You are on page 1of 81

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Indikator derajat kesehatan masyarakat komponen kesehatan, diantaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB). Indonesia masih menuai presentasi di ASEAN (Association of South East Asia Nations) Angka kematian bayi di negara-negara
ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup,
Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup
tinggi yakni 26,9/2000 per kelahiran hidup.
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih
tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana. Menurut Pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa
proporsi penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan Berat Badan Lahir Rendah / BBLR (35%),
kemudian asfiksia lahir (33,6%). Penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1%
(termasuk tetanus 9,5%, sepsis, pneumonia, diare), kemudian feeding problem (14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee, WHO (World Health Organization), pada tahun 2003,
kematian bayi terjadi pada usia neonatus dengan penyebab infeksi 33%, asfiksia/ trauma 28%, BBLR 24%, kelainan bawaan 10%, dan
lain-lain 5%. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi RDS ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi asfiksia?

1
3. Bagaiamana asuhan keperawatan pada bayi hiperbilirubin?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi prematur?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada bblr?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi RDS
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi asfiksia
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi hiperbilirubin
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi prematur
5. Untuk mengethaui asuhan keperawatan pada bayi BBLR

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RDS


A. Definisi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS)
merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis;
merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat inspirasi. Bila di
dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara dalam paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat
terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan sindrom ini adalah
pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2000
B. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin
muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah
kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu,
sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu
diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia,

3
stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson,
1999).
Faktor-faktornya antara lain :
1. Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebihsosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang
mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain
2. Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada
tempatnya
3. Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
kelainan kongenital pada neonaatus dan lain-lain. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi
mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar
dari paru.
4. Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain. Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia
gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn)
C. PATHWAY

4
PRIMER SEKUNDER

Bayi prematur Perdarahan Ibu diabetes Seksio sesaria Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi neonatus Pneumotorak sindrom
antepartum hipertensi (pneumonia neonatorum wilson,mikity
hipotensi (pada ibu) aspirasi)
Pembentukan Hiperinsulinemia Pengeluaran Pemberian kadar
Pernapasan intra Janin kekurangan Insufisiensi pada bayi
membran hialin Gangguan perfusi janin hormon stress oleh O2 yg tinggi
uterus O2 & CO2 prematur
surfaktan paru darah uterus ibu
Imaturitas paru Mengalir ke janin meningkat
belum sempurna
pematangan paru Sumbatan jalan nafas
Sirkulasi utera persial oleh air Trauma akibat kadar
bayi yg berisi air
plasenter kurang baik ketuban & mekonium Gangguan perfusi O2 yg tinggi

Bayi prematur, Sumbatan jalan nafas Menekan sintesis


dismaturitas persial oleh air surfaktan
ketuban & mekonium
Pertumbuhan
surfaktan paru belum
matang

Penurunan produksi surfaktan Meningkatnya tegangan permukaan alveoli

Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

5
D. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal
ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh
kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kola Surfaktan juga menyebabkan
ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi
sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat
menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan
napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha
inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai
akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi
kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan
pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis
respiratorik. Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar,
PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam
alveoli.
E. Klasifikasi
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya
dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.

6
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 x/menit 60 – 80 x/menit > 80 x/menit
Tidak ada
Retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
Sianosis
sianosis dengan O₂ walaupun diberi O₂
Penurunan udara Tidak ada udara
Air entry Udara masuk
masuk masuk
Dapat di dengan Dapat didengar tanpa
Merintih Tidak merintih
dengan stetoskop alat bantu
Evaluasi : <3 = Gawat napas ringan

4–5 = Gawat napas sedang

>6 = Gawat napas berat

F. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi 3 hal:
1. Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada 19
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap

7
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi
2. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

8
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME = RDS)

A. PENGKAJIAN
1. Indetitas klien
Insiden sering terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000 - 2000gr dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.
2. Keluhan utama
Sesak nafas atau pemafasan cepat.
3. Riwayat penyakit sekarang
Sesak nafas atau pemafasan cepat. Frekuensi pernafasan lebih dari 60 x / menit, pernafasan cepat dan dangkal timbul setelah 6 – 8
jam pertama setelah lahir dan gejala karakteristik mulai terlihat pada umur 24 – 72 jam
4. Riwayat penyakit dahulu
- Pre natal : lbu mengalami ganggualn perfusi darah uterus kehamilan mis : DM, Teksomia gravidium, Hipotensi, dan
perdarahan ante partum.
- Natal: Bayi dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir dan lahir melalui seksio sesar akan memperberat keadaan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga yang mempunyai penyakit DM atau Hipotensi.
6. Riwayat Psikosorial spiritual
ADL (Activity daily life)
a. Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau menghisap
b. Istirahat tidur

9
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi
Penurunan pengeluaran urine
7. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan umum
Suhu : Bayi sangat mudah kedinginan, dapat terjadi hipotermia dengan suhu 35°C
Nadi : Takikardi 170 x/menit
RR : 60 x/menit
BB: 1000-2000 gram atau kurang dari 1500 gram
2) Pemeriksaan fisik
o Kepala
Hidung : terdapat pemafasan cuping hidung, adanya sekret pada jalan nafas
o Mulut : mukosa bibir kering
o Dada
Hipertimpani,
Bising usus meningkat
o Ekstremitas
Dapat terjadi edema setelah beberapa jam,
Adanya sianosis
3) Pemeriksaan penunjang
o Foto rontgen thorak
 Pola retikulo granular difus bersama bromkogram udara yang saling tumpang tindih.

10
 Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
 Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkepa (bayi dari ; ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung
kongestif).
 Bayangan timus yang besar .
 Bergranul merata pada bronkogram udara, yang menandakan penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam
pertama.
o Pemeriksa darah
 Asidosis metabolic
PH menurun (N : PH 7,35- 7,45)
Penurunan Bicarbonat (N : 22-26 meg/L)
PaCO2 Normal (N : 35-45 mmHg)
Peningkatan serum K
 Asidosis respiratorik
PH menurun (N : PH 7,35-7,45)
Peningkatan PaCO2 (N : 35-45 mmHg)
Penurunan PaO2 (N : 80-100 mmHg)
Imatur lecithin / sphingomylin (L/S)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Marlene mayers, 1995 : 241 )
Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan RDS adalah
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.

11
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan intubasi trakea yang kurang adekuat dan
adanya penumpukan sekret.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator, dan
posisi . bantuan ventilator yang kurang tepat.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, Motilitas gastrik menurun,
dan kurangnya penyerapan.
C. Intervensi
- DX I: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan
Tujuan : Pertukaran gas adekuat
Kriteria :
Mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan menunjukan Adanya :
- ABG Pa O2 80-100 mmHg, PCO2 35-45 mmHg
- Suara Nares Vesikuler
 Intervensi
1. Monitor / observasi perubahan status pemafasan
Rasional : Deteksi dini status pemafasan dan pengenalan dini perubahan perjalanan penyakit.
2. Berikan 02 tidak If:bih dari 40%, hangatkan dan lembabkan dengan kap.
Rasional : Mencegah turunnya konsentrasi O2 dan menurunkan kebutuhan-kebutuhan air.
3. Observasi apnea dan cyanosis.
Rasional : Deteksi dini status pernafasan dan mempertahankan gas darah optimal.
4. Bantu posisi anak untuk ekspansi panparu maksimal
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan agar ada upaya benafas

12
5. Observasi respon arak untuk ekspansi paru maksimal.
Rasional : Mencegah turunnya konsentrasi mekanik dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya komplikasi.
6. Section jika diperlukan
Rasional : Mengurangi akumulasi secret.
7. Monitor efek samping obat
Rasional : Mengetahui reaksi obat untuk dilanjutkan atau dihentikan therapy.
- Dx II : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan intubasi yang kurang tepat dan adanya
penumpukan sekret. :
Kriteria hasil :
 Suara nafas vesikuler dan tidak adanya penumpukan sekret. –
 Oksigenasi adekuat
 Intervensi :
1. Kaji dada bayi apakah bunyi nafas bilateral dan adanya ekspansi selama inspirasi.
Rasional : Manajemen komplikasi dan penegenalan dini perubahan perjalanan penyakit.
2. Atur posisi bayi
Rasional : Untuk memudahkan drainase.
3. Lakukan penghisapan lender (suction)
Rasional : mengurangi akumulasi sekret
4. Kaji kepatenan jalan napas setiap jam
Rasional : mendeteksi perubahan perjalanan penyakit
5. Cegah prosedur rutin penghisapan, pemegangan dan auskultasi
Rasional : mencegah petiurunan PaO2

13
- Dx III : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator yang kurang tepat.
Tujuan : Pola nafas efektif
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan pola pematasan efektif
 Irama nafas, kedalaman nafas normal
 Oksigenasi adekuat
 Intervensi :
1. Analisa Monitor serial gas darah sesuai program
Rasional : Mempertahankan gas darah optimal dan mengetahui perjalanan penyakit.
2. Gunakan alat bantu nafas sesuai intruksi
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas
3. Pantau ventilator setiap jam
Rasional : Mencegah turunnya konsentrasi mekanik dan kemungkinan terjadinya komplikasi
4. Berikan lingkungan yang kondusif
Rasional : supaya bayi dapat tidur dan memberikan rasa nyaman
5. Auskultasi irama jantung, suara nafas dan lapor adanya penyimpangan.
Rasional : Mendeteksi dan mencegah adanya komplikasi
- Dx IV: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan (nenelan, motilitas gastric menurun
dan kurangnya penyerapan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
 Mencapai status nutrisi normal dengan berat hadan yang sesuai

14
 Mencapai kadar gula darah normal
 Mencapai keseimbangan intake dan output.
 Bebas dari adanya komplikasi Gl :
 Lingkar perut stabil
 Pola eliminasi nonnal
 Intervensi
1. Timbang helat badan tiap hari
Rasional : Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan berat badan
2. Berikan glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat hadan
Rasional : Diperlukan keseimbangan cairan dan kehutuhan kalori secara parsiasif
3. Monitor adanya hipoglikemi
Rasional : Masukkan nutrisi inadekuat menyebabkan penurunan glukosa dalam darah
4. Monitor adanya komplikasi G.I :
 Ø Disstres
 Ø Konstipasi / diare.
 Ø Frekwensi muntah

Rasional : Mempertahankan nutrisi cukup energi dan keseimbangan intake dan output

D. IMPLEMENTASI
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana pekerawatan yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien
E. EVALUASI

15
Evaluasi merupakan tahap dimana proses keperawatan mengangkut pengumpulan data objectif dan subjectif yang dapat
menunjukkan masalah ,apa yang terselesaikan, apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan
keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah baru.
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN BAYI ASFIKSIA
A. Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. (Sarwono,
2007).
Aiksia neonates adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2008).
Asfiksia Neonatus adalah suatua keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan.
(Mochtar, 2008).
B. Etiologi
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
b. Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan
hipoksia janin dengan segala akibatnya.
c. Gangguan aliran darah uterus
d. Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini
sering ditemukan pada anemia, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
2. Faktor plasenta

16
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan, menumbung,dll.
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada
ibu.
C. Pathway

17
18
D. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang
secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2)
terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian
akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
E. Klasifikasi
Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai
Frekuensi Tidak Ada Kurang dari Lebih dari
Jantung 100 100
X/menit X/menit
Usaha Tidak Ada Lambat, Menangis
Bernafas Tidak Kuat
Teratur
Tonus Lumpuh Ekstremitas Gerakan

19
Otot Fleksi Aktif
Sedikit
Refleks Tidak Ada Gerakan Menangis
Sedikit
Warna Biru/Pucat Tubuh Tubuh dan
Kulit Kemerahan, Ekstremitas
Ekstremitas Kemerahan
Biru

a. Nilai 0-3 : Asfiksia berat


b. Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
c. Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap
5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
apgar)
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)

20
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih
dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke
otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang seharusnya
dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengeluaran urine sedikit.
3. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI ASFIKSIA


A. Pengkajian

21
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan. Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan masalah.
Ada beberapa pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/
IV.
d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44 - 45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

22
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah
(dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis
(kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat.
Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
B. Analisa Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.

Data subyektif terdiri dari

a. Biodata atau identitas pasien :


Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin

b. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat.

23
2. Riwayat kesehatan
1. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit
seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multipel, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan
kongenital, riwayat persalinan preterm.
c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas
kesehatan.
d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
2. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang
perlu dikaji :
a. Kala I :
ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.

b. Kala II :
persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep
ektraksi). Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan. Persalinan dengan tindakan bedah caesar,
karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.

3. Riwayat post natal


Yang perlu dikaji antara lain :

24
a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS
(7-10) asfiksia ringan.
b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm  2500
gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
c. Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.
3. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan
menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit,
cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.

Tabel kebutuhan nustrisi BBL

Kebutuhan parenteral

Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%

Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

Kebutuhan nutrisi enteral

BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam

BB 1250 - < 2000 gram = 12 kali per 24 jam

BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

25
Kebutuhan minum pada neonatus :

Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari

Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg


BB/hari

4. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :

BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.

BAK : frekwensi, jumlah

5. Latar belakang sosial budaya


Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia, kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu
terutama jenis psikotropika

Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.

6. Hubungan psikologis

26
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna
sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi.
Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif

7. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang
diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)

a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya
BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi
neonatus yang baik.

b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm
beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara
40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur.

8. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita
dapat memberikan obat yang tepat pula.

27
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga
resiko tinggi.
 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
 Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
 pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
 PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
 PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
 HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

 Natrium (normal 134-150 mEq/L)


 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

28
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien asfiksia antara lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
3. hipotermia
4. Resiko infeksi

D. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN dan INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA
1. Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi terlentang 1. Memberi rasa nyaman dan
kebutuhan O2 sehubungan Kebutuhan O2 bayi dengan alas yang data, mengantisipasi flexi leher
dengan post asfiksia berat terpenuhi kepala lurus, dan leher yang dapat mengurangi
Kriteria: sedikit tengadah/ekstensi kelancaran jalan nafas.
- Pernafasan normal dengan meletakkan bantal 2. Jalan nafas harus tetap
40-60 kali atau selimut diatas bahu dipertahankan bebas dari
permenit. bayi sehingga bahu lendir untuk menjamin
- Pernafasan teratur. terangkat 2-3 cm pertukaran gas yang sempurna.
- Tidak cyanosis. 2. Bersihkan jalan nafas, 3. Deteksi dini adanya kelainan.

29
- Wajah dan seluruh mulut, hidung bila perlu. 4. Menjamin oksigenasi jaringan
tubuh Berwarna 3. Observasi gejala kardinal yang adekuat terutama untuk
kemerahan (pink dan tanda-tanda cyanosis jantung dan otak. Dan
variable). tiap 4 jam peningkatan pada kadar PCO2
- Gas darah normal 4. Kolaborasi dengan tim menunjukkan hypoventilasi
PH = 7,35 – 7,45 medis dalam pemberian O2
PCO2 = 35 mm Hg dan pemeriksaan kadar gas
PO2 = 50 – 90 darah arteri.
mmHg
2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi terlentang 1. Mengurangi kehilangan
hipotermi sehubungan Tidak terjadi diatas pemancar panas panas pada suhu lingkungan
dengan adanya roses hipotermia (infant warmer) sehingga meletakkan bayi
persalinan yang lama Kriteria 2. Singkirkan kain yang menjadi hangat
dengan ditandai akral - Suhu tubuh 36,5 – sudah dipakai untuk 2. Mencegah kehilangan tubuh
dingin suhu tubuh dibawah 37,5°C mengeringkan tubuh, melalui konduksi.
36° C - Akral hangat letakkan bayi diatas 3. Perubahan suhu tubuh bayi
- Warna seluruh handuk / kain yang kering dapat menentukan tingkat
tubuh kemerahan dan hangat. hipotermia
3. Observasi suhu bayi tiap 6 4. Mencegah terjadinya
jam. hipoglikemia
4. Kolaborasi dengan team

30
medis untuk pemberian
Infus Glukosa 5% bila
ASI tidak mungkin
diberikan.

3. Gangguan pemenuhan Tujuan 1. Lakukan observasi BAB 1. Deteksi adanya kelainan


kebutuhan nutrisi Kebutuhan nutrisi dan BAK jumlah dan pada eliminasi bayi dan
sehubungan dengan reflek terpenuhi frekuensi serta segera mendapat tindakan /
menghisap lemah. Kriteria konsistensi. perawatan yang tepat.
- Bayi dapat minum 2. Monitor turgor dan 2. Menentukan derajat
pespeen / personde mukosa mulut. dehidrasi dari turgor dan
dengan baik. 3. Monitor intake dan out mukosa mulut.
- Berat badan tidak put. 3. Mengetahui keseimbangan
turun lebih dari 4. Beri ASI sesuai cairan tubuh (balance)
10%. kebutuhan. 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
- Retensi tidak ada. 5. Lakukan kontrol berat secara adekuat.
badan setiap hari. 5. Penambahan dan penurunan
berat badan dapat di monito
4. Resiko terjadinya infeksi Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik 1. Pada bayi baru lahir daya
Selama perawatan dan antiseptik dalam tahan tubuhnya kurang /
tidak terjadi memberikan asuhan rendah.

31
komplikasi (infeksi) keperawatan 2. Mencegah penyebaran
Kriteria 2. Cuci tangan sebelum dan infeksi nosokomial.
- Tidak ada tanda- sesudah melakukan 3. Mencegah masuknya bakteri
tanda infeksi. tindakan. dari baju petugas ke bayi
- Tidak ada 3. Pakai baju khusus/ short 4. Mencegah terjadinya infeksi
gangguan fungsi waktu masuk ruang dan memper-cepat
tubuh. isolasi (kamar bayi) pengeringan tali pusat karena
4. Lakukan perawatan tali mengan-dung anti biotik, anti
pusat dengan triple dye 2 jamur, desinfektan.
kali sehari. 5. Mengurangi media untuk
5. Jaga kebersihan (badan, pertumbuhan kuman
pakaian) dan lingkungan 6. Deteksi dini adanya kelainan
bayi. 7. Mencegah terjadinya
6. Observasi tanda-tanda penularan infeksi.
infeksi dan gejala 8. Mencegah infeksi dari
kardinal Hindarkan bayi pneumonia
kontak dengan sakit. Sebagai pemeriksaan penunjang.
7. Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian
antibiotik.
8. Siapkan pemeriksaan

32
laboratorat sesuai advis
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.

E. IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah
ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal
F. EVALUASI
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana
perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan
keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan
keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBINEMIA
1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam darah. (Wong, 2003 : 432)
Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus
kecil, yang ditandai dengan joundice pada kulit, sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Rita, 2001 :
143)

Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

33
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin
untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
2. Etiologi
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :
1. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena; polycethemia, issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan
enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia : salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler,
cephalhematoma, ecchymosis.
2. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
3. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
4. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
5. Gangguan dalam ekskresi.
6. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).

(Mitayani, 2012 : 191) dan (Suriadi dan Rita, 2001 : 144)

3. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :

1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya. Bila ditekan akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada ikterus berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
4. Bayi menjadi lesu.

34
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7. Letargi.
8. Tonus otot meningkat.
9. Leher kaku.
10. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.

(Mitayani, 2012 : 192)

4. Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin
Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel
otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

35
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia
( AH, Markum,1991).
5. Pathway

36
6. Klasifikasi

37
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut:
 Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
 Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
 Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

 Kadar Bilirubin Serum berkala.


 Darah tepi lengkap.
 Golongan darah ibu dan bayi.
 Test Coombs.
 Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
 Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10.
 Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa
 Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg %, pada BBLR 10 mg %, dan akan hilang pada hari
ke 14.
 Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan Z, enzim Glukoronyl transferase yang belum
cukup jumlahnya.

38
 Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar
Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
 Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
 Polisetimia.
 Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:

 Pemeriksaan darah tepi.


 Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
 Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
 Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
 Sepsis.
 Dehidrasi dan Asidosis.
 Defisiensi Enzim G6PD.
 Pengaruh obat-obat.
 Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
 Karena ikterus obstruktif.
 Hipotiroidisme
 Breast milk Jaundice.

39
 Infeksi.
 Hepatitis Neonatal.
 Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:

 Pemeriksaan Bilirubin berkala.


 Pemeriksaan darah tepi.
 Skrining Enzim G6PD.
 Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :

1. penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO, dsb.
2. kelainan dalam se darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD
3. hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir
4. infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena toksoplasmosis, sifilis, rubela, hepatitis
5. kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia
6. obat2an yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonamid, salisilat, sodium benzoat, gentamisin.
7. Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak tinggi, penyakit hirschsprung, stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb.
7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya :

40
1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb indirek menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau
anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah
merah dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl
pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin
meningkat (lebih besar dari 65 %) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6. Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum
kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
8. Komplikasi

Komplikasi yang biasa terjadi adalah sebagai berikut :

1. Ikterik ASI.
2. Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan faktor koagulasi pada kernik ikterus, menghilangkan
antibodi (Rh, ABO), dan hemolisis yang menghasilkan sel darah merah, serta tersensititasi dari sel darah merah dilakukan
dengan cara berikut ini.
a. Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada
keadaan hipoglikemia) atau menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin).

41
Penambahan albumin dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu diingat adanya zat-zat yang
merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-obatan lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstrasi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini
mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, ini tidak berbahaya karena bilirubin tersebut berada dalam ikatan
dengan albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 gram/kgBB sebelum maupun sesudah tindakan
transfusi untuk mengganti darah.
b. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
c. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada perpanjangan cahaya yang berintensitas tinggi pada
spektrum yang dapat dilihat. Bilirubin menyerap cahaya secara maksimal pada kisaran biru (dari 420-470 mm).
Cahaya putih yang berspektrum luasan berwarna biru (super). Spektrum sempit khusus dan hijau efektif menurunkan
kadar bilirubin dapat memengaruhi foto reaksi bilirubin yang terikat oleh albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap
energi cahaya yang dengan foto isomerisasi mengubah bilirubin (-42 sampai dengan -15) tak terkonjugasi alamiah
yang bersifat toksik menjadi isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu bilirubin (-42 sampai -15e). Foto terapi
mengubah bilirubin alamiah melalui suatu reaksi yang menetap pada ismer bilirubin struktural yang diekskresi oleh
ginjal pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
(Mitayani, 2012 : 193)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

A. Pengkajian
1. Identitas
 Umur

42
Sering ditemukan pada sekitar 60% bayi baru lahir yang sehat dengan usia gestasi < 35 minggu (Rohsiswatmo, 2013).
 Jenis Kelamin
Dapat terjadi pada bayi perempuan maupun laki-laki (Rohsiswatmo, 2013).
2. Keluhan utama
Suhu badan anak tinggi (demam), berat badan tidak bertambah < 2000 gr, masa gestasi < 35 minggu, tingginya kadar
bilirubin meskipun bayi sudah berusia 14 hari, timbul kuning pada hari pertama (<24 jam) setelah lahir, peningkatan konsentrasi
bilirubin ± 5 mg setiap 24 jam, kuning tidak hilang pada umur lebih 14 hari atau lebih, kuning sampai ke telapak tangan atau kaki,
tinja berwarna pucat (Rohsiswatmo, 2013).
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada bayi yang baru lahir, biasanya akan mengalami ikhterus fisiologis yang terjadi setelah 24 jam pertama sampai sekitar
7 hari berikutnya akan hilang. Namun jika ikhterus masih ada hingga lebih dari 14 hari setelah kelahiran maka ikhterus ini akan
menjadi patologis yang akan menyebabkan bayi menjadi lemah, mengalami hipertermi (demam), tinja bisa menjadi berwarna
pucat dan bayi bisa mengalami asfiksia hipoksia, sindrom gangguan napas, dan hipoglikemia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pasien ada riwayat operasi empedu, riwayat mendapatkan suntikan atau transfusi darah, ada riwayat penyakit hati
(Williams & Wilkins, 2009:369).
5. Riwayat penyakit orang tua
Keluarga mempunyai riwayat anemia, batu empedu, splenektomi, penyakit hati, saudara yang lebih tua biasanya
mengalami icterus neonates (Williams & Wilkins, 2009:369). Menurut Rohsiswatmo (2013), ibu dengan rhesus (-) atau golongan
darah O dan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah), ada saudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau icterus, kemungkinan suspec
spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah, minum air susu ibu (ikterus kemungkinan kaena pengaruh pregnanediol).

43
6. Riwayat kelahiran
Adanya penyakit saat maternal yang dicuragi karena virus atau infeksi lainnya, adanya konsumsi obat, penjempitan tali
pusat lambat, trauma lahir dengan memar (Williams & Wilkins, 2009:369).
7. ADL (Activity Daily Life)
a. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum (reflex menghisap dan menelan lemah), sehingga berat badan bayi cenderung
mengalami penurunan.
b. Hygiene Perseorangan
Kebutuhan mandi, BAB, BAK bayi dibantu oleh keluarga terutama oleh ibu.
c. Aktivitas dan Istirahat
Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus, mudah terusik, bayi tampak cengeng dan mudah
terbangun.
d. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami perubahan warna urine menjadi lebih gelap pekat, hitam kecoklatan, konsistensi feses encer,
berwarna pucat.
9. Pemeriksaan fisik
a. B2 (Blood)
Pucat menandakan anemia, hipoglikemia yaitu kadar hemoglobin dalam darah yang dibawah angka normal.
b. B3 (Brain)
Kadar bilirubin yang terus meningkat dapat meracuni otak, sehingga terjadi kerusakan saraf yang dapat menyebabkan
cacat seperti tuli, pertumbuhan terlambat, dan kelumpuhan otak besar.
c. B4 (Bladder)

44
Pada umumnya bayi malas minum (reflex menghisap dan menelan lemah), sehingga berat badan bayi cenderung
mengalami penurunan, efek fototerapi dapat meningkatkan IWL, warna urine mengalami perubahan yaitu menjadi lebih gelap
pekat, hitam kecoklatan.
d. B5 (Bowel)
Pada umumnya bayi malas minum (reflex menghisap dan menelan lemah), sehingga berat badan bayi cenderung
mengalami penurunan. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa dan hepar. Konsistensi feses encer, berwarna
pucat.
e. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot (hipotomia), tremor,dan konfulsio (kejang perut), kehilangan reflek moro.
10. Pemeriksaan laboratorium
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia pada pemeriksaan laboratorium ditmukan adanya Rh darah ibu dan janin berlainan, kadar
bilirbun bayi aterem lebih dari 12,5mg/Dl, premature lebih dari 15 mg/Dl dan dilakukan test coomb.
1. Test Coomb, indirek : Antibodi Rh (+), anti A (+), anti B (+), Direk: Rh (+),anti A (+), anti B (+).
2. Bilirubin total, kadar direk > 1,0 – 1,5 mg/dL, kadar indirek > 5 ,< 20.
3. Darah lengkap, Hb < 14 gr/ dL, hematokrit < 45%.

B. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi cedera terhadap SSP berhubungan dengan peningkatan
bilirubin indirek dalam darah.

45
2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan IWL.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan refleks daya hisap
tidak adekuat.
4. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
5. Ansietas orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pengalaman.

C. NCP

Perencanaan
No Diagnosa Tujuan
Intervensi Rasional
1. Risiko tinggi cedera Pasien menunjukkan adanya 1. Jelaskan pada orang tua 1. Agar orang tua memahami
terhadap SSP penurunan risiko cedera tentang pengobatan yang di dan dapat bersifat kooperatif
berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan berikan. selama masa perawatan.
peningkatan keperawatan ditandai dengan
bilirubin indirek SSP berfungsi dengan 2. Tinjau catatan intrapartum 2. Kondisi klinis tertentu dapat
dalam darah. normal, kadar bilirubin terhadap faktor risiko yang menyebabkan pembalikan barier
indirek normal. khusus. darah-otak, meningkatkan risiko
terhadap keterlibatan SSP.

3. Resorpsi darah yang terjebak

46
3. Perhatikan penggunaan pada jaringan kulit kepala janin
ekstrator vakum untuk dan hemolisis yang berlebihan
kelahiran. dapat meningkatkan jumlah
bilirubin yang dilepaskan dan
menyebabkan ikterik.
4. Asfiksia dan siadosis
4. Tinjau ulang kondisi bayi menurunkan afinitas bilirubin
pada saat kelahiran. terhadap albumin.

5. Stress dingin berpotensi


5. Pertahankan bayi tetap melepaskan asam lemak
kering dan hangat. sehingga meningkatkan kadar
bilirubin.

6. Inkompatibilitas ABO
6. Kolaborasi dengan petugas memengaruhi 20% dari semua
laboratorium untuk pemeriksaan kehamilan dan paling umum
resus darah. terjadi pada ibu.

7. Hasil positif dari hasil tes


7. Kolaborasi dengan petugas coombs I direk menandakan

47
laboratorium untuk tes coombs adanya antibody (Rh-positif
darah tali pusat direk/ indirek. atau anti-A atau anti-B) pada
darah ibu dan bayi baru lahir.

8. Observasi hasil bilirubin 8. Bilirubin tampak dalam 2


direk dan indirek. bentuk yaitu bilirubin direk
yang dikonugasi oleh enzim
hepar glukoronil transferase dan
tampak dalam bentuk bebas
dalam darah atau terikat pada
albumin. Bayi potensial
terhadap kenikterus diprediksi
paling baik melalui peningkatan
kadar bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin
indirek 18-20 mg/ dl pada bayi
cukup bulan, atau lebih besar
dari 13-15 mg/ dl pada bayi
praterm atau bayi sakit.
2. Risiko kekurangan Pasien menunjukkan adanya 1. Jelaskan pada orang tua 1. Agar orang tua memahami
volume cairan peningkatan volume cairan tentang pengobatan yang dan dapat bersifat kooperatif

48
berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan diberikan. selama masa perawatan.
peningkatan IWL. keperawatan ditandai dengan 2. Pertahankan intake 2. Meningkatkan keseimbangan
urine output 1-3 ml/kg/jam, (pemasukan) cairan. cairan dan pencegahan
membrane mukosa normal. komplikasi akibat kadar cairan
yang abnormal atau di luar
harapan.

3. Monitor intake dan output 3. Mengumpulkan dan


(pemasukan dan pengeluaran). menganilisis data pasien untuk
mengatur keseimbangan cairan.

4. Beri minum sesuai 4. Bayi malas minum, jika tidak


kebutuhan. mau menghisap dot berikan
minum menggunakan sendok.

5. Bayi hiperbilirubin rentan


5. Kolaborasi dalam pemberian pada hipokalsemia (kadar
infuse parenteral dalam jumlah kalsium < 7 mg/dL) karena
lebih besar dari 180 mL/ kg. simpanan rendah, depresi
rangsang paratiroid, dan stress
karena hipoksia, sepsis, atau

49
hipoglikemia.Penggantian
cairan menambah volume darah
; membantu mengembalikan
vasokontriksi berkenaan dengan
hipoksia, asidosis.

6. Bayi dapat tidur lebih lama


6. Observasi dehidrasi. dalam hubungannya dengan
fototerapi, meningkatkan risiko
dehidrasi bila jadwal pemberian
makan yang sering tidak
dipertahankan.

7. Turgor kulit yang buruk,


7. Observasi turgor kulit. tidak elastic merupakan
indicator adanya kekurangan
volime cairan dalam tubuh bayi
3. Nutrisi kurang dari Pasien menunjukkan adanya 1. Jelaskan kepada orang tua 1. Agar orang tua dapat
kebutuhan tubuh peningkatan kebutuhan pentingnya pemberian ASI memahami dan bersikap
berhubungan dengan nutrisi setelah dilakukan apabila sudah tidak ikterik. kooperatif selama masa
refleks daya hisap tindakan keperawatan Namun jika penyebabnya bukan perawatan.

50
tidak adekuat. ditandai dengan intake dari jaundice ASI tetap
makanan adekuat. diteruskan pemberiannya.

2. Kolaborasi dengan bagian 2. Untuk meningkatkan


gizi untuk menentukan dan pertumbuhan serta kalori dan
menjelaskan program makan protein.
untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi anak.

3. Observasi BB dan TB serta 3. Untuk menentukan berat


tinjau kurva grafik badan dan tinggi badan saat ini
pertumbuhan. dan membandingkan hasilnya
dengan riwayat pertumbuhan.
4. Risiko kerusakan Pasien tidak menunjukkan 1. Jelaskan pada orang tua 1. Agar orang tua memahami
integritas kulit adanya iritasi pada kulit tentang pengobatan yang dan dapat bersifat kooperatif
berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan diberikan. selama masa perawatan.
fototerapi. keperawatan ditandai dengan
tidak ada ruam. 2. Ubah posisi selama proses 2. Untuk menyeimbangakan
fototerapi. pajanan fototerapi dan
mengurangi resiko kerusakan
kulit akibat penekanan.

51
3. Bersihkan area perianal 3. Membersihkan feses yang
dengan air steril. bersifat asam, yang mengiritasi
kulit dan meningkatkan
resiko ekskoriasi serta
kerusakan kulit.

4. Observasi kulit untuk 4. Untuk mendeteksi


dehidrasi, kekeringan, ruam, dan perubahan sehingga penanganan
ekskoriasi yang berkaitan dapat diimplementasikan.
dengan penanganan Fototerapi dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia dan dehidrasi dan kekeringan
fototerapi. kulit, yang meningbulkan
ekskoriasi dan
kerusakan. Feses encer
dapat menyebabkan ekskoriasi
perianal.
5. Ansietas orang tua Orang tua menunjukkan 1. Berikan orang tua salinan 1. Memberikan informasi yang
berhubungan dengan penurunan ansietas setelah “Hak-Hak Pasien” dan tinjau dapat perkembangan
kondisi bayi. dilakukan tindakan bersama mereka. Diskusikan kerahasiaan pasien dimana hak-
keperawatan ditandai dengan kebijakan fasilitas, misalnya hak pasien akan dijaga selama

52
orang tua mengekspresikan jadwal kunjungan. masa perawatan dan memiliki
perasaannya. kontrol terhadap yang terjadi.

2. Berikan informasi tertulis 2. Informasi yang terlalu


atau rekaman pada keluarga. banyak akan sulit untuk diingat.
Orang tua dapat merujuk pada
materi tertulis atau rekaman
sesuai kebutuhan untuk
menyegarkan daya ingat/
mempelajari informasi baru.

3. Observasi tingkat ansietas 3. Identifikasi masalah spesifik


dan diskusikan penyebabnya akan meningkatkan kemampuan
bila mungkin. individu untuk menghadapinya
dengan lebih realitas.
6. Kurang pengetahuan Orang tua menunjukkan 1. Jelaskan tentang penyakit 1. Hiperbillirubin merupakan
berhubungan dengan adanya pemahaman tentang yang di derita anak kepada produk yang bersifat toksik dan
kurang pengalaman. kondisi bayi dan alasan orangtua. harus dikeluarkan oleh tubuh.
pengobatan setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2. Ajak orang tua untuk diskusi 2. Agar orang tua dapat
ditandai dengan orang tua dengan menjelaskan tentang memahami dan bersikap

53
berpartisipasi dalam fisiologis, alasan perawatan, dan kooperatif selama proses
perawatan bayi. pengobatan. perawatan pasien.

3. Observasi tingkat 3. Tingkat pemahaman orang


pengetahuan tentang tua dapat mempermudah dalam
hiperbilirubin. pemberian informasi tentang
hiperbillirubin

2.4 ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR


A. Pengertian
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan
lahir. (Donna L Wong 2004)
Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelum minggu ke 37, dihitung dari mulai hari pertama menstruasi terakhir, dianggap
sebagai periode kehamilan memendek. Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi
dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas neonatus.
Bayi premature adalah bayi yang lahir belum cukup bulan. Berasarkan kesepakatan WHO, belum cukup bulan ini dibagi lagi
menjadi 3, yaitu :
1. Kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 37 minggu.
2. Sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 34 minggu.
3. Amat sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 28 minggu.(Martono, Hari. 2007)

54
Prematur adalah kelahiran bayi pada saat masa kehamilan kurang dari 259 hari dihitung dari terakhir haid / menstruasi ibu. (Hasuki,
Irfan. 2007)
Prematuritas murni adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasi itu. (Hassan, Rusepno. 2005)
B. Etiologi
a. Faktor Maternal
Toksemia, hipertensi, malnutrisi / penyakit kronik, misalnya diabetes mellitus kelahiran premature ini berkaitan dengan adanya
kondisi dimana uterus tidak mampu untuk menahan fetus, misalnya pada pemisahan premature, pelepasan plasenta dan infark dari
plasenta
b. Faktor Fetal
Kelainan Kromosomal (misalnya trisomi autosomal), fetus multi ganda, cidera radiasi (Sacharin. 1996)
Faktor yang berhubungan dengan kelahiran premature :
a. Kehamilan
- Malformasi Uterus
- Kehamilan ganda
- TI. Servik Inkompeten
- KPD
- Pre eklamsia
- Riwayat kelahiran premature
- Kelainan Rh
b. Penyakit
- Diabetes Maternal

55
- Hipertensi Kronik
- UTI
- Penyakit akut lain
c. Sosial Ekonomi
- Tidak melakukan perawatan prenatal
- Status sosial ekonomi rendah
- Malnutrisi
- Kehamilan remaja

Faktor Resiko Persalinan Prematur :


a. Resiko Demografik
- Ras
- Usia (<> 40 tahun)
- Status sosio ekonomi rendah
- Belum menikah
- Tingkat pendidikan rendah
b. Resiko Medis
- Persalinan dan kelahiran premature sebelumnya
- Abortus trimester kedua (lebih dari 2x abortus spontan atau elektif)
- Anomali uterus
- Penyakit-penyakit medis (diabetes, hipertensi)
- Resiko kehamilan saat ini :

56
Kehamilan multi janin, Hidramnion, kenaikan BB kecil, masalah-masalah plasenta (misal : plasenta previa, solusio plasenta),
pembedahan abdomen, infeksi (misal : pielonefritis, UTI), inkompetensia serviks, KPD, anomaly janin
c. Resiko Perilaku dan Lingkungan
- Nutrisi buruk
- Merokok (lebih dari 10 rokok sehari)
- Penyalahgunaan alkohol dan zat lainnya (mis. kokain)
- Jarang / tidak mendapat perawatan prenatal
d. Faktor Resiko Potensial
- Stres
- Iritabilitas uterus
- Perestiwa yang mencetuskan kontraksi uterus
- Perubahan serviks sebelum awitan persalinan
- Ekspansi volume plasma yang tidak adekuat
- Defisiensi progesteron
- Infeksi
(Bobak, Ed 4. 2005)
C. PATHWAY

57
D. Patofisiologi
Penyebab terjadinya kelahiran bayi prematur belum diketahui secara jelas. Data statistik menunjukkan bahwa bayi lahir prematur
terjadi pada ibu yang memiliki sosial ekonomi rendah. Kejadian ini dengan kurangnya perawatan pada ibu hamil karena tidak melakukan
antenatal care selama kehamilan. Asupan nutrisi yang tidak adekuat selama kehamilan, infeksi pada uterus dan komplikasi obstetrik yang
lain merupakan pencetus kelahiran bayi prematur. Ibu hamil dengan usia yamg masih muda, mempunyai kebiasaan merokok dan
mengkonsumsi alkohol juga menyebabkan terjadinya bayi prematur. Faktor tersebut bisa menyebabkan terganggunya fungsi plasenta
menurun dan memaksa bayiuntuk keluar sebelum waktunya. Karena bayi lahir sebelum masa gestasi yang cukup maka organ tubuh bayi

58
belum matur sehingga bayi lahir prematur memerlukan perawatan yang sangat khusus untuk memungkinkan bayi beradaptasi dengan
lingkungan luar.
Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang
disertai demam, perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang
perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali
Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1
kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada 2 atau lebioh resiko minor atau bila
ditemukan keduanya. (Kapita selekta, 2000 : 274)
E. Komplikasi Umum Pada Bayi Prematur
a. Sindrom Gawat Napas (RDS)
Tanda Klinisnya : Mendengkur, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis, peningkatan usaha nafas, hiperkarbia, asiobsis respiratorik,
hipotensi dan syok
b. Displasin bronco pulmaner (BPD) dan Retinopati prematuritas (ROP)
Akibat terapi oksigen, seperti perporasi dan inflamasi nasal, trakea, dan faring. (Whaley & Wong, 1995)
c. Duktus Arteriosus Paten (PDA)
d. Necrotizing Enterocolitas (NEC) (Bobak. 2005)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemantauan glukosa darah terhadap hipoglikemia
Nilai normal glukosa serum : 45 mg/dl

59
2. Pemantauan gas darah arteri
Normal untuk analisa gas darah apabila kadar PaO2 50 – 70 mmHg dan kadar PaCO2 35 – 45 mmHg dan saturasi oksigen harus 92 –
94 %.
3. Kimia darah sesuai kebutuhan
 Hb (Hemoglobin)
Hb darah lengkap bayi 1 – 3 hari adalah 14,5 – 22,5 gr/dl
 Ht (Hematokrit)
Ht normal berkisar 45% - 53%
 LED darah lengkap untuk anak – anak Menurut :
Westerfreen : 0 – 10 mm/jam
Wintrobe : 0 – 13 mm/jam
 Leukosit (SDP)
Normalnya 10.000/ mm³. pada bayi preterm jumlah SDP bervariasi dari 6.000 – 225.000/ mm³.
 Trombosit : Rentang normalnya antara 60.000 – 100.000/ mm³.
 Kadar serum / plasma pada bayi premature (1 minggu) Adalah 14 – 27 mEq/ L
 Jumlah eritrosit (SDM) darah lengkap bayi (1 – 3 hari) Adalah 4,0 – 6,6 juta/mm³.
 MCHC darah lengkap : 30% - 36% Hb/ sel atau gr Hb/ dl SDM
MCH darah lengkap : 31 – 37 pg/ sel
MCV darah lengkap : 95 – 121 µm³
 Ph darah lengkap arterial prematur (48 jam) : 7,35 – 7,5
4. Pemeriksaan sinar sesuai kebutuhan

60
5. Penyimpangan darah tali pusat
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas bayi: Nama, jenis kelamin, BB, TB, LK, LD.
b. Identitas orang tua: Nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.
c. Keluhan utama: BB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm, hipotermi.
d. Riwayat penyakit sekarang.
b. Riwayat penyakit keluarga.
c. Riwayat penyakit dahulu.
2. Pemeriksaan fisik biologis
 Ibu
- Riwayat kehamilan dan umur kehamilan.
- Riwayat persalinan dan proses pertolongan persalinan yang dahulu dan sekarang.
- Riwayat fisik dan kesehatan ibu saat pengkajian.
- Riwayat penyakit ibu.
- Psikososial dan spiritual ibu.
- Riwayat perkawinan.
 Bayi
- Keadaan bayi saat lahir; BB < 2500 gr, PB < 45 cm, LK 33 cm, LD < 30 cm.
- Inspeksi
a. Kepala lebih besar daripada badan, ubun-ubun dan sutura lebar.
b. Lanugo banyak terdapat pada dahi, pelipis, telinga dan tangan.
c. Kulit tipis, transparan dan mengkilap.
d. Rambut halus, tipis dan alis tidak ada.
e. Garis telapak kaki sedikit.
f. Retraksi sternum dengan iga
g. Kulit menggantung dalam lipatan (tidak ada lemak sub kutan).

61
- Palpasi
a. Hati mudah dipalpasi.
b. Tulang teraba lunak.
c. Limpa mudah teraba ujungnya.
d. Ginjal dapat dipalpasi.
e. Daya isap lemah.
f. Retraksi tonus – leher lemah, refleks Moro (+).
- Perkusi
- Auskultasi
1. Nadi lemah.
2. Denyut jantung 140 – 150 x/menit, respirasi 60 x/menit.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat / tidak teratur dalam batas normal (120 sampai 160 dpm) murmur jantung yang dapat menandakan duktus
arteriosus paten (PDA)
b. Makanan / Cairan
Berat badan kurang dari 2500 g
c. Neurosensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut
Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh : sutura mungkin mudah di gerakan, fontanel mungkin besar / terbuka lebar
Umumnya terjadi edema pada kelopak mata, mata mungkin merapat
Reflek tergantung pada usia gestasi

62
d. Pernafasan
Apgar score mungkin rendah
Pernafasan dangkal, tidak teratur, pernafasan diafragmatik intermiten (40-60 x/mnt) mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi
suprasternal subternal, sianosis ada.
Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distres pernafasan (RDS)
e. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah
Menangis mungkin lemah
Wajah mungkin memar, mungkin kaput suksedaneum
Kulit transparan
Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh
Ekstremitas tampak edema
Garis telapak kaki terlihat
Kuku pendek
f. Seksualitas
Persalinan / kelahiran tergesa-gesa
Genetalia ; Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan kritoris menonjol testis pria tidak turun, rugae mungkin banyak / tidak
ada pada skrotum
g. Data Penunjang :
Pengobatan :
- Cettrazidine 2 x 75 mg
- Aminophylin 2 x 0,15 /IV

63
- Mikasin 2 x 10 mg
- Aminosteril 15 cc
Perhatian Khusus:
- O2
- Observasi TTV
Laboratorium pada tanggal 27 September 2005 :
- Ht : 46 vol %
- Hb : 15,7 gr/dl
- Leukosit : 11 900 ul
- Clorida darah : 112 mEq
- Natrium darah : 140
- Kalium : 4,1
- GDS : 63

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi, sianosis, apnea.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan perkembangan otot, penurunan energi / kelelahan.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan produksi surfaktan.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb dalam darah.
3. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi

64
Rencana Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Observasi pernafasan 1. Mengetahui frekuensi,
keperawatan selama 1x24 jam seperti cuping hidung, pola,suara napas
diharapkan pertukaran gas dispnea, dan ronkhi pasien
pasien kembali normal dengan 2. Observasi status 2. Mengkompensasi
kriteria hasil: jantung penurunan
1. Tidak terdapat (frekuensi,pola,suara kontraktilitas
dispnea jantung) ventrikuler
2. Nilai AGD dalam 3. Observasi pemberian 3. Meningkatkan volume
rentang normal oksigen dan catat sekuncup,
3. Pasien tidak sesak setiap jam ubah sisi memperbaiki
lagi alat setiap 3-4 jam kontraktilitas dan
4. Tidak terjadi 4. Pantau warna kulit dan penurunan kongesti
sianosis mukosa bibir 4. Mencegah pasien
menjadi sianosis dan
tetap mempertahankan
suhu tubuh pasien
dalam keadaan hangat

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi /
kelelahan
65
Rencana Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Observasi frekuensi 1. Mengetahui status
keperawatan selama 1x24 jam pernafasan dan pola pernapasan klien
diharapkan pola napas pasien nafas (pernafasan, tonus 2. Meningkatkan
kembali normal dengan otot dan warna kulit) pengembangan paru
kriteria hasil: 2. Posisikan bayi terlentang 3. Merangsang bayi agar
1. Respirasi Rate 30-60 dengan gulungan kain di mau menangis sehingga
x/menit bawah bahu pengembangan paru
2. Tidak terdapat 3. berikan rangsangan táctil diharapkan akan
penggunaan otot-otot 4. kolaborasi: mengembang secara
bantu napas  Berikan O2 = ½ sempurna
3. Tidak bernapas dengan liter 4. Membantu
cuping hidung  Berikan obat memperlancar pernapasan
aminofilin 2 x pada bayi
0,15 cc

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan produksi surfaktan.
Rencana Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Observasi pernapasan 1. Mengetahui status
keperawatan selama 3 x 24 klien: suara napas, pernapasan klien
jam diharapkan saluran napas frekuensi napas 2. Membantu pengeluaran

66
klien bersih, dengan kriteria 2. Lakukan fisioterapi dada sekret
hasil: dengan menepuk-nepuk 3. Membantu mengeluarkan
1. Tidak terdengar suara dada atau punggung sekret dan melancarkan
napas tambahan ronchi pasien dengan 2 jari jalan napas pasien
2. Tidak terdapat sekret perawat
3. Pasien dapat bernapas 3. Kolaborasi suction untuk
dengan lega mengeluarkan sekret pada
pasien

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb dalam darah


Rencana tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Monitor tanda-tanda vital, 1. Data dasar mengetahui
keperawatan selama 3 x 24 bunyi jantung, denyut perkembangan klien dan
jam diharapkan resiko jantung, irama jantung mengetahui ada tidaknya
perubahan perfusi klien tidak 2. Observasi pengisian kapiler kelainan jantung
terjadi, dengan kriteria hasil: klien 2. Mengetahui pengisian
1. TTV dalam batas normal 3. Anjurkan penggunaan kaos kapiler klien dalam batas
(Nadi: 120-160x/mnt, kaki dan minyak hangat pada normal
Suhu: 36-37,4 derajat telapak tangan dan kaki 3. Menjaga agar akral tetap
celcius, Respirasi: 30- hangat

67
60x/mnt)
2. Akral klien hangat
3. Pengisian kapiler < 3
detik

4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan adalah langkah keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.
5. Evaluasi :
a) Pertukaran gas kembali normal
b) Pola napas kembali normal
c) Jalan napas pasien bersih
d) Perfusi jaringan pasien kembali normal
e) Bayi dapat menunjukan penambahan berat badan (2x 20-30 gr/hr)
f) Suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal untuk usia pasca konsepsi
g) Bayi tidak mengalami infeksi
h) Pengetahuan orang tua bertambah tentang kondisi anaknya
i) Orang tua tidak cemas saat merawat anaknya
j) Orang tua tidak mengalami ketakutan saat mengetahui kondisi anaknya
2.5 ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BBLR
A. Definisi

68
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang BB < 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram). BBLR dapt
dibagi menjadi 2 golongan :
1. Prematur murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan BB sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus
kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan BB kurang dari BB seharusnya untuk masa gestasi itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intra uterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
(Indrasanto, 2008)
B. Etiologi
1. Faktor Ibu
a) Penyakit, penyakit yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis,
DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
b) Usia ibu, angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu
dekat. Kejadian terendah ialah pada usia antara 26-35 tahun.
c) Keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi teradapat pada
golongan social ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang
kurang. Demikian pula kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah, ternyata lebih tinggi bila
dibandingakan dengan bayi yang lahir perkawinan yang sah.
d) Sebab lain, karena ibu merokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat narkotik.
2. Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat tertentu.

69
(Suryadi dan Yuliani, 2006 )

C. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga
disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi
sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan
lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan

melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak

ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan

kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang

rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

Sistem pernapasan pada dasarnya cenderung kurang berkembang pada bayi prematur. Kapasitas vital dan kapasitas residual

fungsional paru-paru pada dasarnyakecil berkaitan dengan ukuran bayi. Sebagai akibatnya sindrom gawat napas sering merupakan

penyebab umum kematian. Masalah besar lainnya pada bayi premature adalah pencernaan dan absorpsi makanan yang inadekuat. Bila

prematuritas bayilebih dari dua bulan, system pencernaan dan absorpsi hampir selalu inadekuat. Absorpsi lemak juga sangat buruk

sehingga bayi premature harus menjalani diet rendah lemak. Lebih jauh lagi, bayi premature memiliki kesulitan dalam absorpsi kalsium

yang tidak lazim dan oleh karena itu dapat mengalami rikets yang berat sebelum kesulitan tersebut dikenali. Imaturitas organ lain yang

70
sering menyebabkan kesulitan yang berat pada bayi premature meliputi system imun yang menyebabkan daya tahan tubuh terhadap

infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin, serta bayi premature relatif belum sanggup membentuk antibody dan

daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik sehingga bayi premature beresiko mengalami infeksi, system

integumen dimana jaringan kulit masih tipis dan rawan terjadinya lecet, system termoregulasi dimana bayi premature belum mampu

mempertahankan suhu tubuh yang normal akibat penguapan yang bertambah karena kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan pusat

pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya sehingga beresiko mengalami hipotermi atau kehilangan panas dalam

tubuh

(Ngastiyah, 2005)

D. PATHWAY

71
72
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6. Kepala lebih besar
7. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
8. Otot hipotonik lemah
9. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
10. Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
11. Kepala tidak mampu tegak
12. Pernapasan 40 – 50 kali / menit
13. Nadi 100 – 140 kali / menit
(Prawirohardjo. 2005)
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia


2. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
3. Titer Torch sesuai indikasi
4. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi

73
5. Pemantauan elektrolit
6. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )
(Ngastiyah, 2005)

G. Komplikasi
Menurut (Potter, 2005) komplikasi pada masa awal bayi berat lahir rendah antara lain yaitu :
1. Hipotermia.
2. Hipoglikemia.
3. Gangguan cairan dan elektrolit.
4. Hiperbilirubinemia.
5. Sindroma gawat nafas (asfiksia).
6. Paten suktus arteriosus.
7. Infeksi.
8. Perdarahan intraventrikuler.
9. Apnea of prematuruty.
10. Anemia
Komplikasi pada masa berikutnya yaitu :

1. Gangguan perkembangan.
2. Gangguan pertumbuhan.
3. Gangguan penglihatan (retionopati).
4. Gangguan pendengaran.
5. Penyakit paru kronis.

74
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit.
7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan.
H. Pengkajian Fokus
1. Sirkulasi :
Nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur dalam batas normal (120-160 dpm). Mur-mur jantung yang dapat didengar dapat
menandakan duktusarteriosus paten (PDA).

2. Makanan/cairan
Berat badan kurang 2500 (5lb 8 oz).

3. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin
mudah digerakan, fontanel mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata mungkin merapat(tergantung
usia gestasi). Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32; koordinasi refleks untuk
menghisap, menelan, dan bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32; komponen pertama dari refleks Moro(ekstensi
lateral dari ekstremitas atas dengan membuka tangan)tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen keduaa(fleksi anterior dan
menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke 32.Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24
dan 37.
4. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur; pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt).
Mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi
“ampelas” pada auskultasi, menandakan adaya sindrom distress pernafasan (RDS).
I. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga paru

75
2) Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan lemak subkotis tipis

3) Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan immaturitas fungsi imunologik.

4) Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan.

(Ngastiyah, 2005)

J. Intervensi Keperawatan

N TUJUAN INTERVENSI
O
1. Setelah mendapat tindakan 1.1. Monitor pernafasan (kedalaman,
keparawatan 3x24 jam tidak irama, frekuensi )
terjadi gangguan jalan nafas(nafas
1.2. Atur posisi kepala lebih tinggi
efektif)
1.3. Monitor keefektifan jalan nafas,
Kriteria Hasil :
kalau kerlu lakukan suction.
 Akral hangat 1.4. Lakukan auskultasi bunyi nafas
 Tidak ada sianosis tiap 4 jam
 Tangisan aktif dan kuat 1.5. Perthankan pemberian O2
 RR : 30-40x/mt 1.6. Pertahankan bayi pada inkubator
 Tidak ada retraksi otot dengan penghangat
pernafasan 1.7. Kolaborasii untuk X foto thorax

2.1. Pertahankan bayi pada inkubator

76
dengan kehangatan 37oC

Setelah mendapatkan tindakan 2.2. Beri popok dan selimut sesuai


keperawatan 3x24 jam tidak kondisi
2. terjadi gangguan hipotermi 2.3. Ganti segera popok yang basah
Kriteria Hasil : oleh urine atau faeces

 Badan hangat 2.4. Hindarkan untuk sering

 Suhu : 36,5-37oC membuka penutup karena akan


menyebabkan fluktuasi suhu dan
peningkatan laju metabolisme
2.5. Atur suhu ruangan dengan panas
yang stabil
3.1. Monitor tanda-tanda
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor,f
ungsiolaesa)
3.2. Lakukan cuci tangan sebelum
Setelah mendapat tindakan dan sesudah kontak dengan bayi
keperawatan 3x24 jam tidak
3.3. Anjurkan kepada ibu bayi untuk
terjadi infeksi
memakai jas saat masuk ruang
3. Kriteria Hasil :
bayi dan sebelum dan/sesudah
 Tidak ada tanda-tanda kontak cuci tangan
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor 3.4. Barikan gizi (ASI/PASI) secara

77
,fungsiolaesa) adekuat
 Suhu tubuh normal (36,5- 3.5. Pastikan alat yang kontak dengan
37oC) bayi bersih/steril
3.6. Berikan antibiotika sesuai
program
3.7. Lakukan perawatan tali pusat
setiap hari

4.1. Kaji refleks menghisap dan


menelan
4.2. Monitor input dan output
4.3. Berikan minum sesuai program
lewat sonde/spin
4.4. Sendawakan bayi sehabis minum
Setelah tindakan keperawatan 4.5. Timbang BB tiap hari.
3x24 jam tidak terjadi gangguan
nutrisi

Kriteria Hasil :
4.
 Diet yang diberikan habis tidak
ada residu
 Reflek menghisap dan menelan

78
kuat
 BB meningkat 100 gr/3hr.

79
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat
mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2009).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Rita, 2001 :
143)
Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelum minggu ke 37, dihitung dari mulai hari pertama menstruasi terakhir, dianggap
sebagai periode kehamilan memendek. Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi
dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas neonatus.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang BB < 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram
3.2 Saran
Kami selaku penyusun makalah mengharapkan ada koreksi dalam hal pembuatan makalah ini, dan semoga dengan adanya tugas
ini kami dapat bisa lebih bermanfaat.

80
Daftar pustaka
Suriyadi, Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Ed.2. Jakarta : CV. Agung Seto.
Potter, P. A, Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Ed.4 Vol.2. Jakarta : EGC.
Herdman, T. 2017. Nanda Internasional Inc Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.Jakarta: EGC
Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo
Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.
Boback. 2004. Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal. Ed. 2. Jakarta : EGC.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:EGC.
Ngastiyah. 2997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, intervensi NIC, criteria hasil
NOC. Jakarta:EGC.

81

You might also like