Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
2011730103
Pembimbing :
2015
BAB I
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. ISZ
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 27-07 - 2014
Usia : 1 tahun 2 bulan
II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien Buang Air Besar (BAB) cair, frekuensi
BAB 9x/hari, banyaknya ¼ gelas, warna kekuningan, air lebih banyak daripada ampas,
terdapat lendir, tidak ada darah, bau asam.
2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam. Demam tinggi, demam mendadak,
demam naik turun, tidak menggigil, tidak kejang.
2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien muntah. Frekuensi muntah 10 kali/hari,
banyaknya ± ¼ gelas, isi muntah semua makanan yang dimakan, muntah tidak
menyemprot.
3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien berobat diberikan daryazinc dan tempra.
Setelah diberikan obat, demam turun hanya beberapa saat.
Tidak ada keluhan batuk dan pilek.
Buang air kecil normal tidak ada keluhan.
Riwayat Alergi :
Tidak ada riwayat alergi obat, makanan,susu sapi, cuaca dan debu.
Riwayat Psikososial :
Kakek pasien mempunyai keluhan yang sama dengan pasien. Sumber air minum berasal
dari air isi ulang gallon. Botol susu yang digunakan di rumah hanya 3 botol dan kadang botol
susu tidak direbus dengan air panas.
Riwayat Pengobatan :
3 hari sebelum masuk rumah sakit diberikan daryazinc dan tempra tetapi BAB tetap cair
dan demam hanya turun beberapa saat.
Setiap bulan ibu rutin melakukan Antenatal Care (ANC) dan ibu tidak pernah sakit
selama hamil. Lahiran section caesar, cukup bulan, lahir menangis kuat.
Riwayat Pemberian Makan :
ASI dari lahir sampai sekarang
Anak makan 3 kali sehari, setiap kali makan 1 piring, 1 macam lauk, dan 1 mangkuk
sayur.
Riwayat Imunisasi :
BCG : 1x Skar: 2 mm
Polio : 4x, umur Lahir,2, 4, 6 bulan
Hepatitis B : 3x, umur Lahir, 1, 6 bulan
DPT : 3x, umur 2, 4, 6 bulan
Campak : 1x, umur 9 bulan
Riwayat Perkembangan
Motorik kasar : Tengkurap usia 4 bulan, duduk usia 7 bulan, berdiri usia 10 bulan
berjalan usia 1 tahun 1 bulan
Motorik halus : Menyusun kotak
Anamnesis Sistem
TANDA VITAL
Suhu : 39º C Frekuensi Pernapasan : 38 x/menit
Nadi : 128 x/menit Jenis/Tipe : Abdominotorkal
Isi/Tegangan : Teratur
STATUS GIZI
PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA
Bentuk : normocephal
UUB : cekung
Mata : Kelopak mata sedikit cekung, konjungtiva tidak anemis , sclera tidak
ikterik , kornea jernih, refleks cahaya positiv
Hidung : tidak ada eformitas, tidak ada septum deviasi , tidak ada pernapasan
cuping hidung
LEHER
Bentuk : Simetris
KGB : Tidak membesar
Kaku kuduk : tidak ditemukan
THORAKS
- Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada retraksi sela iga
PARU
- Inspeksi : Simetris dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang tertinggal saat
bernapas , tidak menggunakan otot bantu pernapasan
- Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang
tertinggal saat bernapas, tidak nyeri tekan
- Perkusi : Sonor di semua lapang paru, batas sonor-pekak setinggi ICS 4 linea
midclavicularis dextra.
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak terdengar murmur , tidak teedengar
gallop
ABDOMEN
- Inspeksi : abdomen datar
- Auskultasi : bising usus (+) meningkat
- Perkusi : timpani
EKSTREMITAS
Pemeriksaan feses
Consistency Soft
Mucous Negative
PH 5
Leukosit 2-4
Eritrosit 1-2
Ephitel 0-1
Fiber Positive
Bacteria Negative
Yeast Positive
RESUME
An. Laki- laki, umur 1 tahun 2 bulan datang dengan keluhan BAB cair sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, frekuensi 9kali/hari, banyaknya ¼ gelas, berwarna kekuningan terdapat
lendir, dan bau asam. 2 hari sebelum masuk rumah sakit demam tinggi, demam mendadak,
demam naik turun, tidak menggigil dan tidak kejang. 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
muntah, muntah 10 kali/hari, banyaknya ¼ gelas, isi makanan yang dimakan. Pasien merasa
sering haus. Pemeriksaan Fisik didapatkan suhu 39ºC, ubun-ubun dan mata cekung, selain itu
semua dalam batas normal, pemeriksaan penunjang dalam batas normal.
Diagnosis Kerja
Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang.
Penatalaksanaan
Kebutuhan Cairan: BB: 12,3 kg, usia 1 tahun 2 bulan
à 12,3 x 70 cc = 861cc/2,5 jam
- IVFD Ka En 3B 2,5 jam :
861 x 20
2,5 x 60 = 115 tpm (makro)
Jika membaik, maka beri kebutuhan cairan maintenance.
Terapi Sup : Paracetamol sup 125 mg
Edukasi : edukasi orang tua agar memberikan cairan secara oral sesering mungkin untuk cegah
dehidrasi, pemberian makanan dan minuman dilanjutkan, segera lapor apabila anak mengalami
penurunan kesadaran dan tiba-tiba tidak mau minum. Dan disarankan untuk imunisasi rotavirus.
Prognosis
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Functionam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Bonam
FOLLOW UP
No S O A P
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut WHO, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
Dalam referensi lain juga disebutkan bahwa definisi diare untuk bayi dan anak-anak adalah
pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal pada bayi
sebesar 5-10 g/kg/24 jam.1
Diare umumnya dibagi menjadi diare akut dan diare kronis. Diare akut adalah buang air
besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja
menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi BAB lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini
tidak dapat disebut diare tetapi masih bersifat fisiologis atau normal selama berat badan bayi
meningkat normal. Hal demikian merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif,
definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau
konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya tidak seperti biasanya. Kadang-kadang
pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari
2 minggu sedangkan kondisi serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar naik oleh
Walker-Smith et al. didefinisikan sebagai diare persisten.3
Di lingkungan masyarakat gastrohepatologi anak di Indonesia digunakan pengertian
bahwa ada dua jenis diare yang berlangsung ≥ 14 hari, yaitu diare persisten yang mempunyai
dasar etiologi infeksi, serta diare kronis yang mempunyai dasar etiologi non-infeksi.3
B. Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta
kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang
berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5
episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes.
diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini
meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare
masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat
proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan
peringkat 2. 4
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per
tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan indonesia tahun 2002-2003,
prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di indonesia adalah laki-laki
10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11
bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8%) dan 24-35 bulan (12%).7
D. Etiologi
Diare secara garis besar dibagi atas infeksi dan non infeksi. Diare infeksi dibagi lagi atas
inflammatory dan non inflammatory. Enteroptogen menimbulkan non inflammatory diare
melalui produksi enterotokin oleh bakteri, desktruksi sel permukaan villi oleh virus,
perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin. Sedangkan penyebab diare non infeksi antara lain seperti defek
anatomis, malabsorbsi, keracunan makanan, alergi susu sapi, dll.12
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah:12
Golongan bakteri
1. Aeromonas 8. Salmonella
2. Bacillus cereus 9. Shigella
3. Campylobacter jejuni 10. Staphylococcus aureus
4. Clostridium perfringens 11. Vibrio cholera
5. Clostridium defficile 12. Vibrio parahaemolyticus
6. Escherichia coli 13. Yersinia enterocolitica
7. plesiomonas shigeloides
Golongan virus
5. Rotavirus
1. Astrovirus
6. Norwalk virus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
7. Herpes simplex virus
3. Enteric adenovirus
8. Cytomegalovirus
4. Coronavirus
Golongan parasit
1. Balantidium coli 5. Giardia lamblia
2. Alergi 13
Diantaranya yaitu :
Alergi susu
Alergi makanan
CMPSE (cow’s milk protein enteropathy).
3. Keracunan 13
Makanan yang mengandung zat kimia beracun
Makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, misalnya :
Clostridium spp, Staphylococcus spp.
4. Imunodefisiensi 13
5. Sebab Lain 13
.
E. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.
Diare osmotik/gangguan absorbsi 1
Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usu
dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam lumen
usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg, Glukose,
sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon
sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.
Diare sekretorik 1
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa
obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabropsi seperti reseksi ileum,
penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan
peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan
enterotoksin E.Coli atau Cholera. Berbdeda dengan negara berkembang di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat
atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon
seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma
pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas, hormon
sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang.
Diare karena gangguan motilitas usus 8,9
F. Manifestasi Klinis
Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit.
Pada keadaan minimal atau tanpa dehidrasi kehilangan BB < 3%, dehidrasi ringan-sedang
terjadi kehilangan BB 3-9%, dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan BB >9%. 14
Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
13
Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus kramp
kramp kolik kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - ± Kadang - + -
Bau Langu Busuk + Tidak Amis khas
Warna Kuning Merah Kehijauan Tak Merah- Seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain- lain Anorexia Kejang ± Sepsis ± Meteorismus Infeksi ±
sistemik
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau
busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides. 13
Mikroskopik
2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama
Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan tes kepekaan
terhadap antibiotik.13
H. Tata laksana
Depatemen kesehatan menetapkan 5 pilar penatalksanaan diare bagi semua kasus diare yang
di derita anak balita baik dirawat di rumah maupun sedang dirawat dirumah sakit, yaitu :
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Rencana Terapi A
(Pengobatan diare tanpa dehidrasi)
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk mencegah
dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya.
Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan
adalah 10ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100-
200ml, 5-12 tahun adalah 200-300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB. Untuk anak
di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1-
2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum
langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan
dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah
tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan
sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah-buahan
diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak lemak)
jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah hebat dan keadaan anak
bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara
pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari :
< 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB
>2 tahun : 100-200ml tiap BAB
Beri tablet Zink
Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis
Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari. 14
Rencana Terapi B
(Dehidrasi Ringan - Sedang)
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena.
Pemberian oralit sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam.volume kekurangan cairan apabila berat badan
tidak diketahui yaitu Usia < 1 tahun sebesar 300ml, 1-5 tahun 600ml, > 5tahun adalah 1200
ml dan dewasa adalah 2400ml. bila oralit tidak dapat diberikan secara oral dapat diberikan
melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20ml/kgbb/jam. Beri tablet
zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.
Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit
misalnya karena anak muntah, dapat diberikan infus dengan intravena secepatnya. Berikan
70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang
dibagi sebagai berikut :
Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam.14
Rencana Terapi C
Untuk dehidrasi berat, lakukan rehidrasi parenteral cairan Ringer Laktat dengan dosis
100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5 jam
berikutnya 70cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2½ jam
berikutnya 70cc/kgBB. Apabila terjadi kegagalan sirkulas berikan cairan ± 10
tts/kbBB/menit. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih
pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang
atau pengobatan diare tanpa dehidrasi. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya
sedikit harus diberi oralit sampai cairan infuse terpasang. Di samping itu, semua anak harus
diberi oralit ± 5ml/kgBB/jam selama pemberian cairan intravena. Walaupun pada diare terapi
cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah
menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita
telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh akan
karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada
pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan
makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak
memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan. 14
Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa syok,
sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta memperbaiki renjatan
hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan dimetabolisme
menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan tidak mengandung
glukosa untuk mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat
dipakai, tetapi tidak mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis
cairan parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan
pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN 3B. Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan
osmolaliti 210 – 268 mmol/1 dengan Na berkisar 50 – 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi
pada diare anak dengan kolera atau tanpa kolera. 15
Tidak ada bukti klinis dari anti diare dan anti motilitis dari beberapa uji klinis. Obat anti
diare hanya simtomatis bukan spesifik untuk mengobati kausa, tidak memperbaiki kehilangan air
dan elektrolit serta menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Antibiotik yang tidak
diserap usus seperti streptomisin, neomisin, hidroksikuinolon dan sulfonamid dapat memperberat
yang resisten dan menyebabkan malabsorpsi. Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting).
Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya cholera, shigella,
karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi
berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis
gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang
jelas atau segala sepsis. Anti motilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan
paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi. 14
Kolera :
Shigella :
Amebiasis:
Giardiasis :
Probiotik
Probiotik merupakan bakteri non patogen. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui : perubahan
lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa pathogen usus,
kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, dll.20
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya
kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinak
yang menguntungkan kesehatan.
Oligosakarida yang ada dalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena
dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalamkolon bayi yang minum
ASI. Data menunjukkan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI.
Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi-bayi dikomunitas yang diberi cereal
yang disuplementasi dengan fruktooligosakabrida (FOS) tidak menunjukkan penurunan angka
kejadian diare. 21
I. Komplikasi 1,9,12
Gangguan elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-
lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastik meenggunakan
oralitadalah cara terbaik dan paling aman.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L).
hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir
semua anak dengan hiponatremia. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.
Hiperkalemia
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K :
jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari dibagi 3
dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebutdapat disebabkan oleh
karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.
J. Pencegahan
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan
meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan
perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan
imunisasi. Ada 8 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu :
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.
5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis
6. Pembuangan tinja yang aman
7. Imunisasi campak
8. Imunisasi Rotavirus
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric,
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas panjang
bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang terinfeksi.
Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan enteropatogen dan cara-
cara mengurangi penularan. 22
DAFTAR PUSTAKA
4. Kandun, IN. Situasi dan Kebijakan Pemerintah Dalam Pengendalian Penyakit Diare di
Indonesia Tahun 2008. Annual Scientific Meeting Dies Natalis FK UGM ke-62 dan HUT
RSUP dr.Sarjito ke-26, Simposium Diare Rotavirus di Indonesia: Tantangan dan
Harapan. 6 Maret 2008. Yogyakarta : 2008.
5. Soeparto P, Djupri LS, Sudarmo SM, Ranuh IGM RG. Gangguan Absorbsi-Sekresi;
Sindroma Diare. Seri Gramik ; Gastroenterologi Anak Ed.2.1999.
6. Sunoto, Sutoto, Soeprapto P, Soenarto Y, Ismail R. Pedoman Proses Belajar Mengajar
Diare, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular. 1990.
7. Suparto P. Sumbangan dan Peran Kaum Profesional dalam Mendukung Program Penyakit
Saluran Cerna di Era Otonomi. Kumpulan Makalah Kongres Nasional II BKGAI
Bandung. 2003; 17-27.
10. Pickering LK, Cleary TG. Approach to Patients with gastrointestinal tract infection and
food poisoning in Feigin RD. Cherry JC eds. Textbook of Pediatric Infection Diseases 4
Ed WB Saunders Co. 1998; 1:567-94.
11. Direktorat Jendral PPM & PLP, Departemn Kesehatan Republik Indonesia. PMPD. Buku
Ajar Diare. 1996.
12. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson
Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004:1272-6.
13. Sunoto. Penyakit Radang Usus; Infeksi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Balai
Penerbit FKUI. 1991;1:448-66.
14. WHO. The Treatment of diarrhea: a manual for physicians and other senior health
workers Child Health/WHO. CDR 95.1995.
17. Bao Bin. Zinc Modulates mRNA levels of cytokines. Am J Physiol Endocrinol Metab.
Michigan. 2003.
18. Sazawal S et al. Zinc supplementation in young children with acute diarrhea in India. N
Engl J Med. 1995;333:839-44.
19. Yamey G. Zinc supplementation prevents diarrhea and pneumonia. BMJ 1999:1521-3.
20. Agostoni C et al. Medical position paper. Probiotic Bacterial in dietetic product for
infants: A commentary by ESPGHAN committee on nutrition. J Pediatric Gastroenerol
Nutr 2004:38:365-74.
21. Juffrie M, et al. The effect of fructooligosaccharide (FOS) in Children with Diarrhea. J of
the Medical Sciences.2007;39:47-53.
22. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat.
Kumpulan Makalah Kongres nasional II BKGAI.2003:29.
23. Bresse J, Fang, Wang BLE, Soenarto Y, Nelson EA, Tam J, Wilopo SA, Kilgore P. First
report from the asian rotavirus surveillance network. Emerg Infect Dis. 2004;10(6):988-
955.