Professional Documents
Culture Documents
Tata kelola dalam bank syariah dan IFRS untuk bank syariah
Dosen pembimbing :
Sufitrayati, S.E., M.Si.
Oleh :
Emiliya Burkiah (160603170)
Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat serta hidayah Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul Tata
kelola dalam bank syariah dan IFRS untuk bank syariah dalam rangka untuk memenuhi tugas
mata kuliah Akuntansi Bank Syariah.
Dalam menyelesaikan karya makalah ini tidak terlepas dari banyak pihak. Saya
mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan saya. Oleh sebab itu, saya sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai
masukkan bagi saya.
Akhir kata saya berharap karya tulis ini dapat bermamfaat bagi pembaca pada
umumnya dan saya sebagai penulis khususnya. Atan segala perhatiannya saya ucapkan
terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
2.10.3 Kepada siapa informasi diungkapkan dan apa yang diungkapkan ........................22
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Beberapa pengertian tata kelola yang dikemukakan oleh para ahli dan lembaga yang
memiliki perhatian terhadap masalah tata kelola perusahaan
‘’Tata kelola perusahaan dapat didefinisikan sebagai seluruh rangkaian tindakan yang
diambil dalam entitas sosial yang merupakan perusahaan untuk mendukung agen ekonomi
untuk mengambil bagian dalam proses produktif, untuk menghasilkan beberapa surplus
organisasi, dan untuk mengatur distribusi yang adil antara mitra, dengan
mempertimbangkan apa yang telah mereka bawa ke organisasi’’(Maati, 1999, hal. xvii
dalam Marc Labie, 2001)
Tata kelola perusahaan memiliki empat prinsip dasar yang harus dipenuhi sehingga
dapat berjalan dengan baik (OECD, 2004; Jesover & Kirkpatrick 2005:130), keempat prinsip
tersebut adalah: Tanggung jawab (responsible), Akuntabilitas (Accountability), Keadailan
(Fairness) dan Keterbukaan (Transparency).
Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang dibentuk oleh MUI yang bertugas
menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah.1
DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas mengembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor
keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana. DSN merupakan
satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan fatwa atas jenis-
jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud
oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia.
1
Briefcase Book Eduksi Profesional Syariah, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah, (Jakarta : Renaisan,
2005), h. 13.
3. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang
akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syari’ah pada suatu lembaga keuangan
syari’ah.
4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan
dalam pembahasan ekonomi syari’ah, termasuk otoritas moneter/lembaga
keuangan dalam maupun luar negeri.
5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syari’ah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan
Syari’ah Nasional.
6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan
apabila peringatan tidak diindahkan.
Ada dua asas dalam implementasi GCG pada perbankan syariah di Indonesia yaitu
asas Shifat dan Tarik. Asas Shifat seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dalam
aktivitas bisnis yaitu Shidiq, fathonah, amanah dan tablig. Asas kedua adalah Tarik, dipakai
dalam dunia usaha pada umumnya yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan. Kedua asas operasional tersebut diperlukan
untuk mencapai kesinambungan (sustainability) dengan memperhatikan kepentingan para
pemangku kepentingan (stakeholders).2
Ada beberapa persoalan mengenai praktik GCG di Indonesia yaitu sebagai berikut:
2
Hamdani, Good Corporate Governance: Tinjauan Etika dalam Praktik Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media,
2016, h 194-195.
3
Herwidayatmo, 2001, dalam Hamdani, Good Corporate Governance: Tinjauan Etika dalam Praktik Bisnis.
Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016, h-122.
4
S. Utama, Corporate Governance, Disclosure dan Its Evidence In Indonesia. Part I, Usahawan No. 04, Tahun
XXXII, April 2003, dalam Hamdani, 2016, Good Corporate Governance: Tinjauan Etika dalam Praktik Bisnis.
Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016, h-123.
3. Konsentrasi kepemilikan dan kontrol juga menyebabkan lemahnya proteksi hukum
bagi pemegang saham minoritas.5
4. Score keterbukaan yang rendah.
Kendala penerapan GCG di Indonesia dibagi kedalam tiga bagian, yaitu kendala
internal, kendala eksternal, dan kendala yang berasal dari struktur kepemilikan.6
5
Ibid
6
Edi Wibowo, 2010, Implementasi Good Corporate Governance di Indonesia. Jurnal ekonomi dan
Kewirausahaan Vol. 10, No. 2, Oktober 2010, dalam Hamdani, 2016, Good Corporate Governance: Tinjauan
Etika dalam Praktik Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016, h-123.
7
H.E. Djatmiko, 2004, dalam Hamdani, 2016, h-123.
terkonsentrasi pada seseorang atau sekelompok orang dapat menggunakan sumber
daya perusahaan secara dominan sehingga dapat mengurangi nilai perusahaan.8
Lembaga yang menjadi direktorat bagi bank syari’ah adalah Bank Indonesia
dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank
sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu
kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata
uang negara lain. Berikut beberapa peran BI dalam sistem Perbankan Syari’ah :
8
Hamdani, 2016, Good Corporate Governance: Tinjauan Etika dalam Praktik Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2016, h-123.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar
modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 21 tersebut.Berikut beberapa peran OJK dalam sistem Perbankan
Syari’ah :
Di Indonesia, sistem tata kelola syari’ah diatur dalam UU No. 21/2008 yang berisi
tentang menempatkan DPS (Dewan Pengawas Syari’ah) sebagai pihak penting dalam
pengawasan kepatuhan prinsip-prinsip syari’ah di internal perbankan syari’ah. DPS bertugas
memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai
dengan prinsip syari’ah. Selanjutnya pada level nasional, ada lembaga bernama Dewan
Syari’ah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas
dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan
usaha bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah. Dengan
demikian, DPS adalah perpanjangan tangan dari DSN untuk melakukan pengawasan atas
kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
Meskipun UU Perbankan Syari’ah tidak memberikan penjelasan yang rinci tentang
DPS, tetapi Bank Indoensia melalui PBI dan SEBI yang dikeluarkan memberikan perincian
dan guidelines terkait dengan DPS beserta pelaksanaan GCG (good corporate governance)
pada bank syari’ah. Pelaksanaan GCG pada bank syari’ah dijelaskan melalui PBI No.
11/PBI/2009. PBI ini secara umum menjelaskan tentang konsep GCG bagi bank syari’ah dan
UUS serta peran dari Dewan Komisaris, Direksi, Komite, dan DPS. Dalam PBI ini juga
dijelaskan tentang format self assessment pelaksanaan GCG pada bank syari’ah. Pada bagian
pengawasan syari’ah dijelaskan tentang mekanisme pengangkatan anggota DPS, masa
jabatan, tugas dan tanggung jawab, mekanisme pelaporan hasil pengawasan DPS dan sanksi
bagi DPS yag tidak menjalankan kewajibannya. Meskipun guidelines ini cukup menyeluruh
tapi belum bisa disebut sebagai model kerangka SG yang menyeluruh bagi bank syari’ah.
Format guidelines GCG ini cenderung hasil penyesuaian dengan guidelines bagibank
konvensional yang sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebelumnya. Bedanya hanya
terletak pada keberadaan Dewan Pengawas Syari’ah dalam struktur organisasi perusahaan.
Penjelasan lebih detail tentang teknis pelaksanaan GCG bagi bank syari’ah diurakan melalui
Surat Edaran BI (SEBI) No. 12/13/DPbS/2010.
Proses tata kelola syari’ah bagi lembaga keuangan syari’ah mencakup 4 (empat)
aspek, yaitu (i) pengangkatan dan pemberhentian; (ii) komposisi; (iii) persyaratan; dan
(iv) batasan rangkap jabatan bagi anggota Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dan Dewan
Syari’ah Nasional (DSN). Mekanisme pengangkatan dan pemberhentian DPS di Indonesia
diatur dalam
PBI No.11/3/PBI/2009 dan SEBI No.12/13DPbS/2010. Alur pengangkatannya melalui proses
pengajuan oleh Direksi bank syari’ah kepada BI/OJK setelah mendapatkan persetujuan
dari DSN. Proses penerimaan maupun penolakan berada di tangan BI/OJK berdasarkan
pada pemeriksaan kelengkapan dokumen dan wawancara yang dilakukan. Dengan demikian,
DPS adalah hasil fit dan proper test yang dilakukan oleh BI/OJK dan DSN. Dari segi
komposisi keanggotaan DPS, di Indonesia melalui PBI No.11/3/PBI/2009 memberikan
batasan jumlah yaitu tidak kurang dari dua orang . Satu orang diantara anggota DPS
bertindak sebagai ketua. Pembatasan rangkap jabatan bagi seorang anggota DPS di
Indonesia menurut ketentuan yang ada di SEBI No.12/13/DPbS/2010 hanya dapat
merangkap jabatan sebagai anggota DPS tidak lebih dari 4 (empat) lembaga keuangan
syari’ah dengan rincian 2 (dua) berjenis bank dan 2 (dua) sisa lainnya non- bank.
Pemegang saham (shareholder atau stockholder), adalah seseorang atau badan hukum
yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada perusahaan. Para pemegang saham
adalah pemilik dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang terdaftar dalam bursa
efek berusaha untuk meningkatkan harga sahamnya. Konsep pemegang saham adalah sebuah
teori bahwa perusahaan hanya memiliki tanggung jawab kepada para pemegang sahamnya
dan pemiliknya, dan seharusnya bekerja demi keuntungan mereka
Pemegang saham diberikan hak khusus tergantung dari jenis saham, termasuk hak
untuk memberikan suara (biasanya satu suara per saham yang dimiliki) dalam hal seperti
pemilihan dewan direksi, hak untuk pembagian dari pendapatan perusahaan, hak untuk
membeli saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan, dan hak terhadap aset perusahaan
pada saat likuidasi perusahaan.
Berikut beberapa hak yang dimiliki oleh shareholder sebagai pemangku kepentingan :
komunitas. Mereka dapat terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan
pemangku kepentingan tersebut akan membawa dampak bagi keberlangsungan komunitas
(Race dan Millar, 2006). Pemangku kepentingan yang terlibat juga akan merasakan dampak
dan manfaat yang timbul (Gonsalves et al, 2005).
Yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana peran pemangku kepentingan dalam
pembentukan komunitas guna mencapai ketahanan sosial ekonomi masyarakat dengan studi
kasus pembentukan kelompok tabungan perumahan di Kelurahan Panjang Baru, Kota
Pekalongan. Siapa sajakah pemangku kepentingan yang terlibat. Apakah peran pemangku
kepentingan tersebut mempengaruhi keberlangsungan kelompok dan bagaimana implikasinya
terhadap ketahanan sosial ekonomi yang sedang berusaha untuk dibangun.
Transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada
masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan
sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-
undangan (KK, SAP,2005).
Transparansi dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu adanya kebijakan terbuka terhadap
pengawasan, adanya akses informasi sehingga masyarakat dapat menjangkau setiap segi
kebijakan pemerintah, dan berlakunya prinsip check and balance (antar lembaga eksekutif
dan legislatif). Tujuan dari transparansi adalah membangun rasa saling percaya antara
pemerintah dengan publik di mana pemerintah harus memberikan informasi akurat bagi
publik yang membutuhkan.
Menurut Mardiasmo dalam Muhammad Rizqi Syahri Romdhon indikator dari
transparansi adalah:
Jika dilihat dari definisi dan kriteria, tidak ada kriteria yang jelas mengenai seperti apa
bentuk laporan keuangan itu sehingga sebuah laporan keuangan dapat disebut sebagai laporan
keuangan yang transparan. Definisi dan kriteria tersebut hanya mencakup transparansi dalam
pengelolaan keuangan, bukan laporan keuangan. Laporan keuangan memang merupakan
salah satu hasil dari transparansi dan akuntabilitas keuangan publik. Hal ini berarti laporan
keuangan yang disusun pun harus memenuhi syarat transparansi. Kriteria dari transparansi
ini adalah adanya pertanggungjawaban terbuka, adanya aksesibilitas terhadap terhadap
laporan keuangan serta adanya publikasi laporan keuangan, hak untuk tahu hasil audit dan
ketersediaan informasi kinerja. Agar laporan keuangan menjadi lebih efektif dan tidak
menyesatkan, seluruh informasi yang relevan seharusnya disajikan dengan cara yang tidak
memihak, dapat dipahami, dan tepat waktu. Inilah yang dikenal dengan prinsip
pengungkapan penuh (full disclosure principle).
Semua fakta-fakta perlu diungkapkan secara terbuka agar laporan keuangan sebisa
mungkin bersifat informatif dan memberi arti bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Pengungkapan fakta-fakta dilakukan guna menghindari adanya laporan keuangan yang
menyesatkan. Di samping laporan utama, terkadang perlu adanya catatan kaki yang memberi
deskripsi lebih jauh sehubungan dengan laporan keuangan itu. Dengan prinsip pengungkapan
ini diharapkan agar investor yang memiliki pengetahuan rata-rata tidak menjadi keliru dalam
menafsir isi laporan keuangan. Oleh karena itu, tidak boleh ada informasi penting atau
kebutuhan informasi rata-rata investor yang hilang atau disembunyikan.
2.10 Pengaungkapan dan kekurangan dalam praktik akuntansi
2.10.1 Pengertian Pengaungkapan dan kekurangan dalam praktik akuntansi
Secara konseptual pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan
keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses
akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statement
keuangan. Evans (2003) dalam Suwardjono(2014) mengartikan pengungkapan
sebagai berikut:
Secara lebih spesifik, Wolk, Tearney, and Dold (2001) dalam Suwardjono (2014)
menginterpretasi pengertian pengungkapan sebagai berikut:
Arti dari pengertian pengungkapan menurut Wolk, Tearney, and Dold (2001)
pengungkapan adalah berkaitan dengan informasi baik dalam laporan keuangan
maupun komunikasi tambahan termasuk catatan kaki, peristiwa-peristiwa setelah
tanggal laporan, diskusi dan analisis manajemen, prakiraan keuangan dan operasi, dan
laporan keuangan tambahan yang meliputi pengungkapan segmental dan informasi
pelengkap lebih dari kos historis.
Evans membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut
pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain
serta informasi di luar lingkup pelaporan keuangan tidak masuk dalam pengertian
pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dold memasukan pula laporan
keuangan segmental dan laporan yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari
pengungkapan.
Pengungkapan sering juga dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa
yang didapat disampaikan dalam bentuk laporan keuangan formal.
Hal ini tampaknya sejalan dengan gagasan FASB dalam rerangka konseptualnya
sebagai berikut (SFAC no.1 ,prg.5):
“Meskipun pelaporan keuangan dan laporan keuangan memiliki tujuan yang sama,
beberapa informasi bermanfaat lebih baik disediakan oleh laporan keuangan dan
beberapa disediakan lebih baik, atau hanya dapat diberikan, melalui pelaporan
keuangan selain laporan keuangan.”
1. Tujuan Melindungi
Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup
canggih sehingga pemakai yang naif perlu dilindungi dengan mengungkapkan
informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah
informasi untuk menangkap substansi ekonomi yang melandasi suatu pos statemen
keuangan. Dengan kata lain, pengungkapan dimaksudkan untuk melindungi perlakuan
manajemen yang mungkin kurang adil dan terbuka (unfair). Dengan tujuan ini, tingkat
dan volume pengungkapan akan menjadi tinggi.
2. Tujuan Informatif
Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah
jelas dengan tingkat kecanggihan tertentu. Dengan demikian, pengungkapan
diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan
pengambilan keputusan pemakai tersebut.
3. Tujuan Kebutuhan Khusus
Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan
informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang
dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan pengawasan,
informasi tertentu harus disampaikan kepada badan pengawas berdasarkan peraturan
melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan secara rinci.
Di sisi lain, dalam buku Accounting Theory, Riahi dan Belkaoui (2006)
menjelaskan bahwa tujuan dari pengungkapan diantaranya:
1. Untuk memberikan informasi yang akan membantu investor dan kreditor menilai
resiko dan potensial dari hal-hal yang diakui dan tidak diakui.
2. Untuk membantu para investor menilai pengembalian dari investasi mereka.
Perusahaan menyajikan aktiva lancar terpisah dari aktiva tidak lancar dan
kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang kecuali untuk
industri tertentu yang diatur dalam SAK khusus. Aktiva lancar disajikan menurut
ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo.
suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek, jika (a)
diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
perusahaan, dan (b) jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca.
2. Catatan Kaki
4. Istilah Teknis
Istilah teknis dan strategik merupakan bagian dari pengungkapan. Istilah
yang tepat harus digunakan secara konsisten untuk nama pos, elemen, judul, atau
subjudul. Nama elemen merupakan hal yang sangat strategik karena merupakan
objek penting dalam akuntansi. Penyusun standar banyak menggunakan istilah-
istilah teknis untuk mempresentasikan suatu realita atau makna dalam akuntansi.
Di Indonesia, istilah teknis perlu diterjemahkan untuk keperluan pelaporan
dalam bahasa Indonesia dan pendidikan. Karena standar akuntansi akan digunakan
sebagai acuan baik bagi penyusun laporan maupun oleh pembelajar akuntansi,
penyusun standar harus menciptakan istilah dengan penuh kecermatan dan mendidik
para anggota profesi tentang istilah teknis tersebut. Oleh karena itu, penyusun standar
harus mempunyai pengetahuan dasar tentang bahasa (Inggris dan Indonesia) agar
istilah tidak diciptakan dengan perasaan dan telinga saja tetapi dengan kaidah yang
tepat.
5. Lampiran
Penggunaan lampiran merupakan metode pengungkapan. Laporan keuangan
merupakan salah satu bentuk ringkasan untuk pengambilan keputusan investasi dan
kredit yang dapat dipandang sebagai keputusan strategik. Laporan keuangan utama
dapat dipandang seperti ringkasan eksekutif dalam pelaporan manajemen (internal).
Rincian, laporan tambahan, daftar rincian (schedule), atau semacamnya dapat
disajikan sebagai lampiran atau disajikan dalam seksi lain yang terpisah dengan
laporan utama.
6. Komunikasi Manajemen
Manajemen dapat menyampaikan informasi kualitatif atau nonfinansial yang
dirasa penting untuk diketahui pemakai laporan melalui berbagai cara. Wawancara
manajer dengan wartawan (jumpa pers) merupakan salah satu bentuk pengungkapan
atau komunikasi manajemen. Manajemen merupakan pihak yang paling tahu tentang
apa yang terjadi dibalik apa yang disampaikan melalui laporan keuangan.
Komunikasi manajemen secara resmi dapat disampaikan bersamaan dengan
penerbitan laporan tahunan dalam bentuk surat ke pemegang saham (letter to
shareholders), laporan dewan komisaris, laporan direksi, dan diskusi analisis
manajemen (DAM).
Surat ke pemegang saham dari direksi yang dimuat dalam laporan tahunan
biasanya memuat tanggapan atau penjelasan umum direksi tentang apa yang telah
dicapai dan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan serta apa yang akan dilakukan
dalam kaitannya dengan visi dan misi perusahaan. Laporan dewan komisaris berisi
pandangan umum tentang kinerja manajemen secara keseluruhan. Laporan ini
biasanya juga berisi tentang persetujuan dewan komisaris terhadap laporan keuangan
yang disajikan manajemen serta usulan yang berkaitan dengan dividen dan usulan lain
sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perseroan.
Laporan direksi berisi tentang penjabaran lebih lanjut dari surat ke pemegang
saham yang menjelaskan atau menguraikan perubahan-perubahan penting dalam
posisi keuangan dan hasil operasi tahun berjalan dibanding tahun sebelumnya.
Penjelasan tersebut diuraikan dalam konteks visi/misi perusahaan, kondisi ekonomik,
dan kondisi ketidakpastian masa datang serta kebijakan yang telah dilaksanakan
beserta alasan-alasannya. Kebijakan ini biasanya berkaitan pula dengan taksiran,
pertimbangan, dan asumsi yang digunakan dalam laporan keuangan. Dengan kata
lain, penjelasan manajemen (direksi) tentang pengaruh finansial transaksi, kejadian,
dan keadaan tertentu terhadap perusahaan merupakan hal penting yang menambah
kebermanfaatan informasi keuangan.
Luas pengungkapan berkaitan dengan masalah seberapa banyak informasi yang harus
diungkapkan, disebut dengan tingkat pengungkapan (levels of disclosure). Evans (2003: 336)
dalam Suwardjono (2008) mengidentifikasikan tiga pengungkapan yang dilakukan
perusahan, yaitu
Fair disclosure secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar memberikan
perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi
yang layak terhadap pembaca potensial.
Terkait adanya adopsi IFRS, beberapa hal yang mencakup isu-isu standarisasi antara
lain: AOSG (2010) telah merinci isu-isu penting terkait dalam kaitannya dengan konvergensi
IFRS, isu-isu penting tersebut dikelompokkan berdasarkan empat cakupan topik yaitu
substansi mengungguli bentuk, ukuran probabilitas, time value of money, isu-isu yang lain.
Isu-isu penting tersebut akan dipaparkan berdasarkan cakupan pengertiannya, seperti yang
ada di bawah ini.
didalam kegiatan praktek usaha perbankan. Kewajiban bank syariah untuk memberikan
informasi secara jelas, lengkap, dengan bahasa yang mudah dimengerti mengenai produk
layanan kepada Konsumen memiliki arti yang penting bagi nasabah bank syariah. 9 Karena
pada umumnya didalam praktek, informasi mengenai produk yang ditawarkan oleh bank
tidak dijelaskan secara detail dan berimbang mengenai manfaat, risiko, maupun biaya-biaya
yang akan muncul maupun yang melekat pada suatu produk tersebut.
9 Pasal 2 Huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 POJK.07 Tahun 2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Beberapa pengertian tata kelola yang dikemukakan oleh para ahli dan lembaga yang
memiliki perhatian terhadap masalah tata kelola perusahaan
Maati, 1999 in Marc Labie, 2001
‘’Tata kelola perusahaan dapat didefinisikan sebagai seluruh rangkaian tindakan
yang diambil dalam entitas sosial yang merupakan perusahaan untuk mendukung
agen ekonomi untuk mengambil bagian dalam proses produktif, untuk menghasilkan
beberapa surplus organisasi, dan untuk mengatur distribusi yang adil antara mitra,
dengan mempertimbangkan apa yang telah mereka bawa ke organisasi’’(Maati,
1999, hal. xvii dalam Marc Labie, 2001)
Tata kelola perusahaan memiliki empat prinsip dasar yang harus dipenuhi
sehingga dapat berjalan dengan baik, keempat prinsip tersebut adalah: Tanggung
jawab (responsible), Akuntabilitas (Accountability), Keadailan (Fairness) dan
Keterbukaan (Transparency).
2. Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang dibentuk oleh MUI yang bertugas
menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan
syariah.
Peran dan tanggung jawab dewan syariah :
6. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional
dan produk yag dikeluarkan bank.
7. Mengawasi proses pengembangan produk baru bank.
8. Memintak fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru bank yang belum ada
fatwanya.
9. Melakukan review secara berkala atas pemenuha prinsip syari’ah terhadap
mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
bank.
10. Meminta data dan informasi terkait denga aspek syari’ah dari satuan kerja
bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
3. Ada beberapa persoalan mengenai praktik GCG di Indonesia yaitu sebagai berikut:
a. Belum profesionalnya pengelolaan perusahaan (ADB, 1998). Konsentrasi
kepemilikan oleh pihak tertentu yang memungkinkan terjadinya hubungan
afiliasi antara pemilik, pengawas, dan direktur perusahaan serta belum
berfungsinya dewan komisaris.
b. Konsentrasi kepemilikan dan kontrol meningkatkan ketidaksimetrisan
informasi antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham
minoritas akan menyulitkan pemegang saham minoritas untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
c. Konsentrasi kepemilikan dan kontrol juga menyebabkan lemahnya
proteksi hukum bagi pemegang saham minoritas.
d. Score keterbukaan yang rendah.
4. Unit kajian syariah dan struktur lainnya.
1.) Direktorat Perbankan Syari’ah.
2.) Dewan Syariah Nasional (DSN)
3.) Shareholders
4.) Dewan Pengawas Syariah
5.) Dewan Komisaris
6.) Direksi
5. Kemajuan dalam tata kelola syariah.
Di Indonesia, sistem tata kelola syari’ah diatur dalam UU No. 21/2008 yang
berisi tentang menempatkan DPS (Dewan Pengawas Syari’ah) sebagai pihak penting
dalam pengawasan kepatuhan prinsip-prinsip syari’ah di internal perbankan syari’ah.
DPS bertugas memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan
bank agar sesuai dengan prinsip syari’ah. Selanjutnya pada level nasional, ada
lembaga bernama Dewan Syari’ah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa
tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syari’ah. Dengan demikian, DPS adalah perpanjangan
tangan dari DSN untuk melakukan pengawasan atas kesesuaian kegiatan operasional
bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
6. Pemegang akun investasi sebagai pemangku kepentingan
bagaimana peran pemangku kepentingan dalam pembentukan komunitas guna
mencapai ketahanan sosial ekonomi masyarakat dengan studi kasus pembentukan
kelompok tabungan perumahan di Kelurahan Panjang Baru, Kota Pekalongan. Siapa
sajakah pemangku kepentingan yang terlibat. Apakah peran pemangku kepentingan
tersebut mempengaruhi keberlangsungan kelompok dan bagaimana implikasinya
terhadap ketahanan sosial ekonomi yang sedang berusaha untuk dibangun.
DAFTAR PUSTAKA
Farid Hamid dan Heri Budianto, Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan Masa Depan,
Hery, Teori Akuntansi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 114.
Muindro Renyowijoyo, Akuntansi Sektor Publik: Organisasi Non Laba, Edisi 2, (Jakarta: Mitra
Peraturan Menteri Negara BUMN No.: ‚Per-01/Mbu/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara‛,
Pasal 1, Ayat 1.
http://repository.unpas.ac.id/12904/3/BAB%201%20new.pdf