You are on page 1of 34

HEPATITIS A

Definisi

Hepatitis A adalah infeksi akut di liver yang disebabkan oleh hepatitis A


virus (HAV), sebuah virus RNA yang disebarkan melalui rute fekal oral. Lebih dari
75% orang dewasa simtomatik, sedangkan pada anak < 6 tahun 70% asimtomatik.
Kurang dari 1% penderita hepatitis A dewasa berkembang menjadi hepatitis A
fulminan.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
1. Demam
2. Mata dan kulit kuning
3. Penurunan nafsu makan
4. Nyeri otot dan sendi
5. Lemah, letih, dan lesu.
6. Mual dan muntah
7. Warna urine seperti teh
8. Tinja seperti dempul

Faktor Risiko
1. Sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak terjaga
sanitasinya.
2. Menggunakan alat makan dan minum dari penderita hepatitis.

Patofisiologi
Antigen hepatitis A dapat ditemukan di dalam sitoplasma sel hati segera
sebelum hepatitis akut timbul. Kemudian jumlah virus akan menurun setelah timbul
manifestasi klinis, baru kemudian muncul IgM anti HAV spesifik. Kerusakan sel-
sel hati terutama karena viremia yang terjadi dlaama waktu yang sangat pendek dan
terjadi pada masa inkubasi. Sedangkan antigen virus hepatitis A dapat ditemukan
dalam tinja satu minggu setelah ikterus timbul. Kerusakan sel hati disebabkan oleh
aktivitas sel T limfosit sitolitik terhadat targetnya, yaitu antigen virus hepatitis A.
pada keadaan ini ditemukan HLA-restricted virus specific cytotoxic CD8+T cell di
dalam hati pada hepatitis virus A yang akut.

Gambaran histologi dari sel parenkim hatiyaitu terdapatnya nekrosis sel hati
berkelompok, dimulai dari senter lobules yang diikuti dengan inflitrasi sel limfosit,
makrofag,sel plasma, eosinofil, dan neutrofil. Ikterus terjadi sebagai akibat
hambatan aliran empedu karena kerusakan sel parenkim hati, terdapat peningkatan
bilirubin direk dan indirek dalam serum. Ada 3 kelompok kerusakan yaitu di daerah
portal, dalam lobules dan dalam sel hati sendiri. Daerah lobules yang mengalami
nekrosis terutama yang terletak di daerah sentral. Kadang-kadang hambatan aliran
empedu ini mengakibatkan tinja berwarna pucat seperti dempul dan terjadi
peningkatan enzim alkali fosfatase, 5 nukleotidase dan gamma glutamil transferase
(GGT), kerusakan sel hati akann menyebabkan pelepasan enzim transaminase ke
dalam darah. Peningkatan SGPT member petunjuk adanya kerusakan sel parenkim
hati lebih spesifik dari peningkatan SGOT. LDH juga akan meningkat pada
kerusakan sel hati.

Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
1. Febris
2. Sklera ikterik
3. Hepatomegali
4. Warna urin seperti teh
Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
2. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kadar SGOT
dan SGPT ≥ 2x nilai normal tertinggi, dilakukan pada fasilitas primer yang
lebih lengkap.
3. IgM anti HAV (di layanan sekunder)
4. Ultrasonography Abdomen (USG)
Pada gambaran USG Abdomen di hepar akan didapatkan :
 Permukaan rata
 Hepar membesar
 Tepi tajam
 Echopattern menurun ( dark liver)
 Pembuluh darah terutama vena porta dan cabangnya jelas dan
reflektif

Gambaran Hepar pada Hepatitis Akut

Diagnosis Banding
Ikterus obstruktif, Hepatitis B dan C akut, Sirosis hepatis

Komplikasi
Hepatitis A fulminan, Ensefalopati hepatikum, Koagulopati

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
2. Tirah baring
3. Pengobatan simptomatik
a. Demam: Ibuprofen 2x400mg/hari.
b. Mual: antiemetik seperti Metoklopramid 3x10 mg/hari atau
Domperidon 3x10mg/hari.
c. Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau
Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1 x
20 mg/hari).
4. Keluarga ikut menjaga asupan kalori dancairan yang adekuat, dan
membatasi aktivitas fisik pasien selama fase akAsut.

Konseling dan Edukasi


1. Sanitasi dan higiene mampu mencegah penularan virus.
2. Vaksinasi Hepatitis A diberikan kepada orang-orang yang berisiko tinggi
terinfeksi.
HEPATITIS B

Definisi
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis
B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati
akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis
B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis
bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada
gambaran patologi anatomi selama 6 bulan.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
1. Umumnya tidak menimbulkan gejala terutama pada anak-anak.
2. Gejala timbul apabila seseorang telah terinfeksi selama 6 minggu, antara
lain:
a gangguan gastrointestinal, seperti: malaise, anoreksia, mual dan
muntah;
b gejala flu: batuk, fotofobia, sakit kepala, mialgia.
3. Gejala prodromal seperti diatas akan menghilang pada saat timbul kuning,
tetapi keluhan anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat menetap.
4. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap. Pruritus
(biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat.
Pada saat badan kuning, biasanya diikuti oleh pembesaran hati yang diikuti
oleh rasa sakit bila ditekan di bagian perut kanan atas. Setelah gejala
tersebut akan timbul fase resolusi.

Faktor Risiko
1. Mempunyai hubungan kelamin yang tidak aman dengan orang yang sudah
terinfeksi hepatitis B.
2. Memakai jarum suntik secara bergantian terutama kepada penyalahgunaan
obat suntik.
3. Menggunakan alat-alat yang biasa melukai bersama-sama dengan penderita
hepatitis B.
4. Orang yang bekerja pada tempat-tempat yang terpapar dengan darah
manusia.
5. Orang yang pernah mendapat transfusi darah sebelum dilakukan pemilahan
terhadap donor.
6. Penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis.
7. Anak yang dilahirkan oleh ibu yang menderita hepatitis B.

Patofisiologi
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus
Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan
mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya
nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat VHB akan keluar dari
nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA
tersebut. Proses selanjutnya adalah 17 DNA VHB memerintahkan sel hati untuk
membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran
darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon
imunologik penderita terhadap infeksi.
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel,
terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati
ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap
kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon imun,
makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host
dimediasi oleh respon seluler terhadap epitop protein VHB, terutama HBsAg yang
ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-
restricted CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB setelah mengalami proses
intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major
Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran
sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Konjungtiva ikterik
2. Pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati
3. Splenomegali dan limfadenopati pada 15-20% pasien

Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
2. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kadar SGOT
dan SGPT ≥ 2x nilai normal tertinggi, dilakukan pada fasilitas primer yang
lebih lengkap.
3. HBsAg (di pelayanan kesehatan sekunder)
4. USG Abdomen
Pada gambaran USG abdomen pada hepar didapatkan :
 Permukaan rata
 Hepar membesar
 Tepi tajam
 Echopattern menurun ( dark liver)
 Pembuluh darah terutama vena porta dan cabangnya jelas dan
reflektif
Gambaran USG hepar pada hepatitis

Komplikasi
Sirosis hepar, Hepatoma

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
2. Tirah baring
3. Pengobatan simptomatik
a Demam: Ibuprofen 2x400mg/hari.
b Mual: antiemetik seperti Metoklopramid 3x10 mg/hari atau
Domperidon 3x10mg/hari.
c Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau
Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1 x
20 mg/hari).
Konseling dan Edukasi
1. Memberi edukasi pada keluarga untuk ikut mendukung pasien agar teratur
minum obat karena pengobatan jangka panjang.
2. Pada fase akut, keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan yang
adekuat, dan membatasi aktivitas fisik pasien.
3. Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan modifikasi pola hidup
untuk pencegahan transmisi dan imunisasi
SIROSIS HEPATIS

Definisi

Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai
dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang
merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga
menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati
beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk
sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.

Etiologi

Penyebab terbanyak dari sirosis hepatis adalah virus hepatitis B dan


hepatitis C, penyebab lain yaitu alkohol, kolestatis berkepanjangan, obstruksi vena
hepatica, hepatitis autoimun, toksin dan obat-obatan, misalnya : methotrexate,
amiodaron, arsenik, dan kriptogenik
Patofisiologi
Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol,
kontributor utama lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan
kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga
karakteristik :
1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar
yang menggantikan lobulus.
2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan
ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul)
hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).
3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.
Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian
sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya
berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor.
Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan
regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis,
hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta,
sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I
dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus
dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta
ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini pada dasarnya
mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran bebas
antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa
pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan
plasma akan sangat terganggu.
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir, memperlihatkan
adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal, sel stelata
mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus
(misal hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel
yang membentuk kolagen. Jika proses ini berjalan terus maka fibrosis akan terus
berjalan di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan digantikan jaringan
ikat.

Gejala
Stadium awal sirosis hepatis yaitu stadium kompensata, sering tanpa
gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain sehingga
kebetulan memeriksakan faal hepar. Keluhan subjektif baru timbul bila
sudah ada kerusakan sel-sel hati, umumnya berupa.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan
 Mual
 Perasaaan perut kembung
 Perasaan mudah lelah dan lemah, kelemahan otot terjadi akibat
kekurangan protein dan adanya cairan dalam otot.
 Kegagalan parenkim hati ditandai dengan protein yang rendah,
gangguan mekanisme pembekuan darah, gangguan keseimbangan
hormonal (eritemapalmaris, spider nevi, ginekomastia, atrofi testis,
dan gangguan siklus haid)
 Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, terjadi pada
proses aktif dan sewaktu-waktu dapat jatuh ke koma hepatikum jika
tidak dirawat intensif.
 Hipertensi portal (tekanan sistem portal > 10 mmHg), ditandai
splenomegali, ascites, dan kolateral. Dan umumnya, penderita akan
dirawat inap karena adanya penyulit seperti perdarahan saluran
cerna atas akibat pecahnya varises esophagus, asites yang hebat,
serta ikterus yang dalam.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis
hepatis antara lain:
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat
aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau
ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST
lebih meningkat dibanding ALT. Namun, bila enzim ini normal, tidak
mengenyampingkan adanya sirosis hepatis
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal
atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP.
Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi
karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan
meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang
selanjutnya menginduksi immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan
akibat sirosis
g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan
dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
i. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya
hipertensi porta
j. USG abdomen untuk menilai gambaran hepar, gambaran yang
didapatkan yaitu :
 Permukaan nodular
 Echopattern meningkat, heterogin
 V.porta berkelok,ukuran membesar
 Pada awal sirosis hepar membesar
 Pada sirosis berat ukuran hati mengecil.
 Tanda-tanda hipertensi portal misalnya v. porta melebar, dinding
kandung empedu menebal (edema karena tekanan portal)
Tatalaksana
 Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang
hepatotoksik
 Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat
menghambat kolagenik
 Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif
 Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai
konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
 Pada penyakit hati non alkoholik, menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis
 Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi
utama. Lamivudin diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU,
3x1 minggu selama 4-6 bulan.
 Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan
dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-
1000 mg/hari selama 6 bulan
Diberikan antifibrotik, dalam hal ini lebih mengarah untuk keradangan dan tidak
terhadap fibrosis. Diberikan Interferon untuk mengurangi aktivitas sel stelata,
kolkisin untuk antiradang dan cegah pembentukan kolagen, metotreksat, vitamin A,
dan obat-obatan sedang dalam penelitian.
KOLESISTITIS

Kolesistitis merupakan peradangan pada kantung empedu dimana terjadi


reaksi reaksi inflamasi akut pada dinding kantung empedu. Penyebab utama
timbulnya peradangan pada kantung empedu adalah karena adanya batu kantung
empedu yang terletak pada ductus sistikus, sehingga akan menyebabkan stasis
cairan empedu ataupun terlerak pada kantung empedu itu sendiri. Selain stasis
cairan empedu, keadaan kolesistitis dapat dipengaruhi juga oleh infeksi kuman, dan
iskemia dinding kantung empedu. Bagaimana stasis di ductus sistikus dapat
menyebabkan kolesistitis akut masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang
mempengaruhi, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kantung empedu diikuti
dengan reaksi inflamasi dan supurasi.

Manifestasi Klinis
Dari hasil Anamnesis dapat ditemukan adanya keluhan sebagai berikut :
1. Kolesistitis akut:
 Demam
 Nyeri perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan kdang dapat
menjalar ke scapula dexter, bahu kanan atau kiri, serta kadang seperti nyeri
angina pectoris. Nyeri dapat berlangsung hingga 60 menit tanpa peredaan,
berbeda dengan spasme yang cuma berlangsung singkat pada kolik bilier.
 Flatulensi dan mual
 Ikterus / tubuh berwarna kuning dapat dijumpai pada 20% kasus, dan
umumnya ikterus pada kolesistitis memiliki derajat yang ringan (bilirubin
< 4 mg/dL)
 Pasien dapat mengalami demam tinggi disertai tubuh menggigil apabila
terjadi perforasi kandung empedu.

2. Kolesistitis kronik
 Gangguan pencernaan menahun
 Serangan berulang namun dengan gejala yang tidak terlalu berat.
 Mual, muntah dan tidak tahan makanan berlemak
 Nyeri perut yang tidak jelas disertai dengan sendawa

Faktor Risiko
 Perempuan
 Obesitas / Kegemukan
 Usia > 40 tahun
 Memiliki riwayat kolesistitis sebelumnya
 Suka makan makanan berlemak

Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
a. Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan adanya manifestasi klinis dari penyakit
yang dialami pasien
b. Pemeriksaan Fisik
 Ikterik ringan pada 20% kasus. Apabila ikterik berat perlu dicurigai adanya
batu saluran empedu.
 Teraba massa kandung empedu
 Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda Murphy positif
c. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium Darah
Pada pemeriksaan darah dapat memperlihatkan adanya peningkatan
kadar leukosit (leukositosis) yang merupakan penanda adanya reaksi
inflamasi akibat adanya infeksi bacterial.
 Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan adanya kolesistitis
akut. Akan tetapi hanya pada 15% pasien kemungkinan kantung empedu
dapat terlihat apabila kolesistitis disebabkan karean adanya batu radiopak
dalam kantung empedu karena kadar calsium batu yang tinggi.
 Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang bermanfaat untuk
melihat ukuran, bentuk, penebalan dinding kantung empedu, batu, dan
saluran empedu ekstrahepatik. Pemeriksaan ini memiliki nilai kepekaan
dan ketepatan yang mencapai 90-95%.
Gambaran USG pada kolesistitis :

Gambar 1 : Pada USG abdomen tampak pelebaran 8,9 mm pada dinding


gallbladder

Pada kantung empedu akan tampak adanya :


- Kantung empedu (gallbladder) yang membesar disertai dengan
penebalan dinding kantung empedu > 4 mm.
- Tampak cairan didaerah perikolesistik
- Pada kolesistitis akibat batu empedu akan tampak adanya batu
radiopak pada USG batu empedu.
 CT-scan Abdomen
Pemeriksaan CT scan abdomen pada kolesistitis kurang sensitive
dan harganya mahal, akan tetapi pemeriksaan ini mampu memperlihatkan
adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang tidak tampak pada
pemeriksaan USG.
Gambaran CT-scan abdomen pada Kolesistitis :

Gambar 2 : Potongan Axial CT-scan Abdomen

Pada CT-scan abdomen tampak adanya :


- Pembesaran kantung empedu disertai dengan penebalan dinding
kantung empedu
- Peninggian lapisan mukosa dan penigkatan cairan pericholecystic.
- Peningkatan densitas lemak disekitar jaringan inflamasi.
Diagnosis Banding
Angina pektoris, Apendisitis akut, Ulkus peptikum perforasi, Pankreatitis akut

Penatalaksanaan Komprehensif
1. Tirah baring / istirahat total
2. Diet ringan
3. Pemberian nutrisi parenteral (melalui infus)
4. Pemberian anti nyeri (seperti petidin dan antispasmodic)
5. Pemberian anti mual (seperi domperidon atau metoclopramide)
6. Pemberian antibiotik:
- Golongan penisilin: Ampisilin 500mg/6jam dan Amoksilin 500mg/8jam IV
- Sefalosporin: Seftriakson 1 gram/ 12 jam, Sefotaksim 1 gram/8jam, atau
Metronidazol 500mg/8jam

Konseling dan Edukasi


Keluarga diminta untuk mendukung pasien untuk menjalani diet rendah lemak dan
menurunkan berat badan.
Rencana Tindak Lanjut
1. Pada pasien yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut dan kandung
empedunya belum diangkat kemudian mengurangi asupan lemak dan
menurunkan berat badannya harus dilihat apakah terjadi kolesistitis akut
berulang.
2. Perlu dilihat ada tidak indikasi untuk dilakukan pembedahan.

Komplikasi
Epiema kandung empedu, Perforasi kandung empedu, Peritonitis, Abses hepar

Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam, tergantung komplikasi dan beratnya
penyakit.
KOLELITHIASIS

Kolelithiasis (batu empedu) merupakan masalah kesehatan yang penting


dinegara barat. Batu empedu umumnya ditemuakan didalam kantung empedu,
akantetapi batu tersebut dapat bermigrasi melakui ductus sistikus kedalam saluran
empedu dan menjadi batu saluran empedu. Sebagian pasien dengan batu empedu
tidak memiliki keluhan. Walaupun begitu, sekali batu empedu mulai menimbulkan
serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untk mengalami masalah dan
penyulit akan terus meningkat.
Klasifikasi Batu Empedu
a. Batu Kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Batu ini terbentuk karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan,
ataupun karena disfungsi kantung empedu dimana kontraksi kantung empedu
kurang baik sehingga menyebabkan terjadinya stasis empedu dan
meningkatkan kemungkinan terbentuknya Kristal dalam empedu
b. Batu Pigmen
 Batu pigmen hitam.
Batu pigmen hitam tersusun atas kalsium bilirubinat (80%), kalsium
karbonat, kalsium fosfat, glikoprotein musin dan sedikit kolesterol. Batu
ini berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Banyak ditemukan pada
pasien dengan hemolisis kronik, sirosis hepatis dana tau usia tua.
 Batu pigmen coklat
Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, Batu ini memiliki komponen
yang hampir sama dengan batu pigmen hitam, hanya saja kadar kalsium
karbonat dan kalsium fosfat sedikit dan kandungan asam lemak bebasnya
tinggi. Batu ini berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah
dihancurkan. Umumnya batu ini ditemukan pada keadaan infeksi bakteri,
usia tua, dana tau terdapat kelainan pada anatomi saluran empedu.
 Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.

Faktor Resiko
- Bertambahnya usia
- Obesitas / kegemukan
- Aktifitas fisik kurang
- Peningkatan kadar estrogen dan progesterone dalam darah, seperti : dalam
keadaan kehamilan.
- Diet yang kurang tepat, seperti terlalu banyak mengonsumsi makanan
berkolesterol tinggi.

Manifestasi Klinis
- Gejala dapat bersifat asimtomatik, kecuali apabila disertai dengan komplikasi
atau perburukan seperti kolesistitis akut, kolangitis, dana tau pankreatitis
- Nyeri pada perut kanan atas dana tau epigastrium yang berlangsung lebih dari
30 menit dan kurang dari 12 jam.
- Ikterus / jaundice. Karena terjadi gangguan ekskresi bilirubin ekstrahepatik
akibat sumbatan oleh batu empedu. Ikterus mudah tampak pada sklera mata.
- Urin berwarna seperti teh, dan feses berwarna seperti dempul.
- Dapat disertai dengan mual.

Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
d. Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan adanya manifestasi klinis dari penyakit
yang dialami pasien
e. Pemeriksaan Fisik
 Ikterik yang dapat berkembang menjadi berat. Ikterik pertama kali akan
snagat tampak pada sklera mata.
 Terdapat nyeri tekan pada perut bagian kanan atas, tanda Murphy positif
f. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium Darah
Pada pemeriksaan darah akan ditemukan adanya peningkatan kadar
bilirubin total, sserta dapat terjadi peningkatan leukosit apabila disertai
dengan kolesistitis akut
 Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi merupakan pencitraan pilihan pertama yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis batu kantung empedu dengan sensitifitas
yang tinggi melebihi 95%, sedangkan untuk mendeteksi batu saluran
empedu sensitifitasnya relative rendah yaitu sekitar 74%. Kelebihan
pemeriksaan ini adalah sifatnya yang tidak invasive, serta murah.
Gambaran Kolelithiasis pada kantung empedu :

Gambar 3 : USG abdomen pasien dengan Kolelithiasis ; tampak adanya


multhiple kolelithiasis berukuran kecil dan tersebar.

Pada USG abdomen akan tampak adanya :


- Kantung empedu membesar dengan ukuran >7mm
- Dinding kantung empedu tipis, kecuali bila disertai dengan kolesistitis,
maka kantung empedu akan membesar/menebal karna adanya inflamasi
- Akan tampak adanya batu radioopak dengan berbagai jumlah dan ukuran
yang tersebar dalam kantung empedu.
- Tidak tampak adanya cairan bebas perikolesistik.
- Tidak tampak adanya kelainan pada hepar

 CT-scan
Pemeriksaan CT scan dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat
batu dalam kantung empedu. Pemberiksaan ini dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas terkait lokasi batu dalam kantung empedu. Akan
tetapi sifatnya yang radiative dan cukup mahal perlu dipertimbangkan.
Gambaran CT scan pada Kolelithiasis :

Gambar 4 : Potongan Axial CT scan dengan kontras


Gambar 5 : Potongan Coronal CT scan dengan Kontras

Pada CT scan Kolelithiasis akan tampak adanya :


- Kantung empedu yang terisi dengan batu empedu hyperdense
dengan jumlah yang cukup banyak / multiple.

g. Penatalaksanaan Komperehensif
- Pada kolelithiasis dengan keluhan / simtomatik, perlu dilakukan tindakan
pembedahan untuk mengeluarkan batu pada kantung empedu maupun pada
saluran empedu.
- Tindakan pembedahan untuk batu pada kantung empedu adalah dengan
kolesistektomi laparoskopi. Kelebihan tindakan pemebedahan ini adalah
rasa nyeri yang ditimbulkan minimal, masa pemulihan yang cepat, serta
luka parut minimal.
- Selain itu, pada batu saluran empedu, dapat dilakukan tindakan berupa
sfingterotomi endoskopik. Tindakan ini merupakan tindakan non-operatif
untuk batu saluran empedu. Tindakan ini cukup memberikan hasil yang
cukup baik, meskipun dapat terjadi beberapa komplikasi apabila tidak
dilakukan dengan hati hati seperti perdarahan, perforasi dan pankreatitis
akut.
- Pasien dapat diberikan obat analgetik untuk meredakan nyeri dan antibiotik
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

h. Komplikasi
 Kolesistitis akut
 Kolangitis
 Pankreatitis Akut

i. Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam, apabila segera diberikan tatalaksana
dengan baik.
DEMAM TIFOID

Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan maupun di


pedesaan. Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi dan sanitasi
lingkungan yang kurang baik. Di Indonesia bersifat endemik dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia,
tersangka demam tifoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke
tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dan angka kematian antara
0.6–5% (KMK, 2006). Selain tingkat insiden yang tinggi, demam tifoid terkait
dengan berbagai aspek permasalahan lain, misalnya: akurasi diagnosis, resistensi
antibiotik dan masih rendahnya cakupan vaksinasi demam tifoid.

Manifestasi Klinis
a. Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola intermiten dan
kenaikan suhu step-ladder. Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam
kontinu) hingga minggu kedua.
b. Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal
c. Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau diare, mual,
muntah, nyeri abdomen dan BAB berdarah
d. Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk, anoreksia,
insomnia
e. Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran atau kejang.

Faktor Risiko
a. Higiene personal yang kurang baik, terutama jarang mencuci tangan.
b. Higiene makanan dan minuman yang kurang baik, misalnya makanan yang
dicuci dengan air yang terkontaminasi, sayuran yang dipupuk dengan tinja
manusia, makanan yang tercemar debu atau sampah atau dihinggapi lalat.
c. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
d. Adanya outbreak demam tifoid di sekitar tempat tinggal sehari-hari.
e. Adanya carrier tifoid di sekitar pasien.
f. Kondisi imunodefisiensi.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum biasanya tampak sakit sedang atau sakit berat.
2. Kesadaran: dapat compos mentis atau penurunan kesadaran (mulai dari yang
ringan, seperti apatis, somnolen, hingga yang berat misalnya delirium atau
koma)
3. Demam, suhu > 37,5oC.
4. Dapat ditemukan bradikardia relatif, yaitu penurunan frekuensi nadi sebanyak
8 denyut per menit setiap kenaikan suhu 1oC.
5. Ikterus
6. Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor lidah, halitosis
7. Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama regio epigastrik), hepatosplenomegaly
8. Delirium pada kasus yang berat

Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut


1. Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan kesadaran
seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan koma
atau dengan gejala-gejala psikosis (organic brain syndrome).
2. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.
3. Nyeri perut dengan tanda-tanda akut abdomen

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah
Dapat menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit normal,
limfositosis relatif, monositosis, trombositopenia (biasanya ringan), anemia.
2. Serologi
a. IgM antigen Salmonella thypi
 Hanya dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella typhi
 Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
b. Enzyme Immunoassay test (Typhidot®)
 Dapat mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi
 Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
c. Tes Widal tidak direkomendasi
 Dilakukan setelah demam berlangsung 7 hari.
 Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin O minimal 1/320 atau
terdapat kenaikan titer hingga 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang
dengan interval 5 – 7 hari.
 Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering terjadi oleh karena reaksi
silang dengan non-typhoidal Salmonella, enterobacteriaceae, daerah
endemis infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid dan
preparat antigen komersial yang bervariasi dan standaridisasi kurang
baik. Oleh karena itu, pemeriksaan Widal tidak direkomendasi jika
hanya dari 1 kali pemeriksaan serum akut karena terjadinya positif
palsu tinggi yang dapat mengakibatkan over-diagnosis dan over-
treatment.
d. Kultur Salmonella typhi (gold standard)
Dapat dilakukan pada specimen :
 Darah : Pada minggu pertama sampai akhir minggu ke-2 sakit, saat
demam tinggi
 Feses : Pada minggu kedua sakit
 Urin : Pada minggu kedua atau ketiga sakit
 Cairan empedu : Pada stadium lanjut penyakit, untuk mendeteksi
carrier typhoid
e. Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi klinis, misalnya:
SGOT/SGPT, kadar lipase dan amilase.

Penatalaksanaan
1) Terapi suportif dapat dilakukan dengan :
a. Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
b. Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan secara oral
maupun parenteral.
c. Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah
serat.
d. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
e. Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran),
kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien
2) Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi
keluhan gastrointestinal.
3) Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk
demam tifoid adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau Amoksisilin (aman untuk
penderita yang sedang hamil), atau Trimetroprim-sulfametoxazole
(Kotrimoksazol).
4) Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat
diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu
Seftriakson, Sefiksim, Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun
karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).

Diagnosis Banding
Demam berdarah dengue, Malaria, Leptospirosis, infeksi saluran kemih,
Hepatitis A, sepsis, Tuberkulosis milier, endokarditis infektif, demam rematik akut,
abses dalam, demam yang berhubungan dengan infeksi HIV.
Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain
perdarahan, perforasi usus, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain.
1. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai
dengan kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium
sampai koma.
2. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia
yang berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti
tekanan darah turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
3. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia. Dapat juga
diketahui dengan pemeriksaan feses (occult blood test). Komplikasi ini
ditandai dengan gejala akut abdomen dan peritonitis. Pada foto polos
abdomen 3 posisi dan pemeriksaan klinis bedah didapatkan gas bebas dalam
rongga perut.
4. Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati.
5. Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan
amilase. Tanda ini dapat dibantu dengan USG atau CT Scan.
6. Pneumonia
Didapatkan tanda pneumonia yang diagnosisnya dibantu dengan foto polos
toraks.
LEPTOSPIROSIS

Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia disebabkan


oleh mikroorganisme Leptospira interogans dan memiliki manifestasi klinis yang
luas. Spektrum klinis mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai fulminan dan fatal.
Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti influenza dengan sakit
kepala dan myalgia. Tikus adalah reservoir yang utama dan kejadian leptospirosis
lebih banyak ditemukan pada musim hujan.

Manifestasi Klinik
Demam disertai menggigil, sakit kepala, anoreksia, mialgia yang hebat pada betis,
paha dan pinggang disertai nyeri tekan. Mual, muntah, diare dan nyeri abdomen,
fotofobia, penurunan kesadaran

Penegakan Diagnostik
Anamnesis
Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien dengan demam tiba-tiba, menggigil
terdapat tanda konjungtiva suffusion, sakit kepala, mialgia, ikterus dan nyeri tekan
pada otot. Kemungkinan tersebut meningkat jika ada riwayat bekerja atau terpapar
dengan lingkungan yang terkontaminasi dengan kencing tikus.
Hasil pemeriksaan fisik
a. Febris
b. Ikterus
c. Nyeri tekan pada otot
d. Ruam kulit
e. Limfadenopati
f. Hepatomegali dan splenomegali
g. Edema
h. Bradikardi relatif
i. Konjungtiva suffusion
j. Gangguan perdarahan berupa petekie, purpura, epistaksis dan perdarahan gusi
k. Kaku kuduk sebagai tanda meningitis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin: jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan pergeseran ke kiri,
trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan
gagal ginjal.
b. Urin rutin: sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan
proteinuria ringan, jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat.
Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi seperti USG, foto polos thoraks, foto polos
abdomen, dan CT scan tidak ditemukan tanda-tanda yang spesifik kecuali
apabila telah terjadi komplikasi pada organ-organ lain.

Diagnosis Banding
1. Demam dengue,
2. Malaria,
3. Hepatitis virus,
4. Penyakit rickettsia.

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
a. Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis.
b. Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin. Pada kasus-kasus ringan
dapat diberikan antibiotik oral seperti doksisiklin, ampisilin, amoksisilin atau
eritromisin. Pada kasus leptospirosis berat diberikan dosis tinggi penisilin
injeksi.

Komplikasi
1. Meningitis
2. Distress respirasi
3. Gagal ginjal karena renal interstitial tubular necrosis
4. Gagal hati
5. Gagal jantung

Konseling dan Edukasi


a. Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit, karena
banyaknya hospes perantara dan jenis serotipe. Bagi mereka yang mempunyai
risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa
pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan
yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir.
b. Keluarga harus melakukan pencegahan leptospirosis dengan menyimpan
makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus, mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan, mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya
dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan
tempat tempat yang tercemar lainnya.

Prognosis
Prognosis jika pasien tidak mengalami komplikasi umumnya adalah dubia ad
bonam.

You might also like