You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem lakrimal terdiri dari glandula lakrimal dan saluran lakrimal.1 Glandula
lakrimal yang berada di atas bola mata ini menghasilkan air mata yang berfungsi untuk
membasahi dan mengkilapkan permukaan kornea, menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, dan memberikan nutrisi pada kornea.2
Air mata ini akan mengalir melewati mata dan kemudian ke duktus lakrimal.
Lubang kecil dari tiap ujung palpebra medial merupakan pintu gerbang untuk masuknya
air mata ke saluran lakrimal, yang kemudian ke sakus lakrimal yang ada pada sisi
hidung dan diteruskan ke duktus lakrimal dan kemudian ke dalam hidung.3
Ketika saluran lakrimal ini tersumbat atau (dakriostenosis), air mata akan
menggenang di dalam mata dan jatuh ke pipi. Air mata yang tersumbat pada sistem
lakrimal juga akan menyebabkan infeksi dan mencetuskan serangan ulang mata merah.
Keadaan ini juga akan menyebabkan perubahan kulit dari pelpebra inferior karena terus
berkontak dengan air mata.3
Untuk mencegah terjadinya efek yang lebih buruk dari tersumbatnya saluran
lakrimal ini, maka pengobatan harus segera dilakukan. Pada anak – anak yang saluran
lakrimalnya tidak berkembang dengan baik dapat dilakukan pemijatan beberapa kali
sampai saluran terbuka. Jika tidak berhasil, dapat dilakukan probing yang memerlukan
anastesi. Pada orang dewasa, penyebab dari penyumbatan harus diketahui dan
ditatalaksana sesuai kasusnya. Operasi biasanya diperlukan agar saluran lakrimal
kembali normal.4

B. Batasan Masalah
Dalam referat ini akan dibahas tentang definisi, etiologi dan fisiologi anatomi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis
dakriostenosis.

C. Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
tentang dakriostenosis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimal


Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan
drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai
unsur pembentuk cairan air mata. Duktus nasolakrimal merupakan unsur sekresi sistem
ini, yang mencurahkan air mata ke dalam hidung. Cairan air mata disebarkan diatas
permukaan mata oleh kedipan mata.9

Gambar 1. Anatomi Sistem Lakrimalis


(Sumber: Ophthalmology, Pocket Textbook Atlas)

Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang terletak
di fosa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini
dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan
lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem saluran pembuangannya
tersendiri ke dalam fornix temporal superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat
dilihat dengan membalikkan palpebra superior. Sekresi dari kelenjar lakrimal utama
dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir melimpah
melewati tepian palpebra (epiphora). Persyarafan kelenjar utama datang dari nucleus

2
lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur rumit dari cabang
maxillaris nervus trigeminus.9
Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, sakus lakrimal, dan duktus
nasolakrimal. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting, menyebabkan
air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi
pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan
kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang
sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan memasuki
punctum sebagian karena sedotan kapiler.
Kemudian air mata akan masuk ke dalam sakus dan berjalan melalui duktus
nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus
inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip katup dari epitel pelapis sakus cenderung
menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang paling berkembang diantara lipatan
ini adalah ”katup” Hasner diujung distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini penting
karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan
dakriosistitis menahun.

Gambar 2. Lapisan Air Mata


(Sumber: Ophthalmology, Pocket Textbook Atlas)

3
B. Definisi
Dakriostenosis adalah struktur atau penyempitan duktus lakrimalis5.
Penyempitan abnormal dari duktus nasolakrimal, baik karena kelainan kongenital atau
karena infeksi atau trauma. Dakriosistorinostomi mungkin diperlukan untuk
mengkoreksi keadaan ini. 6

C. Etiologi7
1. Kongenital :
 Agenesis punctum dan kanalikuli
 Obstruksi duktus nasolakrimal
2. Didapat :
 Abnormalitas Punctum
 Sumbatan Kanalikuli
 Plak Lakrimal
 Obat – obatan
 Infeksi
 Penyakit inflamasi
 Trauma
 Neoplasma
 Sumbatan duktus nasolakrimal
 Stenosis involusi
 Dakriolith
 Penyakit sinus
 Trauma
 Penyakit Inflamasi
 Plak lakrimasi
 Neoplasma

D. Epidemiologi
Obstruksi Duktus Lakrimal Kongenital terdapat pada 50 % neonatus, namun
pada banyak kasus akan membuka spontan setelah 4 – 6 minggu kelahiran. Pada 2-6%
bayi umur 3 – 4 minggu akan menetap dan bermanisfestasi, 1/3 nya bersifat bilateral.
Sembilan puluh persen kasus akan hilang sendiri pada satu tahun pertama kehidupan.7

4
Obstruksi duktus lakrimal murni atau dakriostenosis lebih sering terjadi pada
orang tua, 3% dari pasien yang ke klinik dipikirkan berhubungan dengan masalah ini.
Dakriostenosis yang didapat merupakan masalah pada orang tua dimana wanita 4x lebih
sering terjadi dibandingkan laki – laki.8

E. Patofisiologi 7
1. Kongenital :
 Agenesis punctum dan kanalikuli : agenesis adalah suatu kondisi yang ditandai
dengan kegagalan sebagian atau seluruh organ berkembang saat masih dalam
tahap embrio
 Terdapat membran yang memblok katup Hasner yang menutupi duktus
nasolakrimal pada hidung.
2. Didapat :
 Abnormalitas Punctum
Abnormalitas punctum termasuk punctum yang terlalu kecil (oklusi dan
stenosis) atau terlalu besar (biasanya iatrogenic), dan punctum yang mengalami
malformasi atau tersumbat oleh bagian lain disekitar punctum.
 Sumbatan Kanalikuli
Sumbatan bisa terjadi pada kanalikuli komunis, superior atau inferior. Hal ini
disebabkan karena :
a) Plak Lakrimal
Plak punctum dan kanalikuli bisa dalam berbagai ukuran dan bentuk. Plak
ini awalnya bertujuan untuk menyumbat aliran lakrimal dalam pengobatan
mata kering.
b) Obat – obatan
Obat obatan yang biasanya menyebabkan obstruksi kanalikuli adalah obat
kemoterapi sistemik ( 5- Fluorouracil, Docetaxel, Idoxuridine ). Obat –
obatan ini disekresi dalam air mata dan ini akan mengakibatkan inflamasi
dan jaringan parut pada kanalikuli. Jika kondisi ini dapat dideteksi dini –
sebelum obstruksi komplit – stent bisa dipasang untuk meregangkan
kanalikuli yang menyempit dan juga untuk mencegah penyempitan lebih
lanjut selama pemakaian obat kemoterapi. Obstruksi kanalikuli juga terjadi
akibat penggunaan obat topical (Phospholine iodine, serine), namun jarang
terjadi.
5
c) Infeksi
Berbagai infeksi dapat menyebabkan obstruksi kanalikuli, biasanya obstruksi
terjadi pada infeksi konjungtiva difus (virus vaccinia, virus herpes simpleks).
Infeksi kanalikuli terisolasi (kanalikulitis) bisa juga menyebabkan obstruksi.
d) Penyakit inflamasi
Keadaan inflamasi seperti pemfigoid, sindrom Steven Johnson, dan juga
penyakit Graft – vs- Host sering menyebabkan bagian punctum dan
kanalikuli rusak. Namun, oleh karena adanya penyakit mata kering yang
terjadi pada saat yang sama, penderita biasanya tidak mengalami epiphora.
e) Trauma
Trauma pada kanalikuli bisa menyebabkan kerusakan permanen kanalikuli
jika tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat.
f) Neoplasma
Apabila neoplasma berada di kantus medial, setelah pembedahan reseksi
komplit, biasanya ikut mengangkat punctum dan kanalikuli. Jaringan yang
ikut dieksisi ketika eksisi tumor komplit harus dipastikan dengan
pemeriksaan histopatologi sebelum penyambungan kembali antara sistem
drainase lakrimal dengan meatus media.
 Sumbatan duktus nasolakrimal
1. Stenosis involusi
Penyebab terjadinya proses ini tidak diketahui namun ada penelitian
patologi klinik yang mengatakan kompresi lumen duktus nasolakrimal
terjadi akibat infiltrat inflamasi dan edema. Ini mungkin terjadi akibat infeksi
yang tidak diketahui atau kemungkinan penyakit autoimun.
2. Dakriolith
Dakriolith ataupun pembentukan cast dalam sacus lakrimal bisa
menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal. Dakriolith terdiri dari sel
epithelial, lemak dan debris amorphous dengan atau tanpa kalsium.
3. Penyakit sinus
Pada penderita sebaiknya ditanyakan riwayat operasi sinus karena
kerusakan pada duktus nasolakrimal kadang – kadang terjadi apabila ostium
sinus maksilaris bagian anterior dibesarkan.
4. Trauma

6
Fraktur nasoorbital bisa mengenai duktus nasolakrimal. Trauma juga bisa
terjadi saat rhinoplasty atau operasi sinus endoskopi.
5. Penyakit Inflamasi
Penyakit granuloma termasuk sarkoidosis, Wegener granulomatosis, dan
Lethal midline granuloma bisa juga menyebabkan obstruksi duktus
nasolakrimal. Apabila diduga adanya penyakit sistemik, biopsi sakus
lakrimal atau duktus nasolakrimal harus dilakukan sewaktu
Dacryocystorhinostomy
6. Plak lakrimasi
Prosesnya menyerupai cara plak bermigrasi dari punctum ke kanalikuli
dan menyebabkan obstruksi kanalikuli. Plak pada punctum dan kanalikuli
yang terlepas bisa bermigrasi dan menyumbat duktus lasolakrimal. Bagian –
bagian dari stent silicone yang menetap karena tidak dibuang dengan benar
juga bisa menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal.
7. Neoplasma
Neoplasma harus dipikirkan kemungkinannya pada semua penderita
obstruksi duktus nasolakrimal. Pada pasien dengan presentasi atypical
termasuk usia muda dan jenis kelamin laki – laki, pemeriksaan lebih lanjut
diperlukan. Bila ada discharge pendarahan di punctum atau distensi sakus
lakrimal di atas tendon kantus medial sangat mengarah pada neoplasma.
Riwayat keganasan terutama yang berasal dari sinus atau nasofaring, juga
sangat perlu dilakukan pemeriksaan lanjut.

F. Manifestasi Klinis
1. Pada anak - anak
Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir dan
sering bertambah berat karena infeksi saluran pernafasan atas atau karena
pemajanan terhadap suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi duktus
nasolakrimal yang lazim adalah berair mata (tearing), yang berkisar dari sekedar
mata basah (peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata yang jelas
(epiphora), penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen (sering digambarkan
orang tua sebagai nanah), dan kerak. Mungkin ada eritema atau maserasi kulit
karena iritasi dan gesekan yang disebabkan oleh tetes-tetes air mata dan cairan. Pada
banyak kasus refluks cairan jernih atau mukopurulen dapat dihilangkan dengan

7
massase sakus nasolakrimal, yang membuktikan adanya obstruksi terhadap aliran.
Bayi dengan sumbatan duktus nasolakrimal dapat mengalami infeksi akut dan
radang sakus nasolakrimal (dakriosistitis), radang jaringan sekitarnya (perisistitis),
atau bahkan selulitis periorbita. Pada dakriosistitis daerah sakus bengkak, merah dan
nyeri, dan mungkin ada tanda sistemik infeksi seperti demam dan iritabilitas.10

2. Pada orang dewasa11


 Mata yang basah memenuhi danau air mata dan ketika berlebihan jatuh ke pipi.
 Akumulasi discharge mucus atau mukopurulen biasanya menimbulkan
perlengketan pada waktu bangun tidur.
 Eritema atau maserasi pada kulit palpebra inferior
 Keluarnya mukus atau mukopurulen saat sakus nasolakrimal ditekan
 Keadaan ini bisa hilang timbul atau menetap selama beberapa bulan
 Infeksi saluran pernapasan atas dapat memperburuk keadaan
 Biasanya unilateral, namun kadang bilateral
 Eritema dan iritasi ringan pada konjungtiva

G. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang menunjukkan gejala klinis yang menyerupai
dakriostenosis antara lain13 :
1. Blefaritis
Merupakan radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak. Blefaritis
dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun.
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat
lengket, dan epiphora. Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis.14
2. Dakriosistitis
Merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini dimulai oleh
terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala utama dakriosistitis adalah berair
mata dan bertahi mata. Pada keadaan akut, didaerah sakus lakrimalis terdapat gejala
radang, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat memancar dari sakus
lakrimalis. Pada keadaan menahun, satu-satunya tanda adalah berair mata, materi
mukoid akan memancar bila sakus di tekan.9

8
3. Sindrom mata kering (dry eye syndrome atau keratokonjungtivitis sicca)
Mata kering dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dengan defisiensi unsure
film air mata (akuos, musin, atau lipid), kalainan permukaan palpebra, atau kelainan
epitel. Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau
berpasir (benda asing). Gejala umum lain adalah gatal, sekresi mukus berlebihan,
tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit,
dan sulit menggerakkan palpebra. Mata terlihat normal pada pemeriksaan pada
kebanyakan pasien. Ciri paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah tidak adanya
meniscus air mata di tepi palpebra inferior. 9
4. Benda asing kornea (cornea foreign body)
Benda asing di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan
sewaktu mata dan kelopak digerakkan. 15
5. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Gejala penting konjungtivitis adalah
sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau panas, gatal, dan fotofobia.
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi
konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih
nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi
papil, folikel, membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, dan mata merasa
seperti adanya benda asing. 14

H. Pemeriksaan 12
Pemeriksaan sistem lakrimal terdiri dari 3 bagian :
1. Pemeriksaan periorbital, palpebra dan sistem lakrimal
a. Perhatikan seluruh wajah, termasuk kening dan pipi, daerah kantus medial dan
palpebra. Lihat apakah ada periorbital asimetris, bengkak, ptosis, dan palpebra
malposisi. Pada daerah kantus medial lihat apakah ada fistul, inflamasi dan
discharge. Punctum seharusnya mengarah ke danau lakrimal, pastikan
keempat punctum ada dan terbuka. Lihat juga apa ada karunkel.
b. Lakukan pemeriksan punctum dan eksternal mata dengan slitlamp.
Ukur ketinggian vertical meniscus air mata sebelum diberi tetes mata. Ketika
memeriksa meniscus air mata, singkirkan blepharitis, mata kering dan penyakit
eksternal lain, sebagai penyebab hipersekresi dan peninggian meniscus air mata.

9
c. Lakukan Fluorescein Dye Retention Test (FDRT)
Fluorescein Dye Retention Test (FDRT) ini merupakan pemeriksaan semi
kuantitatif untuk aliran air mata yang lambat dan terobstruksi. Juga dipanggil
fluorescein dye disappearance test. Teteskan satu tetes fluorescein 2% ke sakus
konjungtiva tanpa anestesi sebelumnya. Catat jumlah warna yang tertinggal
setelah 3 dan 5 menit pada satu atau kedua mata dan intensitas pewarnaan yang
tertinggal (residual) dinilai. Pemeriksaan bernilai positif jika ada fluorescein
residual. Pewarna (dye) biasanya keluar dari sistem pada waktu 3 – 5 menit. Jika
ada obstruksi, pemeriksaan FDRT positif. Negatif palsu bisa didapatkan
sekiranya sakus lakrimal yang besar atau mucocoele, atau sumbatan distal
duktus nasolakrimal di mana pewarna bisa terkumpul di sakus atau duktus.
Hasil FDRT : grade menggunakan skala 0-4.
 0 = tiada fluorescein
 4 = ada semua fluorescein
d. Irigasi dan eksplorasi sistem lakrimal
Irigasi dan eksplorasi sistem drainase lakrimal bagian proksimal dapat
mendeteksi adanya obstruksi, mengetahui dimana lokasi obstruksi dan juga jenis
obstruksi parsial atau komplit. Jika terjadi regurgitasi mukus saat pemeriksaan,
ini menandakan adanya mucocoele yang kecil. Jika ada mucocoele yang besar
atau dakriosistitis cukup lakukan eksplorasi kanalikuli dengan lembut, tidak
boleh diirigasi karena akan menyebabkan nyeri.
Cairan fluoresen akan diirigasikan kedalam kanalikulus untuk menilai
patensi dari sistem dan untuk membersihkan kantung dari mukus. Suction
catheter dimasukkan untuk menilai nostril. Jika cairan fluoresen didapatkan
pada hidung, maka saluran dianggap paten. Jika cairan refluks dari pungtum
yang berlawanan maka mungkin terdapat obstruksi duktus nasolakrimalis,
terutama jika ada mukus yang bercampur dengan cairan tersebut.18

10
Gambar 3. Cara melakukan irigasi
(Sumber : American Academy of Ophtalmology)

Gambar 4. Aliran cairan berdasarkan lokasi sumbatan


(Sumber : American Academy of Ophtalmology)

2. Pemeriksaan bagian nasal


Lakukan pemeriksaan endonasal dengan teleskop rigid untuk menyingkirkan
penyebab epiphora oleh nasal dan mengidentifikasi variasi anatomik yang
mempengaruhi hasil tindakan operasi, misalnya pada deviasi septum.

11
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi membantu mengkonfirmasi lokasi stenosis atau obstruksi,
perlambatan aliran air mata fungsional dan melihat patologi paranasal. Pemeriksaan
radiologi yang dapat dilakukan, antara lain :
a. Dakriosistografi (DCG)
Injeksi cairan radio-opak kedalam kanalikuli superior atau inferior,
kemudian difoto. Menilai anatomi kanaliku, sakus dan duktus nasolakrimal.
Baik untuk menentukan lokasi stenosis atau obstruksi dan sangat berguna untuk
membedakan stenosis presakus dan post sakus.
b. Nukleur Lakrimal Sintigrafi
Menggunakan technitium 99m pertechnetate yang diteteskan kedalam sakus
konjungtiva, dan diambil foto dengan kamera gama. Dakriosistografi dan
Nukleur Lakrimal Sintigrafi harus dilakukan sebelum dilakukan
Dakriosistorinostomi.
c. Computer Tomografi (CT)
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI) – jarang dilakukan

I. Penatalaksanaan
1. Tindakan Non-Bedah
a. Observasi
Jika ada keluhan epiphora tanpa adanya bukti infeksi, pasien dapat
diobati secara konservatif, dengan harapan terjadinya resolusi spontan.18
Diantara 90% anak dengan dakriostenosis kongenital, saluran air mata tidak
akan membuka tanpa pengobatan hingga usia 9 bulan. Jika saluran air mata
masih tersumbat setelah usia 9 bulan, sebaiknya dokter melakukan prosedur
pembedahan, seperti memasukkan saluran silikon untuk memperluas drainase
sistem lakrimal yang ada.19
b. Massage
Penanganan dakriostenosis pada bayi baru lahir dapat dilakukan salah
satunya dengan cara memijat saluran air mata yang terhalang. Pijatan harus
dilakukan dengan lembut dan sering, dalam upaya untuk mendorong cairan ke
saluran air mata dan membuka membran yang menghalangi saluran.18
Orang tua diinstruksikan untuk melakukan massage pada kantung
lakrimalis, dengan menekannya dengan lembut kearah bawah beberapa kali

12
dalam sehari. Tekanan hidrostatik karena massage mungkin akan memaksa
pembukaan ujung dari duktus. Massage juga akan meminimalisir penumpukan
materi mukopurulen yang akan menurunkan resiko dakriosistitis. Jika terdapat
cairan mukopurulen bersamaan dengan ephipora, maka cairan antibiotik tetes
dapat diberikan sebelum melakukan massage.18

Gambar 5. Cara massage dakriostenosis pada bayi


(Sumber : Olitsky, 2011)
2. Tindakan Pembedahan
a. Probing
Tujuan dari probing adalah untuk membuka membran pada akhir distal
dari duktus nasolakrimal, yaitu dengan memasukkan probe Bowman melalui
jalur anatomi sistem eksresi lakrimal. Tindakan probing didahului oleh dilatasi
pungtum, untuk konfirmasi keberhasilan probing kemudian dibilas dengan
larutan salin fisiologis. untuk menilai patensi dari sistem lakrimalis. Jika cairan
keluar melalui hidung, maka saluran dianggap paten.18

Gambar 6. Teknik Probing pada obstruksi ductus nasolakrimalis


(Sumber : Olitsky, 2011)
13
Gambar 7. Cara melakukan probing pada bayi dengan dakriostenosis
(Sumber : Olitsky, 2011)

Gambar 8. Probing pada orang dewasa, lalu dibilas dengan larutan salin fisiologis
(Sumber : Olitsky, 2011)

Jika probing tidak berhasil maka dapat dilakukan pengulangan prosedur


setelah dilakukan pematahan konka inferior. Jika probing yang dikombinasi
dengan pematahan konka inferior tidak menghasilkan perbaikan, maka dapat
dilakukan intubasi silikon. Jika probing dan intubasi silikon tidak berhasil maka
dapat dilakukan dacryocystorhinostomi.18

b. Silicone Tube Intubation


Pemasangan stent atau intubasi. Prosedur ini biasanya dilakukan dengan
bantuan anestesi umum. Sebuah tabung tipis, terbuat dari silikon atau poliuretan,
diutaskan melalui salah satu atau kedua puncta di sudut kelopak mata Anda.
Tabung-tabung tersebut kemudian melewati sistem drainase air mata menuju ke
hidung Anda. Sebuah lingkaran kecil tabung akan tetap terlihat di sudut mata

14
Anda, dan tabung tersebut umumnya tetap ada sekitar tiga bulan sebelum
mereka diangkat. Penggunaan tabung berpotensi menyebabkan komplikasi,
termasuk peradangan.

Gambar 9. Teknik Silicone Tube Intubation dengan prosedur ritleng probe


(Sumber : Olitsky, 2011)

Gambar 10. Teknik Silicone Tube Intubation Tipe Maserka


(Sumber : Olitsky, 2011)

Gambar 11. Teknik Silicone Tube Intubation Tipe Mini-Monoka


(Sumber : Olitsky, 2011)

15
c. Laricath Balloon Dilation
Jika saluran air mata Anda tersumbat oleh goresan, peradangan dan
kondisi lainnya, pelebaran balon kateter dapat membantu mengatasi
penyumbatan yang Anda alami. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan
anestesi umum, dan sebuah tabung (kateter) dengan balon kempis di ujungnya
yang menguntai melalui saluran nasolacrimal pada bawah hidung Anda. Balon
kateter yang belum dikembangkan ditempatkan dan baru dikembangkan setelah
berada di dalam saluran. Untuk mengembang dan mengempiskan balon
beberapa kali diperlukan sebuah pompa, terkadang dipindahkan ke lokasi yang
berbeda di sepanjang sistem drainase.
Balloon Dacryoplasty umumnya digunakan dalam kasus-kasus sulit atau
karena kegagalan probing. Prosedur ini lebih efektif pada bayi dan balita, tetapi
juga dapat digunakan pada orang dewasa dengan penyumbatan parsial. Peralatan
atau biaya tindakan ini relatif mahal. Tingkat keberhasilan 82% pada kelompok
usia yang sama bila digunakan sebagai prosedur utama

Gambar 12. Peralatan yang di gunakan untuk Balloon Dacryoplasty


(Sumber : Olitsky, 2011)

Gambar 13. Prosedur Balloon Dacryoplasty


(Sumber : Olitsky, 2011)

16
d. Dakriosistorinostomi (DCR)12
Dakriosistorinostomi (DCR) yaitu operasi yang membuat lubang
permanen dari sakus lakrimal ke dalam rongga hidung yang akan dilewatioleh
air mata, operasi ini dilakukan pada kasus epiphora dan discharge. Indikasi :
Pasien dengan epifora, mucocoele atau dakriosistitis kronis akibat dari stenosis
duktus nasolakrimal dengan kanalikuli normal atau hanya sumbatan pada distal
membran kanalikuli komunis.
Dalam kebanyakan kasus, prosedur dakriosistorinostomi bypass akan
memulihkan keadaan pasien jika obstruksi terletak di bagian bawah sakus
lakrimal atau duktus. Apabila kanalikuli yang terobstruksi, rekonstruksi
kanalikuli dilakukan. Pada obstruksi duktus nasolakrimal kongenital –
pembukaan spontan membran ini terjadi sebelum anak berusia 6 bulan. Jika
menetap, eksplorasi duktus nasolakrimal sebelum usia 12 bulan biasanya dapat
menyembuhkan. Namun begitu, untuk mencegah kegagalan dari penatalaksana
yang tidak sesuai prosedur atau inkomplet, probe yang dalam inferior nasal
meatus harus diperhatikan.16
1) Dakriosistorinostomi ekterna
Dakriosistorinostomi ekterna masih menjadi pilihan tindakan
teerhadap keluhan epifora karena stenosis atau obstruksi duktus
nasolakrimalis. Tingkat keberhasilan 90% pada kelainan yang tanpa disertai
adanya penyakit kanalikuli. Berbagai laporan tindakan dariosistorinostomi
eksterna dengan intubasi silicon memberikan hasil lebih baik dibandingkan
dakriorinostomi endonasal. Keberhasilan dakriosistorinostomi eksterna
ditunjang oleh identifikasi anatomi yang baik dari saccus lakrimalis maupun
lapisanmukosa dan tekhnik yang dipakai saat operasi. Penjahitan flap
posterior pada saat operasi memberikan tingkat keberhasilan yang lebih baik
daripada eksisi flap posterior.
Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan dakriosistorinostomi
eksterna diantaraya: Perdarahan hidung pasca operasi, piogenik granuloma,
sindroma sump, kebocoran cairan serebrospinal, kerusakan jaringan orbita,
eversi punctum, dan perdarahan yang tidak terkontrol.
Kelainan yang mendasari dilakukannya tindakan
dakriosistorinostomi eksterna pada pasien diantaranya pada pasien
dakriosistorinostomi kronis, obstruksi ductus nasolakrimalis congenital atau

17
akibat pasca trauma, dan kista saccus lakrimalis. Pada saat dilakukan anel
tes pre operasi didapatkan regurgitasi pada punctum superior. Hal ini
menunjukkan adanya obstruksi komplit pada ductus nasolakrimalis.

Gambar 14. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal


(Sumber: American Academy of Ophtalmology)

18
Gambar 15. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal
(Sumber: American Academy of Ophtalmology)

Prosedur eksternal:
Insisi:
1. Insisi curvilinier, 2 mm di atas Ligamentum Palpebrae Media , 3 mm
medial ke cantus medial, 4 mm di bawah sebelah luar dari puncak
lakrimal- 2 mm di bawah margin orbita inferior.
2. Insisi lurus 10 mm medial ke kantus medialis untuk menghindari sudut
vena.

19
3. Bagian orbiculasris dibelah/dipisahkan dan penarik lakrimal diinsersi,
dibuka puncak larrimalis anterior dan MPL dibagi.
4. Periosteum diinsisi/diiris dan os. Lacrimalis dibongkar menggambarkan
saccus lakrimalis di sebelah samping.
5. Puncak dihilangkan dengan dicungkil dan dilubangi, sehingga mukosa
nasal terbuka.
6. Saccus dibuka melalui dinding nasal dengan membentuk huruf H dan
dibuat 2 flap pada bagian anterior dan posterior.
7. Patensi dicek dengan menggunakan probe.
8. Insisi vertical pada mukosa hidung dengan membuat 2 flap mirip dan
dijahit dengan flap saccus yang berhubungan.
9. Pipa silicon kemudian dimasukkan melalui kedua punctum hingga
masuk ke hidung
10. Semua struktur anterior dijahit
11. Pipa diambil setelah 4-6 bulan.

Kelebihan external DCR :


1. Sakus lakrimal terlihat semuanya, patologi intra-sakus bisa diidentifikasi
dan katup Rosenmuller bisa dilihat dengan jelas.
2. Membranektomi pembukaan kanalikuli komunis dapat dilakukan.
3. Rhinostominya besar (sekurang-kurangnya 10mm), dimana semua tulang
dan sinus yang berada disekitar pembukaan juga diangkat. Jadi,
rhinostomy yang sudah sembuh tidak akan menutup kembali.

Kekurangan external DCR :


1. Perdarahan sewaktu operasi menghalangi terlihatnya pembukaan
komunis dan ini sulit untuk menjahit flap posterior.
2. Operasi yang lama, bisa sampai 60 menit, tergantung kepada pengalaman
ahli bedahnya.
3. Ada resiko untuk terjadi sindrom sump apabila rhinostomi terletak
terlalu tinggi dibandingkan sakus lakrimal. Pada sindrom sump, sistem
lakrimal terbuka sewaktu dilakukan irigasi tetapi gejala epiphora akan
menetap karena sakus lakrimal tidak bisa keluar sepenuhnya.
4. Jaringan parut/sikatrik kadang-kadang bisa kelihatan.

20
Managemen post operasi External DCR :
1. Menutup mata/ luka, bisa dilakukan atau tidak
2. Pasien didudukkan 45 secepatnya untuk mengurangkan perdarahan
3. Jangan menghembus (nose-blowing) dalam 4-7 hari ini
4. Antibiotik spektrum luas diberi untuk satu minggu, atau berikan
antibiotic bolus sewaktu operasi jika terdapat mucocoele atau sinusitis.
5. Berikan steroid topikal dan obat antibiotik tetes mata selama 3 minggu.

2) Dakriosistorinostomi Interna (Endonasal)


Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun
keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah
karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit
gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air
mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih
sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).19
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi
12
absolut dan kontraindikasi relatif . Kontraindikasi relatif dilakukannya
DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan
adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi
kontraindikasi absolut antara lain:
 Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
 Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopik
 Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

21
Gambar 17. Langkah-langkah Dakriosistorinostomi Internal
(Sumber: American Academy of Ophtalmology)

22
Gambar 18. Teknik Dakriosistorinostomi Internal
(Sumber: American Academy of Ophtalmology)

Prosedur endonasal:
1. Pipa kecil tipis dimasukkan melalui punctum, dan dilihat dari dalam
cavum nasi dengan menggunakan endoskop.
2. Mukosa yang lebih frontal dari maxilla dipotong.
3. Os lakrimalis dirusak dan saccus dibuka.
4. Pipa silicon dimasukkan dan diikat.
5. Pipa kemudian dipindahkan setelah 2-3 bulan.

Kelebihan endonasal DCR :


1. Karena anestesi lokal yang dipakai, rehabilitasi post operasinya cepat.
Sangat sesuai untuk orang tua yang beresiko secara medis jika diberikan
anestesi umum dan operasi berlangsung lama.
2. Hemostasis yang baik.
3. Tindakan berlangsung 10-35 menit.
4. Tidak ada resiko untuk terjadi sindrom sump, kerana rhinostomi
dilakukan di sebelah sakus lakrimal bagian bawah.
5. Operasi dilakukan secara lokal jadi kerusakan kolateral sangat sedikit.

23
6. Tidak dilakukan insisi kulit, jadi tidak adanya jaringan parut yang
kelihatan.
7. Pasien lebih memilih tindakan ini karena tidak mau ada jaringan parut di
wajahnya dan menginginkan operasi yang cepat walaupun sudah
diberitahu angka keberhasilan endonasal DCR adalah lebih rendah dari
external DCR.

Kekurangan endonasal DCR :


1. Bagi oftalmologist, adanya kurva belajar, dengan anatomi san instrumen
yang baru. Tindakan lebih baik dilakukan dengan pakar THT yang sudah
mempunyai keahlian dan instrumen yang mencukupi.
2. Biaya instrumen dan endoskop yang mahal.
3. Intubasi silikon sementara biasanya diindikasi selama sekurang-
kurangnya 5 minggu.
4. Bagian dalam sakus lakrimal dan pembukaan komunis tidak selalunya
kelihatan.
5. Mukosa lakrimal yang lembut mungkin rusak, dan mengakibatkan parut.
6. Angka keberhasilan operasi yang rendah, oleh sebab granuloma dan
fibrosis submukosal kadang-kadang menyebabkan penutupan
rhinostomi.

Transcanalicular endoscopic DCR/Laser


 Indikasi:
Prosedur pada pasien yang menginginkan tindakan invasif minimal. Pada
pasien dengan gangguan kelainan perdarahan atau pasien yang sedang
menjalani pegobatan dengan anti koagulasi.
 Kontraindikasi:
Transcanalicular endoscopic DCR dikontraindikasikan pada pasien yang
mengalami neoplasia sinus nasal atau lakrimal. Kontraindikasi relative
pada penderita dakriolitiasis, canaliculitis, obstruksi canaliculi. Deviasi
septum nasi juga dapat membuat operasi dengan laser endoskopi menjadi
lebih sulit.

24
Gambar 16. Teknik Dakriosistorinostomi Internal
(Sumber: American Academy of Ophtalmology)

Keuntungan Transcanalicular endoscopic DCR:


1. Didapatkan ekomosis dan edema minimal pasca operasi
2. Manipulasi operasi sedikit pada bagian jaringan kantus medial dan
pompa lakrimal.
3. Tidak meninggalkan jaringan parut pada kulit.
4. Perdarahan minimal.
5. Waktu kesembuhan lebih cepat.

Gambar 17. Perbedaan Internal dan Eksternal DCR


(Sumber: American Academy of Ophtalmology)

25
Managemen post operasi Endonasal DCR :
1. Biasanya tidak ada nasal pack
2. Pasien didudukkan seperti pada external DCR
3. Jangan menghembus (nose-blowing) dalam 4-7 hari
4. Berikan steroid topikal dan obat antibiotik tetes mata selama 4 minggu
5. Biasanya tidak diperlukan penggunaan obat semprot steroid nasal

Menurut Panduan Manajemen Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Mata


Indonesia (PERDAMI) penatalaksanaan obstruksi duktus nasolakrimal
kongenital adalah sebagai berikut : 29
Pelayanan Kesehatan Mata Primer (PEC)
1. Bila bayi dibawah 3 bulan, beri tetes antibiotik topikal selama 5-7 hari.
2. Pengasuh dan/atau orang tuanya diberitahu cara melakukan massage
pada sakus lakrimal
3. Bila bayi sudah berumur diatas 3 bulan dan mata masih berair dan ada
secret, rujuk ke SEC
Pelayanan Kesehatan Mata Sekunder (SEC)
4. Bila bayi sudah berumur diatas 3 bulan, lakukan irigasi dari pungtum
lakrimal superior/inferior agar membran Hassner terbuka. Beri tete
antibiotika dengan steroid selama 3-5 hari.
5. Bila setelah dilakukan 3 kali tindakan diatas berturut-turut tiap 2 minggu
tetapi masih berair dan banyak sekret, lakukan probing dalam narkose.
6. Bila tes Anel masih menunjukkan regurgitasi, lakukan pematahan konka
inferior.
7. Bila setelah dilakukan tindakan diatas mata masih berair dan banyak
sekret, rujuk ke TEC
Pelayanan Kesehatan Mata Tertier (TEC)
8. Bila sakus belum dilatasi, lakukan probing pematahan konka inferior
9. Bila sakus sudah dilatasi akan tetapi sekret masih banyak, lakukan
dacryocystorhinostomi (DCR)

26
10. Bila terdapat kelainan pada kanalikulus atau mukosa hidung tidak dapat
dijahit dengan dinding sakus sewaktu dilakukan operasi, pasang silikon
lakrimal tube.
11. Sesudah operasi beri antibiotik oral, antibiotik dengan steroid tetes mata,
analgetika, dan dekongestan tetes hidung. Antikoagulan diberikan jika
perlu.
12. Silikon tube diangkat 2-3 bulan sesudah operasi.

J. Komplikasi
Kompikasi yang sering terjadi akibat dakriostenosis antara lain 11 :
1. Dakriosistitis
Inflamasi pada sakus lakrimalis dengan edema, eritem, dan nyeri tekan di daerah
sekitar duktus mengalami penyumbatan.
2. Perisistitis
Peradangan pada jaringan sekitar duktus yang tersumbat.
3. Mukocele
Masa subkutan berwarna kebiruan dibawah tendon kantus media.
4. Selulitis periorbita
Peradangan didaerah ipsilateral mata

K. Prognosis
Walaupun penyumbatan pada kasus yang lebih ringan dapat dibersihkan dengan
irigasi, explorasi dan beberapa cara lain, penyumbatan dapat berulang dan disertai
infeksi berlanjut. Telah dilaporkan keberhasilan berbagai prosedur pembedahan, dimana
paling sedikit 60% kasus menunjukkan perbaikan. Tanpa pengobatan, akan terbentuk
bekas luka permanen pada duktus lakrimal.17

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dakriostenosis adalah striktur atau penyempitan duktus lakrimalis yang dapat
terjadi baik karena kelainan kongenital atau karena infeksi atau trauma. Manifestasi
yang lazim terjadi yaitu berair mata (tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah
(peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata yang jelas (epiphora), Juga
terdapat penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen dan kerak.
Dakriostenosis dapat diketahui dengan melakukan berbagai pemeriksaan,
dimulai dari inspeksi sampai melakukan irigasi dan eksplorasi. Efek yang dapat
ditimbulkan dari dakriostenosis ini antara lain dakriosistitis, perisistitis, mukocel dan
seluitis periorbital. Penanganan dakriostenosis daoat dilakukan dengan cara obeservasi,
massage, probing, silicon tube. Dakriosistorinostomi mungkin diperlukan untuk
mengkoreksi keadaan ini.

B. Saran
Perlunya penelitian dan pemahaman lebih lanjut mengenai dakriostenosis .
mengingat komplikasi yang dapat ditimbulkan jika tidak diberikan terapi dengan baik
dan benar.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Lang, Gerhard K. 2000. Ophtalmology. Germany : Eye Hospital Ulm.


2. Witcher, John P. 2000. Air mata. Oftalmologi Umum Vaughan. Edisi 14. Jakarta :
Widya Medika. Hal 94.
3. Sims, Judith. 2002. Lacrimal Duct Obstruction.Gale Encyclopedia of Medicine.
Diakses dari www.lifestyle.com pada tanggal 27 Maret 2017.
4. Kaneshiro, Neil K. Blocked Tear Duct. Diakses dari www.medlineplus.com pada 27
Maret 2017. Terakhir diperbarui 27 Maret 2017.
5. Dorland, W. A. 2002. Newman. Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29. Jakarta.EGC.
6. Mosby. Medical Dictionary. Edisi 8. 2009.Elsevier.
7. Zorab, Richard at all. 2008. Abnormalities of The Lacrimal Secretory and Drainage
Systems.Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. San Fransisco : American Academic
of Ophtalmology. Hal 265 – 290.
8. Gupta, P. D. 2006. Patho-Physiology of Lacrimal Glands in Old Age. International
Digital Organization for Scientific Information. Volume I.I
9. Sullivan, J. 2000. Palpebra dan Aparatus Lakrimal. Oftalmologi Umum Vaugan.
Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 91 -95.
10. Nelson, Leonard. 2000. Gangguan Mata. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC. Hal
2164 – 2165.
11. Rudolph. 1991. Bloked Tear Duct (Dacryostenosis).Rudolph’s Pediatrics. Edisi 19.
12. Oliver, Jane. 2002. Colour Atlas of Lacrimal Surgery. Germany : Butterwoth
Heinemann. Hal 40, 93 – 100.
13. Camara, Jorge G. 2008. Nasolacrimal Duct Ostruction : Differential Diagnosis and
Work up. Diakses dari www.medscape.com pada tanggal 27 Maret 2017.
14. Ilyas, Sidarta. 2009. Kelainan Kelopak dan Kelainan Jaringan Orbita. Ilmu
penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 89, 121-122.
15. Asbury, Tailor and Sanitato, James. 2000. Trauma.Oftalmologi Umum Vaughan.
Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 381.
16. Dutton, Jonathan. 1994. Atlas of clinical and surgical orbit anatomy. Saunders
Company. Hal 145.
17. Jeffrey, Hurwitz. 2004. The Lacrimal Drainage System. Ophtalmology. Edisi 2. St.
Louis. Hal 761 – 766.

29
18. Nguyen, Leon K. Linberg, John V. The Lacrimal System in Surgery of the Eyelid,
Orbit, and Lacrimal System. Volume 3: American Academy of Ophtalmology;
1995. p.265-67.
19. Hadassah Medical, 2016. Diakses dari http://www.hadassah-med.com/medical-
care/departments/ophthalmology/oculoplastics/dacryocystorhinostomy pada tanggal
27 Maret 2017
20. Gondhowiarjo, Tjahjono D. Simanjuntak, Gilbert WS. Editor. Panduan Manajemen
Klinis PERDAMI : PP PERDAMI. 2006. p. 79-80

30

You might also like