserah terimakan dikamar operasi dan berakhir pada saat

pasien dipindahkan ke meja operasi.

b. Tahap intra operasi

Tahap ini dimulai setelah pasien dipindahkan ke meja operasi

dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.

Aktivitas di ruang operasi difokuskan untuk perbaikan, koreksi atau

menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien tanpa

mengenyampingkan psikologis pasien.

c. Tahap pasca operasi


21

Keperawatan pasca operasi adalah tahap akhir dari keperawatan

perioperatif. Selama tahap ini proses keperawatan diarahkan pada

upaya untuk menstabilkan kondisi pasien. Pengkajian dan penanganan

yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi

yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri

pasien.

1) Perawatan pasca operasi

Perawatan pasca operasi meliputi beberapa tahapan,

diantaranya adalah
a) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca

operasi (recovery room)

Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang

pemulihan atau unit perawatan pasca operasi memerlukan

pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan ini

diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan

pemajanan. Letak insisi bedah harus selalu dipertimbangkan

setiap kali pasien pasca operasi dipindahkan. Banyak luka

ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya

yang dilakukan adalah untuk mencegah regangan jahitan yang

lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan dengan baik sehingga

tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang-

selang drainase lainnya.

b) Perawatan pasca operasi di ruang pemulihan (recovery room)


22

Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus

dirawat sementara diruang pemulihan sampai kondisi pasien

stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi

syarat untuk dipindahkan keruang perawatan (bangsal

perawatan).

c) Transportasi pasien ke ruang rawat

Transportasi pasien bertujuan untuk menstransfer pasien

menuju ruang rawat dengan mempertahankan kondisi tetap

stabil, dan pastikan kondisi pasien sudah cukup stabil. Adapun

hal-hal yang patut diwaspadai adalah adanya apnea, vomitus,

dan aspirasi selama trasportasi.

2) Komplikasi pasca operasi

Menurut Mary (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada

pasien pasca operasi adalah


a) Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk

hipoksemia yang tidak terdeteksi, atelektasis, bronkhitis,

bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti pulmonal

hipostatik, plurisi, dan superinfeksi. Gagal pernapasan

merupakan fenomena pasca operasi, biasanya karena kombinasi

kejadian.
b) Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain

hipotensi, hipertensi, aritmia jantung, dan payah jantung.


c) Perdarahan
23

Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien

syok. Pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai

kaki membentuk sudut 20º dari tempat tidur sementara lutut

harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji

dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi dari

perdarahan. Jika perdarahan terjadi, maka segera balut dengan

kassa steril dan dibalut dengan kuat dan tempat perdarahan

ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan

koloid disesuaikan dengan kondisi pasien.


d) Hipotermia
Hipotermia pasca operasi dapat terjadi akibat dari

terpaparnya tubuh pasien oleh suhu rendah di kamar operasi

(18oC-24oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas

dingin, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-

obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-

lain). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari

hipotermia yang tidak diinginkan adalah dengan mengatur

suhu ruangan kamar operasi dalam rentang suhu yang

dibutuhkan dan dibenarkan (18oC-24oC), jangan lebih rendah

dari suhu tersebut, cairan intravena dan irigasi dibuat pada

suhu 37oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah

harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering.


D. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Hipotermia

Salah satu faktor yang mempengaruhi suhu tubuh adalah status gizi.

Status gizi adalah tanda-tanda atau penampilan fisik yang diakibatkan karena
24

adanya keseimbangan antara pemasukan gizi di satu pihak, serta pengeluaran

oleh organisme di lain pihak yang terlihat melalui variabel-variabel tertentu,

yaitu melalui suatu indikator status gizi.

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator status gizi untuk

memantau berat badan normal orang dewasa tapi bukan untuk menentukan

overweight dan obesitas pada anak-anak dan remaja. Indeks masa tubuh

ternyata sangat sensitif untuk menentukan berat badan kurang, normal atau

lebih pada laki-laki maupun perempuan.

Indeks masa tubuh (IMT) adalah cara termudah untuk memperkirakan

obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh. Selain itu juga

penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko

mendapat komplikasi medis. Mardani (2011) menyatakan terdapat hubungan

yang signifikan antara IMT dan kebiasaan mengkonsumsi lemak dengan

tekanan darah. IMT mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan

lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian

populasi berskala besar. Keterbatasanya adalah membutuhkan penilaian lain

bila digunakan secara individual misalnya tidak bisa membedakan berat yang

berasal dari lemak dan berat otot atau tulang. Indeks massa tubuh juga tidak

dapat mengidentifikasikan distribusi dari lemak tubuh.

Malnutrisi yang cukup lama akan menurunkan kecepatan metabolisme

20% sampai 30%. Hal ini terjadi karena didalam sel tidak ada zat makanan

yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme, dengan demikian, orang

yang mengalami malnutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh


25

(hipotermia). Pramawati (2017) menyatakan bahwa ada hubungan antara

berat badan lahir dengan kejadian hipotermia pada neonatus.

E. KERANGKA TEORI

IMT

Hormon tiroksin Kecepatan metabolisme


basal

Metabolisme tubuh
Meningkat atau menurun

Pusat Termoregulasi terpadu


hipotalamus
26

Adaptasi Perilaku Saraf Motorik Sistem Saraf


Simpatik

Otot Rangka

Pembuluh Kelenjar
Darah Kulit Keringat
Spasme Otot
dan Menggigil
Vasokontriksi Berkeringat
dan vasodilatasi
kulit

Hipotermia

Sumber : Anas (2007), Guyton & Hall (2007)

Gambar 2.1
Proses Terjadinya Hipotermia Pada Tubuh.

You might also like

  • LP BBLR Fixxxxxxx
    LP BBLR Fixxxxxxx
    Document18 pages
    LP BBLR Fixxxxxxx
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Askep Atresia Ani
    Askep Atresia Ani
    Document7 pages
    Askep Atresia Ani
    bayu interisti
    No ratings yet
  • LP Nifas SC
    LP Nifas SC
    Document13 pages
    LP Nifas SC
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Web of Caution BBLR
    Web of Caution BBLR
    Document3 pages
    Web of Caution BBLR
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Debridement
    Debridement
    Document2 pages
    Debridement
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • SWOT
    SWOT
    Document7 pages
    SWOT
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Pengkajian Lanjut
    Pengkajian Lanjut
    Document11 pages
    Pengkajian Lanjut
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • LP BBLR Fixxxxxxx
    LP BBLR Fixxxxxxx
    Document18 pages
    LP BBLR Fixxxxxxx
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Intervensi
    Intervensi
    Document8 pages
    Intervensi
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • SWOT
    SWOT
    Document7 pages
    SWOT
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Denah Rumah N Genogram
    Denah Rumah N Genogram
    Document2 pages
    Denah Rumah N Genogram
    ayu sumertini
    No ratings yet
  • DETEKSI DINI CA COLORECTAL
    DETEKSI DINI CA COLORECTAL
    Document21 pages
    DETEKSI DINI CA COLORECTAL
    Prischa Syahran
    No ratings yet
  • Denah Rumah N Genogram
    Denah Rumah N Genogram
    Document2 pages
    Denah Rumah N Genogram
    ayu sumertini
    No ratings yet
  • Efektifitas Ruang Operasi PDF
    Efektifitas Ruang Operasi PDF
    Document186 pages
    Efektifitas Ruang Operasi PDF
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • LP Kunjungan 2
    LP Kunjungan 2
    Document2 pages
    LP Kunjungan 2
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Askep FR - Femur
    Askep FR - Femur
    Document4 pages
    Askep FR - Femur
    Gum Al Di Meola
    No ratings yet
  • Konsil Kedokteran Indonesia
    Konsil Kedokteran Indonesia
    Document41 pages
    Konsil Kedokteran Indonesia
    Andreas Rudiyanto
    No ratings yet
  • ASKEP Amputasi
    ASKEP Amputasi
    Document15 pages
    ASKEP Amputasi
    Diansri Pratiwi Syam
    No ratings yet
  • Rencana Perawatan Diabetes
    Rencana Perawatan Diabetes
    Document7 pages
    Rencana Perawatan Diabetes
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document3 pages
    Daftar Pustaka
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Debridement
    Debridement
    Document2 pages
    Debridement
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Laporan Asuhan Keperawatan DM
    Laporan Asuhan Keperawatan DM
    Document8 pages
    Laporan Asuhan Keperawatan DM
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document3 pages
    Bab Ii
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document20 pages
    Bab Ii
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document3 pages
    Daftar Pustaka
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Document11 pages
    Lamp Iran
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document3 pages
    Daftar Pustaka
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Bab Ii. 0
    Bab Ii. 0
    Document21 pages
    Bab Ii. 0
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet
  • Bab Ii. 0
    Bab Ii. 0
    Document21 pages
    Bab Ii. 0
    Darmawan Puthra Darmawan
    No ratings yet