You are on page 1of 18

HASIL PENELITIAN BAHAN OBAT ALAM DI

PERGURUAN TINGGI DAN INSTITUSI


PENELITIAN YANG BERPOTENSI
DIKEMBANGKAN MENJADI FITOFARMAKA

Suwijiyo Pramono
Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta
LAMBATNYA PENAMBAHAN PRODUK
FITOFARMAKA YANG TERDAFTAR
• Terdaftar lebih dari 19.300 produk jamu di
Badan POM
• Baru 78 Obat Herbal Terstandar yang terdaftar
• Hanya ada 21 (11) produk Fitofarmaka yang
terdaftar dan tidak semuanya diresepkan oleh
dokter
• ➔ Perlu perubahan/inovasi regulasi dan
usaha percepatan OHT dan Fitofarmaka
PROGRAM PERCEPATAN FITOFARMAKA

• Inisiatif dari Badan POM


• Dibentuk Konsorsium percepatan pengembangan dan
pemanfaatan fitofarmaka diketuai oleh Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan dengan pendanaan dari Kementerian Riset
dan Pendidikan Tinggi
• Melibatkan berbagai instansi terkait dengan
pengembangan fitofarmaka dari hulu hingga hilir
• Institusi Riset dan Pendidikan Tinggi Negeri diminta
mengajukan proposal berdasarkan hasil penelitian yang
sudah dimiliki
PARAMETER PENERIMAAN PROPOSAL
• Keberadaan hasil penelitian farmakodinamik in vivo
• Hasil penelitian bioaktivitas in vitro
• Hasil uji toksisitas akut, subkronik atau uji toksisitas
spesifik seperti teratogenik dan mutagenik
• Standardisasi bahan baku dan sediaan uji
• Link dengan industri
• Status apakah sudah menjadi OHT
• Apakah sudah ada hasil uji klinik yang memiliki
kemungkinan efek positif?
• Sediaan yang diuji berupa ekstrak atau fraksi?
• Apakah termasuk prioritas penyakit/indikasi yang akan
dikembangkan?
PROGRAM PERCEPATAN FITOFARMAKA
JENIS INDIKASI PENYAKIT JENIS INDIKASI PENYAKIT
1. Adjuvan antikanker 9. Hipertensi
2. Stunting 10. Konstipasi
3. Obesitas 11. Anemia
4. Diabetes mellitus 12. Peningkat trombosit
5. Dislipidemia 13. Dispepsia
6. Lupus 14. Wasir
7. Nyeri sendi 15. Hepatoprotektor
8. Imunomodulator
PROSES SELEKSI DAN REVIEW PROPOSAL
• Dari 194 usulan penelitian yang diajukan terpilih 32
kandidat penelitian yang akan dikembangkan menjadi
Fitofarmaka. Selanjutnya peneliti diminta mengirimkan
data lengkap penelitian
• Dari 32 usulan penelitian diperoleh 9 kandidat penyakit
dan 13 tanaman
• Dari 32 usulan ada 8 OHT namun 6 diantaranya tidak
melampirkan data lengkap sehingga belum dapat
dievaluasi
• Ada 3 usulan bentuk sediaan infusa → sehingga belum
dapat dikembangkan
KECENDERUNGAN PENELITIAN DI PERGURUAN
TINGGI
• Lebih bertujuan untuk publikasi di jurnal ilmiah
• Uji aktivitas mengarah ke mekanisme efek sehingga banyak
yang berupa penelitian in vitro
• Para peneliti dari berlatar belakang farmakologi dan klinis
kurang memahami masalah standardisasi
• Ada gap antara sediaan uji farmakodinamik yang berupa
ekstrak dengan sediaan uji klinis sehingga memerlukan
tahapan studi teknologi farmasi untuk scaling up
• Belum banyak yang memiliki link dengan industri. Peneliti
dapat melakukan tol scaling up penyiapan sediaan untuk uji
klinis ke perusahaan Industri Ekstrak Bahan Obat Alam
PROGRAM BADAN POM
• Sosialisasi ke Institusi Penelitian dan
Pendidikan Tinggi
• Pendampingan proses penelitian yang
diterima dan didanai
• Evaluasi hasil penelitian
• Perencanaan matang dari hulu ke hilir, dari
penyediaan bahan baku hingga promosi
fitofarmaka terutama di kalangan medis
MASALAH STANDARDISASI
• Semua bahan baku, meliputi simplisia dan ekstrak
harus distandardisasi baik untuk parameter
spesifik (profil kromatogram dan kadar zat aktif
atau marker) maupun non-spesifik seperti kadar
air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam)
• Produk akhir distandardisasi dengan parameter
kadar salah satu zat aktif/marker, profil
kromatogram, dan parameter mutu fisis sediaan
• Jika zat aktif atau marker tidak diketahui dapat
dilakukan standardisasi terhadap kadar total
golongan kimia
HASIL EVALUASI TERAKHIR
• Ada 6 kandidat Fitofarmaka yang siap didanai untuk uji
klinik dan diminta membuat protokol uji klinik untuk
dievaluasi
• Ada 8 kandidat OHT yang siap didanai untuk melakukan
uji praklinik
• Untuk calon fitofarmaka dengan indikasi anti diabetes,
anti hipertensi, anti dislipidemia dan indikasi lain yang
obatnya diminum dalam jangka waktu lama maka harus
dilakukan uji toksisitas kronis selama 9-12 bulan
pemberiaan sediaan uji dan bisa paralel dg uji klinik
• Badan POM atau Kemenristek Dikti perlu membuat
pengaturan masalah hak masing-masing peneliti dan
industri yang diajak bekerja sama
KRITERIA OBAT BAHAN ALAM
SK KEPALA BADAN POM RI No. HK.00.05.4.2411
JAMU /OT OBAT HERBAL FITOFARMAKA
EMPIRIS TERSTANDAR

Khasiat Khasiat berdasarkan Khasiat berdasar


berdasarkan uji farmakologi dan uji farmakologi dan
empiris, uji toksisitas pada uji toks pd hewan,
tradisional, turun hewan serta uji klinis pd
temurun manusia
Standardisasi Standardisasi Standardisasi
kandungan kimia kandungan kimia kandungan kimia
belum bahan baku bahan baku dan
dipersyaratkan penyusun formula sediaan
WACANA KRITERIA OBAT BAHAN ALAM

JAMU HERBAL

Obat Bahan Alam


Obat
Jamu Empiris Fitofarmaka Asing (OBA Asing)
Herbal (FF) (TA/ TI)
(JE)
OHT Terstandar

Jamu empiris Jamu Hasil uji praklinik: Hasil uji klinik:


wajib daftar, Terstandar • Obat bahan alam • Obat bahan alam
contoh: jamu JAMU TERSTANDAR (JT)
Indonesia baru Indonesia baru
dengan kode • Sediaan dg Bahan • Sediaan dg Bahan
registrasi TR aktif hasil aktif hasil
saat ini, Jamu empiris fraksinasi fraksinasi
dengan bukti Jamu • Produk dengan • Produk dengan
Jamu empiris ilmiah uji komposisi non-
komposisi non-
tidak wajib praklinik Fitofarmaka empiris
empiris
daftar, contoh (JF) • Produk dengan
• Produk dengan
jamu racikan klaim tanpa dasar
klaim tanpa dasar
dan jamu empiris
empiris
gendong, Jamu empiris
jamu BATTRA, dengan bukti
Jamu Saintifik ilmiah uji
Jamu Cafe klinik
JAMU TERSTANDAR
• Klaim indikasi jamu empiris sering kali tidak hanya
satu, misalnya jamu untuk masuk angin: membantu
meredakan masuk angin, perut kembung, pegal-
pegal, sakit kepala, mual dan demam
• Jika diuji pada hewan, apakah semua indikasi diuji?
Atau cukup satu indikasi yang ada model ujinya pada
hewan, misalnya mual.
• Jika hanya satu yang diuji, bagaimana sekarang klaim
indikasinya? Karena berasal dari empiris maka
indikasinya tetap seperti semula.
• Titik tangkap terstandar lebih kepada mutu fisik,
cemaran dan kimiawi produknya
ALTERNATIF
• Akan lebih baik langsung ke uji klinis karena
seluruh parameter indikasi dapat duji
• Setelah menjadi fitofarmaka indikasinya sama
seperti pada jamu tetapi tanpa ada kata
membantu
• Parameter mutu bahan baku dan produk
secara fisik, cemaran dan kimiawi harus
memenuhi standar
JAMU TERSTANDAR DAN JAMU
FITOFARMAKA
• Apakah jamu empiris perlu uji toksisitas?
• Jika proses pembuatan ekstraknya sama
dengan cara empirisnya ( biasanya dengan air
panas), apakah perlu uji toksitas walaupun
bentuk sediaannya berubah misalnya dari
rebusan menjadi sirup?
• Jika proses pembuatan ekstraknya tidak sama
dengan cara empirisnya ( misalnya dengan
alkohol) maka perlu uji toksitas.
MASALAH YANG HARUS DIANTISIPASI
• Efek ekstrak kasar sebagai bahan baku OHT dan
Fitofarmaka relatif lemah karena kadar
kandungan aktifnya rendah, apalagi jika bahan
tambahan untuk membuat sediaan perlu relatif
banyak
• Jika dibuat fraksi/ekstrak semi terpurifikasi harus
dihitung biaya produksinya agar tidak mahal
• Kontinuitas ketersediaan bahan baku menjadi
masalah besar jika tidak diantisipasi dari awal
(sustainability)
MASALAH PENYEDIAAN BAHAN BAKU
Pada saat penentuan skala prioritas bahan tanaman yang
akan dikembangkan, masalah ketersediaan bahan baku
harus menjadi pertimbangan
Pertimbangan pemilihan bahan baku perlu menghindari
penggunaan:
• tanaman langka (mesoyi),
• tanaman yang hanya tumbuh pada tempat tertentu
(purwoceng),
• biji yang biasa digunakan sebagai bibit (biji seledri)
• kandungan aktif tidak stabil (iridoid), negative list (akar
kuning)
• tidak ramah lingkungan (akar pohon yang besar, akar
durian, akar beringin),
TERIMA KASIH
suwijiyo_pramono@yahoo.com

You might also like