You are on page 1of 7

Putri Ramadhani Anggitasari

103112350750007

III. KERANGKA TEORI / KONSEP

Teori merupakan suatu bentuk pengetahuan yang terorganisir secara

sistematis dan dapat diaplikasikan kedalam berbagai keadaan serta dapat digunakan

untuk menganalisa suatu fenomena yang terjadi.1 Teori berusaha menggabungkan

konsep dan memberikan suatu penjelasan bagaimana konsep-konsep dapat

berhubungan dengan logis.2 Kebijakan luar negeri Indonesia dalam menghadapi

konflik perbatasan ini yaitu dengan cara berdiplomasi. Indonesia yakin bahwa satu-

satunya penyelesaian konflik adalah lewat terciptanya perdamaian. Namun untuk

mengimbangi kebijakan tersebut, diplomasi yang dilakukan juga harus disertai

dengan peningkatan strategi pertahanan yang dapat mengantisipasi ancaman yang

akan datang. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan

kerangka pemikiran dibawah ini sebagai pisau analisis:

a. Diplomasi Preventif

Diplomasi preventif ada atau muncul setelah Perang Dingin tepatnya

pertama kali diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal PBB Dag Hammarskjöld

yang melihat diplomasi preventif sebagai cara mengisolasikan konflik regional

dari persaingan antara negara-negara adidaya.3 Diplomasi ini merupakan suatu

metode yang digunakan untuk mencegah perselisihan yang timbul antar negara

tidak menjadi terbuka, menyebar dan apabila mungkin diperkecil.4 Atau

1
Detlef F.Sprinz and Yael Wolinsky-Nahmias, Introduction: Methodology in International Relation
Research. The University Of Michigan Press, Amazon, 2004, hal. 3-4
2
Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional, LP3ES, Jakarta, 1990, hal. 185
3
Bantarto Bandoro, ASEAN dan Diplomasi Preventif di Asia Pasifik, Analisis CSIS Vol. 25 No. 6,
1996, hal. 509
4
Mohammed Benjaoui, The Fundamentals of Preventif Diplomacy, Routledge, New York, 2000,
hal. 29

1
pendapat lain mengatakan bahwa diplomasi ini banyak dilakukan oleh negara-

negara dunia ketiga untuk mencegah berbagai konflik yang berpotensi menjadi

perang senjata.5 Diplomasi preventif secara umum juga digunakan untuk

mencegah keterlibatan negara-negara super power atau negara-negara besar

dalam sebuah konflik lokal maupun regional, karena negara-negara yang

sedang berkonflik ingin menyelesaikan masalahnya secara mandiri.

Mengenai definisi dari diplomasi preventif itu sendiri, menurut Michael

G. Roskin dan Nicholas O. Berry dalam bukunya The New World of

International Relations, lebih memandang diplomasi preventif sebagai upaya-

upaya pihak ketiga untuk meredam sengketa sebelum menjadi kekerasan.6

Selain itu, dalam buku International Relations: The Changing Contours of

Power, Donald M. Snow dan Eugene Brown menyatakan bahwa diplomasi

preventif merujuk pada inisiatif diplomatik yang diambil untuk membujuk

pihak-pihak yang memiliki potensi untuk berperang agar tidak terlibat dalam

permusuhan.7

Instrumen dalam diplomasi preventif terdiri dari 2 kategori:

1. Langkah-langkah pada masa damai (peace-time measures), dimana

terdapat 2 langkah dalam masa damai, yaitu:

- Early Warning, mencegah terjadinya konflik dengan mencari

informasi, sejarah dan fakta-fakta mengenai penyebab muncul

5
S.L. Roy, Diplomasi, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal. 163
6
Michael G. Roskin dan Nicholas O. Berry, The New World of International Relations, 1999, hal.
406
7
Donald M. Snow dan Eugene Brown, International Relations: The Changing Contours of Power,
hal. 442

2
dan berkembangnya sebuah permasalahan, kemudian informasi

inilah yang akan dianalisis untuk pengambilan keputusan

masing-masing pihak.8

- Confidence Building, sebuah teknik pencegahan yang dirancang

untuk mengurangi ketegangan yang terjadi antar pihak dengan

membangun hubungan baik, dimana setiap pihak yang terlibat

harus menunjukkan itikad baik untuk mengurangi terjadinya

resiko dalam mencegah terjadinya konflik. Itikad baik tersebut

bisa dalam bentuk kepercayaan, berbagi informasi untuk

menunjukkan transparasi kebijakan.9 Teknik ini merupakan

salah satu upaya yang telah dilakukan Indonesia dalam

penyelesaian konflik perbatasan di Laut China Selatan.

- Institutional Building, yakni dengan cara membangun sebuah

sistem kerjasama antar negara untuk membicarakan persoalan

yang terjadi.10

2. Respon pada masa krisis (crisis time responses), dimana terdapat

beberapa cara dalam hal ini, diantaranya:

- Fact Building, yaitu dengan pencarian dan penyelidikan fakta

dan penyebab yang membuat terjadinya konflik tersebut.11

8
Bantarto Bandoro, ASEAN dan Diplomasi Preventif di Asia Pasifik, Analisis CSIS Vol. 25 No. 6,
1996
9
Ibid.
10
Ibid.
11
Andreas Pramudianto, Diplomasi Lingkungan: Teori dan Fakta, UI Press, Jakarta, 2008

3
- Good Offices, yaitu jasa-jasa baik dari pihak ketiga yang

berfungsi untuk mempertemukan pihak yang berkonflik untuk

bersedia berunding. Jasa baik ini dibedakan menjadi 2 bentuk

yaitu jasa teknis yang berupa undangan kepada pihak yang

berkonflik untuk ikut serta terlibat dalam konferensi atau

menyelenggarakan konferensi, sedangkan jasa politis yang

berupa upaya suatu negara atau organisasi internasional untuk

menghentikan konflik dengan negosiasi atau kompensasi.12

Dalam hal ini, Indonesia menjadi pihak ketiga yang

mempertemukan kelima negara yang berkonflik di Laut China

Selatan.

- Crisis Management, yaitu mencegah terjadinya konflik, ketika

konflik sudah tidak bisa terelakkan maka krisis manajemen

berfungsi untuk mengurangi aksi-aksi kekerasan yang terjadi

dengan teknik Preventif Deployment, yakni dengan cara

menempatkan unit-unit yang ditunjuk oleh suatu

organisasi/pemerintahan yang bekerja meskipun tanpa izin

pihak yang berkonflik dengan tujuan mencegah eskalasi

konflik.13

12
Ibid.
13
Joel Djibom, An Analysis of Hammarskjöld’s Theory of Preventive Diplomacy,
http://cdn.peaceopstraining.org/theses/djibom.pdf diakses pada 28 Maret 2017

4
b. Konsep Kebijakan Keamanan dan Pertahanan

Konsep kebijakan keamanan ini adalah konsep dasar yang penting

dalam penelitian ini. Melalui konsep ini akan dijelaskan bagaimana bentuk dan

pola kebijakan pertahanan Indonesia terhadap konflik perbatasan di Laut China

Selatan. Kebijakan pertahanan sebuah negara merupakan kemampuan atas

sebuah negara dalam mempertahankan negaranya.14 Pertahanan tersebut

diharuskan memiliki standar yang jelas dan baku meskipun negara tidak atau

belum dalam keadaan diserang. Sehingga kebijakan pertahanan yang dibuat

bukanlah kebijakan yang dibuat berdasarkan terjadinya serangan terhadap

suatu negara, tetapi merupakan tindakan pencegahan untuk memberikan

keadaan aman bagi sebuah negara. Selain itu kebijakan pertahanan merupakan

tindakan balasan dari sebuah negara terhadap perkembangan isu-isu

internasional terkini. Situasi keamanan internasional atau bahkan regional

sangatlah besar pengaruhnya terhadap bagaimana sebuah negara merumuskan

kebijakan pertahanannya.15

Kebijakan pertahanan merupakan doktrin negara terhadap warga

negaranya untuk memiliki semangat dan kekuatan untuk melindungi negara

dengan berbagai cara. Sementara kebijakan keamanan menggunakan

pendekatan kepentingan negara, sehingga warga negara akan terikat secara

emosional dengan negaranya melalui kepentingan nasional yang di sampaikan.

14
Douglas J. Murray and Paul R. Viotti, The Defence Policies of Nations: Comparative Study, JHU
Press, 1994
15
Ibid.

5
Konsep kebijakan pertahanan menurut Panos Koutratos dalam bukunya

Trade, Foreign Policy and Defence in EU Constitutional Law The Legal

Regulation of Sanctions, Exports of Dual-use Goods and Armaments, adalah

saling berkaitannya kegiatan suatu negara dengan negara lainnya. Kegiatan

negara tersebut antara lain perdagangan, perumusan kebijakan luar negeri dan

kebijakan keamanan, sehingga menurut Panos, kebijakan pertahanan

merupakan suatu usaha preventif sebuah negara untuk melindungi negaranya

dari ancaman keamanan yang berpotensi mengancam negara. 16 Panos juga

menjelaskan bahwa kebijakan pertahanan dirumuskan dengan cara yang

berbeda oleh setiap negara.

Pertahanan negara diselenggarakan untuk mewujudkan kepentingan

nasional. Kepentingan strategis pertahanan Indonesia di konflik Laut China

Selatan merupakan salah satu bagian dari kepentingan nasional dalam

menjamin tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan

segala kepentingannya. Pertahanan negara memiliki peran dan fungsi untuk

mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia dari setiap ancaman dan

gangguan, baik dari luar maupun yang timbul di dalam negeri.17 Keamanan

negara merupakan suatu aspek penting untuk menciptakan rasa aman bagi

setiap warga negaranya serta pengamanan wilayahnya, maka Indonesia

membutuhkan suatu kebijakan keamanan yang bertujuan untuk meningkatkan

keamanan serta pengamanan terhadap warga dan wilayah Indonesia.

16
Panos Koutrakos, Trade, Foreign Policy and Defence in EU Constitutional Lau The Legal
Regulation of Sanctions, Exports of Dual-use Goods and Armaments, Hart publishing, Oxford, 2001
17
Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, IV

6
Indonesia membangun postur pertahanan militer jangka panjang atau

lebih dikenal dengan Minimum Essential Force (MEF), yang mana dalam

konsepsinya, MEF ini bertujuan untuk memenuhi kemampuan pokok militer

Indonesia yang mampu melindungi batas-batas teritorial maupun ancaman

kedaulatan NKRI oleh ancaman dari kekuatan-kekuatan eksternal. Konsepsi

MEF ini bisa dikategorikan sebagai force to space ratio, di mana Indonesia

sudah memperhitungkan total kemampuan perlindungan militer terhadap luas

wilayah yang harus dilindungi.

You might also like