You are on page 1of 20

DIARE AKUT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAJARAKAN TAHUN 2018

PUSKESMAS PAJARAKAN

PUSKESMAS KRAKSAAN

APRIL - AGUSTUS 2018

Oleh :

dr. Rangga Yudhistira

dr. Aris Sudarwoko

dr. Ainur Adi

dr. Risa Budi Pratiwi

dr. Dyah Eka Kartika Febrianti

Pendamping : dr. Syaiful Bahri,M.Si

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PPSDM KESEHATAN

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Diare akut dengan dehidrasi masih merupakan penyebab kesakitan di dunia dan pada
beberapa Negara berkembang sebagai penyebab utama kematian. Diare pada anak
didefinisikan sebagai perubahan kebiasaan buang air besar yang normal yakni peningkatan
volume (>10mL/kgbb/hari) pada bayi dan anak dan/atau penurunan konsistensi feses (>3 kali
dalam sehari). Diare akut pada umumnya terjadi kurang dari 7 hari dan tidak lebih dari 14
hari. Tingkat keparahannya dapat berhubungan dengan usia anak, status nutrisi, dan
penyebab yang mendasari terjadinya diare. Diare merupakan mekanisme pertahanan tubuh,
mengeliminasi organisme infeksius dengan cepat, namun dapat menimbulkan komplikasi
yang serius seperti dehidrasi, khususnya pada anak malnutrisi atau keadaan imunosupresi.
Diperkirakan 2 sampai 2,5 juta kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada
anak kurang dari 5 tahun, terkonsentrasi pada daerah miskin di dunia. Perkiraan pada tahun
1990-an sekitar 1,4 juta episode diare terjadi setiap tahun pada anak kurang 5 tahun di negara
berkembang. Pada populasi ini menunjukkan median 3,2 episodik diare pada anak tiap tahun.
Penyebab diare akut umumnya infeksi gastrointestinal, dengan infeksi virus
merupakan penyebab tersering. Pada daerah maju, rotavirus dijumpai pada 25-40% kasus.
Patogenesis diare akut adalah multifactorial dan dapat disebabkan oleh patogen lain.
Kenyataannya, lebih dari 20 virus, bakteri dan parasite enteropatogen dapat menyebabkan
diare. Penyebab lainnya yang telah diketahui adalah obat-obatan, alergi makanan, gangguan
absorbs dan pencernaan, defisiensi vitamin atau tertelan logam berat.
Pada laporan kasus yang akan dibahas di bawah ini adalah kasus diare akut dengan
dehidrasi ringan sedang yang dialami oleh anak usia 2 tahun. Pada laporan ini akan dibahas
factor penyebab, patofisiologi terjadinya diare akut dengan dehidrasi hingga penatalaksanaan
pada kasus.

1.1.1 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan diare akut dengan
dehidrasi ?

1.1.2 TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami tentang diare akut dengan dehidrasi secara umum
dari, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan diare akut dengan dehidrasi.

1.1.3 MANFAAT
1. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran, khususnya diare akut dengan
dehidrasi, terutama untuk penulis dan pembaca.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dari biasanya dengan atau tanpa lendir dan darah.
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (kurang dari 2 minggu),
sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari (lebih dari 2
minggu).
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali
perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal.
Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut
ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air
besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut
diare.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi diare dapat ditemukan di seluruh dunia baik di negara yang telah
maju ataupun di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di negara maju walaupun
sudah terjadi perbaikan kesehatan dan sosial ekonomi yang tinggi tetapi penyakit diare masih
menjadi masalah kesehatan selain karena mordibitasnya juga karena biaya perawatan
kesehatannya yang cukup besar. Berdasarkan data dari World Gastroenterology Organisation
Practice Guideline di seluruh dunia terdapat sekitar 1,5 miliar kasus diare pertahun dengan
angka kematian 1,5-2 juta terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun atau mencapai angka
18% dari seluruh dunia yang berarti lebih dari 5000 anak yang menderita diare setiap
harinya, dari semua kasus yang kematian akibat diare sekitar 78% terjadi di kawasan Afrika
dan Asia Tenggara dan pada negara berkembang anak-anak usia dibawah 3 tahun mengalami
diare kurang lebih 3 kali setiap tahunnya.
Di Indonesia angka mordibitas dan mortalitas akibat diare masih tinggi. Pada tahun
2000-2010 terlihat kecenderungan insidens yang meningkat berdasarkan hasil survei dari
Departemen Kesehatan. Pada tahun 2000 incidence rate (IR) diare 310/1000 penduduk,
tahun 2003 menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan
tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering
terjadi dengan jumlah kematian yang masih tinggi. Diare merupakan penyebab kematian
peringkat ke-13 berdasarkan pola penyebab kematian pada semua umur, sedangkan
berdasarkan dari hasil Riskesdas tahun 2007 diare masih sebagai penyebab kematian nomor

3
satu pada Balita. Dengan keadaan tersebut masalah diare menjadi perhatian yang cukup
serius demi mencapai target millennium development goals (MDGS) poin ke empat yaitu
menurunkan angka kematian balita.

2.3 KLASIFIKASI
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1. Lama waktu daire : Diare akut dan diare kronik
2. Mekanisme patofisiologis : Osmotik, sekretorik, malabsorbsi, inflamasi, infeksi, dan
gangguan peristaltik
3. Berat ringannya diare : Berat atau ringan
4. Penyebabnya infeksi atau tidak : Diare infektif atau diare non infektif
5. Penyebabnya organic atau tidak : Diare organik atau diare fungsional

2.4 CARA PENULARAN


Cara penularan diare pada umumnya secara fekal-oral yang berarti melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung antara tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita diare atau secara tidak
langsung melalui lalat (melalui 4F = finger, flies, fluid, field).

2.5 FAKTOR RESIKO


1. Sindrom defisiensi kekebalan didapat
2. Tidak memadainya air bersih
3. Tidak memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif untuk 4-6 bulan pertama
kehidupan bayi
4. Pencemaran air oleh tinja
5. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
6. Kurangnya sarana kebersihan mandi, cuci, kakus (MCK)
7. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higenis

2.6 ETIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh banyak penyebab, dimana dapat dikelompokkan menjadi :
1. Malabsorbsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida rantai
panjang, dan protein seperti beta-laktoglobulin.
2. Keracunan makanan, makanan mengandung zat kimia beracun atau makanan
mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin.
3. Alergi : susu sapi Cow’s milk protein sensitive enteropathy (CMPSE), atau makanan
tertentu.
4. Imunodefisiensi : diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita AIDS.
5. Atau infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus ataupun parasite (Gambar 1).

4
Bacteria Viruses Parasites

Vibrio cholerae 01 Rotavirus Protozoan Mikrosporida

V cholera 0139 Norovirus (Calicivirus) Encephalitozoon bieneusi

V parahaemolyticus Adenovirus (serot.40/41) Enterocytozoon intestinales

Escherichia coli Astrovirus Giardia intestinalis


Plesiomonas
Cytomegalovirus Cryptosporidium hominis
Aeromonas
Coronaviruses Entamoeba histolytica
Bacteroides fragilis
Isospora belli
Campylobacter jejuni
Cyclospora cayetanenesis
C coli
Dientamoeba fragilis
C upsaliensis nontypholdal
Blastocystis hominis
Salmonellae

Clostridium difficile

Yersinia enterocolitica Helminths

Y pseudotuberculosis Strongyloides stercoralis

Shigella species Anglostrongylus


costaricensis

Schistosoma mansoni, S
japonicum

Capillaria philippinensis

Gambar 1.Agen Penyebab Diare

(Sumber : World Gastroenterology Organisation Global Guidelines 2012)

Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang paling sering
menjadi penyebab diare akut pada anak-anak adalah infeksi virus. Rotavirus dan adenovirus
merupakan penyebab tersering diare akut pada anak dibawah usia 2 tahun.

5
Pathogen Frequency,%
Rotavirus 10-35
Norovirus 2-20
Campylobacter 4-13
Adenovirus 2-10
Salmonella 5-8
EPEC 1-4,5
Yersinia 0,4-3
Giardia 0,9-3
Cryptosporidium 0-3
EAggEC 0-2
Shigella 0,3-1,4
STEC 0-3
ETEC 0-0,5
Entamoeba 0-4
No agent detected 45-60
<1 y 1-4 y >5 y
Rotavirus Rotavirus Campylobacter
Norovirus Norovirus Salmonella
Adenovirus Adenovirus Rotavirus
Salmonella Salmonella
Campylobacter
Yersinia

Tabel 2.Tabel Enteropatogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur

2.7 PATOGENESIS

a. Diare osmotik : terjadi apabila ada bahan yang tidak dapat diserap yang meningkatkan
osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya
adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

b. Diare sekretorik : terjadi bila ada gangguan transport elektrolit baik absorbs yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak
rantai pendek, atau laksatif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin
vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Misalnya pada V.cholera eltor, bakteri ini mengeluarkan enterotoksin yang terikat pada
mukosa usus halus, dalam 15-30 menit sesudah diproduksi, enterotoksin ini menyebabkan
kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga
meningkatkan kadar adenosine 3’5’- siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang
menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion
bikarbonat, kation natrium dan kalium.

6
c. Diare eksudatif (inflamatorik) : inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik
usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri
atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflammatory bowel disease
(IBD) atau akibat radiasi.

d. Kelompok lain : akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi
lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, atau diabetes mellitus.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi


penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

Simadibrata & Daldiyono (2009) serta Setiawan (2009) pathogenesis diare karena infeksi
bakteri terdiri atas :

1. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)


Diare yang disebabkan oleh bakteri-bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau
watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi
enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Misalnya, S.aureus, C.perfringens,
V.cholera eltor, Enterotoxingenic E.coli (ETEC). Misalnya pada V.cholerae eltor, bakteri
ini mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus, dalam 15-30 menit
sesudah diproduksi, enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid
adenine dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosine 3’5’-
siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida
ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.
2. Diare karena bakteri invasif (enteroinvasif)
Bakteri-bakteri yang bersifat merusak (invasif) diantaranya S.enteritidis, S.typhimurium,
S.paratyphi, S.choleraesuis, Shigella, Yersinia, C.perfringens tipe C, Enteroinvasive E
coli (EIEC). Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi.
Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah.

2.8 MANIFESTASI KLINIS


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya dapat
terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala gastrointestinal
bisa berupa diare, keram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,

7
asidosis metabolik, dan dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebakan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa
dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut
derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endocarditis, osteomyelitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurologic dari infeksi usus bisa
berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan
kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat
dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan terkenanya usus
besar. Mual dan muntah adalah symptom yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti :
virus enterik, bakteri yang memproduksi enterotoksin, giardia, dan cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau
hanya subfebris, nyeri perutperiumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa
saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise
memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.

Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


Gejala Klinis :
Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual,muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, Tenesmus, - Tenesmus, Kramp
kramp kolik - kramp -
Nyeri kepala - + + 2-3 hari - 3 hari
Lamanya sakit 5-7 hari >7 hari 3-7 hari variasi
Sifat tinja :
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus-menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - + Kadang - + -
Bau Langu - Busuk - - Amis khas
Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air cucian
Leukosit - + + - - beras
Lain-lain Anorexia Kejang ± Sepsis ± Meteorismus Infeksi -
sistemik ± -
Tabel 3. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

8
2.9 DIAGNOSA
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah
volume dan frekuensinya. Kencing : biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-
8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti : batuk, pilek, otitis media. Tindakan yang telah
dilakukan ibu selama anak diare : memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau
ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda
tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau tidak, ada
atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak, ada bila terdapat hypokalemia. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara : objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO atau Maurice king.

Penilaian A B C
Lihat : Baik sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
Keadaan umum Normal Cekung sadar
Mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Air mata Basah Kering Kering
Mulut dan lidah Minum biasa, tidak *haus ingin minum Sangat kering
Rasa haus haus banyak *malas minum atau
tidak biasa minum
Periksa : Kemballi cepat *kembali lambat *kembali sangat
Turgor kulit lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat bila
ringan/sedang ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

9
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita
dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada
sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang
diperlukan pada diare akut :

 Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika.
 Urin : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
 Tinja :
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang
mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli, T.trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. hystolitica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptospoidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistensi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak
berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adanya
warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada
keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau
obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin.
Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yang berbusa menunjukkan
adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket,
dan berkilat menunjukkan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang
sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon.
Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk
menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap
di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri
komensial. Bila pH tinja <6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa.

10
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase.
Enzim lactase merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di mukosa usus halus, salah satu
cara menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi
dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip
melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan
tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja mengubah cupri
sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil
bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan
5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah
1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokan
dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua berarti positif kuat
(+++=2%), (++=3/4%),(+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih
dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit
dalam tinja yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja
dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes
eosin atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya :
 Bila terdapat 1-5 leukosit per lapang pandang besar disebut negative
 Bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
 Bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
 Bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+++)
 Bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara pewarnaan tinja dengan sudan III
yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara
mikroskopis dengan pembesaran 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning
atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria.
 (+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per
lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½ lapang pandang
 (++) bila tampak sel lemak dengan jumlah lebih 100 per lapang pandang
atau sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang
 (+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang

2.10 PENATALAKSANAAN
Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yang telah ditetapkan Departemen
Kesehatan baik untuk dirawat dirumah maupun yang dirawat di rumah sakit :
1. Rehidrasi

11
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang sesuai,
seperti yang tertera dibawah ini :
1. Rencana terapi A : penangan diare di rumah
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah :
 Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
Jelaskan pada ibu :
- Pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan tambahan yang
utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
- Jika anak memperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang sebagai
tambahan
- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan berikut ini :
oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang

Jumlah cairan yang diberikan adalah 10ml/kgbb dan katakana pada ibu :
- Agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/cangkir/gelas
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti
 Beri tablet Zinc
Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari dengan dosis :
- Umur <6 bulan : ½ tablet (10mg) perhari
- Umur >6 bulan : 1 tablet (20mg) perhari
 Lanjutkan pemberian makanan
 Kapan harus kembali
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi sedang/ringan dengan oralit. Beri oralit diklinik sesuai yang
dianjurkan selama periode 4 jam ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat
dehidrasinya, dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
Setelah rehidrasi kebutuhan cairan yang diperlukan untuk mencegah dehidrasi 10-20
ml/kgbb. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai tunjukkan cara
menyiapkan oralit dirumah, tunjukkan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan
dirumah untuk menyelesaikan 4 jam pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk
rehidrasi dengan menambah 6 bungkus lagi sesuai yang dianjurkan. Jika anak
menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai kehilangan cairan
yang sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu,
beri juga 100-200 ml air matang selama periode ini. Mulailah memberi makan segera

12
setelah anak ingin makan. Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukkan pada ibu cara
memberikan larutan oralit. Berikan tablet zinc selama 10 hari.
3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)
Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut,
sementara infus disiapkan. Beri 100ml/kgBB cairan ringer laktat atau ringer asetat (atau
jika tidak tersedia, gunakan larutan Nacl) yang dibagi sebagai berikut.

Umur Pemberian pertama Pemberian berikut


30ml/kgBB selama 70ml/kgBB selama
Bayi (dibawah umur 12 1 jam* 5 jam
bulan)
Anak (12 bulan sampai 5 30 menit* 2½ jam
tahun)
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri
tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah
anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak
tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam
atau anak sesudah 3 jam (klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi) untuk
melanjutkan penggunaan.

Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan untuk
memberikan pada penderita :
1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit
2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi
3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung

Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun berperan dalam
menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun karena diare. WHO dan
UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai dan lebih bermanfaat. Telah
dikembangkan oralit baru dengan osmolalitas lebih rendah. Keamanan oralit ini sama
dengan oralit yang lama, namun efektifitasnya lebih baik dari pada oralit formula lama.
Oralit baru dengan low osmolalitas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi
intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi
kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan
WHO dan UNICEF untuk diare akut non kolera pada anak.
 Diare akut dehidrasi ringan-sedang dengan penyulit
4 jam pertama : 50cc/kgBB
20 jam kedua : 150cc/kgBB

13
 Diare akut dehidrasi berat dengan penyulit
4 jam pertama : 60cc/kgBB
20 jam kedua : 190cc/kgBB

Beberapa penyulit diare diantaranya :


 KKP
 Bronkopneumonia
 Ensefalitis
 Meningitis
 Meteorismus
 AKI
 Impending decom cordis

PENGOBATAN DIETIK
Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetic dipakai singkatan O-
B-E-S-E, sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early feeding, Simultaneously with
Education.
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak anak mampu
menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali
setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi
berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak
dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan
sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih lama.
Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang
disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya makanan
yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang
minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Peranan ASI
selain memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 IgA/hari yang berperan
memberikan perlindungan terhadap kuman pathogen. Bayi yang tidak minum ASI harus
diberi susu yang bisa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau
penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila
pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga
terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam
(pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja >0,5%. Setelah diare berhenti,
pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau
formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.

14
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau
padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diet harus berasal dari
makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih ) dan anak dibujuk
untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada
umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Makanan padat
memiliki keuntungan, yakni memperlambat pengosongan lambung pada bayi yang
minum ASI atau susu formula, jadi memperkecil jumlah laktosa pada usus halus
persatuan waktu. Pemberian makanan lebih sering dalam jumlah kecil juga meberikan
keuntungan yang sama dalam mencernakan laktosa dan penyerapannya. Pada anak yang
lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat misalnya
nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat
ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit
sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan
kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan.
Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau
makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan,
minuman ringan, sebaiknya dihindari.

Pemberian makanan setelah diare

Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anorexia hebat. Oleh
karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi bebrapa minggu
setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta
mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak
merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan tambahn
50% atau lebih kalori dari biasanya.

ZINC

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap strukur dan
fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air dan elektrolit oleh usus halus
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border

15
apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen di usus.
Pengobatan zinc cocok ditetapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang
memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat
kesejahteraan yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc
dapat menurunkan resiko terjadinya dehidrasi pada anak.

 Dosis zinc untuk anak-anak :


 Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
 Anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet ) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah sembuh dari diare.
Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk anak lebih
besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa
obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek
toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari
2-3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obatan tersebut tidak diperlukan untuk
pengobatan diare akut.

Antibiotik

Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotik. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri
pathogen seperti V.cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli, Salmonella,
Campilobacter, dan sebagainya.

Penyebab Antibiotik pilihan Alternative


Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5
4x sehari selama 3 hari mg/kgBB 4x sehari
selama 3 hari
Shigella Disentri Cotrimoxazole Pivmecillinam 20
10mg/kgBB/hari mg/kgBB 4x sehari
selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama
2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB

16
3x sehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat )
Giardiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

PROBIOTIK

Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang


difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora
intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik
dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Kemungkinan
efek probiotik dalam pencegahan diare melalui perubahan lingkungan mikrolumen usus,
kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin
atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan
imunomodulasi. Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri
pathogen dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan
menunjukkan adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel
mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati
bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat
mencegah kolonisasi oleh bakteri pathogen. Lactobacillus strain pada manusia
mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT 29-MTX pada sel
epitel mukosa usus. Lactobacillus acidhophilus LA1 dan LA3 mempunyai kemampuan
melekat yang kuat, tidak tergantung pada kalsium, sedangkan Lactobacillus strain LA10
dan LA18 kemampuan melekatnya rendah. Kemampuan perlekatan tersebut dapat
dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah
perlekatan entero patogenicEschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti
Salmonella typhymurium, Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain
LA1 lebih efektif bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada
setelah infeksi E coli. Disamping mekanisme perlekatan dengan reseptor pada epitel usus
untuk mencegah pertumbuhan bakteri pathogen melalui kompetisi, bakteri probiotik
memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi substansi antibakteri misalnya, asam
organic, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty acid, hydrogen peroksida dan ion
hidrogen.

17
BAB III

PEMBAHASAN

Diare akut dengan dehidrasi masih merupakan penyebab kesakitan di dunia dan pada
beberapa Negara berkembang sebagai penyebab utama kematian. Diare pada anak didefinisikan
sebagai perubahan kebiasaan buang air besar yang normal yakni peningkatan volume
(>10ml/kgBB/hari) pada bayi dan anak dan/atau penurunan konsistensi feses (>3 kali dalam
sehari). Diare akut pada umumnya terjadi kurang dari 7 hari dan tidak lebih dari 14 hari. Tingkat
keparahannya dapat berhubungan dengan usia anak, status nutrisi, dan penyebab yang mendasari
terjadinya diare. Diare merupakan mekanisme pertahanan tubuh, mengeliminasi organisme
infeksius dengan cepat, namun dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti dehidrasi,
khususnya pada anak malnutrisi atau keadaan imunosupresi.

Dari hasil anamnesa pasien datang dengan keluhan buang air besar (BAB) cair sejak 2
hari sebelum MRS. BAB cair ± 8x sehari. Tinja berbentuk cair, jumlah tinja setiap kali BAB
tidak begitu banyak dengan ampas sedikit, berwarna kuning, tidak ada lendir, tidak ada darah,
tidak berbau amis, tidak seperti minyak, dan tidak seperti air cucian beras. Selain itu, juga
disertai muntah sejak 1 hari SMRS setiap makan dan minum, muntah berisi makanan yang
dimakan dan tidak ada darah. Selama BAB cair dan muntah ibu pasien mengatakan anaknya
terlihat lemas dan lebih rewel dari biasanya, namun masih mau minum serta terlihat lebih haus
dari biasanya. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak lemas dan rewel,
mukosa bibir yang kering dan turgor kulit yang menurun. Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan
fisik maka didiagnosa dengan GEA dehidrasi ringan-sedang.

Pada penatalaksanaan kasus ini tetap diutamakan lima pilar penting dalam tatalaksana
diare yang telah ditetapkan Departemen Kesehatan baik untuk yang dirawat dirumah maupun
yang dirawat di rumah sakit diantaranya rehidrasi, pemberian zinc, ASI dan makanan tetap
diteruskan, pemberian antibiotic selektif serta nasihat kepada orang tua.

18
BAB IV

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
1) Diare pada anak didefinisikan sebagai perubahan kebiasaan buang air besar yang
normal yakni peningkatan volume (>10ml/kgBB/hari) pada bayi dan anak dan/atau
penurunan konsistensi feses (>3 kali dalam sehari). Diare akut pada umumnya terjadi
kurang dari 7 hari dan tidak lebih dari 14 hari.
2) Penatalaksanaan diare tetap diutamakan lima pilar penting yang telah ditetapkan
Departemen Kesehatan baik untuk yang dirawat dirumah maupun yang dirawat di
rumah sakit diantaranya rehidrasi, pemberian zinc, ASI dan makanan tetap diteruskan,
pemberian antibiotic selektif serta nasihat kepada orang tua.

5.2 SARAN

Tenaga medis harus cermat dalam mendiagnosa derajat dehidrasi pada pasien, sehingga
pemberian rencana terapi untuk pasien juga tepat.

BAB VI

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo, B. S.2012. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi.Jilid 1, Edisi 1.Jakarta:IDAI

2. Behrman Richard E, Kliegman Robert, Nelson Waldo E, Vaughan Victor C.nelson


textbook of pediatrics.17th edition.EGC.Jakarta:2000

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia,2010.Pedoman pelayanan medis. Jilid 1.Jakarta:pengurus


pusat IDAI

4. Salwan, Hasri. 2014. Diare Akut. Palembang. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH

5. Lindberg, G., Salam, M., Farthing, M., Khalif, I., Lind, E. S., Ramakrishna, B. S., et al.
2012. Acute diarrhea in adults and children : a global perspective. World
Gastroenterology Organisation Global Guidelines.

6. Farthing, M.,Lindberg, G., Dite, P., Khalif, I., Lindo, E. S., Ramakrishna, B. S., et al. 2008.
Acute diarrhea. World Gastroenterology Organisation practice guideline.

7. Zein, U., Sagala, K. H., & Ginting, J. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri. Sumatera
Utara : Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Sumatera Utara

8. Kemenkes, R. 2011. Panduan sosialisasi tatalaksana diare balita. Indonesia : Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

9. Suratmaja Sudaryat, 2007. Kapita Selekta Gastroenterology Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Halaman : 1-24

20

You might also like