You are on page 1of 21

Limbah: Pengertian, Jenis, Dampak,

dan Pengelolaan
November 21, 2017 Oleh Mega Dinda Larasati
Berdasarkan keputusan Menperindag RI No.231/MPP/Kep/7/1997 Pasal 1 Tentang
Prosedur Impor Limbah, menyatakan bahwa limbah adalah bahan/barang sisa atau bekas
dari suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari aslinya.

Adanya benda buangan ini seringkali tidak diinginkan masyarakat karena dengan
konsentrasi dan kualitas tertentu dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap manusia
maupun lingkungan tempat tinggalnya.

Saat ini jumlah limbah semakin meningkat karena hampir seluruh kegiatan manusia
menghasilkan benda ini, seperti kegiatan industri, rumah tangga, transportasi dan lain
sebagainya. Melihat kondisi seperti ini, pengelolaan limbah sangat diperlukan untuk
mengatasi berbagai dampak negatifnya.

. Karakteristik
Karakteristik dari limbah meliputi:

a. Berukuran mikro
Partikel-partikel penyusun limbah berukuran mikro sehingga bersifat kasat mata dan
sulit untuk dideteksi.

b. Bersifat dinamis
Limbah bersifat dinamis artinya limbah tidak diam di suatu tempat, namun selalu bergerak
dan berubah sesuai kondisi lingkungannya.

c. Berdampak luas
Penyebaran limbah dapat menjangkau wilayah yang luas karena ukurannya yang
kecil/mikro sehingga mudah menyebar dan tidak mudah terdeteksi secara langsung. Selain
itu, dampak dari limbah tidak hanya tertuju pada satu faktor, namun juga akan
mempengaruhi faktor-faktor lainnya.

d. Berdampak jangka panjang


Pemasalahan/dampak yang ditimbulkan limbah tidak dapat diatasi dalam waktu yang
singkat, namun membutuhkan waktu yang panjang bahkan diperlukan kerjasama antar
generasi untuk mengatasinya.

2. Jenis-Jenis Limbah
2.1 Jenis –jenis limbah berdasarkan wujudnya:

a. Limbah Padat
Limbah padat atau yang sering disebut sampah merupakan limbah yang berwujud padat
dan biasanya bersifat kering serta tidak dapat berpindah/menyebar jika tidak ada yang
memindahkannya. Limbah padat ini termasuk limbah yang paling sering ditemukan di
lingkungan, seperti sisa makanan, sampah plastik, pecahan kaca, kertas bekas dan lain
sebagainya.

b. Limbah Cair
Limbah cair merupakan sisa dari suatu kegiatan yang berwujud cair dan bercampur dengan
bahan-bahan buangan lainnya yang larut ke dalam air. Contoh limbah cair yaitu air sabun
bekas cucian, sisa pewarna kain, air tinja dan lain sebagainya.

c. Limbah Gas
Limbah gas adalah limbah yang berwujud gas terdiri dari berbagai macam senyawa kimia
dan memanfaatkan udara sebagai medianya sehingga dapat menyebar dengan mudah
dalam wilayah yang luas. Contoh limbah cair yaitu karbon monoksida (CO), nitrogen
oksida (NOx), sulfur oksida (SOx), freon, dan lain sebagainya.

d. Limbah suara
Limbah suara merupakan limbah berupa gelombang bunyi yang merambat di udara dan
menimbulkan gangguan. Contoh limbah suara yaitu suara-suara bising yang dihasilkan
kendaraan bermotor, mesin-mesin pabrik dan lain sebagainya.

2.2 Jenis limbah bedasarkan sumbernya:

a. Limbah domestik
Limbah domestik atau limbah rumah tangga merupakan limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah tangga atau pemukiman penduduk, pasar dan rumah makan. Contoh limbah
domestik yaitu sisa-sisa makanan, air sabun bekas cucian dan lain sebagainya.
b. Limbah industri
Limbah industri merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri yang wujudnya
tergantung dari apa yang diproduksi industri tersebut, seperti asap mesin pabrik atau cairan
buangan dari suatu pabrik.

c. Limbah pertanian
Limbah pertanian merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian maupun
kegiatan perkebunan, seperti jerami, sisa-sisa daun, kayu-kayu kecil dan lain sebagainya.

d. Limbah pertambangan
Limbah pertambangan merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan.

e. Limbah pariwisata
Limbah pariwisata merupakan limbah yang berasal dari daerah pariwisata, seperti asap
kendaraan dan oli yang dibuang kapal atau speedboat di kawasan wisata bahari.
f. Limbah medis
Limbah medis merukan limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis, seperti jarum-jarum
suntik bekas di rumah sakit, zat-zat kimia obat dan lain sebagainya.

2.3 Jenis limbah berdasarkan senyawanya

a. Limbah organik

Limbah organik merupakan limbah yang meengandung unsur karbon atau berasal dari
makhluk hidup dan bersifat mudah membusuk/terurai oleh aktivitas mikroorganisme baik
aerob maupun anaerob. Limbah organik ini sangat mudah ditemui dalam kehidupan sehari-
hari, seperti sisa makanan, kotoran hewan, kulit buah, sayur busuk, dan lain sebagainya.

b. Limbah anorganik
Limbah anorganik merupakan limbah yang tidak dapat atau sulit membusuk/terurai secara
alami oleh mikroorganisme pengurai contoh limbah anorganik yaitu plastik, kaca, logam,
baja, dan lain sebagainya.

c. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)


Limbah B3 merupakan limbah yang berasal dari kegiatan manusia. Limbah ini
mengandung senyawa kimia dan beracun sehingga sangat berbahaya bagi makhluk hidup
terutama manusia.
3. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun)
Bedasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lainnya.

Karakteristik Limbah B3:

a. Mudah meledak (Explosive)


Limbah mudah meledak pada suhu 25 C dan tekanan 760 mmHg. Pada kondisi tersebut
0

limbah akan meledak dan menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi dan dapat
dengan cepat merusak lingkungan sekitarnya. Contoh dari limbah yang mudah meledak
adalah limbah laboratorium (asam prikat) dan limbah bahan peledak seperti pada
pertambangan batu bara.
b. Mudah terbakar (Flammable)
Limbah mudah terbaka karena adanya kontak dengan udara, api atau bahan lainnya
meskipun dalam suhu dan tekanan standar. Contoh limbah yang mudah terbakar adalah
cat, tinta, dan pembaersih logam.

c. Beracun
Limbah beracun karena mengandung bahan pencemar yang bersifat racun bagi makhluk
hidup sehingga dapat menyebabkan keracunan, sakit bahkan kematian. Contoh limbah
beracun adalah buangan pestisida dan pupuk kimia lainnya pada kegiatan pertanian.

d. Menyebabkan infeksi
Limbah dapat menyebabkan infeksi karena mengandung kuman penyakit. Salah satu
contoh limbah yang dapat menyebabkan infeksi adalah jarum suntik yang digunakan
berulang kali dapat menimbulkan infeksi bahkan dapat menularkan penyakit.

e. Berbahaya (Harmful)
Limbah berbahaya merupakan limbah (padat, cair atau gas) yang dapat menyebabkan
bahaya terhadap kesehatan sampai pada tingkat tertentu melalui kontak inhalasi ataupun
oral.
f. Berbahaya bagi lingkungan (Dangerous to environment)
Limbah berbahaya bagi lingkungan merupakan limbah yang dapat menyebabkan
kerusakan pada lingkungan dan ekosistem.

g. Besifat korosif (Corrosive)


Contoh limbah bersifat korosif adalah cairan aki mobil yang dapat menyebabkan
pengkaratan pada besi dan baja.

4. Dampak Buruk
4.1 Dampak Limbah terhadap Kesehatan Manusia

Berbagai jenis penyakit dapat ditimbulkan karena tidak adanya penangan atau pengelolaan
limbah yang benar. Mulai dari penyakit ringan seperti sakit perut/diare hingga penyakit
yang mematikan seperti keracunan akut dapat disebabkan oleh adanya limbah.

Berikut ini beberapa contoh jenis penyakit yang dapat menyerang manusia akibat adanya
limbah:

 Gangguan pencernaan seperti diare


 Tifus
 Keracunan akut dan keracunan kronis
 Jamur pada kulit
 Sesak napas
 Gangguan saraf
4.2 Dampak Limbah terhadap Lingkungan

Selain berdampak negatif bagi manusia, limbah juga berdampak negatif bagi lingkungan.
Dampak negatif yang paling terlihat jelas adalah rusaknya lingkungan sehingga
menurunkan nilai estetika lingkungan atau dengan kata lain lingkungan menjadi tidak enak
dipandang.

Limbah berupa cairan yang masuk ke dalam sistem drainase atau sungai akan
mengakibatkan pencemaran air. Apabila hal ini sudah terjadi maka akan banyak organisme
seperti ikan akan mati keracunan. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi perubahaan
ekosistem perairan yang menjebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem secara
keseluruhan. Limbah padat yang dibuang ke sungai dalam jumlah yang banyak dapat
menyumbat aliran air sungai dan menyebabkan banjir.

Selain pencemaran air, pencemaran udara oleh limbah juga akan terjadi seperti bau tidak
sedap yang ditimbulkan karena pembusukan sampah organik. Asap yang ditimbulkan dari
kendaran bermotor, pembakaran sampah maupun industri-industri besar juga dapat
menimbulkan pencemaran udara. Pembakaran sampah berbahan plastik tertentu bahkan
dapat bersifat karsinogenik dan menimbulkan kanker apabila dihirup manusia.

5. Pengelolaan Limbah
5.1 Pengurangan Limbah

Banyaknya limbah yang ada dapat dikurangi dengan mengurangi jumlah pemakaian
limbah. Salah satu contoh yang mudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah
penggunaan botol air minum untuk mengurangi sampah botol plastik dan penggunaan tas
belanja untuk mengurangi sampah kantong plastik.

5.2 Daur ulang

Beberapa jenis limbah dapat didaur ulang sehingga menghasilkan barang lain yang dapat
digunakan. Sebagian besar limbah yang dapat didaur ulang adalah limbah anorganik seperti
botol plastik, kaleng bekas, kain perca, pecahan kaca/keramik dan lain sebagainya. Daur
ulang limbah jika dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kreativitas maka akan
menghasilkan barang-barang baru yang berguna serta memiliki nilai estetika tinggi seperti
daur ulang limbah menjadi kerajinan tangan.

Selain limbah anorganik, daur ulang juga dapat dilakukan terhadap limbah organik. Sisa-
sisa makanan maupun dedaunan kering jika ditimbun didalam tanah maka akan
menghasilkan pupuk kompos untuk tanaman.

5.3 Pengolahan Limbah

Limbah-limbah yang memiliki kandungan berbahaya seperti limbah industri dapat diolah
melalui secara fisik, kimiawi maupun biologi. Pengolahan limbah secara fisik meliputi
penyaringan, flotasi, filtrasi, dan teknologi membran. Pengolahan limbah secara kimia
dapat berupa pengolahan dengan proses reduksi-oksidasi atau pengolahan tanpa proses
reduksi-oksidasi. Pengolahan limbah secara biologi dapat dilakuakn secara aerob maupun
anaerob.
5.4 Pembuangan Limbah

Limbah yang tidak memiliki nilai guna atau dengan kata lan tidak dapat dimanfaatkan lagi,
maka limbah tersebut dapat dibuang. Sebelum dibuang ke alam, limbah harus melalui
proses pengolahan agar bahan-bahan berbahaya yang terkandung didalamnya hilang. Hal
tersebut bertujuan agar limbah yang dibuang tidak berdampak negatif bagi lingkungan.
Salah satu contoh pembuangan limbah adalah penimbunan limbah di dalam tanah.

6.Peraturan-peraturan yang Berkaitan


dengan Limbah
Berikut ini beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan limbah:

1. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 54 Tahun 2017 tentang Pengelolaan


Limbah dan Zat Kimia Pengoperasian Pesawat Udara dan Bandar Udara
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 04/PRT/M/2017
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No
P.70/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/8/2016 Tehun 2016 tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik
4. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.50 Tahun 2016 tentang
Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Pengelola Sampah dalam
Kota/Intermediate Treatment Facility
5. PP No.61 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2012 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.13 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle Melalui Bank Sampah
8. PP No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.33 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
Pesampahan
10. Peraturan direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Nomor
23/ILMTA/PER/11/2009 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi
sebagai Importir Produsen Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (NON B3)
11. UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pegelolaan Lingkungan Hidup
12. Permen LH No.30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Pemulihan Akibat
Pencemaran bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah
13. Surat Edaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-03/BC/2008 Tahun
2008 tentang Pengeluaran Sisa Hasil Produksi/Limbah (Waste dan Scrap)
14. UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
15. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.252 Thun 2004 tentang
Program Penilaian Peringkat Hasil Uji Tipe Emisi Gas Buang kendaraan
Bermotor Tipe Baru
16. Peraturan MENLH No.05 Tahun 2009 tentang Pengolahan Limbah di Pelabuhan
17. Keputusan MENLH NO.128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh
Minyak Bumi secara Biologis
18. PP No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
19. Keputusan Menperindag RI No.231/MPP/Kep/7/1997 Pasal 1 Tentang Prosedur
Impor Limbah
20. Keputusan Kepala Bapedal No.255/Bapedal/08/1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
Parameter kualitas Air
PARAMETER PENGUKURAM KUALITAS AIR

1. PARAMETER FISIKA KUALITAS AIR

a. Kepadatan air ( density air / berat jenis air )


Pada suhu 4 C (3,95 C ) air murni mempunyai kepadatan yang maksimum yaitu 1 (satu), sehingga kalau suhu
air naik, lebih tinggi dari 4 C kepadatan air / berat jenisnya akan turun, demikian juga kalau suhunya lebih rendah dari
4 C. Sifat kepadatan air yang demikian itu, maka akan terjadi pelapisan-pelapisan suhu air pada danau atau perairan
dalam, yaitu pada lapisan dalam suatu perairan suhu air makin rendah dibanding pada permukaan air. Akan tetapi bila
air membeku jadi es, es tersebut akan terapung. Akibat dari sifat kepadatan air tersebut akan menimbulkan
pergolakan/perpindahan massa air dalam perairan tersebut, baik secara vertikal maupun horizontal. Sifat kepadatan
air ini mengakibatkan pada perairan didaerah yang beriklim dingin yang membeku perairannya hanya pada bagian
atasnya saja sedangkan pada bagian bawahnya masih berupa cairan sehingga kehidupan organisme akuatik masih
tetap berlangsung. Selain itu keuntungan adanya gerakan air ini dapat mendistribusikan / menyebarkan berbagai zat
ke seluruh perairan, sebagai sumber mineral bagi fitoplankton dan fitoplankton sebagai makanan ikan maupun hewan
air lainnya. Semua hal tersebut terjadi karena Tuhan menciptakan sifat dari kepadatan air yang unik.
Dasar perairan adalah merupakan akumulasi pengendapan mineral-mineral yang merupakan persediaan “nutrient”
yang akan dimanfaatkan oleh mahluk hidup (yang pada umumnya tinggal didaerah permukaan air karena mendapatkan
sinar matahari yang cukup). Pada perairan yang oligotrof (cukup banyak mengandung mineral), aliran vertikal tidak
banyak membawa keberuntungan, justru sebaliknya dapat mengendapkan mineral-mineral yang datang dari tempat
lain kedasar perairan, mineral-mineral tersebut akan di absorbsi oleh dasar perairan .
Sedangkan kerugian adanya aliran air yang disebabkan kepadatan air ini adalah terutama aliran air yang vertikal
sering menimbulkan “upwalling” pada danau-danau, sehingga menyebabkan keracunan dan kematian ikan secara
masal. Hal ini disebabkan kondisi air yang anaerob (oksigen rendah) dan zat - zat beracun dari dasar perairan akan
naik kepermukaan air karena kepadatan air nya bervariasi.

b. Kekentalan air

Molekul-molekul air mempunyai daya saling tarik menarik, kalau daya saling tarik menarik tersebut
mengalami gangguan karena adanya benda yang bergerak dalam air seperti benda tenggelam, maka akan timbul
gesekan-gesekan yang disebut dengan “gesekan intern dalam air“/ Viskositas dan akan mempengaruhi tingkat
kekentalan air tersebut.

Menurut kesepakatan para ahli fisika, pada suhu 0 C, kekentalan air murni mempunyai nilai yang terbesar,
dan ditandai dengan angka 100. Makin naik suhunya, makin berkurang kekentalan air. Setiap kenaikan suhu 1 C
terjadi penurunan kekentalan ( Viskositas ) 2%, hingga pada suhu 25 C kekentalan ( viscositas ) air turun menjadi
setengahnya dari nilai kekentalan air ( Viskositas ) pada suhu 0 C. kekentalan air ini akan berpengaruh terhadap
proses pengendapan jasad renik (plankton), zat-zat dan benda-benda yang melayang didalam air.
kekentalan ( Viskositas ) Ideal Air
Setiap kali kita memikirkan zat cair, bayangan yang terbentuk dalam pikiran kita adalah zat yangsangat cair.
Kenyataannya, zat cair yang ber-beda memiliki tingkat viskositas ( kekentalan ) yang berbeda: Kekentalan ter/aspal,
gliserin, minyak zaitun, dan asam sulfat, misalnya, sangat bervariasi. Dan jika kita bandingkan kekentalan ( Viskositas
) zat-zat cair tersebut dengan air, perbedaannya menjadi lebih jelas. Air 10 juta kali lebih cair daripada aspal, 1.000
kali lebih cair daripada gliserin, 100 kali lebih cair daripada minyak zaitun, dan 25 kali lebih cair daripada asam sulfat.
Seperti yang ditunjukkan oleh perbandingan singkat itu, air memiliki tingkat kekentalan ( Viskositas ) yang sangat
rendah. Bahkan, jika kita mengabaikan beberapa zat seperti eter dan hidrogen cair, air ternyata berviskositas lebih
kecil dari apa pun kecuali gas.

Apakah kekentalan air yang rendah menguntungkan bagi kita? Akan berbedakah keadaan jika zat cair vital ini
memiliki kekentalan lebih besar atau lebih kecil? Michael Denton menjawabnya untuk kita:

Kesesuaian air akan berkurang jika kekentalan air lebih rendah. Struktur sistem kehidupan akan bergerak jauh lebih
acak di bawah pengaruh gaya-gaya deformasi jika kekentalan air sama rendahnya dengan hidrogen cair.... Jika
kekentalan air sangat lebih rendah, struktur yang rawan akan mudah dikacaukan... dan air tidak akan mungkin
mendukung struktur mikroskopik rumit yang permanen. Arsitektur molekular sel yang rawan mungkin tidak akan
bertahan.

Jika kekentalan lebih tinggi, gerak terkon-trol makromolekul yang besar dan ter- utama struktur seperti mitokondria
dan organel-organel kecil tidak akan mung-kin, demikian pula proses-proses se-perti pembelahan sel. Semua
aktivitas penting sel akan membeku dengan efektif, dan jenis-jenis kehidupan seluler yang jauh menyerupai yang
biasa kita kenal akan tidak mungkin ada. Perkembangan organisme yang lebih tinggi, yang secara kritis bergantung
pada kemampuan sel untuk bergerak dan merangkak dalam fase embriogenesis, pasti tidak mungkin terjadi jika
kekentalan air sedikit saja lebih tinggi dari kekentalan normal.

c. Tegangan Permukaan Air


Molekul-molekul air mempunyai daya saling tarik menarik terhadap molekul-molekul yang ada. Dalam fase
cair daya tarik menarik masih sedemikian besarnya, sehingga molekul-molekul zat cair masih mempunyai daya
“Kohesi “.
Daya tarik menarik molekul air ini terjadi kesegala penjuru, sedang dipermukaan hanya terjadi gaya tarik menarik
kesamping dan kedalam saja dan sifat itu yang menyebabkan timbulnya tegangan permukaan. Akibat adanya
tegangan permukaan, maka binatang dan tumbuhan yang ringan, seperti kimbung akar dapat berjalan diatas
permukaan air, ada juga plankton yang menggantung dibawah permukaan air.

d. Suhu Air
Air sebagai lingkungan hidup organisme air relatif tidak begitu banyak mengalami fluktuasi suhu
dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas jenis air lebih tinggi daripada udara. Artinya untuk naik 1 C,
setiap satuan volume air memerlukan sejumlah panas yang lebih banyak dari pada udara. Pada perairan dangkal akan
menunjukkan fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan yang dalam. Sedangkan organisme memerlukan
suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang rendah. Agar suhu air suatu perairan berfluktuasi rendah maka perlu adanya
penyebaran suhu. Hal tersebut tercapai secara sifat alam antara lain;
1. Penyerapan (absorbsi) panas matahari pada bagian permukaan air.
2. Angin, sebagai penggerak permindahan massa air.
3. Aliran vertikal dari air itu sendiri, terjadi bila disuatu perairan (danau) terdapat lapisan suhu air yaitu lapisan air yang
bersuhu rendah akan turun mendesak lapisan air yang bersuhu tinggi naik kepermukaan perairan.
Selain itu suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut didalam air. Jika suhu tinggi, air akan
lebih lekas jenuh dengan oksigen dibanding dengan suhunya rendah. Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi
oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan,
aliran dan kedalaman air. Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan
volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya.

Kisaran suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan ikan pada perairan tropis dapat berlangsung
berkisar antara 25 C - 32 C. Kisaran suhu tersebut biasanya berlaku di Indonesia sebagai salah satu negara tropis
sehingga sangat menguntungkan untuk melakukan kegiatan budidaya ikan. Suhu air sangat berpengaruh terhadap
proses kimia, fisika dan biologi di dalam perairan, sehingga dengan perubahan suhu pada suatu perairan akan
mengakibatkan berubahnya semua proses didalam perairan. Hal ini dilihat dari peningkatan suhu air maka kelarutan
oksigen akan berkurang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan 10 C suhu perairan mengakibatkan
meningkatnya konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat, sehingga kebutuhan oksigen oleh
organisme akuatik itu berkurang.
Suhu air yang ideal bagi organisme air yang dibudidayakan sebaiknya adalah tidak terjadi perbedaan suhu yang
mencolok antara siang dan malam (tidak lebih dari 5 C) . Pada perairan yang tergenang yang mempunyai kedalaman
air minimal 1,5 meter biasanya akan terjadi pelapisan (stratifikasi) suhu. Pelapisan ini terjadi karena suhu permukaan
air lebih tinggi dibanding dengan suhu air dibagian bawahnya. Stratifikasi suhu pada kolom air dikelompokkan
menjadi tiga yaitu pertama lapisan epilimnion yaitu lapisan sebelah atas perairan yang hangat dengan penurunan suhu
relatif kecil (dari 32 C menjadi 28 C).

Lapisan kedua disebut dengan lapisan termoklin yaitu lapisan tengah yang mempunyai penurunan suhu
sangat tajam (dari 28 C menjadi 21 C ). Lapisan ketiga disebut lapisan hipolimnion yaitu lapisan paling bawah dimana
pada lapisan ini perbedaan suhu sangat kecil relatif konstan. Stratifikasi suhu ini terjadi karena masuknya panas dari
cahaya matahari kedalam kolom air yang mengakibatkan terjadinya gradien suhu yang vertikal. Pada kolam yang
kedalaman airnya kurang dari 2 meter biasanya terjadi stratifikasi suhu yang tidak stabil. Oleh karena itu bagi para
pembudidaya ikan yang melakukan kegiatan budidaya ikan kedalaman air tidak boleh lebih dari 2 meter. Selain itu
untuk memecah stratifikasi suhu pada wadah budidaya ikan diperlukan suatu alat bantu dengan menggunakan
aerator/blower/ kincir air.

Berdasarkan hasil penelitian suhu air sangat berpengaruh terhadap respon ikan dalam mengkonsumsi pakan
yang diberikan selama berlangsung kegiatan budidaya. Respon tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut.

e. Kecerahan, kekeruhan air dan pengaruhnya pada ikan


Apa yang akan kita bahas kali ini? masih dalam seri tentang perikanan dan biologi, kali ini kita akan
membahas tentang Kecerahan, kekeruhan air dan pengaruhnya pada ikan, Kecerahan dan kekeruhan air dalam suatu
perairan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang masuk kedalam perairan atau disebut juga dengan intensitas
cahaya matahari. Cahaya matahari didalam air berfungsi terutama untuk kegiatan asimilasi fito/tanaman didalam air,.
Oleh karena itu daya tembus cahaya kedalam air sangat menentukan tingkat kesuburan air. Dengan diketahuinya
intensitas cahaya pada berbagai kedalaman tertentu, kita dapat mengetahui sampai dimanakah masih ada kemungkinan
terjadinya proses asimilasi didalam air.
Kecerahan air merupakan ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya sinar matahari didalam air
dapat dilakukan dengan menggunakan lempengan/kepingan Secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu
perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli
bergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam permukaan air dan daya perambatan cahaya didalam
air.
Masuknya cahaya matahari kedalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity). Sedangkan
kekeruhan air menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat didalam perairan. Definisi yang sangat mudah adalah kekeruhan
merupakan banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Hal ini menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya
yang datang sehingga kekeruhan menyebabkan terhalangnya cahaya yang menembus air.

Faktor-faktor kekeruhan air ditentukan oleh:


a. Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur dsb)
b. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton
c. Warna air (yang antara lain ditimbulkan oleh zat-zat koloid berasal dari daun-daun tumbuhan yang terektrak)

Faktor-faktor ini dapat menimbulkan warna dalam air dan mempengaruhi tingkat kecerahan dan kekeruhan
air. Pengukuran kekeruhan suatu perairan dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan Jackson
Candler Turbidimeter dengan satuan unit turbiditas setara dengan 1 mg/l SiO2. Satu unit turbiditas Jackson Candler
Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1 JTU (Jackson Turbidity Unit) atau dengan secchi dish.

Air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan selain harus jernih tetapi tetap terdapat plankton. Air yang sangat keruh
tidak dapat digunakan untuk kegiatan budidaya ikan, karena air yang keruh dapat menyebabkan :

a. Rendahnya kemampuan daya ikat oksigen


b. Berkurangnya batas pandang ikan
c. Selera makan ikan berkurang, sehingga efisiensi pakan rendah
d. Ikan sulit bernafas karena insangnya tertutup oleh partikelpartikel lumpur

f. Salinitas Air Tawar , Laut & Payau


Salinitas air adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat didalam perairan ( Definisi Salinitas air ) .
Pengertian salinitas air yang sangat mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang terdapat pada suatu perairan.
Hal ini dikarenakan salinitas air ini merupakan gambaran tentang padatan total didalam air setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh chlorida dan semua bahan organik telah
dioksidasi. ( Definisi Salinitas air ) Pengertian salinitas air yang lainnya adalah jumlah segala macam garam yang
terdapat dalam 1000 gr air contoh. Garam-garam yang ada di air payau atau air laut pada umumnya adalah Na, Cl,
NaCl, MgSO4 yang menyebabkan rasa pahit pada air laut, KNO3 dan lainlain. ( Definisi Salinitas air )

Salinitas air dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat yang disebut dengan Refraktometer atau
salinometer ( Alat Pengukur Salinitas Air ). Satuan untuk pengukuran salinitas air adalah satuan gram per
kilogram (ppt) atau promil (o/oo). Nilai salinitas air untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 0–5 ppt (Salinitas
air Tawar ), perairan payau biasanya berkisar antara 6–29 ppt ( Salinitas air Payau ) dan perairan laut berkisar
antara 30–35 ppt. ( Salinitas air Laut )

2. PARAMETER KIMIA KUALITAS AIR

a. Do ( Kadar Oksigen Dlam air)


Semua makhluk hidup untuk hidup sangat membutuhkan oksigen sebagai faktor penting bagi pernafasan.
Ikan sebagai salah satu jenis organisme air juga membutuhkan oksigen agar proses metabolisme dalam tubuhnya
berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan oleh ikan disebut dengan oksigen terlarut. Oksigen terlarut adalah oksigen
dalam bentuk terlarut didalam air karena ikan tidak dapat mengambil oksigen dalam perairan dari difusi langsung
dengan udara. Satuan pengukuran oksigen terlarut adalah mg/l yang berarti jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut
dalam air atau dalam satuan internasional dinyatakan ppm (part per million). Air mengandung oksigen dalam jumlah
yang tertentu, tergantung dari kondisi air itu sendiri, beberapa proses yang menyebabkan masuknya oksigen ke dalam
air yaitu:

1. Diffusi oksigen dari udara ke dalam air melalui permukannya, yang terjadi karena adanya gerakan molekul-molekul
udara yang tidak berurutan karena terjadi benturan dengan molekul air sehingga O2 terikat didalam air. Proses diffusi
ini akan selalu terjadi bila pergerakan air yang mampu mengguncang oksigen, karena kandungan O2 didalam udara
jauh lebih banyak. Menurut penelitian, air murni 1000 cc pada suhu kamar mengandung 7 cc O2, sedangkan udara
murni suhu pada kamar mengundang 210 cc O2. Dari gambaran tersebut, maka air relatif mudah melepaskan O2 ke
udara. Dari imbangan tersebut di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:

 Tercapainya imbangan O2 di air dan di udara, tergantung dari jumlah molekul-molekul zat (garam-garam) yang larut
di dalam air (dalam satuansatuan tertentu), sebab jumlah tersebut yang menentukan kemungkinan terbentuknya
molekul-molekul dan menentukan pula jumlah banyaknya molekul-molekul gas yang meninggalkan air lagi. Air yang
mengandung garam-garam pada kadar O2 yang rendah saja sudah dapat seimbang dengan udara lebih cepat, bila di
bandingkan dengan air suling.

 Kemungkinan bertubrukan molekul air di tentukan oleh suhu air. Makin tinggi suhu air,makin rendah jumlah oksigen
yang dapat di kandung/ di ikat oleh air. Artinya; jika suhu air tinggi, maka air itu dengan kadar oksigen yang rendah
saja sudah dapat seimbang dengan udara, sehingga penambahan oksigen lebih lanjut tidak akan meningkatkan oksigen
terlarut dalam air. Dalam kegiatan budidaya ikan sifat tersebut penting artinya, terutama dalam pengangkutan ikan
hidup, pemeliharaan ikan di akuarium, atau pemeliharaan ikan secara tertutup pada Recyle Sistem.

 Pada pengangkutan ikan sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari waktu suhu udara masih relatif rendah, sehingga
goncangan airnya yang terjadi akan mampu meningkatkan difusi 02 kedalam air. Pada pemeliharaan ikan diakuarium
atau pada tempat yang terbatas, pemberian lampu, yang mengakibatkan suhu air meningkat, akan menurunkan
kemampuan air mengikat.

2. Diperairan umum, pemasukan oksigen ke dalam air terjadi karena air yang masuk sudah mengandung oksigen, kecuali
itu dengan aliran air, mengakibatkan gerakan air yang mampu mendorong terjadinya proses difusi oksigen dari udara
ke dalam air.
3. Hujan yang jatuh,secara tidak langsung akan meningkatkan O2 di dalam air, pertama suhu air akan turun, sehingga
kemampuan air mengikat oksigen meningkat, selanjutnya bila volume air bertambah dari gerakan air, akibat jatuhnya
air hujan akan mampu meningkatkan O2 di dalam air.

4. Proses Asimilasi tumbuhtumbuhan. Tanaman air yang seluruh batangnya ada didalam air di waktu siang akan
melakukan proses asimilasi, dan akan menambah O2 didalam air. Sedangkan pada malam hari tanaman tersebut
menggunakan O2 yang ada didalam air.
 Pengambilan air O2 didalam air disebabkan oleh:
 Proses pernafasan binatang dan tanaman air.
 Proses pembongkaran (menetralisasi) bahan-bahan organik.
Dasar perairan yang bersifat mereduksi, dasar demikian hanya dapat di tumbuhi bakteri yang anaerob saja, yang dapat
menimbulkan hasil pembakaran.

Menurut Brown (1987) peningkatan suhu 1o C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Hubungan
antara oksigen terlarut dan suhu dapat dilihat pada Tabel 1. yang menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu,
kelarutan oksigen semakin berkurang.

Tabel 1. Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan udara 760 mm Hg (Cole, 1983)

Kadar oksigen terlarut dalam suatu wadah budidaya ikan sebaiknya berkisar antara 7 – 9 ppm. Konsentrasi oksigen
terlarut ini sangat menentukan dalam akuakultur. Kadar oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan dapat
ditentukan dengan dua cara yaitu dengan cara titrasi atau dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan DO
meter (Dissolved Oxygen).
pengukuran dengan DO-meter
DO-meter manual DO-meter digital

b. Peran Karbondioksida dalam budidaya ikan


Karbondioksida merupakan salah satu parameter kimia yang sangat menentukan dalam kegiatan budidaya ikan.
Karbondioksida yang dianalisis dalam kegiatan budidaya adalah karbondioksida dalam bentuk gas yang terkandung
di dalam air. Gas CO2 memegang peranan sebagai unsur makanan bagi semua tumbuhan yang mempunyai chlorophil,
baik tumbuh-tumbuhan renik maupun tumbuhan tingkat tinggi.
Sumber gas CO2 didalam air adalah hasil pernafasan oleh binatang-binatang air dan tumbuh tumbuhan serta
pembakaran bahan organik didalam air oleh jasad renik. Bagian air yang banyak mengandung CO2 adalah didasar
perairan, karena ditempat itu terjadi proses pembakaran bahan organik yang cukup banyak. Untuk kegiatan asimilasi
bagi tumbuh-tumbuhan, jumlah CO2 harus cukup, tetapi bila jumlah CO2 melampaui batas akan kritis bagi
kehidupan binatang binatang air.
Pengaruh CO2 yang terlalu banyak tidak saja terhadap perubahan pH air, tetapi juga bersifat racun. Dengan
meningkatnya CO2, maka O2 dalam air juga ikut menurun, sehingga pada level tertentu akan berbahaya bagi
kehidupan binatang air. Kadar CO2 yang bebas didalam air tidak boleh mencapai batas yang mematikan (lethal), pada
kadar 20 ppm sudah merupakan racun bagi ikan dan mematikan ikan jika kelarutan oksigen didalam air kurang dari 5
ppm (5 mg/l).
CO2 yang digunakan oleh organisme dalam air, mula-mula adalah CO2 bebas, bila yang bebas sudah habis, air
akan melepaskan CO2 yang terikat dalam bentuk Calsium bikarbonat maupun Magnesium bikarbonat.
c. pH Air
pH (singkatan dari “ puisance negatif de H “ ), yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas
dalam suatu perairan dan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga pH perairan
dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya sesuatu perairan.
Pada perairan perkolaman pH air mempunyai arti yang cukup penting untuk mendeteksi potensi produktifitas
kolam. pH Air yang agak basa, dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik dalam air menjadi mineral-
mineral yang dapat diasimilasikan oleh tumbuh tumbuhan (garam amonia dan nitrat).
pH Air Pada perairan yang tidak mengandung bahan organik dengan cukup, maka mineral dalam air tidak akan
ditemukan. Andaikata kedalam kolam itu kemudian kita bubuhkan bahan organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau
dsb dengan cukup, tetapi kurang mengandung garam-garam bikarbonat yang dapat melepaskan kationnya, maka
mineral-mineral yang mungkin terlepas juga tidak akan lama berada didalam air itu. Untuk menciptakan lingkungan
air yang bagus, pH air itu sendiri harus mantap dulu (tidak banyak terjadi pergoncangan pH air). Ikan rawa seperti
sepat siam (Tricogaster pectoralis), sepat jawa (Tricogaster tericopterus ) dan ikan gabus dapat hidup pada lingkungan
pH air 4-9, untuk ikan lunjar kesan pH 5-8 ,ikan karper (Cyprinus carpio) dan gurami, tidak dapat hidup pada pH 4-6,
tapi pH idealnya 7,2.

Klasifikasi nilai pH air dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

 Netral : pH air = 7
 Alkalis (basa) : 7 < pH air < 14
 Asam : 0 < pH air < 7

d. Derajat keasaman pH Air suatu kolam ikan


Derajat keasaman pH Air suatu kolam ikan sangat dipengaruhi oleh keadaan tanahnya yang dapat menentukan
kesuburan suatu perairan. Nilai pH air asam tidak baik untuk budidaya ikan dimana produksi ikan dalam suatu perairan
akan rendah. Pada pH air netral sangat baik untuk kegiatan budidaya ikan, biasanya berkisar antara 7 – 8, sedangkan
pada pH air basa juga tidak baik untuk kegiatan budidaya. Pengaruh pH air pada perairan dapat berakibat terhadap
komunitas biologi perairan, untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Pengaruh pH air terhadap komunitas biologi perairan (Effendi, 2000) Nilai pH Pengaruh Umum

pengukuran menggunakan pH-meter atau kertas lakmus.

e. Bahan Organik dan garam mineral dalam air


Mineral merupakan salah satu unsur kimia yang selalu ada dalam suatu perairan, beberapa jenis mineral antara
lain adalah Kalsium (Ca), Pospor (P), Magnesium (Mg), Potassium (K), Sodium (Na), Sulphur (S), zat besi (Fe),
Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Seng (Zn), Florin (F), Yodium (I) dan Nikel (Ni). Diperairan umum mineral yang
diperlukan oleh phytoplakton senantiasa diperoleh dari pembongkaran bahan-bahan organik sisa dari tumbuhan dan
binatang yang sudah mati. Di alam mineral tersebut berasal dari air yang masuk, atau adanya penambahan pupuk
buatan. Pembongkaran bahan organik dilakukan oleh jasad renik yang terdapat didalam air. Pada umumnya jasad
renik ini menghendaki perairan yang pHnya 7 sedikit mendekati basa.
Pembongkaran bahan organik ada yang dilakukan secara anaerob (tidak memerlukan oksigen). Proses
pembongkaran itu juga dipengaruhi oleh suhu air. Bahan organik yang larut didalam air belum dapat dimanfaatkan
oleh binatang air secara langsung. Bahan-bahan organik yang mengendap di dasar perairan yang dangkal dapat
dimakan secara langsung oleh berbagai macam binatang benthos (binatang yaang hidup didasar perairan) seperti
siput vivipar javanica, cacing tubifex, larva chironomaus dan sebagainya. Bagian-bagian dari pada lumpur organik
demikian yang tidak dapat dicernakan, menyisa sebagai detritus di dasar perairan. Jumlah bahan organik yang
terdapat dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai salah satu indikator banyak tidaknya mineral yang dapat
dibongkar kelak.
Bila suasana perairan anaerob, maka protein-protein yang menang mengandung belerang dapat dibongkar oleh
bakteri anaerob (diantaranya adalah Bakterium vulgare). Hasil pembongkaran tersebut adalah gas hidrogen sulfida
(H2S) dan ditandai bau busuk, air berwarna kehitaman. Gas itu merupakan limiting factor/ faktor pembatas bagi
kesuburan perairan. Kandungan H2S - 6 mg/ l sudah dapat membunuh ikan Cyprinus carpio dalam beberapa jam saja.
Untuk mencegah timbulnya H2S dalam kolam biasanya kolam yang akan digunakan untuk budidaya ikan harus
dilakukan pengolahan tanah dasar dan pengeringan.
Jenis gas beracun lainnya yang berasal dari pembongkaran bahan organik adalah gas metana. Gas Metana (
CH4 ) adalah gas yang bersifat mereduksi dan dikenal sebagai gas rawa. Metana itu timbul pada proses
pembongkaran hidrat arang dari bahan organik yang tertimbun dalam perairan. Hidrat arang dalam suasana anaerob
mulamula dibongkar menjadi asam-asam karboksilat. Bila suasana air tetap anaerob maka asam-asam karboksilat
direduksikan lebih lanjut menjadi Metana. Bila gas Metana ini berhubungan dengan O2 dalam air sekelilingnya,
maka air itu akan berkurang O2, dan sebagai hasilnya timbullah gas CO2. Pembongkaran dalam suasana anaerob
juga dapat dilakukan oleh ragi (Saccharomyces), hasil pembongkaran itu adalah alkohol dan lebih lanjut lagi
menjadi asam cuka (asam asetat ) oleh bakterium aceti. Kandungan bahan organik dalam air sangat sulit untuk
ditentukan yang biasa disebut dengan kandungan total bahan organik (Total Organic Matter/TOM).

f. Nitrogen dalam air & Pengaruhnya pada ikan


Nitrogen didalam perairan dapat berupa nitrogen organik dan nitrogen anorganik. Nitrogen anorganik dapat
berupa ammonia (NH3), ammonium (NH4), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan molekul Nitrogen (N2) dalam bentuk gas.
Sedangkan nitrogen organik adalah nitrogen yang berasal bahan berupa protein, asam amino dan urea. Bahan organik
yang berasal dari binatang yang telah mati akan mengalami pembusukan mineral yang terlepas dan utama adalah
garam-garam nitrogen (berasal dari asam amino penyusun protein).
Proses pembusukan tadi mula-mula terbentuk amoniak (NH3) sebagai hasil perombakan asam amino oleh
berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob. Pembongkaran itu akan menghasilkan suatu gas CO2 bebas, menurut
persamaan reaksinya adalah:

CH.NH2. COOH +O2 = COOH + NH3 + CO2

Berdasarkan reaksi kimia tersebut dapat diperlihatkan bahwa kolam yang dipupuk dengan pupuk
kandang/hijau yang masih baru dalam jumlah banyak dan langsung ditebarkan benih ikan kedalam kolam, biasanya
akan terjadi mortalitas yang tinggi pada ikan karena kebanyakan gas CO2 . Bila keadaan perairan semakin buruk,
sehingga O2 dalam air sampai habis, maka secara perlahan proses pembongkaran bahan organik akan diambil oleh
bakteri lain yang terkenal ialah Nitrosomonas menjadi senyawa nitrit. Reaksi tersebut sebagai berikut:

2NH3 + 3O2 = 2HNO2 + H2O

Bila perairan tersebut cukup mengandung kation-kation maka asam nitrit yang terbentuk itu dengan segera
dapat dirubah menjadi garam-garam nitrit, oleh bakteri Nitrobacter atau Nitrosomonas, garam-garam nitrit itu
selanjutnya dikerjakan lebih lanjut menjadi garam-garam nitrit, reaksinya sebagai berikut:

2NaNO2+O2 = 2NaNO3

Garam-garam nitrit itu penting sebagai mineral yang diasimilasikan oleh tumbuh-tumbuhan hijau untuk
menyusun asam amino kembali dalam tubuhnya, untuk menbentuk protoplasma itu selanjutnya tergantung pada nitrit,
phitoplankton itu selanjutnya menjadi bahan makanan bagi organisme yang lebih tinggi. Nitrit tersebut pada suatu
saat dapat dibongkar lebih lanjut oleh bakteri denitrifikasi (yang terkenal yaitu Micrococcus denitrifikan), bakterium
nitroxus menjadi nitrogennitrogen bebas, reaksinya sebagai berikut :

5 C6H12O0 + 24 HNO3 = 24 H2 CO3 + 6 CO3 +18 H2O +12 N2

Agar supaya phitoplankton dapat tumbuh dan berkembang biak dengan subur dalam suatu perairan, paling
sedikit dalam air itu harus tersedia 4 mg/l nitrogen (yang diperhitungkan dari kadar N dalam bentuk nitrat), bersama
dengan 1 mg/l P dan 1 mg/l K. Bila kadar NH3 hasil pembongkaran bahan organik di dalam air terdapat dalam jumlah
besar, yang disebabkan proses pembongkaran protein terhenti sehingga tidak terbentuk nitrat sebagai hasil akhir, maka
air tersebut disebut “sedang mengalami pengotoran (Pollution)”.
Kadar N dalam bentuk NH3 dipakai juga sebagai indikator untuk menyatakan derajat polusi. Kadar 0,5 mg/l
merupakan batas maksimum yang lazim dianggap sebagai batas untuk menyatakan bahan air itu “unpolluted”. Ikan
masih dapat hidup pada air yang mengandung N 2 mg/l. Batas letal akan tercapai pada kadar 5 mg/l. Di perairan kolam
nitrogen dalam bentuk amonia sangat beracun bagi ikan budidaya, tetapi jika dalam bentuk amonium tidak begitu
berbahaya pada media akuakultur.
Amonia yang ada dalam wadah budidaya dapat diukur dan biasanya dalam bentuk ammonia total. Menurut
Boyd (1988), terdapat hubungan antara kadar ammonia total dengan ammonia bebas pada berbagai pH dan suhu yang
dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel tersebut memperlihatkan daya racun ammonia yang akan meningkat dengan
meningkatnya kadar pH dan suhu terhadap organisme perairan termasuk ikan.

Kadar amonia yang dapat mematikan ikan budidaya jika dalam wadah budidaya mengandung 0,1 – 0,3 ppm. Oleh
karena itu sebaiknya kadar amonia didalam wadah budidaya ikan tidak lebih dari 0,2 mg/l (ppm). Kadar amonia yang
tinggi ini diakibatkan adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan
pupuk pertanian.

Pengukuran kadar ammonia:metode spektrofotometri


 test kit(alat tes cepat)

g. Alkalinitas dan kesadahan


Alkalinitas menggambarkan jumlah basa ( alkali ) yang terkandung dalam air, sedangkan alkalinitas total adalah
konsentrasi total dari basa yang terkandung dalam air yang dinyatakan dalam ppm setara dengan kalsium karbonat.
Total alkalinitas biasanya selalu dikaitkan dengan pH karena pH air ini akan menunjukkan apakah suatu perairan itu
asam atau basa. Alkalinitas juga disebut dengan Daya Menggabung Asam (DMA) atau buffer/penyangga suatu
perairan yang dapat menunjukkan kesuburan suatu perairan tersebut. Sedangkan kesadahan menggambarkan
kandungan Ca, Mg dan ion-ion yang terlarut dalam air.
Berdasarkan Effendi (2000) Nilai alkalinitas berkaitan jenis perairan yaitu perairan dengan nilai alkalinitas
kurang dari 40 mg/l CaCO3 disebut sebagai perairan lunak (Soft water), sedangkan perairan yang nilai
alkalinatasnya lebih dari 40 mg/l CaCO3 disebut sebagai perairan keras (Hard water). Perairan dengan nilai
alkalinitas yang tinggi lebih produkstif daripada dengan perairan yang nilai alkalinitasnya rendah.
Menurut Schimittou (1991), perairan dengan alkalinitas yang rendah (misal kurang dari 15 mg/l) tidak diinginkan
dalam akuakultur karena :
 Perairan tersebut sangat asam sehingga performansi produksi ikan ( Kesehatan umum dan kelangsungan hidup,
pertumbuhan, hasil dan efisiensi pakan) dipengaruhi secara negatif.
 Produksi phytoplankton dibatasi oleh ketidakcukupan CO2 dan HCO3 yang cenderung menyebabkan rendahnya
kelarutan oksigen dan bisa mengakibatkan kematian plankton.
 Pada tanah-tanah asam dapat menyerap fosfor yang akan mereduksi efek pemupuka
 Fluktuasi pada pH dan faktorfaktor yang berhubungan dapat menyebabkan ketidakstabilan mutu air yang dapat
menyebabkan ikan stres.
 Pada tingkat pH yang ekstrem dapat menyebabkan kondisikondisi stres masam pada pagi hari dan kondisi stres alkalin
pada senja hari.

Untuk meningkatkan kandungan alkalinitas total pada kolam pemeliharaan ikan dapat digunakan kapur
pertanian. Oleh karena itu dalam kolam pemeliharaan ikan sebelum digunakan dilakukan proses pengapuran dengan
menggunakan beberapa jenis batu kapur yang disesuaikan dengan kualitas tanah dasar kolam pemeliharaan.

Pengukuran tingkat kesadahan air kultur masih sulit dilakukan (alat dan bahan pengukuran umumnya sulit didapat
dan mahal).
1 dGH ~ 10 ppm CaCO3

3. PARAMETER BIOLOGI KUALITAS AIR


Plankton Dalam Air - Parameter biologi dari kualitas air yang biasa dilakukan pengukuran untuk kegiatan
budidaya ikan adalah tentang kelimpahan plankton,benthos dan perifiton sebagai organisme air yang hidup di perairan
dan dapat digunakan sebagai pakan alami bagi ikan budidaya. Kajian secara detail dari ketiga aspek tersebut akan
dibahas pada artikel selanjutnya.
Kelimpahan plankton yang terdiri dari phytoplankton dan zooplankton sangat diperlukan untuk mengetahui kesuburan
suatu perairan yang akan dipergunakan untuk kegiatan budidaya. Plankton sebagai organisme perairan tingkat rendah
yang melayang-layang di air dalam waktu yang relatif lama mengikuti pergerakan air. Plankton pada umumnya sangat
peka terhadap perubahan lingkungan hidupnya (suhu, pH, salinitas, gerakan air, cahaya matahari dll) baik untuk
mempercepat perkembangan atau yang mematikan.

Berdasarkan ukurannya, plankton dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Macroplankton (masih dapat dilihat dengan mata telanjang/ biasa/tanpa pertolongan mikroskop).
2. Netplankton atau mesoplankton (yang masih dapat disaring oleh plankton net yang mata netnya 0,03 - 0,04 mm).
3. Nannoplankton atau microplankton (dapat lolos dengan plankton net diatas).

Berdasarkan tempat hidupnya dan daerah penyebarannya, plankton dapat merupakan :


 Haliplankton (hidup dalam air asin)
 Hypalmyroplankton (khusus hidup di air payau)
 Heleoplankton (khusus hidup dalam kolam-kolam)
 Petamoplankton atau rheoplankton (hidup dalam air mengalir, sungai)
Plankton Net
Banyak alat yang diciptakan untuk tujuan water sampling, khusus untuk sampling dengan objek plankton, alat yang
sering dugunakan adalah plankton net. Plankton net merupakan jaring dengan mesh size yang disesuaikan dengan
plakton. Penggunaan jaring plakton selain praktis juga sampel yang diperoleh cukup banyak. Jaring plankton net biasa
terbuat dari nilon, umumnya berbentuk kerucut dengan berbagai ukuran, tetapi rata-rata panjang jaring adalah 4-5 kali
diameter mulutnya. Jaring berfungsi untuk menyaring air serta plakton yang berada didalamnya. Karena itu plakton
yang tertangkap sangat bergantung pada ukuran mesh size, maka ukuran mesh size yang digunakan harus disesuaikan
dengan jenis atau ukuran plankton yang akan diamati. Ukuran plakton yag relatif besar (terutama zooplankton)
menggunakan jaring No.0 atau No.3, sedangkan yang lebih untuk plankton yang lebih kecil menggunakan No.15 atau
No.20. untuk perairan dangkal didaerah tropis, Wickstead menganjurkan mesh size dengan ukuran 30-50 µm untuk
fitoplankton dan zooplankton kecil. Sedangkan untuk mezooplakton yang lebih besar digunakan ukuran mesh size
150-175 µm.
Bagian akhir ujung jating terdapat bucket alat penampung plankton yang terkumpul. Alat penampung ini biasanya
berbentuk tabung yang mudah dicopot dari tabungnya. Prinsipnya bucket harus memenuhi syarat:
- dapat dengan mudah dioperasikan dilaut
- tidak menampung air terlalu banyak.
Dalam penelitian analisis kuantitatif (kelimpahan), diperlukan data volume/ debit air yang tersaring melalui jaring,
sehingga kelimpahan plankton dapat dihitung dengan satuan ekor per m3 air yang tersaring. Untuk pencatatan debit
air, digunakan flowmeter dengan menggunakan rumus :
V= volume air tersaring (m3 )
V = Rap R= jumlah rotasi baling baling flowmeter
a= luas mulut jaring(m2)
p= panjang kolom air (m) yang ditempuh satu kali putaran
Konstruksi plankton net
Cincin: terletak di atas dan berfungsi sebagai pengikat tali dan sebagai penarik plankton net. Cincin biasanya terbuat
dari besi. Diameter cincin berbeda – beda tergantug dari merk dan jenis plankton net, namun pada umumnya diameter
cincin ini yaitu 15 – 25cm.
Tali: berfungsi untuk menghubungkan jaring dengan cincin. Panjang tali bervariasi tergantung jenis plankton net dan
jenis plankton yang akan diambil, namun biasanya tali yang digunakan berukuran 25 – 50cm
Kawat: digunakan untuk membentuk net atau mulut jaring sesuai keinginan dan kebutuhan kita. Diameter kawat
biasanya 31cm untuk fitoplankton dan 45cm untuk zooplankton.
Jaring: digunakan biasanya dari bahan nilon. Mesh size dari jaring ini biasanya 30 – 50 µm untuk fitoplankton dan
150-175 µm untuk zooplankton, panjang jaring sekitar 4-5 kali diameter mulut jaring.
Botol/ bucket: berfungsi untuk menyimpan sampel air yang telah disaring oleh plankton net.
Berbagai ukuran mata jaring (Muller gauze) berdasarkan nomor dagang (Motoda 1957)

Nomor Jumlah Ukuran Rata- Nomor


Dagang Mata Jaring rata Panjang Dagang Tujuan Koleksi
Muler Gauze Per inch Mata Jaring Jepang
0000 18 1,364 mm GG 18
000 23 1,024 mm GG24
0 38 0,569 mm GG 40 Hydromedusa, Euphausiids, dll
3 58 0,333 mm GG 54 Copepoda, dll.
5 66 0,282 mm GG70 Copepoda, diatom, dll.
15 150 0,094 mm XX13 Diatom, dinoflagelata, dll
20 173 0,076 mm Mikrozooplakton
25 200 0,064 mm Mikrozooplakton
sumber: LIPI, 1997

Jenis-jenis Plankton Net


Metode Pengambilan Plankton
Metode pengambilan sampel menggunakan plankton net terbagi atas dua cara tergantung pada tujuan yang diiginkan,
biasanya dibedakan atas :
Sampling Secara Horizontal: Metoda pengambilan plankton secara horizontal ini dimaksudkan untuk mengetahui
sebaran plankton horizontal.. Plankton net pada suatu titik di laut, ditarik kapal menuju ke titik lain, penganbilan
sampel seiring pergerakan kapal secara perlahan (±2 knot), plankton net ditarik untuk jarak dan waktu tertentu
(biasanya ± 5-8 menit). Jumlah air tersaring diperoleh dari angka pada flowmeter atau dengan mengalikan jarak
diantara dua titik tersebut dengan diameter plankton net. Flowmeter untuk peningkatan ketelitian. Dengan cara
horozontal sampel terbatas pada satu lapisan saja.
Sampling Secara Vertikal: Merupakan cara termudah untuk mengambil sampel dari seluruh kolom air (coposite
sample). Ketika kapal berhenti, plankton net diturunkan sampai ke kedalaman yang diinginkan dengan pemberat
dibawahnya. Setelah itu plankton net ditariknya keatas dengan kecepatan konstan. Untuk mesh size halus digunakan
kecepatan 0,5 m/detik untuk mata jaring kasar 1,0 m/detik.
Sampling Secara Miring (Obelique): jaring diturunkan perlahan ketika kapal bergerak perlahan (±2 knot). Besar sudut
kawat dengan garis vertikal ± 45˚, setelah mencapai kedalaman yang diinginkan plankton net ditarik secara perlahan
dengan posisi sudut yang sama. Sampel yang didapat merupakan plankton yang terperangkap dari berbagai lapisan
air. Kelemahan metode ini adalah waktu yang dibutuhkan relatif lama.
Pengawetan sampel
Setelah plankton dikeluarkan dari bucket segera diawetkan di botol yang mulutnya cukup luas. Bahan pengawet yang
bukan untuk penelitian khusus biasanya menggunakan formalin 4% (sudah dinetralkan borax). Cairan tersebut
merupakan campuran dari formalin teknis (formalin yang dijual dipasar berkadar 40%) dicampur dengan 9 bagfian
ari yang mengandung sampel. Sedangkan untuk penelitian khusus, sampel didinginkan antara -10 sampai dengan -
25˚C agar metabolisme tubuh plankton tidak berkerja. Untuk menghindari kekeliruan botol sampel perlu di tempelkan
label bertuliskan:
- Nomor stasiun
- Tanggal dan waktu
- Kedalaman
- Nama kapal
- Data lain yang dianggap perlu
Analisis Sampel Plankton
Empat kategori analisis plankton yang paling mudah dilakukan yaitu volume, berat basah, berat kering, dan
pencacahan.
Pengukuran volume(biomassa): dengan menentukan volume dengan tujuan mengetahui banyaknya plakton secara
kuantitatif tanpa mengidentifikasi komposisinya (volume plankton per satuan volume air).
Pengukuran berat basah dan berat kering: dengan cara menghilangkan air yang terdapat diantara plankton denfgan
cara menyerap air dengan kertas filter atau pompa hisap. Penimbangan biasanya digunakan untuk menentukan berat
zooplankton (bukan fitoplankton). Perhitungan berat basah digunakan timbangan dengan kepekaan tinggi. Berat
kering didapatkan setelah sampel dioven pada suhu 50˚C selama 24 jam agar kadar airnya hilang dan beratnya stabil.
Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan lemak plankton akan berubah menjadi senyawa organik terurai, hilang atau
sebagainya.
BBS = berat plakton basah/ kering (mg/m3) Penghitungan jumlah
P 1 – P2 P1 = berat sampel degan kertas filter (mg/m3) kelimpahan: cara umum
BBS =
VS P2 = berat filter tanpa sampel (mg/m3) yang dilakukan untuk
VS = volume air tersaring (m3) mencacah sampel adalah
dengan pengenceran sampel dan kemudian fraksi/ bagian dari sampel dihitung. Secara sederhana jumlah hasil cacahan
dikalikan dengan jumlah fraksi.
Analisis Data dan Pengambila Kesipulan
Analisis data: setelah didapatkan hasil pencacahan dan ditabulasi, peneliti melakukan analisis dengan metode
statistika. Dengan menentukan komunitas kondisi plankton disuatu perairan digunakan rumus:
1. Indeks diversitas: untuk mengetahui keragaman taksa biota perairan. Nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas
plakton di perairan tersebut semakin beragam dan tidak mendominasi. Indekd diversitas berdasarkan rumus Shanon
& Weaver:
s 2. Indeks kemerataan: menunkukan
H = ∑ Pi ln Pi ; ni pola sebaran plankton, nilai indeks
Pi =
1=1 N yang relatif tinggi menandakan bahwa
kandungan setiap takson tidak banyak
H = indeks diversitas berbeda. Rumus yang digunakan
ni = jumlah sel/ ekor dari taksa biota i adalah Pielou:
N = jumlah sel/ ekor dari taksa biota di dalam sampel
S = jumlah taksa biota dalam sampel
J = H J = indeks kemerataan
ln S H= indeks diversitas
S= jumla taksa biota dalam sampel
3. Indeks kekayaan: mengetahui banyak sedikitnya taksa serta konsentrasi biota dalam satu komunitas:
S–1 d= indeks kekayaan taksa
d =
ln N S= jumlah taksa dalam satu sampel
N= jumlah sel/ekor dari taksa biota dalam satu sampel
Jika komunitas terdiri dari satu takson maka nilai indeksnya adalah nol.
Pengambilan kesimpulan: beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam mengambil kesimpulan adalah:
Dilautan plankton tidak menyebar secara merata, baik horizontal maupun vertikal.
Banyak plankton melakukan migrasi vertikal, yang menyebadkan perbedaan kepadatan antara pagi dan malam hari.
Didekat pantai plankton sangan berfariasi terutama di sekitar estuari:
Iklim indonesia yang bersifat tropik dengan perbedaan parameter lingkungan (suhu, salinitas, DO, zat hara) yang tidak
telalu tajam menyebabkan pengambilan kesimpulan agak sukar.
Kesimpulan sebaran plankton dan faktor lingkungan yang diamati secara bersamaan perlu memperhatikan kondisi
cuaca, geografik, dan biologi pada saat sampling.

You might also like