Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
kerusakan struktur ginjal yang progresif. Chronic kidney disease dapat disebabkan
karena produk akhir metabolisme dalam darah yang tidak dapat di keluarkan
dengan prevalensi dan insiden yang meningkat. Insiden pada pasien gagal ginjal
yang terjadi di Bolivia mencapai 254 per sejuta penduduk di Puerto Rico.
Amerika Serikat, mengalami jumlah kasus baru yang meningkat dua kali lipat
dalam kurun waktu 10 tahun, dari 100 kasus per 1 juta penduduk pada tahun 1980
dan menjadi 181 kasus per 1 juta penduduk pada tahun 1990 (Widiana dkk, 2017).
Pada tahun 2000 kasus gagal ginjal naik menjadi 372 ribu kasus.
disease fase awal. Negara Jepang dan Asia tercatat sebagai negara yang memiliki
populasi End Stage Renal Disease (ESRD) tertinggi sebanyak 1.800 kasus per juta
penduduk, serta 220 kasus baru per tahun. Besarnya populasi ESRD menunjukkan
adanya peningkatan kasus ESRD sebanyak 4,7% dari tahun ke tahun (Dharma,
2015). Data Indonesian Renal Regristry (IRR) dari 249 renal unit yang
melaporkan, bahwa tercatat 30.554 pasien aktif menjalani hemodialisa pada tahun
meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010 (Kemenkes RI, 2017).
sebesar 0,2% (Riskesdas, 2013). Data World Health Organizations (WHO) pada
mencapai 2,93% populasi atau sekitar 41.000 orang (Amiranti, 2015). Provinsi
Bali chronic kidney disease terjadi sebanyak 0,2% (Riskesdas 2013). Chronic
kidney disease biasanya disebabkan karena penurunan fungsi ginjal secara drastis
yang berasal dari nefron. Penurunan fungsi ginjal rata-rata 50%, biasanya muncul
tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri, nokturia, hipertensi dan anemia
(Prabowo & Pranata, 2014). Pada fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk
cara seperti diet tinggi kalori dan protein, mengontrol hipertensi, optimalisasi dan
2012). Salah satu terapi pengganti pada pasien chronic kidney disease agar dapat
tindakan atau usaha untuk membersihkan darah dari bahan beracun yang tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal dari dalam tubuh (Suwitra, 2010). Tujuan dari
pasien yang menderita penyakit gagal ginjal yang menjalani hemodialisa baik itu
dirawat dirumah sakit atau unit hemodialisa mereka termasuk pasien rawat jalan.
Pasien yang mengalami chronic kidney disease membutuhkan waktu 3-5 jam
dalam menjalani hemodialisa (Suwitra, 2010). Pada pasien chronic kidney disease
keseimbangan cairan dalam tubuh akan terganggu, sehingga intervensi yang dapat
dilakukan adalah pemberian edukasi dalam pembatasan asupan cairan. Jika pasien
(Marantika & Devi, 2014). Jumlah asupan cairan yang harus dibatasi sesuai
dengan jumlah urin yang ada dan ditambah dengan insensible water loss, yaitu
pasien dengan hemodialisa. Diantara semua manajemen, hal harus dipatuhi dalam
terapi hemodialisa yaitu dalam pembatasan cairan yang sangat sulit untuk
dilakukan dan membuat pasien stres serta depresi, terutama jika mereka
diuretik, sehingga menyebabkan rasa haus dan pasien berusaha untuk minum
(Praticia &Potter, 2005). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
(Notoatmodjo, 2012).
2010). Hasil yang diharapkan dari suatu pemberian pendidikan kesehatan adalah
2012).
bahwa pada tahun 2015 jumlah pasien GGK sebanyak 73 orang, pada tahun 2016
Dari fenomena tersebut, bahwa pada pasien chronic kidney disease yang
maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian pengaruh edukasi terhadap
berat badan pra dialysis pada pasien chronic kidney disease yang menjalani
“Apakah ada pengaruh edukasi terhadap kenaikan berat badan pra dialysis pada pasien
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh edukasi terhadap kenaikan berat badan
pra dialysis pada pasien chronic kidney disease yang menjalani hemodialisa di RSUD
Wangaya Denpasar.
2. Mengidentifikasi kenaikan berat badan pra dialysis pada pasien chronic kidney
3. Menganalisis pengaruh edukasi terhadap kenaikan berat badan pra dialysis pada
Denpasar.
mengenai pengaruh edukasi terhadap berat badan pra dialysis pada pasien chronic kidney
disease yang menjalani hemodialisa sehingga dapat dijadikan pedoman dalam upaya
pasien dapat memahami apa yang sudah disampaikan dan dapat dimengerti oleh
pasien.
asuhan keperawatan medikal bedah bagi pasien chronic kidney disease dalam
pelayanan kesehatan baik dalam rawat jalan, rawat inap, maupun dalam
Hasil penelitian yang telah dilakukan agar dapat digunakan sebagai bahan
dengan Kepatuhan Diet pada Pasien Chronic kidney disease di IRINA C2 dan
dengan nilai p = 0,001 yang berarti nilai p lebih kecil dari α =0,05. Perbedaan
dari penelitian ini adalah tempat penelitian yang akan dilakukan, teknik
sampling yang akan dipakai yaitu consecutive sampling dan variabel terikat
adalah kepatuhan pembatasan cairan pada pasien chronic kidney disease yang
menjalani hemodialisa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kerusakan struktur ginjal yang progresif. Chronic kidney disease dapat disebabkan
karena produk akhir metabolisme dalam darah yang tidak dapat di keluarkan
dan merupakan salah satu kriteria diagnosis chronic kidney disease. Chronic
kidney disease merupakan abnormalitas struktur atau fungsi ginjal selama >3
bulan dengan kriteria LFG <60 mL/ menit/1,73 m2 dengan atau tanpa kerusakan
ginjal, ditemukannya satu atau lebih gejala seperti albuminuria, sedimen urin yang
ginjal.
Tanda gejala yang akan sering terjadi pada pasien chronic kidney disease
yaitu kulit terasa gatal, mengalami kram otot, kehilangan nafsu makan, berat
badan menurun, lebih sering BAK (buang air kecil) terutama pada malam hari,
mengalami kejang pada otot, mengalami disfungsi ereksi pada pria, nyeri pada
dada akibat cairan menumpuk di sekitar jantung, mengalami gangguan tidur atau
terdapat darah atau protein dalam urine saat melakukan test urine (Ariani, 2016)
Table 2.1
Stadium chronic kidney disease
Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1.73 𝒎𝟐
1 Fungsi ginjal normal,tetapi temuan urin, ≥90
abnormalitas strukturatauciri genetik menunjukkan
adanya penyakit ginjal.
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain 60-89
(seperti pada stadium 1) menunjukkan adanya
penyakit ginjal.
3a Penurunan ringan fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Chronic kidney disease <15
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala urea membaik setelah
dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Kadar nitrogen urea darah dan blood
Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme dan medikasi seperti steroid. Selama CKD, beberapa nefron termasuk
glomerulus dan tubula masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak
dan tidak berfungsi lagi. Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami
hipertrofi dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Reabsorpsi tubula juga
disease adalah manajemen diet, dialisis dan transplantasi ginjal (Henny, 2013).
Pada pasien chronic kidney disease manajemen diet diberikan sejak tahap
awal sampai tahap akhir, dimana tujuan dari manajemen diet ini adalah untuk
keseimbangan cairan dan elektrolit. Jadi, jika pasien gagal ginjal menjalani
manajemen diet yang baik maka penderita akan dapat hidup normal, produktif,
2.1.6.2 Dialisis
Dialisis dapat juga dikatakan sebagai cuci darah yang merupakan tindakan
yang harus dilakukan bagi penderita gagal ginjal akut dan kronis. Tindakan ini
dari sebagian fungsi ginjal yaitu ekskresi. Eksresi adalah zat yang berbahaya yang
dibuang oleh tubuh dari hasil metabolisme. Saat ini hemodialisa hanya
mengeluarkan 48% sampai 52% dari toksin uremik, sehingga penderita harus
diberikan pembatasan makanan, minuman yang ketat dan intervensi obat-obatan
mengeluarkan sisa metabolisme dan cairan dari darah (Widiana, dkk 2017).
2.2 Hemodialisa
2.2.1 Definisi
dimana kata hemo berarti darah dan dialisa berarti memisahkan atau
membersihkan darah dari bahan beracun yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal
dari dalam tubuh. Hemodialisa merupakan alat yang terdiri dari dua kompartemen
yaitu darah dan dialisat, dimana alat tersebut dapat menjadi terapi untuk
seperti kalium dan sodium dari dalam darah pasien. Selain itu dialisat juga dapat
(Cahyaningsih, 2011).
a. Pelaksanaan hemodialisa
masuk vaskuler. Terdapat dua tusukan yaitu satu untuk mengeluarkan darah dari
pembuluh darah arteri ke mesin dan yang satu lagi untuk memasukkan darah dari
kecepatan aliran darah dan mengatur dosis obat anti pembeku darah. Waktu yang
diperlukan dalam satu sesi dalam hemodialisa adalah 3-5 jam, kemudian frekuensi
membaca, dan lain sebagainya. Idealnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi
oleh pasien harus ditimbang terlebih dahulu, kemudian pada akhir sesi
itu, perawat harus secara teratur akan mengontrol mesin, mengukur tekanan darah
dari pintu masuk vaskuker atau membuka kanul kateter subklavia. Lubang tempat
tusukan akan ditekan sebentar kemudian ditutup dengan plester selama ± 24 jam,
untuk mencegah terjadinya perdarahan. Selanjutnya pasien diminta untuk
menimbang berat badan pasca hemodialisa dan perawat akan menghitung, apakah
pengurangan berat badan adalah jumlah air yang dikeluarkan dari tubuh pasien
b. Indikasi hemodialisa
adalah LFG <15 ml/menit. Keadaan klinis pasien yang memiliki LFG <15
jika ditemukan salah satu hal yaitu keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata,
2011).
c. Kontraindikasi hemodialisa
hemodialisa adalah pada pasien yang terlalu lemah atau dengan sakit stadium
terminal, tekanan darah pasien rendah, pasien dengan pembekuan darah, pada
pasien yang mengalami gangguan jiwa dan pada pasien yang menolak melakukan
hemodialisa.
d. Komplikasi
cairan. Emboli udara terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien (Hudak
& Gallo, 2010). Nyeri dada dapat terjadi karena PCO₂ menurun bersamaan
sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika
terdapat gejala uremia yang berat. Pruritus terjadi selama terapi hemodialisa
ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit (Smeltzer dan Bare, 2008).
ginjal, karena hal ini dilakukan ketika fungsi ginjal sedikit atau tidak ada
fungsinya lagi. Prinsipnya adalah dengan cara mengganti ginjal yang sudah rusak
dengan ginjal sehat yang sudah di donorkan lewat prosedur operasi. Transplantasi
ginjal membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang panjang karena harus
2.3.2 Tujuan
Menurut (Mubarak dah Cahyati, 2009) tujuan utama pendidikan kesehatan
yaitu :
a. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
b. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya dengan
sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar.
c. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup
sehat dan kesejahteraan masyarakat
Pada dasarnya tujuan diberikannya pendidikan kesehatan kepada
seseorang meliputi 3 hal yaitu peningkatan derajat kesehatan masyarakat,
peningkatan perilaku masyarakat, peningkatan status kesehatan masyarakat
(Notoadmojo, 2005)
2.3.3 Media Pendidikan Kesehatan
Notoadmojo (2007) mengatakan alat bantu pendidikan yaitu alat-alat yang
digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran.
Media pendidikan dapat memiliki tiga fungsi utama yaitu dapat memotivasi minat
dan tindakan seseorang, menyajikan informasi, dan memberi instruksi (Kemp dan
Dayton dalam Arsyad, 2011). Selain itu Arsyad (2011) mengungkapkan bahwa
terdapat beberapa kriteria dalam pemilihan media pendidikan kesehatan yaitu
sesuai dengan tujuan utama yang ingin dicapai, mendukung isi pelajaran yang
sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi, praktis, luwes, dan bertahan lama,
penggunaannya sesuai dengan kelompok sasaran.
Adapun pengelompokkan jenis-jenis media pendidikan kesehatan (Ashar,
2011)
a. Media Visual yaitu suatu media yang menggunakan indra penglihatan
misalnya media cetak seperti buku, jurnal, peta, gambar.
b. Media Audio yaitu suatu media yang menggunakan indra pendengaran
seperti tape recorder dan radio.
c. Media Audio Visual adalah suatu media yang menggabungkan audio dan
visual atau suatu media yang menggabungkan antara indra penglihatan dan
pendengaran dalam satu proses kegiatan (Rusman, 2012). Contoh dari
media audio visual yaitu program televisi/pendidikan, video/televisi
intruksional, dan program slide suara (sound slide).
pada saat periode interdialitik pasien berada dirumah tanpa pengawasan dari
cairan dan makanan pada periode interdialitik (Istanti, 2009). Sedangkan (Hudak
& Gallo, 1996) menyampaikan bahwa adanya kelebihan cairan yang melebihi
dispnea, rales basah, batuk, edema. IDWG yang berlebihan pada pasien dapat
gangguan fungsi fisik, sesak nafas, edema pulmonal yang dapat meningkatkan
dilatasi, hipertropi ventrikuler dan gagal jantung (Smeltzer & Bare, 2002).