You are on page 1of 4

Kandungan Nutrisi Ransum

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Ransum Ayam Broiler Periode Layer

Parameter (%) Standar Nutrisi***

Energi Metabolis (kkal/kg) Min. 2650


Protein Kasar 17%
Lemak Kasar Maks. 7%
Serat Kasar Maks. 7%
Ca 3,25 – 4,25%
P 0,60 – 1,00%
Sumber: ***SNI (2006)

Berdasarkan SNI (2006) standar ransum ayam ras broiler periode layer yaitu

energi metabolis minimal 2650 kkal/kg, protein kasar minimal 17%, lemak kasar maksimal

7%, serat kasar maksimal 7%, Ca 3,25 – 4,25% dan P 0,60 – 1,00%. Fadilah dan Fathkuroji

(2013) menambahkan bahwa ransum ayam broiler harus memiliki ransum yang cukup dan

seimbang sebab apabila kelebihan ataupun kekurangan salah satu nutrisi dapat mengakibatkan

produksi telur tidak optimal. Menurut Nurcholis et al., (2009) menyatkan bahwa semakin tinggi

konsumsi lemak semakin tinggi pula kandungan lemak dalam tubuh. Pemberian ransum ayam

dengan kandungan serat kasar tidak boleh berlebihan karena unggas tidak dapat menyerap

nutrisi pada saluran pencernaan karna tidak memiliki enzim selulose. Ketaren (2010)

menyatakan bahwa penggunaan serat kasar dalam ransum harus dibatasi dan disesuaikan

dengan kebutuhan karena dapat memperlambat penyerapan nutrisi. Nurcholis et al.,

(2009)menambahkan bahwa serat kasar yang berlebih dapat memberikan dampak negatif yang

dapat menyebabkan unggas cepat merasa kenyang.

Berdasarkan Tabel 2 konsumsi mineral berupa Ca dan P ayam broiler periode layer

umur 28-31 minggu, konsumsi Ca dan P dari pemberian kekurangan. Menurut Indreswari dkk

(2009) menyatakan bahwa menyatakan bahwa kadar kalsium ransum yang berkisar antara 2,36

– 2,94 % dengan kadar fosfor (P) 0,5 - 0,57 % cukup untuk memenuhi kebutuhan pembentukan
kerabang telur. Pemberian kandungan mineral berupa Ca dan P sangat dibutuhkan pada ayam

layer untuk pembentukan cangkang yang dapat mempengaruhi kualitas kerabang telur.

Kekurangan Ca dan P yang dikonsumsi dapat mengurangi berat tulang, tulang mudah keropos

dan mengganggu pembentukan kerabang telur. Menurut Suprapto dkk. (2012) menyatakan

bahwa kekurangan konsumsi Ca dan P dapat menyebabkan mobilisasi dari tulang sehingga

tulang mengalami keropos, berat tulang berkurang dan menyebabkan kerabang telur tipis.

2.1. Kandungan Nutrisi Ransum

Ayam broiler pembibit atau periode layer memerlukan gizi yang cukup dan seimbang

dalam pakannya antara lain energi, protein, Ca dan P. Standar ransum ayam ras broiler periode

layer yaitu energi metabolis 2650 kkal/kg, protein kasar minimal 17%, lemak kasar maksimal

7%, serat kasar maksimal 7%, Ca 3,25 – 4,25% dan P 0,60 – 1,00% (SNI, 2006). Ransum ayam

ayam broiler harus memiliki nutrisi yang cukup dan seimbang sebab apabila kelebihan ataupun

kekurangan salah satu nutrisi dalam ransum dapat mengakibatkan produksi telur tidak optimal

(Fadilah dan Fathkuroji, 2013). Kandungan nutrisi dalam ransum yang diberikan harus

memadai karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi telur yang maksimal,

jika energi terlalu berlebihan maka konsumsi ransum akan sedikit yang dapat mengakibatkan

defisiensi protein, asam amino mineral dan vitamin sehingga ternak akan menjadi gemuk

(Rusdiansyah, 2014).

2.2. Konsumsi Ransum dan Nutrisi

Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dimakan dalam waktu tertentu.

Konsumsi ransum dapat dihitung dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan

dengan jumlah ransum sisa. Rata-rata konsumsi ransum harian yaitu 113 - 117 g/ekor/hari

(Bungatang, 2016). Tinggi rendahnya tingkat konsumsi ransum ayam dipengaruhi oleh adanya

perbedaaan kondisi lingkungan, status kesehatan ayam dan ransum, selain itu faktor selera
individu dari ayam juga dapat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi (Utomo, 2017). Selain

itu faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum yaitu temperatur lingkungan, sistem

perkandangan, luas kandang, penyakit, kandungan energi dalam ransum, ruang tempat makan

per ekor, ukuran dan bangsa ayam (Rahayu dkk., 2011).

Konsumsi nutrisi ayam broiler meliputi protein kasar, lemak kasar, serat kasar, kalsium

dan fosfor. Ayam yang sedang dalam keadaan bertelur membutuhkan protein yang lebih tinggi

karena konsumsi protein pada ayam layer digunakan untuk pembentukan telur (Maharani,

2013). Konsumsi lemak dalam ransum yang tinggi sangat efisien dalam penggunaan energi di

banding dengan unggas yang di beri kadar lemak yang rendah (Wahju, 2015). Penggunaan

serat kasar dalam ransum harus dibatasi dan disesuaikan dengan kebutuhan karena dapat

memperlambat penyerapan nutrisi yang akan berdampak pada memperlambat pertumbuhan

ayam (Kateren, 2002). Serat kasar yang tinggi berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan

perkembangan unggas yang menyebabkan unggas cepat merasa kenyang sehingga dapat

menurunkan konsumsi nutrisi yang lain (Nurcholis et al., 2009)

Nutrisi pada ransum seperti kasium dan fosfor dapat mempengaruhi tebal kerabang

telur (Wiradimadja dkk., 2010). Kandungan kalsium yang rendah pada ransum akan

menghasilkan kerabang telur yang tipis dan akan berpengaruh terhadap berat kerabang

(Setiawati dkk., 2016).

Daftar Pustaka

Bungatang. 2016. Pengaruh tepung limbah biji kakao (theobroma cocao) yang difermentasi
bakteri selulotik terhadap produktivitas ayam broiler. Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin Makasar.( Skripsi).
Fadilah, E., dan Fathkuroji, 2013. Memaksimalkan Produksi Ayam Ras Broiler. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Indreswari, I., H. I. Wahyuni, N. Suthama dan P.W. Ristiana. 2009. Pemanfaatan kalsium untuk
pembentukan cangkang telur akibat perbedaan porsi pemberian ransum pagi dan siang
pada ayam petelur. J. Indonesia Tropikal Animal Agricultural. 34 (2): 134 - 138.
Ketaren, P. P. 2010. Kebutuhan gizi ternak di Indonesia. Wartazoa. 20 (4) :
172 – 180.
Maharani, P. N. Suthama dan H. I. Wahyuni. 2013. Massa kalsium dan protein daging pada
ayam arab petelur yang diberi ransum menggunakan azolla microphylla. Animal
Agriculture. 2 (1): 17 – 27.
Nurcholis, D. Hastuti dan B. Sutisno. 2009. Tatalaksana pemeliharaan ayam ras broiler periode
layer di populer farm desa kuncen kecamatan mijien kota semarang. J. Mediagro. 5
(2): 38 - 49.
Rahayu, I., T. Sudaryani dan H. Santosa. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Rusdiansyah. M. 2014. Pemberian level energi dan protein berbeda terhadap konsumsi ransum
dan air serta konversi ransum ayam buras fase layer. fakultas peternakan universitas
hasanuddin. makasar. (skripsi).
Setiawati, T., R. Afnan dan N. Ulupi. 2016. Performa produksi dan kualitas telur ayam petelur
pada sistem litter dan cage dengan suhu kandang berbeda. J. Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan. 4 (1): 197 – 203
Suprapto, W., S. Kismiyati dan E. Suprijatna. 2012. Pengaruh penggunaan tepung kerabang
telur ayam ras dalam ransum burung puyuh terhadap tulang tibia dan tarsus. J. Animal
Agricultural. 1 (1): 75 – 90.
Utomo, D. M. 2017. Performa ayam ras broiler coklat dengan frekuensi pemberian ransum
yang berbeda. J. Aves. 11 (2): 22 – 37.
Wahju, J. 2015. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-V. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Wiradimadja, R., H. Burhanuddin dan D. Saefulhadjar. 2010. Peningkatan kadar vitamin a pada
telur ayam melalui penggunaan daun katuk (sauropus androgynus l.merr) dalam
ransum. J. Ilmu Ternak. 10 (2): 90 – 94.

You might also like