You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan moral dan etika di tengah-tengah masyarakat akhir-akhir ini semakin
pesat.Tak sampai disitu perkembangan IPTEK juga mempengaruhi pola pikir diIndonesia
ini.Terutama didunia medis, dari tahun ke tahun semakin banyak pembaruan di dunia
medis.Banyaknya masalah yang timbul tanpa jalan keluar yang memuaskan menjadikan
dilema etik dalam dunia medis. Dilema etik ini terkadang juga bertentangan dalam sudut
pandang agama islam. Beberapa hal diantaranya adalah keluarga berencana, euthanasia, dan
masih banyak lagi dilemma etik dan hal yang haram dalam dunia medis yang bertentangan
dengan sudut pandang agama islam
B. Rumusan masalah
1. Apakah itu keluarga berencana?
2. Bagaimana keluarga berencana dalam prespektif islam?
3. Apakah itu euthanasia?
4. Bagaimana euthanasia dalam prespektif islam?
5. Apakah itu aborsi?
6. Bagaimana aborsi dalam prespektif islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang keluarga berencana
2. Untuk mengetahui keluarga berencana dalam prespektif islam
3. Untuk mengetahui tentang euthanasia
4. Untuk mengetahui euthanasia dalam prespektif islam
5. Untuk mengetahui tentang aborsi
6. Untuk mengetahui aborsi dalam prepektif islam

Page 1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keluarga Berencana
1. Konsep keluarga berencana
1) Pengertian

Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga


berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari
kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat
diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran
dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam
keluarga.

Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang


perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Keluarga berencana
adalah suatu usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak kehamilan dengan
memakai kontrasepsi.

Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi
ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan
kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan
adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang
memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri
kehamilan dengan aborsi.

Page 2
2) Tujuan Keluarga Berencana
Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:
a. Tujuan demografi,yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan
menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti
dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87
menjadi 2,69 per wanita. Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan
mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta
banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan
pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus
(1766-1834) yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung
mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret
hitung.
b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak
pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta
menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.
c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah
lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini
memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.
d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang
akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan
dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia
dan berkualitas.
e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia
dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas
artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan,
pendidikan dan produktif dari segi ekonomi.

Page 3
3) Sasaran Keluarga Berencana
a. Sasaran Langsung
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15 - 49
tahun, Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan
hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan.
PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga
memberi efek langsung penurunan fertilisasi.
b. Sasaran Tidak Langsung
 Kelompok remaja usia 15 - 19 tahun, remaja ini memang bukan
merupakan target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung
tetapi merupakan kelompok yang beresiko untuk melakukan hubungan
seksual akibat telah berfungsinya alat-alat reproduksinya. Sehingga
program KB disini lebih berupaya promotif dan preventif untuk
mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta kejadian
aborsi.
 Organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansi-
instansi pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim
ulama, wanita, dan pemuda), yang diharapkan dapat memberikan
dukungannya dalam pelembagaan NKKBS.
 sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
4) Macam-macam Alat Kontrasepsi
Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan alat kontrsepsi yang sudah dikenal
diantaranya ialah:
a. Pil, berupa tablet yang berisi progrestin yang bekerja dalam tubuh wanita
untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada
endometrium.
b. Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya yaitu
menghalangi ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi tidak mungkin
terjadi dan memekatkan lendir serlak sehingga memperlambat perjalanan
sperma melalui canalis servikalis.

Page 4
c. Susuk KB, levermergostrel. Terdiri dari enam kapsul yang diinsersikan
dibawah kulit lengan bagian dalam kira-kira sampai 10 cm dari lipatan siku.
Cara kerjanya sama dengan suntik.
d. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri atas lippiss loop(spiral) multi
load terbuat dari plastik harus dililit dengan tembaga tipis cara kerjanya ialah
membuat lemahnya daya sperma untuk membuahi sel telur wanita.
e. Sterelisasi (Vasektomi/ tubektomi) yaitu operasi pemutusan atau pengikatan
saluran pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan
kelenjar prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi laki-laki. Atau
tubektomi dengan operasi yang sama pada wanita sehingga ovarium tidak
dapat masuk kedalam rongga rahim. Akibat dari sterilisasi ini akan menjadi
mandul selamanya.
f. Alat-alat konrasepsi lainnya adalah kondom, diafragma, tablet vagmat, dan
tiisu yang dimasukkan kedalam vagina. Disamping itu ada cara kontrasepsi
yang bersifat tradisional seperti jamuan, urut dsb.

2. Keluarga Berencana Dalam Pandangan Al-Qur’an Hadits


1) Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu
kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
Surat An-Nisa’ ayat 9:
‫وليخششش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوهللاا واليقولوا سديدا‬
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah.Mereka khawatir terhadap
kesejahteraan mereka.Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB
diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15,
al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.

Page 5
Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang
perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri,
mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup brumah
tangga.

2) Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana


Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:

)‫إنك تدر ورثك أغنياء خير من أن تدرهم عالة لتكففون الناس (متفق عليه‬

“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan


berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan
orang banyak.”

Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya
rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka
menjadi beban bagi orang lain.Dengan demikian pengaturan kelahiran anak
hendaknya dipikirkan bersama.

3. Hukum Keluarga Berencana Dalam Islam


1) Menurut al-Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang shoreh yang melarang
atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan
kepada kaidah hukum Islam, yaitu:
‫اال صل فى األشياء االباحة حتى يدل على الدليل على تحريمها‬

Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya


mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:

a. Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan
firman Allah:

Page 6
)195 : ‫وال تلقوا بأيديكم إلى التهلكة (البقرة‬

“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.

b. Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini


sesuai dengan hadits Nabi:

‫كادا الفقر أن تكون كفرا‬

“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.

c. Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak


terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:

‫وال ضرر وال ضرار‬

“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.

2) Menurut Pandangan Ulama’


a. Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-
Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa
diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk
menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak.
Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan
pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap
ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-
Mu’minun ayat: 12, 13, 14.
b. Ulama’ yang melarang
Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang
diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang

Page 7
mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti
firman Allah:
‫وال تقتلوا أوالدكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم‬
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
(kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.

4. Cara KB yang Diperbolehkan dan Yang Dilarang oleh Islam


1) Cara yang diperbolehkan
Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’
antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal ,
tisue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu. Dan cara ini
dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana
hadits Nabi :
) ‫ فلم ينهها (رواه مسلم‬.‫ م‬.‫كنا نعزل على عهد وسول هللاا ص‬

Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak
melarangnya.

2) Cara yang dilarang


Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan
cara merubah atau merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk
kategori ini antara lain, vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan
karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk menghasilakn keturunan.

Page 8
B. Euthanasia
1. Pengertian
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan
thanatos, yang berarti “kematian” (Utomo, 2003:177). Dalam bahasa Arab dikenal
dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia
berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan
meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam
kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan, 1995:145).
2. Macam macam euthanasia
Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu
a) Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan
memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada
saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium
akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh
atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa
pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta
tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo, 2003:176).
b) Euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang
menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat
disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien.
Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien
yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi,
sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi.
Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan
dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis
masih mungkin sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah
ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai
dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo, 2003:176).

Page 9
3. Eutanasia dalam pandangan islam.
Seperti dalam agama-agama Ibrahin lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam
mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah
Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan
kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum
islam meskipun tidak ada teks dalam Al-Quranmaupun Hadist yang secara eksplisit
melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut,
"Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik."(QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah
engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah
"Janganlah kamu saling berbunuhan."Dengan demikian, seorang Muslim (Dokter) yang
membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya
sendiri.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut
(eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa
merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit,
baik dengan cara positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981,
dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia
ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun
juga
1) Eutanasia positif
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan
memudahkan kematian si sakit --karena kasih sayang-- yang dilakukan oleh dokter
dengan mempergunakan instrumen (alat).
Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif)adalah tidak
diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter melakukan suatu
tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya
melalui pemberian obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram
hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.

Page 10
Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan meskipun
yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan
penderitaannya.Karena bagaimanapun si dokter tidaklah lebih pengasih dan
penyayang daripada Yang Menciptakannya. Karena itu serahkanlah urusan tersebut
kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan kepada manusia dan
yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah diddditetapkan-Nya
2) Eutanasia negative
Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada eutanasia negatif
tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang
hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang
dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai
dengan Sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.
Diantara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa
mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut Jumhur Fuqaha
dan imam-imam mahzab.Bahkan menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya
berkisar pada hukum mubah. Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang
mewajibkannya seperti yang dikatakan oleh sahabat-sahabat Imam Syafi'i dan Imam
Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah,, dan sebagian
ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).
4. Perspektif Agama-Agama Terhadap Euthanasia

Sebagian besar agama-agama yang ada tidak menyetujui euthanasia, karena beberapa alas
an:

1) Ajaran agama pada umumnya menyatakan bahwa kematian, merupakan akhir dalam
rangkaian kehidupan di dunia. Sepenuhnya adalah hak Tuhan, tidaka ada seorangpun
di dunia ini yang berhak untuk menunda sedikitpun waktu kematian, termasuk
mempercepat waktu kematian. Orang yang melakukan euthanasia berarti dapat
dikatagorikan putus asa dan orang putus asa tidak diperbolehkan oleh setiap agama.

Page 11
2) Semua agama mempunyai perintah/larangan dalam kitabsuci masing-masing yaitu
larangan membunuh, baik itu diri sendiri maupun orang lain. Karena setiap ada
perintah/larangan pasti ada balasan yang diberikan.
3) Kehidupan manusia adalah sesuatu yang suci, karena itu kehidupan manusia harus
dilindungi dan dipelihara sebagai hak istimewa yang diberikan kepada setiap manusia.
5. Beberapa Pendapat Ulama Tentang Euthanasia
Diantara masalah yang sudah terkenal dikalanga Ulama syara’ ialah bahwa
mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya, pendapat ini dikemukakan
menurut Jumhur Fuqaha dan Imam-Imam mazhab.Bahkan menurut mereka, mengobati
atau berobat ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya. Sahabat-sahabat Imam
syafi’i, Imam Ahmad dan sebagian Ulama menganggap bahwa mengobati itu sunnat.
Para Ulama berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama.Berobat ataukah
bersabar? Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa bersabar (tidak berobat) itu lebih
utama, berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan dalam kitab sahih dari seorang
wanita yang ditimpa penyakit, wanita itu meminta kepada Nabi SAW agar
mendoakannya, lalu beliau menjawab “Jika engkau mau bersabar (maka bersabarlah)
engkau akan mendapat surga; jika engkau mau, maka saya doakan kepada Allah agar Dia
menyembuhkanmu. Wanita itu menjawab aku akan bersabar. Sebenarnya saya tadi ingin
dihilangkan penyakit saja, oleh karena itu doakanlah kepada Allah agar saya tidak minta
dihilangkan penyakit saya.Lalu Nabi mendoakan orang itu agar tidak meminta
dihilangkan penyakitnya”.
Dalam kaitan ini Imam Abu Hamid Al-Ghazali membantah orang yang berpendapat
bahwa tidak berobat itu lebih utama dalam keadaan apapun. Pendapat fuqaha yang lebih
popular mengenai masalah berobat atau tidak bagi orang sakit adalah: sebagian besar
diantara mereka berpendapat mubah, sebagian kecil menganggapnya sunat, dan sebagian
kecil lagi (lebih sedikit) berpendapat wajib.
Jadi pendapat dari sejumlah fuqaha, para ahli (dokter) dan ahli fiqh lainnya
memperbolehkan euthanasia pasif (negatif)

Page 12
C. Pengertian haram menurut ajaran agama islam
Haram artinya dilarang, atau tidak dibenarkan menurut syariat Islam. Sebagai anggota
komunitas profesi perawat Kelompok kerja keperawatan Islam merasa terpanggil untuk
megembangkan keperawatan Islam di Indonesia, hal ini didasari pada keyakinan bahwa
ummat Islam di negeri ini harus mendapatkan pelayanan/asuhan
keperawatan berqualitas sesuai dengan keimanannya sebagai seorang muslim sehingga
mendapatkan kepuasan, Kepuasan ummat akan dapat dicapai apabila pelayanan/asuhan yang
diterimanya dapat menyentuh fitrahnya sebagai manusia. Nilai-nilai Islam secara universal
sangat tepat di Integrasikan dalam asuhan keperawatan agar dapat memperhatikan fitrah
manusia dalam hal ini klien sebagai penerima asuhan melalui pengembangan asuhan
keperawatan yang Islami yang merupkan inti dari Keperawatan Islam.
Paradigma Keperawatan Islam adalah fenomena sentral atau cara pandang profesi
keperawatan yang mendasari profesi keperawatan, maka Paradigma Keperawatan Islam
adalah sebagai acuan seluruh komunitas Keperawatan Islam di Indonesia baik dalam
pelayanan kesehatan maupun dalam penyelenggaraan pendidikan keperawatan Islam.
 PARADIGMA KEPERAWATAN ISLAM
Paradigma keperawatan Islam adalah cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-nilai
dan konsep-konsep dalam menyelenggarakan profesi keperawatan yang melaksanakan
sepenuhnya prinsip dan ajaran Islam. Paradigma keperawatan Islam dibangun melalui
empat komponen besar yaitu : Manusia dan kemanusiaan, lingkungan, sehat dan
kesehatan serta keperawatan.
 Sehat dan kesehatan
“ Ya Allah , ya Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.
Serta peliharalah kami dari siksa api neraka” [Al-Baqarah (2) :201].

Islam mendorong ummat manusia yang beriman untuk mencapai sesuatu yang
baik bagi mereka didunia dan di akhirat.Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan
ilmu dan amal saleh dan sebagai prasyarat yang harus dimiliki adalah sehat
/kesehatan.

Page 13
Sehat dan kesehatan dalam perspektif Islam

“Ingatlah , hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram” [QS. Ar-
Rad :28].

“ Barang siapa sehat badannya, damai dihatinya dan punya makanan untuk
sehari-harinya, maka seolah-olah dunia seisinya dianugerahkan
kepadanya”. (Hadist riwayat At-Turmudzy dan Ibnu Majah)

Berpedoman pada hadist tersebut diatas maka sehat bukan hanya bebas dari rasa
sakit dan cacat belaka.Sehat berabstraksi jauh lebih dalam lagi, yaitu berada dalam
keadaan sejahtera, penuh rasa syukur atas nikmat Allah dalam aspek jasmani, rohani
dan sosial.

Manusia yang sehat adalah manusia yang sejahtera dan seimbang secara
berlanjut dan penuh daya mampu. Dengan kemampuannya itu ia dapat
menumbuhkan dan mengembangkan kualitas hidupnya seoptimal mungkin. Ia
memiliki kesempatan yang lebih luas untuk memfungsikan dirinya sebaik mungkin
untuk beramal sholeh dan beribadat serta menjadi rahmat bagi lingkungannya.

Asuhan Keperawatan Islami

Asuhan Keperawatan Islami yang dikembangkan oleh Kelompok kerja


Keperawatan Islam adalah pada tataran nilai-nilai yang Insyaa Allah akan dapat
menjadi acuan pelaksanaan/Implementasi asuhan keperawatan pada tatanan
pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan Islami dapat dilihat sebagai suatu sistem
yang terdiri dari masukan, proses dan keluaran yang seluruhnya dapat digali dari
nilai-nilai Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.

Page 14
Salah satu contoh dari hal yang haram dalam keperawatan adalah

1.Malpraktek menurut syariat Islam

PENGERTIAN MALPRAKTEK
Malpraktek berasal dari kata ‘malpractice’ dalam bahasa Inggris . Secara harfiah,
‘mal’ berarti ‘salah’, dan ‘practice’ berarti ‘pelaksanaan’ atau ‘tindakan’, sehingga
malpraktek berarti ‘pelaksanaan atau tindakan yang salah’ [1]. Jadi, malpraktek adalah
tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa dipakai dalam
berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan kesehatan.
Artikel ini juga hanya akan menyoroti malpraktek di seputar dunia keprawatan saja.

Perlu diketahui bahwa kesalahan perawat –atau profesional lain di dunia perawat dan
kesehatan- kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Misalnya, mengatakan bahwa
pasien harus dioperasi, padahal tidak demikian. Atau memanipulasi data foto rontgen
agar bisa mengambil keuntungan dari operasi yang dilakukan. Jika kesalahan ini terbukti
dan membahayakan pasien, perawat harus mempertanggungjawabkannya secara etika.
Hukumannya bisa berupa ta’zîr [2], ganti rugi, diyat, hingga qishash [3].

Bentuk bentuk malpraktek


Malpraktek yang menjadi penyebab perawat bertanggung-jawab secara profesi bisa
digolongkan sebagai berikut:

1. Tidak Punya Keahlian (Jahil)


Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa
memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang keperawatan,
atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak
memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah
disinggung oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau:

‫امن‬
ِ ‫ض‬َ ‫ فَ ُه َو‬، َ‫َّب َولَ ْم يُ ْعلَ ْم ِم ْنهُ ِطبٌّ قَ ْب َل ذَلِك‬
َ ‫طب‬َ َ ‫َم ْن ت‬

“Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki
keahlian, maka ia bertanggung-jawab” [4]

Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak
orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus bertanggung-
jawab, jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang
lain.

2. Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhâlafatul Ushûl Al-‘Ilmiyyah)


Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah
baku dan biasa dipakai oleh para perawat, baik secara teori maupun praktek, dan harus
dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi perawat [5].

Page 15
Para ulama telah menjelaskan kewajiban para peran untuk mengikuti prinsip-prinsip
ini dan tidak boleh menyalahinya. Imam Syâfi’i rahimahullah –misalnya- mengatakan:
“Jika menyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan
piaraan, kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah
melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut para
pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu
dan menyalahinya, maka ia bertanggung-jawab.”[6] Bahkan hal ini adalah kesepakatan
seluruh Ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah [7].

Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi
pelanggaran prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk
permasalahan yang pelik.

3. Ketidaksengajaan (Khatha’)
Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki maksud
di dalamnya. Misalnya, tangan perawat terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien
yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus
bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan
Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha’ (tidak sengaja).

4. Sengaja Menimbulkan Bahaya (I’tidâ’)


Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk
malpraktek yang paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis
yang melakukan hal ini, sementara mereka telah menghabiskan umur mereka untuk
mengabdi dengan profesi ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit dibuktikan
karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan
pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga factor kesengajaan ini dapat diketahui
melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas.
Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan pasien atau keluarganya.

PEMBUKTIAN MALPRAKTEK
Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan
malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban
dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika
tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa
membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan
kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan
malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak
mereka.

Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh
syariat sebagai berikut:

1. Pengakuan Pelaku Malpraktek (Iqrâr ).


Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri,

Page 16
dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri,
biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.

2. Kesaksian (Syahâdah).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta’zîr, dibutuhkan kesaksian dua pria
yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi,
dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal
yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian
empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi,
hendaknya hakim juga memperhatikan tidak memiliki tuhmah (kemungkinan
mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya) [8].

3. Catatan Medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh perawat dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat
agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti
yang sah.

BENTUK TANGGUNG JAWAB MALPRAKTEK


Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang
dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:

1. Qishash
Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja
untuk menimbulkan bahaya (i’tida’), dengan membunuh pasien atau merusak anggota
tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang
dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash,
Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: “Misalnya dokter yang menambah (luas area
bedah) dengan sengaja. [9]”

2. Dhamân (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat)


Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak
ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak
disengaja.
d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin
dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.

3. Ta’zîr berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.


Ta’zîr berlaku untuk dua bentuk malpraktek:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak
ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah [10].

Page 17
PIHAK YANG BERTANGGUNG-JAWAB
Tanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang perawat melakukan
kesalahan langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara
tidak langsung. Misalnya, seorang perawat yang bertugas melakukan pemeriksaan awal
sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli,
kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku
langsung malpraktek, sedangkan perawat ikut menyebabkan malpraktek secara tidak
langsung.

Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-
jawab. Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya.
Karenanya, rumah sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor
dalam tanggung-jawab yang diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan
terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui perawat yang dipekerjakan tidak ahli.

Page 18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya
kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta
keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung
dari kehamilan tersebut.
Dalam Islam dikatakan sehat apabila memenuhi tiga unsur , yaitu kesehatan jasmani,
kesehatan rohani dan kesehatan sosial. Kesehatan jasmani merupakan bentuk dari
keseimbangan manusia dengan alam. Kesehatan rohani di mana ada keseimbangan dan
hubungan yang baik secara spiritual antara khalik atau pencipta yang di wujudkan dari
aktivitas makhluk dalam memenuhi semua perintah sang khalik.

Page 19
DAFTAR PUSTAKA

http://windahidayahtulhabibah.blogspot.com/2012/05/makalah-
keluarga-berencana-dalam.html?m=1

https://almanhaj.or.id/2836-malpraktek-menurut-syariat-islam.html

http://keperawatanreligiontiaradwindapratiwi.wordpress.com/

Page 20

You might also like